Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 22 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Risma Umar
Abstrak :
Penempatan buruh migran ke Saudi Arabia merupakan program nasional yang strategis. Penempatan ini dimaksudkan untuk menciptakan lapangan kerja baru bagi tenaga kerja Indonesia ke Saudi Arabia dan mendorong pemasukan devisa negara. Meningkatnya buruh migran informal ke Saudi Arabia dipengaruhi oleh faktor penarik dan pendorong maupun peran PJTKI dalam proses penempatan buruh migran. Peningkatan ini secara kuantitas ekonomis berdampak pemasukan devisa negara dan ekonomi keluarga di desa melalui kiriman remitan bagi buruh migran berhasil. Numun tidak sedikit masalah dialami buruh migran selama proses penempatan ke Saudi Arabia, akibat masih lemahnya perlindungan, jaminan kesejahteraan sosial dan kualitas kompetensi maupun lemahnya monitoring dan pengawasan pemerintah terhadap PJTKI. Penelitian ini, mengambil kasus buruh migran Ke Saudi Arabia desa Lemahmakmur, Karawang. Tujuannya mendeskripsikan kondisi buruh migran sejak rekrutmen, hubungan kerja di Saudi Arabia sampai kepulangan ke daerah asal, dan mendeskripsikan posisi buruh migran terhadap PJTKI dan majikan. Mendeskripsikan faktor-faktor mempengaruhi motivasi buruh mig ran memutuskan bermigrasi ke Saudi Arabia, Mengembangkan strategi kebijakan sosial penempatan buruh migran ke Saudi Arabia. Penelitian ini adalah deskriptif yang memberikan gambaran mengenai suatu fenomena sosial yang menjadi fokus penelitian, bagaimana dan mengapa terjadi hubungan fenomena tersebut. Peneepatan kualitatif berdasarkan studi lapangan untuk mendapatkan gambaran kon lisi meningkatnya buruh migran ke Saudi Arabia, dan besarnya resiko sosial yang dialami selama proses penempatan, tetapi buruh migran tetap termotivasi memutuslan bermigrasi ke Saudi Arabia. Dari basil penelitian ini disimpulkan sebagai berikut: (a) motivasi buruh migran memutuskan bermigrasi ke Saudi Arabia dipengaruhi oleh faktor penarik (pull factors) berupa kondisi perkembangan ekonomi dan pembangunan infrastruktur negara Saudi Arabia, dan adanya kelas sosial yang membutuhkan pekerja informal dornestik sebagai bagian gays hidup sosial masyarakatnya., Saudi Arabia membutuhkan pekerja sektor informal dan Indonesia tanpa. pendidikan dan keterampilan khusus. Secara ekonomis sosiologis, bahwa dengan upah tinggi dan melakukan ,haaah haji karena kesamaan agama Islam merupakan alasan kuat memilih Saudi Arabia sebagai tujuan migrasi. (b) faktor pendorong (push factors) mempengaruhi motivasi buruh migran memutuskan bermigrasi kerja ke Saudi Arabia. Akibat kondisi struktural sosial ekonomi dalam negeri baik angkatan kerja meningkat, lapanaan kerja terbatas menyebabkan pengagguran yang sampai ke desa. Akibat perubahan lahan pertanian sebagai sumber lapangan kerja petani digunakan untuk areal industri_ Modernisasi pertanian program revolusi hijau rnerubah poly tingkah laku ekonomi dan hubungan ikatan sosial petani. Dampak lebih luas adalah hilangnya akses kesempatan kerja bagi petani miskin dan perempuan desa, pendapatan ekonomi menurun, pengguran tinggi yang proses selanjutnya mengakibatkan kemiskinan. Kondisi ini mendorong keluarga petani mencari alternatif untuk bekerja ke Saudi Arabia dengan harapan memperoleh kemandirian kerja, nilai ekonomi dan status sosial kehidupan keluarga lebih baik. Faktor fasilitasi PJTKI dalam proses penempatan berperan mempengaruhi motivasi buruh migran bermigrasi ke Saudi Arabia, sejak rekrutmen calon buruh migran di desa, bekerja di Saudi Arabia sampai kembali ke daerah asal, PJTKI urnumnya kurang mempunyai akses langsung ke desa, melalui perantara sponsor atau cal() melakukan rekrutmen di desa, mempertemukan talon buruh migran dengan PJTKI, menerima imbalan uang jasa dari PJTKI dan memungut uang tidak sedikit dari setiap calon buruh migran. Ketidaktahuan calon buruh migran mengurus persyaratan diperlukan, menimbulkan lahan pekerjaan baru bagi sponsor atau cabo. Besarnya peran PJTKI, sponsor atau cafo rnenciptakan ketergantungan talon buruh migran melalui promosi kerja dengan informasi harapan menjanjikan, pengurusan dokumen, sampai pemberian pinjaman untak biaya perjalanan ke Saudi Arabia dengan persyaratan pengembalian dua kali lipat total pinjaman. Akibat lemahnya mekanisme perlindungan proses rekrutmen di desa menyebabkan maraknya percaloan dan pemerasan, pemalsuan identitas sangat merugikan buruh migran. Kondisi buruh migran pekerja informal dalam proses penempatan ke Saudi Arabia. Mayoritas perempuan desa, pendidikan dan keterampilan rendah (unskilled labor). Pekerjaan ini secara sosial masih dipandang rendah, tidak dijamin hukum perburuhan baik Saudi Arabia maupun Indonesia. Lemahnya- jaminan perlindungan dan kesejahteraan, nilai kompetensi dan pengelolaan penempatan baik monitoring dan pengawasan pemerintah, informasi tentang hak, fungsi KBRI, kondisi kerja dan adat istiadat Saudi Arabia merupakan titik lemah penempatan ke Saudi Arabia. Kondisi ini menyebabkan posisi tawar (bargaining position) buruh migran lemah terhadap majikan dan PJTKI. Akibatnya banyaknya masalah resiko sosial dialami buruh migran baik tindakan penipuan, pelecehan, dan penyiksaan maupun penganiayaan selama proses-rekrutmen di desa dan penampungan, saat bekerja di Saudi Arabia sampai kepulangan ke daerah asal. Namun demikian secara kuantitas ekonomis menunjukkan dampak perubahan sosial ekonomi. Tahun 2001 pemasukan devisa sebesar USD 4,2 milyar dari 1,2 juta buruh migran termasuk Saudi Arabia, dan penghasilan (remittances) terhadap kehidupan sosial ekonomi keluarga bagi buruh migran berhasil, dan kegiatan usaha di desa Lemahmakmur. (f) kebijakan sosial penempatan buruh migran ke Saudi Arabia adalah pemenuhan kebutuhan kesejahteraan sosial dan perlindungan buruh migran. Integrasi keseimbangan aspek pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial- melalui upaya pembangunan manusia (human development) untuk peningkatan kemampuan (capability), peningkatan produktivitas dan pemberian jaminan kesejahteraan social. Perlindungan hukum dan politik untuk keseimbangan hak dan kewajibannya. melakukan kegiatan sosial dan berorganisasi di negara Saudi Arabia.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13873
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Rokhani
Abstrak :
Terbukanya ruang demokrasi dalam dunia peburuhan ditandai dengan diundangkannya Undang-undang No. 21 tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh serta diratifikasinya Konvensi ILO No. 87 tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berorganisasi. Dengan adanya lebih dari satu serikat buruh, dapat muncul konflik antar SB. Tidak saja antara SB yang baru dengan SB yang lama akan tetapi juga antar SB yang Iahir pada masa sesudah orde baru runtuh. Perbedaan-perbedaan dalam bebagai bidang misalnya strategi perjuangan, rekruitmen anggota, pola kepemimpinan dan idologl, ditambah dengan kemungkinan adanya-friksi yang terus menerus, dan dengan dimungkinkannya SB-SB ini berada dalam satu perusahaan, sehingga friksi tersebut pada tingkatan tertentu dapat berubah menjadi konfIik. Meskipun telah ada undang-undang yang mengatur perselisihan antar SB, studi tentang konflik antar SB sangat menank mengingat serikat buruh sebagai kekuatan politik masyarakat yang seharusnya dapat menjadi kekuatan yang satu dalam mengatasi masalah yang mereka hadapi. Penelitian ini dimaksudkan untuk mencliskripsikan syarat-syarat kondisional yang mendorong timbulnya Iebih dari satu SB dalam satu perusahaan. Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya konflik antar SB. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi pendorong integrasi bagi SB dalam satu perusahaan. Menganalisis peranan pemerintah dalam konflik antar SB dikaitkan dengan hak kebebasan berserikat sebagimana diatur dalam Undang-Undang No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja Serikat Buruh. Ditinjau dari jenisnya, studi ini termasuk penelitian kualitatif dengan spesifikasi studi kasus Karena yang akan dituiiskan dalam studi ini bersifat penyelidikan, maka yang diperlukan adalah kecukupan informasi unluk dianalisis. Yaitu berbagai persoalan yang mewarnai adanya konflik antar SB. Sedangkan komunitas yang akan menjadi perhatian adalah tiga perusahaan yang memiliki dua serikat buruh, yang berada di Kota dan Kabupaten Tangerang. Dalarn hal ini dipilih adalah perusahaan yang sudah dipastikan mempunyai dua SB dengan pasangan yang cukup variatif. Kepastian ini diperoleh berdasarkan informasi awal yang dikumpulkan oleh penulis pada saat persiapan pembuatan proposal. Pada saal sudah ditetapkan tiga perusahaan yang akan diteliti, ketiga perusahaan adalah penghasil sepatu dengan label intemasional yang cukup ternama yaitu Adidas. Nike dan Reebok. Adapun tiga perusahaan dan nama-nama SB yang dipilih adalah PT. Adis Dimension lndustry footwear (ADF) produsen sepatu Nike, PT. Panarub lndustry Ltd. produsen sepatu Adids dan PT. Dong Joe Indonesia produsen sepatu Reebok. Ketiga perusahaan berlokasi di Kabupaten dan Kota Tangerang. Dari studi ini disimpulkan bahwa a) Adanya lebih dari satu SB dalam satu perusahaan, selalu diawali adanya salu SB terlebih dahulu. Kemudian karena adanya faktor-faktor pendorong berdirinya SB maka terbeniuk SB yang baru. b) Syarat-syarat kondisional terjadinya perubahan dari kelompok semu menjadi kelompok kepenlingan sebagaimana yang dikemukan oleh Dahendorf, meliputi kondisi teknis organisasi, kondisi politis organisasi dan kondisi sosial orgnisasi dapat dipenuhi oleh SB yang diteliti, disebabkan adanya perubahan secara politis dilingkat kenegaraan. Yaitu adanya kebebasan berserikat yang dijamin oleh undang-undang. c) Masing-rnasing SB berbeda dalam menyikapi konflik antar SB. Untuk dapat menurunkan intensitas konflik antar SB, peranan SB yang dominan dalam jumlah sangat panting dengan mernbangun komunikasi anlar SB dan menjaga agar konflik tetap pada posisi yang fungsional. d) Perbedaan cara berhubungan sosial SB dalam satu perusahaan berpengaruh pada cara mengatasi konflik antar SB. Pada SB yang memiliki profil sosial yang sama, seperti di PT. ADF lebih dapat mengatasi konflik, jika dibandingkan dengan SB yang memiliki profil sosial yang berbeda Seperti yang terjadi di PT. Panamb dan PT. Dong Joe. e) Konflik-konflik yang terjadi antar SB lebih pada konflik emosi dibanding konflik subslansi. Dengan demikian, penyelesaian melalui jalur hukum tidak akan menyelesaikan masalah yang dihadapi. f) Sebagian pengurus SB mampu memanfaatkan konflik unluk membangun kinerja dalam intem orgnisasi, seperti yang terjadi pada SPN dan Perbupas di PT. Panarub. Konflik menyebabkan keduanya berusaha unluk bekerja maksimal guna mempertahankan jumlah anggota bagi SPN dan menambah jumlah anggota bagi Perbupas. Sedangkan yang terjadi di PT. ADF beiusaha meredam konflik dengan cara mengajak kerja sama serikat bumh lainnya dengan cara yang maksimal. Demikian yang terjadi di PT. Dong Joe, konflik antar SB juga mendorong masing-masing serikat berusaha Iebih balk. Dari sisi pengamh antar serikat boleh dikatakan bahwa konflik antar SB yang lerjadi pada ketiga perusahaan adalah konflik yang fungsional khususnya lagi yang terjadi di PT Adis Dimension Footwear (ADF). Akan tetapi tidak demikian halnya jika dilihat dari sisi manajemen mereka cukup kerepotan dalam menghadapi konflik yang terjadi antar serikat pekerja serikat buruh. g) Para pengurus SB di tingkat cabang dan tingkat nasional menganggap konflik antar SB di tingkat pabrik adalah persoalan para pengurus SB tingkat pabrik, sehingga tidak ada petunjuk khusus dari organisasi unluk menghadapi masalah ini. Kalaupun ada keterlibatan para pimpinan serikat buruh hanya dalam bentuk nasihat jika telah terjadi konflik, dan tidak ada strategi khusus yang ditawarkan unluk mengatasi konflik yang terjadi. Sehingga kehadiran pimpinan serikat pekerja tingkat cabang kurang dirasakan manfaatnya khususnya yang dirasakan oleh SPN PT. Panarub sehingga Iebih merasa yakin meminta bantuan penyelesaian pada pemerintah dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja Kota Tangerang. i) Tahapan terjadinnya konflik antar SB yang diteliti tidak melalui tahapan yang seperti terjadi pada konflik sosial yang lain, yang dapat meningkat pada krisis karena adanya tindak kekerasan dan pada akibat konflik. Akan tetapi hanya pada tahap I yaitu oposisi atau ketidak cocokan potensial dan tehap ll yaitu konfrontasi. Namun demikian pola dan tahapan konflik antar SB tidak dapat ditetapkan secara ketat, mengingat kondisinya bisa terus bergerak dari tahap I meningkat menjadi tahap ll dan dapat kembali menajdi tahap I. j) Penye|esaian konflik antar SB juga telah disiapkan peraturan perundangaannya melalui Undang-Undang No. 2 tahun 2004. k) Peran pemerintah dalam di bidang ketenagakerjaan dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten/Kota. Dalam persoalan konflik antar SB peran pemerintah diwujudkan daiam 4 fungsi yaltu sebagai pencatat, Pembina, pengawas dan penyidik. Peran-peran ini diatur dalam tiga Undang-undang yaitu Undang-undang No. 21 tahun 2000 tentang SPISB, Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-undang No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) l) Sikap manajemen pada umumnya sangat berhati-hati dalam memperlakukan dua SB di perusahaannya. Mengingat ke tiga perusahaan memproduksi sepatu denga merk internasionai yaitu Nike, Reebok dan Adidas, sehingga mereka harus menjaga reputasinya agar tidak dianggap menentang kebebasan berserikat (terkait dengan isu HAM), di sisi lainnya mereka harus menjaga suasana ketenangan berusaha sebagai jaminan bagi partner bisnis mereka. Sehingga para manajemen perusahaan yang diteliti, bertindak sebagai fasilitator/mediator dalam setiap konflik antar SB yang terjadi di perusahaannya. m) meskipun konflik-konflik yang terjadi antar SB dengan intensitas yang tinggi, seperti terjadi di PT. Panarub dan PT. Dong Joe, namun potensiai integrasi antar SB tetap ada mengingat faktor-faktor pendorong terjadinya konflik adalah bukan suatu yang sangat prinsip seperti ideologi atau perbedaan tujuan, akan tetapi lebih pada masalah perbedaan pendapat, perbedaan pandangan, ketidaksesuaian pencapaian tujuan, ketidakcocokan periiaku, pemberian pengaruh negatif dari pihak Iain pada apa yang akan dicapai oleh pihak iainnya, persaingan, kurangnya kerjasama, adanya usaha mendoniinasi dan tidak taat pada tata tertib dan peraturan kerja organisasi.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T22134
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Agista
Abstrak :
Skripsi ini membahas perubahan sistem kerja yang terjadi sebagai akibat dari berlakunya ideologi Neo klasik dalam sistem ekonomi yang dianut saat ini, sehingga membentuk pasar kerja fleksibel (flexibility labour market). Sebagai akibatnya saat ini di berbagai industri termasuk perbankan muncul berbagai bentuk sistem kerja baru yang cenderung tidak memberikan keamanan dalam bekerja (employability security), salah satu yang populer adalah sistem kerja outsourcing. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai eksklusi sosial yang terjadi pada pekerja dengan sistem outsourcing. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan design deskriptif. Hasil penelitian menggambarkan bahwa eksklusi terjadi dalam dua level, yaitu saat pekerja akan masuk kedalam pasar kerja dan saat pekerja berada dalam dunia kerja dengan statusnya sebagai pekerja outsourcing dengan bentuk eksklusi dari jenjang karir, eksklusi dari sistem upah, eksklusi dari keamanan bekerja dan eksklusi terhadap keterlibatan dalam perundingan kolektif (collective bargaining). Dari penelitian ini juga ditemukan bahwa pekerja outsourcing di perbankan memiliki karakeristik yang berbeda dibandingkan pada industri lainnya.
This thesis tries to analyze the current transition of working system as an implication of the application of neo classic economic system and this condition leads to the formation of flexibility in labour market. Consequently, in the contemporary industries-including the banking industry-emerge various working systems that unable to provide employability security in working environment and one of them is outsourcing working system. This research objective is to describe the social exclusion phenomenon on the outsourcing system workers in the banking industry. This research is a qualitative research with a descriptive approach. This research concludes that the social exclusion phenomenon exist in two levels, first, when the workers entering to the labour market and second, when the workers in the working environment with the status as outsourcing worker. Specifically, the second level exclusion takes form in the exclusion from the career path, the exclusion from payment system, the exclusion from employability security and the exclusion from collective bargaining processes. Finally, this research also found that the outsourcing worker in the banking industry is having a different characteristic with the outsourcing worker in the other industries.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Silvia A.
Abstrak :
Skripsi ini bertujuan untuk melihat perlawanan yang terekspresikan dalam bentuk lagu dan manajemen organisasi Efek Rumah Kaca terhadap tiga kekuatan arus utama (mainstream), yaitu lirik lagu, industri, dan negara. Selain itu, melihat habitus mempengaruhi proses kreatif munculnya lagu-lagu Efek Rumah Kaca yang kritis terhadap mainstream. Peneliti menggunakan teori strukturalisme konstruktivis yang merupakan pemikiran Bourdieu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi paradoks perlawanan Efek Rumah Kaca terhadap mainstream. ......This final paper looks the resistance that is expressed in the songs and management Efek Rumah Kaca against the three mainstream, there are lyrics, industries, and state. Also looks habitus affected creativity process in emerging songs by Efek Rumah Kaca which is criticsim againts mainstream. The researcher used a structuralist constructivism from Bourdie. The results conclusion that resistance paradox happen against mainstream by Efek Rumah Kaca.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Nurmalita Cita M
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
S8247
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Thaariqa Rahadiputri
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
S8252
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rukita Wustari Widodo
Abstrak :
Agar dapat mengelaborasi dan menginterpretasi proses di belakang layar (behind the scenes) dalam pembuatan film Alangkah Lucunya (Negeri Ini), penelitian ini menerapkan pemikiran dan pendekatan fenomenologi milik Peter L. Berger untuk menganalisis proses dialektis (eksternalisasi, obyektivasi, dan internalisasi) dalam pembentukan niat-niat (intentions) dan pengalaman-pengalaman yang dimiliki oleh para pembuat film, yang turut mempengaruhi dan mendasari penciptaan film tersebut. Sehingga, penelitian ini melibatkan peran interpretasi yang aktif dari para pembuat film, terutama tiga orang utama 'di belakang kamera' (produser, sutradara, dan penulis skenario), dan juga peneliti sendiri. ......As an attempt to elaborate and interpret the behind the scenes process of the movie Alangkah Lucunya (Negeri Ini), this research applies the phenomenology of Peter L. Berger in order to analyze the dialectical process (externalization, objectivation, and internalization) on how intentions and experiences owned by the filmmakers eventually influences the creation of the movie. Therefore, this research involves active roles of interpretation from the filmmakers, especially the three main people 'behind the camera' (the producer, director, and screenwriter), and also the researcher herself.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
M. Abriyanto
Jakarta: Q Communication, 2006
R 920 ABR o (1)
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Larasati
Abstrak :
ABSTRAK
Studi ini berfokus kepada tindakan konsumsi film bajakan yang dilakukan oleh Mahasiswa Kelas Menengah sebagai bentuk pengambilan keputusan rasional. Kasus konsumsi film bajakan menjadi menarik untuk diteliti pada kalangan Mahasiswa Kelas Menengah mengingat adanya kemampuan untuk mengakses informasi yang lebih luas dan juga kondisi ekonomi yang memungkinkan mereka untuk mengonsumsi film secara resmi. Peneliti beranggapan bahwa kegiatan mengonsumsi film bajakan terjadi akibat adanya pertimbangan keputusan rasional yang dilakukan oleh individu. Keputusan rasional tersebut merupakan pertimbangan mengenai pengorbanan yang harus dilakukan oleh individu serta keuntungan yang mungkin ia dapat. Idealnya, individu akan memilih opsi yang menuntutnya memberikan pengorbanan seminimal mungkin untuk mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin. Pertimbangan mengenai keuntungan dan kerugian mencakup hal-hal materiel-seperti uang atau kepemilikan barang-namun juga termasuk hal imateriel-seperti rasa kepuasan pribadi dan juga penerimaan dalam lingkungan pergaulan. Data penelitian dikumpulkan menggunakan metode kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam. Hasil temuan data menunjukkan bahwa Mahasiswa Kelas Menengah mengonsumsi film berdasarkan Selera yang dibentuk oleh kelompok sosialnya. Tidak seluruh bioskop dan layanan video-on-demand dapat menyediakan pilihan film sesuai dengan Selera Mahasiswa Kelas Menengah. Hal tersebut mendorong Mahasiswa Kelas Menengah untuk menggunakan situs bajakan sebagai metode alternatif mengonsumsi film.
ABSTRACT
This study focuses on the act of consuming pirated films conducted by Middle Class Students as a form of rational decision making. The case of consumption of pirated films is interesting to study among Middle Class Students given the ability to access broader information and also economic conditions that allow them to consume films legally. Researchers assume that the activity of consuming pirated films is affected by rational decisions made by individuals. The rational decision is an individuals consideration of the sacrifices and the benefits that he or she might gained. Individuals will ideally choose options which require minimum sacrifices to get the maximum benefit. Considerations of profits and losses include materiel things-such as money or ownership of goods-but also include immateriel matters-such as a sense of personal satisfaction and also acceptance in a social environment. The research data was collected using qualitative methods by conducting in-depth interviews. The findings of the data show that Middle Class Students consume films based on the Taste-constructed by their social groups. Not all cinemas and video-on-demand services can provide movie choices in accordance with Middle Class Students Taste. This encourages Middle Class Students to use pirated sites as an alternative method of consuming films.
2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Pathan Ramadhan
Abstrak :
Belum maksimalnya peran pemerintah dalam memberikan pelayanan akses ke pendidikan tinggi bagi siswa, mendorong kalangan masyarakat sipil untuk membentuk gerakan sosial di bidang pendidikan. Seperti halnya yang terjadi di Tegal, sekelompok mahasiswa membentuk organisasi gerakan Tegal Learning Center (TLC) dalam menyediakan akses ke pendidikan tinggi. Studi-studi terdahulu menemukan bahwa upaya gerakan semacam ini banyak merujuk kepada suatu organisasi masyarakat sipil (OMS) yang mampu berperan pada tingkat strategis maupun praktis. Pada tingkat strategis, upaya semacam ini mampu mengadvokasikan  kebutuhan-kebutuhan masyarakat mengenai pendidikan hingga pada mempengaruhi kebijakan terkait. Sementara itu, pada tingkat praktis, upaya gerakan yang dilakukan mampu memberikan pelayanan pendidikan yang lebih mengarah kepada dukungan finansial dan pembukaan akses melalui jalur-jalur kelembagaan formal. Namun, studi-studi tersebut masih jarang mengulas peran jaringan sosial dalam berlangsungnya gerakan yang dilakukan OMS dalam memberikan pelayanan pendidikan, khususnya dalam menyediakan akses menuju pendidikan tinggi. Temuan penelitian menunjukkan bahwa jaringan sosial yang diorganisir secara mandiri oleh suatu OMS, seperti TLC, melalui gerakan pendidikannya mampu berperan dalam membentuk sebuah gerakan pendidikan berupa TLC dan membantu dalam mempersiapkan kapasitas kompetitif siswa-siswi di Tegal untuk diterima di pendidikan tinggi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan metode wawancara mendalam, observasi, dan studi pustaka untuk memperoleh data. ......The government's not optimal role in providing access to higher education services for students has encouraged civil society to form social movements in the field of education. As happened in Tegal, a group of students formed the Tegal Learning Center (TLC) movement organization in providing access to higher education. Previous studies have found that efforts of this kind of movement often refer to a civil society organization (CSO) that is capable of playing a role at both a strategic and practical level. At a strategic level, this kind of effort is capable of advocating community needs regarding education to influencing related policies. Meanwhile, at a practical level, the movement's efforts are able to provide educational services that are more oriented towards financial support and opening access through formal institutional channels. However, these studies rarely examine the role of social networks in the ongoing movement of CSOs in providing educational services, particularly in providing access to higher education. The research findings show that a social network that is organized independently by a CSO, such as TLC, through its educational movement is able to play a role in forming an educational movement in the form of TLC and assist in preparing the competitive capacity of students in Tegal to be accepted into higher education. This study used a qualitative method with in-depth interviews, observation, and literature study to obtain data.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>