Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maria Suryanti Adisoemarta
"Arsitektur bangunan dapat dipengaruhi oleh beberapa aspek seperti ekonomi, politik, kebudayaan, dan lain-lain. Sebab arsitektur tidak dapat terlepas dari konteks manusia dan manusia membangun bangunan untuk melaksanakan aktivitasnya. Penelitian ini terbatas pada dua bangunan yaitu gedung Mahkamah Agung dan Gedung Balai Seni RUpa. Meskipun gedung mahkamah Agung dan gedung Balai Seni Rupa sama-ama merupakan bangunan peradilan sama-sama bergaya Neo-Klasik, ternyata memiliki beberapa perbedaan. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) mengetahui pola tata ruang dan unsur yang menjadikan indikator bangunan peradilan. (2) pemberikan penilaian terhadap gaya seni yang diserap antara kedua bangunan tersebut. Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan adalah: (a) pengumpulan data, (b) pengolah data dan (c) interpretasi data. Pendekatan yang digunakan dalam tahap pengolahan data adalah analogi dan arkeologi keruangan. Adapun tahap arkeologi keruangan yang digunakan terbatas pada tahap mikro dan semi-mikro. Tujuan dilakukan analogi untuk memberikan penilaian gaya seni dan untuk mengetahui unsur yang dapat dijadikan indikator banguna peradilan. Tujuan dilakukan arkeologi keruangan, dalam tahap mikro untuk mengetahui masing-masing bangunan secara mendalam sedangkan dalam tahap semi-mikro untuk menjelaskan keberadaan, persamaan, perbedaan dan hubungan antara kedua bangunan tersebut. Kesimpulan yang didapat dalam penelitian ini adalah: (1) Gedung Mahkamah Agung menyerap gaya seni Neo-Klasik Romawi dengan dipengaruhi oleh berbagai ragam seni lainnya. Sedangkan gedung Balai Seni Rupa murni menyerap gaya seni Neo-Klasik Yunani. (2) Untuk disebut sebagai bangunan peradilan harus memiliki sebuah ruang utama yang berukuran besar dan berapa di tengah bangunan dan ruang utama tersebut dikelilingi oleh ruang-ruang lain yang berukuran lebih kecil. Fungsi ruang utama sebagai ruang peradilan utama sedangkan fungsi ruang-ruang keliling sebagai kantor administratif yang menunjang kegiatan peradilan. (3) Perbedaan yang terdapat pada kedua bangunan tersebut dipengaruhi pula oleh perbedaan tingkat peradilan (karena kedua bangunan berfungsi sebagai bangunan peradilan), keadaan ekonomi dan situasi politik pada masa itu. Kesimpulan yang didapat dalam penelitian ini adalah bersifat sementara. Oleh karena itu penelitian serta pengujian lebih dalam masih dibutuhkan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1991
S11943
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ageng Budhiman
"Benteng menara adalah salah satu jenis benteng yang dibangun oleh Belanda di Indonesia. Menurut Victor J. Enoch, ciri umum benteng menara adalah bentuk siluetnya yang menye_rupai tong kayu dan dinding-dindingnya berukuran tebal serta terbuat dari Bata. Di Indonesia, hanya terdapat empat buah benteng menara. Seluruhnya berada di Perairan Teluk Jakarta dan hanya tinggal tiga buah saja yang sisanya masih dapat dilihat saat ini. Benteng menara di Pulau Bidadari adalah salah satu dari ketiga benteng menara tersebut dan dijadikan obyek peneli_tian ini. Bentuknya sudah tidak utuh lagi. Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk utuhnya. Se_dangkan tujuan lainnya adalah mengetahui fungsi dan peranan benteng menara tersebut. Kedua tujuan penelitian di atas dicoba dicapai melalui pendekatan komparatif dan analogi sejarah. Dua benteng menara lainnya, yang juga terdapat di Perairan Teluk Jakarta, dan beberapa benteng menara di Belanda dijadikan data banding dalam melakukan pendekatan komparatif. Data sejarah yang semuanya berupa data-data tertulis digunakan dalam penelitian ini sebagai data sekunder untuk kepentingan analogi sejarah_ Hasil dari pendekatan komparatif dan analogi sejarah tersebut kemudian digabungkan untuk dijadikan bahan dalam penarikan kesimpulan.Kedua tujuan penelitian ini dapat dicapai dan kesim_pulan yang dapat ditarik adalah bentuknya sebagai berikut ; (1) bentuk denahnya lingkaran, (2) bentuk siluetnya menyerupai tong kayu, (3) dindingnya berukuran tebal dan terbuat dari bata merah, (4) terdiri dari dua lantai dan pintu masuknya berada di lantai kedua sebelah barat, (5) masing-masing lantai terbagi menjadi tujuh bagian, (6) pada lantai pertama terdapat sebuah gudang amunisi dan sebuah bak penampung air, (7) permukaan lantai pertama dilapisi rowlock bata hitam dan bentuk langit-langitnya datar, (8) lantai pada lantai kedua terbuat dari papan kayu dan bentuk langit-langitnya lengkung, (9) tidak memiliki parit keliling dan kakus. Adapun fungsi dan peranannya adalah sebagai bagian dari suatu sistem pertahanan yang melindungi daerah perairan di sekitar Pulau Bidadari, Kelor, Onrust, dan Cipir. Sistem pertahanan tersebut dibangun antara tahun 1851-1853"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1992
S11534
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edwinsyah
"Sumber utama yang dapat mendukung penyusunan sejarah kuna Indonesia adalah sumber-sumber tertulis. Prasasti sebagai salah satu sumber tertulis merupakan sumber yang mengungkapkan informasi di berbagai hal yang ada pada kehidupan masyarakat jaman dahulu. Dengan mempelajari tulisan-tulisan kuna di dalamnya, informasi tentang masa lalu dapat diungkap. Isi dari prasasti biasanya memuat keterangan yang berkisar pada peringatan suatu kejadian. Ada beberapa macam prasasti seperti penetapan sima, jayapattra, jayasong, rajaprasasti dan suddhapattra. Pada umumnyya prasasti yang banyak ditemukan berupa penetapan sima. Prasasti jenis ini di masa lalu merupakan peristiwa yang sangat panting menyangkut status tanah yang dipertahankan terus secara turun temurun. Prasasti Kawambang Kulwan 913 S merupakan jenis prasasti penetapan sima. Prasasti ini ditemukan di desa sendang Kamal, kecamatan Maospati, Madiun dan kini tersimpan di Museum Nasional dengan nomor D.37. Prasasti ini telah dibaca oleh J.L.A. Brandes walaupun hanya 12 baris bagian awal pada sisi depan. Bentuk dasar dari prasasti Kawambang Kulwan ini berupa batu padas dengan bentuk blok berpuncak lancip dengan tinggi 187, lebar 105 dan tebal 92 cm. Huruf yang dipahatkan terdapat di seluruh sisi dengan huruf dan bahasa Jawa kuna dan pada bagian bawah dihiasi dengan pahatan hiasan bunga padma. Banyak kerusakan di beberapa bagian prasasti ini yang menyebabkan kesulitan dalam pembacaan dan sedikit mendapat informasi dari isi prasasti tersebut. Hasil pembacan Brandes yang hanya sebanyak 12 baris menjadi perhatian penulis untuk melakukan penelitian terhadap prasasti Kawambang Kulwan ini untuk diteliti lebih lanjut Riwayat dan isi prasasti ini sebagai berikut : sekitar 70 tahun setelah masa pemerintahan Sindok dari Mataram, diantara kurun waktu tersebut tidak didapat informasi mengenai pemerintahan raja-raja di rentang waktu tersebut, hingga munculnya pemerintahan raja Airlangga. Prasasti Kawambang Kulwan berada di kurun waktu yang kosong itu, dengan angka tahun 913 S. Walaupun nama raja pada prasasti ini tidak terbaca tetapi dari angka tahun dan sumber data lain yang mendukung seperti kitab Wirataparwa yang ditulis tahun 918 S menyebut diantara tahun tersebut diperintah oleh raja Dharmmawangsa Teguh. Seperti telah diketahui bahwa raja ini tewas dibunuh dalam serangan raja Wurawun dalam suatu pralaya, kisah ini tertulis dalam prasasti Pucangan yang dikeluarkan oleh raja Airlangga. Prasasti yang dikeluarkan oleh raja Dharmmawangsa Teguh sedikit sekali dan banyak yang rusak sehingga sulit digambarkan bagaimana masa pemerintahan raja tersebut. Informasi yang didapat pada prasasti Kawambang Kulwan adalah berupa penetapan sima di desa Kawambang Kulwan yang berupa sima swatantra dari sri maharaja (Dharmmawangsa Teguh) yang diteruskan oleh Pu Dharmmasanggramawikranta dan diterima oleh Samgat Kanuruhan Pu Burung tentang pendirian bangunan suci untuk dewa Siwa dan adanya ajaran kitab Siwasasana. Upacara tersebut dihadiri oleh para samgat dari berbagai daerah di sekitar desa Kawambang Kulwan. Prasasti berhenti pada bagian pemberian hadiah, tidak tertutup kemungkinan terdapat kelanjutan dari isi prasasti ini di bagian batu yang lain. Penulis melihat masih banyak yang belum terungkap dari isi prasasti Kawambang Kulwan ini baik dari segi aspek kehidupan masyarakat, sosial, ekonomi dan sebagainya belum terjawab semua. Penelitian lebih lanjut masih terbuka untuk mengkaji lebih dalam prasasti Kawambang Kulwan ini"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S11828
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatchan Haryosudibyo
"Replika lumbung batu merupakan sebuah bentuk miniatur rumah-rumahan dengan atap trapesium terbalik, yang dahulu lebih dikenal dengan sebutan kuil lumbung. Penelitian mengenai replika lumbung batu belum banyak dilakukan di masa lalu. Penelitian yang dilakukan kali ini ditujukan untuk membahas hal penyebutan replika termaksud yang mungkin dapat dipakai untuk penelitian selanjutnya. Dalam kaitannya dengan masalah tersebut juga diteliti tentang seberapa jauh bentangan masa penggunaan replika termaksud oleh masyarakat masa lain, kajian terhadap pendapat Groeneveldt dan Stutterheim yang berkaitan dengan kegunaan replika termaksud serta melihat keragaman bentuk dari replika termaksud. Pengumpulan data dilakukan dengan mengambil 22 sampel yang berada di Museum Nasional Jakarta, Museum Trowulan, Museum Majokerto serta sampel yang berhasil dikunjungi di 3 desa wilayah kabupaten Magetan. Hasil akhir dari penelitian adalah usulan penggunaan penyebutan replika lumbung batu bagi replika termaksud, pengelompokan keragaman, perangkat pola yang harus dimiliki replika termaksud untuk membedakannya dengan bentuk replika lainnya serta jangkauan masa penggunaan oleh masyarakat masa lalu."
1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lely Endah Nurvita
"Masa pemerintahan Tribhuwana dapat dikatakan merupakan titik awal kejayaan kerajaan Majapahit. Dalam masa pemerintahannyalah muncul tokoh-tokoh yang sangat terkenal dalam sejarah dan berperan penting atas kejayaan Majapahit. Tokoh_tokoh yang dimaksud adalah Hayam Wuruk, Gajah Mada, dan Prapanca. Selama 22 tahun Tribhuwana memegang tahta, telah ditemukan 7 buah prasasti termasuk prasasti Palungan yang berangka tahun 1252 Saka (1330 M). Prasasti Palungan ini menggunakan aksara dan bahasa Jawa Kuna. Prasasti tersebut pernah diteliti sebelumnya oleh N.J. Krom pada tahun 1913 dan L.Ch. Damais tahun 1955. Penelitian sementara yang telah dilakukan oleh Krom menghasilkan tanggal dikeluarkannya prasasti, sedangkan penelitian Damais menghasilkan 3 baris alih aksara dari keseluruhan barisnya sehingga informasi yang dapat diperoleh sangat sedikit. Informasi tersebut adalah unsur-unsur pertanggalan dan nama raja yang mengeluarkan. Akan tetapi untuk menyusun sebuah kisah sejarah dibutuhkan unsur waktu, tokoh, peristiwa, dan tempat. Keempat unsur tersebut belum Iengkap digali dan diteliti lebih mendalam. Untuk dapat mengetahui empat unsur pokok sejarah prasasti Palungan di atas, maka dilakukan alih aksara dan alih bahasa terhadap prasasti Palungan yang menghasilkan lengkapnya keseluruhan isi prasasti dan keempat unsur pokok sejarah. Selain itu untuk mengetahui apakah data ini layak atau tidak, maka data harus diuji dengan serangkaian tahap analisis yang dimulai dengan tahap Heuristik, kemudian dilanjutkan Kritik Teks ( Ekstem dan Intern ), Interpretasi, dan terakhir Historiografi. Dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa prasasti Palungan yang berangka tahun 1252 Saka ini ditulis sesuai dengan jamannya dan bukan merupakan prasasti tiruan atau palsu sehingga Iayak untuk dijadikan sebagai data Sejarah Kuna Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S11782
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Krisprihartini Setiowati
"Tujuannya untuk membuktikan peta yang dibuat oleh J.W. Heydt lewat data Arkeologi (data artefaktual, data piktorial dan data kontekstual), sekaligus untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan lokasi dan bentuk benteng. Metode yang digunakan adalah membandingkan data artefaktual dengan data piktorial. Perbandingan dilakukan untuk melihat seberapa jauh persamaan atau perbedaan ukuran dan bentuk benteng pada peta J.W. Heydt dengan hasil penggalian. Untuk mengetahui latar belakang penentuan lokasi benteng dilakukan dengan membandingkan gambar-gambar tentang pulau Onrust pada abad XIV - VIII. Setelah itu digunakan data kontekstual untuk mendukung kenyataan dalam gambar tersebut. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa benteng Onrust memiliki bentuk segi lima tidak simetris seperti yang terlihat pada peta J.W. Heydt. Ukuran benteng pada peta Heydt tidak jauh berbeda dengan ukuran di lapangan. Lokasi benteng Onrust terletak di sisi selatan pulau, karena pada sisi ini kondisi alamnya yang paling memungkinkan untuk didirikan sebuah benteng. Selain itu dermaga pulau yang berfungsi sebagai jalur suplai berada pada sisi selatan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S11761
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tobing, Binsar D.L.
"Informasi mengenai sejarah Indonesia Kuna dapat diketahui dari beberapa sumber yang diantaranya adalah prasasti. Prasasti merupakan sumber sejarah dari masa lampau yang tertulis di atas batu atau logam. Sebagian besar prasasti di Indonesia berisi keputusan mengenai penetapan sebuah desa atau daerah menjadi perdikan (sima), sebagai anugerah dan seorang raja kepada seorang pejabat yang telah berjasa atau untuk kepentingan bangunan suci. Di daerah Lampung telah diketahui terdapat tinggalan berupa sepuluh prasasti batu yang berasal dan abad ke-7 Masehi sampai abad ke-16 Masehi, namun hanya sembilan prasasti yang sudah diketahui dan satu prasasti belum pernah dibahas secara mendalam. Kesembilan prasasti yang sudah diketahui adalah: (1) Prasasti Palaspasemah, (2) Prasasti Bungkuk, (3) Prasasti Batubedil, (4) Prasasti Ulubelu, (5) Prasasti Hujun Lanit (Bawang), (6) Prasasti Tanjungraya I, (7) Prasasti Tanjungraya II, (8) Prasasti Angka Tabun (dari Pugungraharjo), (9) Prasasti Dadak (Batara Guru Tuba), dan ditambah dengan sebuah prasasti dart abad ke-9 Masehi (801 Saka). Dari sepuluh prasasti tersebut terdapat tiga prasasti yang belum di bahas secara menda lam, yaitu prasasti Hujun Lanit, prasasti Tanjungraya I, dan prasasti yang berasal dari abad ke-9 M. Tetapi prasasti yang akan dibahas oleh penulis adalah prasasti Hujun Lanit. Prasasti Hujun Lanit yang berangka tahun 919 Saka (=997 M) ini terletak di sebuah lahan kebun kopi, di kampung Harakuning, desa Hanakau, kecamatan Sukau, Lampung Barat. Prasasti ini pemah dikunjungi oleh tim epigrafi dan Dinas Purbakala yang terdiri dan Dr. J.G. de Casparis, Buchari, dan L.C. Damais. Prasasti ini berbentuk hampir menyerupai kerucut dengan tinggi 162 cm pada sisi yang terdapat aksara dan lebar 60 cm. Aksara ditulis pada sisi muka (recto) yang hampir rata. Prasasti ini terdiri dan 18 baris tulisan dengan aksara tipe Jawa Kuna dan berbahasa Melayu Kuna. Disekitar prasasti tersebut berserakan potongan batu-batu, dan oleh Damais diduga bahwa dahulu kala pernah ada sebuah monumen. Prasasti Hujun Lunit dikeluarkan oleh Punku Haji Yuwa Rajya Sri Haridewa untuk keperluan bangunan suci wihara di daerah Hujun Lanit. Permasalan pokok dalam penelitian ini adalah mengenai isi prasasti dan penyajian prasasti sebagai sumber utama, pengalihaksaraan, penterjemahan berikut catatan alih aksara dan catatan terjemahan. Terjemahan dibuat dart bahasa Melayu Kuna ke dalam bahasa Indonesia. Dalam penggarapan sebuah prasasti dibutuhkan beberapa tahapan penting. Tahapan kerja yang dilakukan adalah tahapan yang digunakan dalam ilmu sejarah, yaitu tahap heuristik, kritik (ekstern & intern), interpretasi, dan historiografi."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S12046
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nita Yunita
"Masa dimana mulai munculnya tulisan-tulisan adalah masa dimulainya peradaban manusia terekam melalui naskah-naskah, prasasti-prasasti maupun melalui tulisan berupa simbol-simbol dan gambar. Di dalam sumber tertulis ini tertera berbagai macam keterangan yang berhubungan dengan kegiatan masa lalu pada saat pertulisan ini dibuat. Keterangan-keterangan itu mencakup masalah keagamaan, perekonomian, politik, adat-istiadat, silsilah keluarga/kerajaan, system pemerintahan yang berlaku saat itu. Pada tiap masa, sudah merupakan hal yang biasa terjadi apabila dalam penulisannya bentuk-bentuk huruf yang digunakan memiliki peradaaan yang sedikit maupun berbeda sama sekali. Oleh karena itulah sehubungan dengan keadaan seperti diatas, penelitian terhadap bentuk huruf suatu prasasti berikut penentuan masanya dijadikan tema dalam skripsi Prasasti yang ditemukan di Lampung ini adalah prasasti Ulubelu dan pernah pada waktu pertama kali ditemukan dibahas oleh L.C.Damais serta dimuat dalam JBG. X1936 dengan keterangan sebagai prasasti bertipe huruf Jawa bagian Barat. Untuk dapat mengetahui lebih jauh tipe huruf yang digunakan dalam prasasti ini, maka dilakukan pembandingan dengan tipe-tipe huruf dari prasasti-prasasti dan naskah-naskah yang diperkirakan satu masa dan mempunyai persamaan bentuk. Serta sedikit tinjauan pada bahasa yang dipergunakan prasasti ini. Dari basil pembahasan dapat dijelaskan bahwa prasasti Ulubelu dibuat pada sekitar abad 14-16 masehi. Dengan tipe huruf yang digunakan dalam prasasti ini adalah tipe huruf Jawa Kuno dan pemakaian bahasa yang banyak terpengaruh oleh bahasa Jawa Kuno."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S11968
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyuni Megantari
"ABSTRAK
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat sejak berdirinya hingga sekarang telah diperintah oleh sepuluh orang Sultan. Masa pemerintahan yang panjang, yaitu masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono I hingga yang ke-XI sekarang ini, menyebabkan pula banyak terdapatnya permukiman, khususnya permukiman kaum bangsawan.
Rumah-rumah para bangsawan (pangeran) terletak menyebar, yaitu baik didalam beteng (jerobeteng) maupun diluar beteng. Penempatan rumah-rumah pangeran tersebut tidak menunjukkan akan adanya faktor keturunan yang melekat pada diri seorang pangeran. Hal ini dapat dibuktikan oleh rumah (dalem) G.B.P.H Djojokusuman yang menjadi objek penelitian. Walaupun G.B.P.H Djojokusumo itu adalah putra dari seorang selir, tetapi rumahnya berada dekat dengan keraton.
Pemilihan objek penelitian tersebut didasarkan atas kekhasan yang dimiliki oleh rumah (dalem) tersebut, yaitu terdapatnya tiga buah regal, terdapatnya kuncung, terda_patnya kleco serta terdapatnya pintu butulan yang berada di bagian belakang rumah. Penelitian yang dilakukan adalah dengan melalui studi banding (komparasi) dengan rumah-rumah pangeran lainnya, khususnya adalah mengenai penataan ruangnya.
Pada tahap analisis diketahui bahwa antara rumah_-rumah pangeran tersebut mempunyai beberapa persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah terletak pada penataan ruang, dimana tiap-tiap rumah umumnya mempunyai ruangan inti. Sedangkan perbedaannya adalah terletak pada jumlah ruang keseluruhan (diluar ruangan inti) dalam rumah.
Adanya persamaan dan perbedaan tersebut tentunya dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor yang menyebabkan adanya persamaan adalah karena adanya faktor tradisi dalam membuat ruangan dalam rumah (ruangan inti) yang selalu diterapkan pada rumah-rumah tradisional jawa, terlepas dari apakah itu rumah milik bangsawan atau milik masyarakat biasa. Faktor-faktor yang membedakannya adalah karena faktor luas tanah yang tersedia, faktor kebutuhan dan pedoman."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
S12806
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nopy Rahmawati
"Penelitian mengenai hak-hak istimewa dalam prasasti sima masa Kadiri bertujuan untuk: mengetahui hak-hak istimewa apa saja yang diberikan pada masa Kadiri dan bagaimana pola pemberiannya, siapa saja yang berhak menerima hak-hak istimewa tersebut, dan pada masa pemerintahan raja siapa hak-hak istimewa itu diberikan, serta kaitannya dengan beberapa aspek dalam kehidupan masyarakat Jawa Kuna.Tujuan penelitian dilakukan melalui Iangkah-langkah penggarapan sumber tertulis, antara lain heuristik, analisis, tabulasi dan interpretasi. Dati penelitian ini dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan hak-hak istimewa adalah hak-hak yang diberikan atau dianugerahkan raja kepada seseorang atau sekelompok orang untuk dapat melakukan hal-hal yang biasanya hanya dapat dilakukan oleh raja, seperti boleh makan, memiliki, memakai atau melakukan atau melakukan hal-hal yang istimewa, dimana anugerah ini dapat mengangkat derajat dan martabat orang yang diberi hak-hak istimewa tersebut, dan diberikan sesuai jasanya kepada raja."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S11969
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>