Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
Fahira Salsabilla Ramadhona
"Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 19/PUU-XXII/2024 telah mengubah landasan hukum mengenai pengenaan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas layanan Sehat Pakai Air (SPA), dengan menyatakan bahwa frasa “SPA” dan “mandi uap” dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD) tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis latar belakang pengajuan judicial review oleh asosiasi industri SPA, alasan konstitusional MK dalam mengabulkan permohonan tersebut, serta mengkaji implikasi putusan terhadap regulasi perpajakan dan industri SPA di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan paradigma post-positivisme, serta teknik pengumpulan data melalui studi pustaka dan wawancara mendalam dengan pelaku usaha, akademisi, dan perwakilan pemerintah. Analisis dilakukan menggunakan model evaluasi kebijakan publik dari William N. Dunn yang mencakup dimensi efektivitas, kecukupan, responsivitas, dan ketepatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengenaan PBJT atas SPA sebelum putusan MK dianggap tidak adil dan tidak sesuai dengan karakteristik layanan SPA sebagai bagian dari jasa kesehatan preventif dan promotif. MK mengabulkan permohonan judicial review karena pajak hiburan atas SPA dinilai bertentangan dengan hak atas kesehatan yang dijamin UUD 1945. Namun, implementasi putusan MK belum sepenuhnya tercermin dalam regulasi daerah dan kebijakan administratif pemerintah, sehingga menimbulkan ketimpangan perlakuan dan ketidakpastian hukum bagi pelaku usaha. Diperlukan langkah strategis dari pemerintah pusat dan daerah untuk merevisi peraturan, memperjelas klasifikasi layanan SPA, serta memperkuat koordinasi lintas kementerian guna memastikan kebijakan perpajakan yang adil, tepat sasaran, dan konstitusional.
The Constitutional Court Decision Number 19/PUU-XXII/2024 has shifted the legal foundation regarding the imposition of the Specific Goods and Services Tax (PBJT) on Sehat Pakai Air (SPA) health services, by declaring that the terms “SPA” and “steam bath” in Law Number 1 of 2022 concerning the Fiscal Relationship between the Central Government and Regional Governments (UU HKPD) no longer have legally binding force. This study aims to analyze the background behind the judicial review filed by the SPA industry association, the Constitutional Court’s reasoning in granting the petition, and the implications of the decision for tax regulation and the SPA industry in Indonesia. The research employs a qualitative approach with a post-positivist paradigm, and data were collected through literature review and in-depth interviews with business actors, academics, and government representatives. The analysis is based on William N. Dunn’s public policy evaluation model, which includes the dimensions of effectiveness, adequacy, responsiveness, and appropriateness. The findings show that the imposition of PBJT on SPA services prior to the Constitutional Court’s decision was considered unjust and inconsistent with the nature of SPA services as part of preventive and promotive health services. The Constitutional Court granted the judicial review on the grounds that imposing an entertainment tax on SPA services violates the constitutional right to health guaranteed by the 1945 Constitution. However, the implementation of the Court's decision has not yet been fully reflected in regional regulations and government administrative policies, resulting in unequal treatment and legal uncertainty for business actors. Strategic steps are needed from both central and regional governments to revise existing regulations, clarify the classification of SPA services, and strengthen inter-ministerial coordination to ensure a fair, targeted, and constitutionally aligned taxation policy."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Khiara Fatia Asbran
"Melalui Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2018, pemerintah menetapkan proyek Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) sebagai langkah reformasi perpajakan berbasis digital. Pilar utama proyek ini adalah implementasi Core Tax Administration System (CTAS), yang mulai diterapkan secara menyeluruh pada awal 2025. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tingkat kepercayaan Wajib Pajak terhadap CTAS berdasarkan persepsi, efisiensi, pengalaman penggunaan, dan keyakinan terhadap institusi pengelola perpajakan. Penelitian menggunakan paradigma positivisme dan pendekatan kuantitatif dengan teknik pengumpulan data mixed-method, yaitu survei sebagai data utama dan wawancara mendalam sebagai penguat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan Wajib Pajak terhadap CTAS berada pada kategori sedang (70,23%). Artinya, responden belum merasakan kemudahan sejak menggunakan CTAS akibat kendala teknis seperti kesulitan login, error berulang, dan ketidakstabilan sistem. Minimnya respons dari otoritas pajak pada awal implementasi, keterlambatan sosialisasi, dan keterbatasan pemahaman petugas memperkuat persepsi pelaksanaan yang terburu-buru dan kurang mitigasi risiko. Namun, terdapat perbaikan signifikan antara Januari hingga Mei 2025, dengan penurunan gangguan teknis dan peningkatan stabilitas sistem. Penelitian merekomendasikan reformasi bertahap dengan perbaikan teknis menyeluruh, edukasi berkelanjutan, dan komunikasi kebijakan konsisten untuk membangun pengalaman positif dan memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan digital baru.
Through Presidential Regulation Number 40 of 2018, the government established the Core Tax Administration System (CTAS) project as part of the Digital-Based Tax Administration Reform (PSIAP). CTAS began its full implementation in early 2025. This study aims to analyze taxpayers’ trust in CTAS based on their perceptions, efficiency, experiences and challenges, and trust and engagement with key actors in the system. The research adopts a positivist and quantitative paradigm, employing a mixed-method data collection technique using surveys as the primary data source and in-depth interviews as supporting evidence. The results indicate that taxpayers’ trust in CTAS is at a moderate level (70.23%). Many respondents have not experienced increased convenience due to technical issues such as login difficulties, frequent errors, and system instability. Additionally, limited responses from tax authorities during early implementation, delayed socialization, and inadequate staff understanding contributed to perceptions of a rushed rollout with insufficient risk mitigation. Nonetheless, a notable improvement was observed between January and May 2025, evidenced by a reduction in technical disruptions and enhanced system stability. The study recommends a phased reform approach emphasizing comprehensive technical improvements, ongoing education, and consistent policy communication to build positive user experiences and strengthen public trust in the new digital tax administration system."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Bima Althaf Farrel Pradana
"Penelitian ini mengevaluasi kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penyerahan Liquefied Natural Gas (LNG) dalam kerangka mendukung ketahanan energi nasional. LNG merupakan energi transisi yang lebih bersih dan strategis dalam upaya dekarbonisasi dan penguatan pasokan energi domestik. Namun, kebijakan PPN yang tidak konsisten, termasuk pencabutan pembebasan PPN berdasarkan PMK No. 252/PMK.011/2012, menimbulkan ketidakpastian hukum dan beban fiskal tambahan bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), khususnya dalam skema Production Sharing Contract (PSC). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus, wawancara mendalam, serta analisis peraturan perundang-undangan. Hasilnya menunjukkan bahwa ketidaksinkronan regulasi antar institusi fiskal dan sektoral memperburuk iklim investasi di sektor LNG. Penelitian ini merekomendasikan pembentukan kebijakan PPN yang terintegrasi dan selaras dengan tujuan transisi energi nasional guna mendorong efisiensi, kepastian hukum, dan keberlanjutan sektor LNG.
This study evaluates the Value Added Tax (VAT) policy on the delivery of Liquefied Natural Gas (LNG) in the framework of strengthening national energy security. LNG serves as a cleaner and strategic transitional energy in decarbonization efforts and the reinforcement of domestic energy supply. However, inconsistencies in VAT policy, including the revocation of the exemption under Minister of Finance Regulation No. 252/PMK.011/2012, have created legal uncertainty and additional fiscal burdens for Production Sharing Contract (PSC) Contractors. This research adopts a qualitative case study approach through in-depth interviews and regulatory analysis. The findings reveal that misalignment between fiscal and sectoral institutions exacerbates investment uncertainty in the LNG sector. The study recommends the formulation of an integrated VAT policy aligned with national energy transition goals to promote efficiency, legal certainty, and sustainability in the LNG industry."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Siti Sufi Berliani Garibaldi
"Filantropi memiliki peran strategis dalam mendukung pembangunan sosial yang inklusif dan berkelanjutan. Dalam rangka meningkatkan partisipasi sosial, pemerintah Indonesia telah menerapkan kebijakan insentif pajak yang dirancang untuk mendorong kontribusi dari sektor swasta dan individu kepada kegiatan filantropi. Meskipun kebijakan ini bertujuan untuk memperkuat sektor sosial, tantangan dalam implementasi kebijakan tersebut menunjukkan bahwa efektivitasnya masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kebijakan pajak atas kegiatan filantropi di Indonesia, dengan fokus pada insentif pajak yang diberikan kepada organisasi filantropi. Evaluasi dilakukan melalui pendekatan post-positivist dengan mengumpulkan data kualitatif melalui wawancara mendalam dan studi dokumentasi. Penelitian ini mengkaji sejauh mana kebijakan insentif pajak dapat meningkatkan partisipasi sosial, serta hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan pajak atas kegiatan filantropi memiliki potensi besar untuk mendorong kontribusi sosial, namun terdapat berbagai tantangan yang menghambat kebijakan ini. Prosedur administratif yang rumit, kurangnya sosialisasi kepada masyarakat dan organisasi filantropi, serta terbatasnya cakupan sektor yang memperoleh insentif pajak. Penelitian ini merekomendasikan beberapa langkah strategis untuk meningkatkan efektivitas kebijakan ini, antara lain penyederhanaan prosedur administratif, perluasan sektor yang memenuhi syarat untuk mendapatkan insentif pajak, serta peningkatan sosialisasi dan pemahaman mengenai manfaat insentif pajak kepada masyarakat dan organisasi filantropi. Dengan demikian, kebijakan pajak atas kegiatan filantropi dapat lebih efektif dalam mendorong partisipasi sosial, mengurangi ketimpangan, dan mempercepat pembangunan nasional yang inklusif.
Philanthropy plays a strategic role in supporting inclusive and sustainable social development, particularly in sectors such as education, health, infrastructure, and community empowerment. To enhance social participation, the Indonesian government has implemented tax incentive policies aimed at encouraging contributions from the private sector and individuals to philanthropic activities. However, despite this policy's goal to strengthen the social sector, challenges in its implementation show that its effectiveness remains limited. This study aims to evaluate the tax policy on philanthropic activities in Indonesia, focusing on the tax incentives provided to philanthropic organizations. Using a post-positivist approach, qualitative data is gathered through in-depth interviews and document studies. This research examines how the tax incentive policy can enhance social participation and identifies barriers to its implementation. The findings suggest that while tax policies for philanthropy hold great potential to encourage social contributions, several challenges hinder the effectiveness of this policy. Complex administrative procedures, a lack of adequate socialization, and a limited scope of sectors receiving tax incentives are the main obstacles to optimizing this policy. Sectors such as health, arts, culture, and the environment, which have significant social impacts, have not been fully addressed in the policy. This study recommends strategic measures to enhance the policy’s effectiveness, including simplifying administrative procedures, expanding the scope of sectors eligible for tax incentives, and improving socialization and understanding of the benefits of tax incentives for philanthropic activities. It is expected that these measures will make the tax policy on philanthropy more effective in boosting social participation, reducing inequalities, and accelerating inclusive national development. "
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Fithria Pramesti Putri
"Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam mencegah penyelundupan pakaian bekas sebagai barang yang dilarang impor. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumulan data melalui wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Setelah melakukan analisis, hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melakukan pegawasan melalu tiga seksi yang bekerja sebagai sebuah siklus yang berawal dari informasi yang didapat dan diolah oleh Seksi Intelijen. Kemudian informasi tersebut disampaikan kepada Seksi Penindakan untuk dilakukan pemeriksaan fisik, dan setelah itu Seksi Penyidikan akan melakukan penelitian terhadap dokumen dari barang yang telah dilakukan pemeriksaan. Selain itu, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai juga menghadapi hambatan dan tantangan dalam pengawasan terhadap penyelundupan pakaian bekas yang berasal tidak hanya dari faktor internal, namun juga dari faktor eksternal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
This descriptive research aims to analyze the control execution of the Directorate General of Customs and Excise to prevent the smuggling of used clothes as prohibited goods for import. This research uses a qualitative approach with data collection techniques in the form of an in-depth interview and literature study. After Analyzing, the result of this study indicates that the Directorate General of Customs and Excise controls through three sections that work as a cycle starting from information obtained and processed by the Intelligence Section. The Intelligence Section, later on, submits the information to the Enforcement Section for an examination of goods. Afterward, the Investigation Section will be checking the goods declarations from examined goods by the Enforcement Section. Moreover, the Directorate General of Customs and Excise also faces detentions and challenges in control the used clothes smuggling from both factors, not only from the internal but also from the external of the Directorate General of Customs and Excise"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Terrafel Khansawa
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengetahuan pajak penghasilan terhadap kepatuhan pajak penghasilan pemilik UMKM daring dengan melakukan studi pada aplikasi Instagram. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dimana peneliti melakukan survey dengan cara menyebarkan kuesioner kepada 100 pemilik UMKM daring pada aplikasi Instagram dan juga wawancara terhadap beberapa pemilik UMKM daring tersebut. Data yang diperoleh kemudian diolah menggunakan program SPSS dan dianalisis dengan metode regresi linear sederhana. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan pajak penghasilan dengan kepatuhan pajak penghasilan dari responden penelitian. Besarnya hubungan antara dua variabel tersebut adalah sebesar 56,1%. Adapun, besarnya pengaruh pengetahuan pajak penghasilan terhadap kepatuhan pajak penghasilan adalah sebesar 31,5%. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk terus meningkatkan pengetahuan pajak penghasilan, seperti melakukan sosialisasi perpajakan melalui media sosial. Selain itu, juga diperlukan penelitian lebih lanjut terhadap faktor-faktor lainnya yang juga berpengaruh terhadap kepatuhan pajak penghasilan untuk dapat mendorong kepatuhan pajak penghasilan secara maksimal.
This study aims to determine how income tax knowledge affects income tax compliance on online MSME’s owners, by doing a study in Instagram application. This study used quantitative approach, where researchers did a survey by distributing questionnaires to 100 online MSME’s owners on Instargram and also conducting interview on some of those online MSME’s owners. The data is processed by using SPSS Program and using simple regression method to analyze the data. The result of this study shows that there is a connection between income tax knowledge and income tax compliance. The connection between those two variables are 56,1%. Meanwhile, the affect of income tax knowledge to income tax compliance is 31,5%. So, it is necessary to keep stimulating MSME’s owners income tax knowledge, for example by doing tax socialization on social media. Besides, further research about another factors that is affectng income tax compliance is needed to be able to maximize income tax compliance."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Bastian Yunus S.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
S10615
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Natalie Syaina Abitta
"Penelitian ini membahas mengenai tingkat persepsi masyarakat di wilayah DKI Jakarta terhadap wacana pengenaan cukai pada makanan tinggi gula, garam, dan lemak (GGL). Dalam mengukur persepsi tersebut, peneliti menggunakan IPAC Framework menggunakan lima dimensi: kesadaran terhadap masalah (problem awareness), karakteristik pencarian dukungan (support-seeking characteristics), keinginan memperoleh dukungan pemerintah (desire for governmental support), kualitas kebijakan (policy qualities), dan penerimaan kebijakan (policy acceptance). Penelitian ini menggunakan metode survei dengan pendekatan kuantitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner, serta dilengkapi dengan wawancara mendalam sebagai data kualitatif untuk memperkaya konteks analisis. Survei dilakukan melalui penyebaran kuesioner kepada masyarakat di seluruh wilayah administratif DKI Jakarta. Selain itu, wawancara mendalam dilakukan terhadap sejumlah narasumber yang memiliki pengetahuan atau pengalaman terkait isu pengenaan cukai makanan tinggi GGL. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat persepsi masyarakat terhadap kebijakan tersebut tergolong tinggi, dengan persentase sebesar 81%. Temuan ini mencerminkan bahwa mayoritas responden menunjukkan sikap yang mendukung terhadap rencana pengenaan kebijakan cukai tersebut.
This study discusses the level of public perception in the DKI Jakarta area regarding the proposed excise policy on foods high in sugar, salt, and fat (GGL). To measure this perception, the researcher employed the IPAC Framework, which consists of five dimensions: problem awareness, support-seeking characteristics, desire for governmental support, policy qualities, and policy acceptance. This study employs a survey method with a quantitative approach. Data collection was carried out through the distribution of questionnaires, complemented by in-depth interviews as qualitative data to enrich the context of the analysis. The survey was conducted by distributing questionnaires to residents across all administrative regions of DKI Jakarta. Additionally, in-depth interviews were carried out with several informants who possess knowledge or experience related to the issue of GGL food excise policy. The results of the study indicate that the level of public perception toward the policy is high, with 81% of respondents showing support. This finding reflects that the majority of respondents have a favorable attitude toward the proposed excise policy."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Putri Rahmasari
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan insentif pajak penghasilan super deduction tax atas biaya penelitian dan pengembangan di Indonesia dan Singapura serta menganalisis implikasi yang didapatkan dari penerapan insentif tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data studi kepustakaan dan wawancara mendalam. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan dalam penerapan insentif super deduction tax di Indonesia dan Singapura. Dalam penerapan insentif super deduction tax di Singapura terdapat kenaikan dalam persentase dan nilai GERD serta adanya peningkatan produktivitas perusahaan setelah melakukan R&D. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan dapat memaksimalkan pengimplementasian insentif super deduction tax atas biaya penelitian dan pengembangan (R&D) serta melakukan evaluasi seperti yang dilakukan Singapura. Selain itu, peningkatan faktor non pajak dapat menjadi faktor pendukung peningkatan R&D dibarengi dengan upaya pengawasan oleh lembaga terkait sehingga pengimplementasian insentif super deduction tax atas biaya R&D di Indonesia menjadi lebih optimal dan tepat sasaran.
This study aims to analyze the comparison of super deduction tax income tax incentives on research and development costs in Indonesia and Singapore and analyze the implications obtained from the application of these incentives. This study uses a qualitative approach with data collection techniques of literature study and in-depth interviews. The results of this study indicate that there are differences in the application of super deduction tax incentives in Indonesia and Singapore. In the application of super deduction tax incentives in Singapore, there is an increase in the percentage and value of GERD as well as an increase in company productivity after conducting R&D. Therefore, the government is expected to maximize the implementation of super deduction tax incentives on research and development (R&D) costs as well as carry out evaluations like what Singapore did. In addition, the increase in non-tax factors can be a factor supporting the increase in R&D coupled with supervisory efforts by related institutions so that the implementation of super deduction tax incentives on R&D costs in Indonesia becomes more optimal and on target."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library