Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wulan Wasiatiningsih
"ABSTRAK
Virus hepatitis B merupakan jenis hepatitis yang paling banyak terjadi di Indonesia. Ibu hamil menjadi salah satu populasi yang berisiko mengalami VHB. Penularan VHB dapat terjadi ke janin atau bayi selama fase perinatal (saat hamil dan sesaat atau setelah persalinan), yang mengakibatkan terjadinya hepatitis akut dan kemungkinan menjadi VHB kronis carrier. Pada bayi yang lahir dari ibu yang memiliki HBsAg reaktif tanpa intervensi, memiliki risiko terinfeksi VHB secara perinatal sebesar 90%. Pemberian terapi imunoprofilaksis menjadi salah satu intervensi kontrol infeksi yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penularan MTCT VHB dari ibu ke janin atau bayi baru lahir. Pemberian ASI eksklusif pada juga berperan penting dengan melihat kandungan dari ASI itu sendiri, yang mengandung antibodi, faktor kekebalan, enzim, dan sel darah putih yang berperan dalam melindungi bayi dari berbagai penyakit dan infeksi. Karya tulis ilmiah ini bertujuan untuk menganalisis intervensi keperawatan kontrol infeksi dan konseling laktasi untuk mencegah penularan infeksi MTCT VHB dalam kehamilan hepatitis B. Hasil evaluasi intervensi keperawatan yang telah dilakukan Ny. N didapatkan hasil bahwa masalah keperawatan risiko infeksi pada janin atau bayi baru lahir dapat teratasi dengan melakukan kontrol infeksi dan konseling laktasi dari fase antenatal, intranatal, sampai postnatal. Oleh karena hal tersebut, karya tulis ilmiah ini merekomendasikan perlu dilakukannya kelas edukasi prenatal pada ibu dengan kehamilan hepatitis B.

ABSTRACT
The hepatitis B virus is the most common type of hepatitis in Indonesia. Pregnant women are one of the populations at risk of developing HBV. HBV transmission can occur to the fetus or baby during the perinatal phase (during pregnancy and momentarily or after labor), which results in the occurrence of acute hepatitis and the possibility of becoming a chronic HBV carrier. Infants born from mothers who have HBsAg reactive without intervention have a perinatal risk of HBV infection by 90%. Giving immunoprophylaxis therapy is one of the infection control interventions that can be done to prevent the transmission of MTCT VHB from mother to fetus or newborn. The provision of exclusive breastfeeding also plays an important role by looking at the content of breast milk itself, which contains antibodies, immune factors, enzymes, and white blood cells that play a role in protecting babies from various diseases and infections. This scientific paper aims to analyze nursing control, infection control, intervention nursing and lactation counseling to prevent transmission of MTCT HBV infection in hepatitis B pregnancy. The results of evaluation of nursing interventions that have been done by Mrs. N found that nursing risk of infection risk in the fetus or newborn can be overcome by controlling infection and lactation counseling from the antenatal, intranatal, to postnatal phases. Because of this, the scientific paper recommends prenatal education classes for mothers with hepatitis B pregnancy."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fatima Rahmanita
"ABSTRAK
Penghantaran obat melalu jalur transdermal memiliki beberapa keuntungan dibandingan dengan penghantaran obat jalur lainnya. Salah satu sediaan penghantaran transdermal adalah mikroemulsi. Pada sistem penghantaran transdermal, kulit manusia berkerja sebagai barrieryang menghalangi masuknya obat sehingga diperlukannya peningkat penetrasi. Terpen dan minyak esensial merupakan peningkat penetrasi yang efektif. Beberapa terpen yang berguna sebagai peningkat penetrasi mikroemulsi adalah mentol, cineole, eugenol. Minyak esensial memiliki aktivitas peningkat penetrasi lebih baik dibandingkan dengan komponen terpen secara individu Mekanisme kerja terpen dan minyak esensial sebagai peningkat penetrasi dipelajari dengan FTIR dan diketahui berfungsi sebagai peningkat penetrasi dengan menggangu integritas lapisan lipid stratum korneum. Hasil studi menunjukan bahwa penggunaan terpen dan minyak esensial sebagai peningkat penetrasi dipengaruhi oleh komponen mikroemulsi seperti kosurfaktan dan sifat fisikokimia zat aktif obat yang digunakan.

ABSTRACT
Drug delivery via the transdermal route has several advantages compared to other drug delivery pathways. One of the transdermal delivery fomulation is microemulsion. In transdermal delivery system, human skin works as a barrier that prevents the penetration of drug, therefore penetration enhancer are needed to increase the penetration of drug. Terpene and essential oil are known as an effective penetration enhancer. Some of the terpenes that are useful as enhancers of microemulsion penetration are menthol, cineole, eugenol. Essential oils have better penetration enhancing activity compared to individual terpenes. The mechanism of terpenes as enhancing penetration was studied with FTIR and the result suggested that terpene and essential oil work by interfering with the integrity of the stratum corneum lipid layer. Studies suggest that the use of terpenes and essential oils as a penetration enhancer is influenced by microemulsion components such as cosurfactants and the physicochemical propertiesof the drug."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Herpi Akbar
"Bambu betung merupakan salah satu sumber alfa selulosa yang potensial. Namun pemanfaatannya belum dilakukan secara maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh kondisi optimal pembuatan hidroksipropil metilselulosa (HPMC) dari alfa selulosa bambu betung, karakteristik fisikokimia serbuk HPMC bambu betung serta pemanfaatannya sebagai gelling agent. Optimasi pembuatan HPMC bambu betung (HPMC BB) dilakukan dengan central composite design (CCD) yang menggunakan tiga variabel (konsentrasi natrium hidroksida, jumlah reagen dimetil sulfat dan suhu reaksi) dan lima level (0, ± 1, dan ± α). HPMC BB hasil optimasi selanjutnya dikarakterisasi dan hasilnya dibandingkan dengan HPMC 60SH. HPMC BB digunakan sebagai gelling agent pada pembuatan sediaan gel dan dilakukan evaluasi sediaan gel yang meliputi uji homogenitas, uji pH, uji viskositas dan uji daya sebar. Kondisi optimal pembuatan HPMC BB yaitu dengan menggunakan natrium hidroksida 27,68% (w/v) dan dimetil sulfat 1,26 ml per 1 g alfa selulosa pada suhu 58,1 °C yang menghasilkan nilai molar substitusi 0,21 dan derajat substitusi 2,09. Hasil penelitian menunjukkan bahwa HPMC BB memiliki karakteristik berupa serbuk halus berwarna putih kekuningan, pH 7,02, kadar abu 1,39%, kandungan gugus metoksi 28,56%, kandungan gugus hidroksipropoksi 7,09%, ukuran partikel rata-rata 98,595 1¼m, suhu leleh 235,15°C, viskositas 14,83 cP, berat molekul prediksi 30838-34625, susut pengeringan 3,62%, dan kadar air 7,47%. Sifat alir HPMC BB masuk dalam kategori fair. Spektrum inframerah HPMC BB relatif mirip dengan HPMC 60SH. Sediaan gel yang dihasilkan memiliki homogenitas dan daya sebar yang baik, pH 6,37 dan viskositas 142,5 cP. Berdasarkan hasil perbandingan dengan HPMC 60SH, terdapat beberapa perbedaan karakteristik HPMC BB yang meliputi warna, pH, kadar abu, kadar air, pola difraksi XRD, sifat alir serbuk, ukuran partikel rata-rata, viskositas dan berat molekul prediksi. HPMC BB tidak direkomendasikan sebagai gelling agent dalam pembuatan sediaan gel karena sediaan gel yang dihasilkan memiliki viskositas yang rendah.

Betung bamboo is a potential source of alpha cellulose. However, its utilization has not done optimally. This study aim to obtain the optimum condition of preparation of hydroxypropyl methylcellulose (HPMC) produced from 1±-cellulose betung bamboo, physicochemical properties of HPMC powder and its utilization as gelling agent. HPMC of betung bamboo (HPMC BB) were optimized by central composite design (CCD) using three variables (sodium hydroxide, dimethyl sulfate and temperature) and five levels (0, ± 1, and ± 1±). The optimum condition was subjected to further characterization and compared to HPMC 60SH as the reference. HPMC BB was used as a gelling agent in gel preparation and the gel were evaluated including homogeneity, pH, viscosity and spreadability. Optimum condition of preparation of HPMC BB was using sodium hydroxide 27,68% (w/v) and 1,26 ml dimethyl sulfate per 1 g alpha cellulose at 58,1 °C which resulted molar substitution 0,21 and degree of substitution 2,09. The results showed that HPMC BB was a fine powder with yellowish white color, pH 7,02, residue on ignition 1,39%, methoxy groups content 28,56%, hydroxypropoxy groups content 7,09%, mean particle size 98,595 1¼m, melting temperature 235,15°C, viscosity 14,83 cP, prediction of molecular weight 30838-34625, loss on drying 3,62%, and moisture content 7,47%. Flow properties of HPMC BB classified in fair category. The infrared spectrum was relatively similar to HPMC 60SH. The gel has a good homogeneity and spreadability, pH 6,37 and viscosity 142,5 cP. Based on the comparison to HPMC 60SH, there are several different characteristics on colour, pH, residue on ignition, moisture content, XRD diffraction pattern, flow properties, mean particle size, viscosity and molecular weight prediction. HPMC BB is not recommended as a gelling agent in gel preparation because its has low viscosity."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafika Indah Paramita
"Asam galat merupakan senyawa yang banyak terdapat pada tumbuhan, buah, dan makanan dimana aktivitas antikankernya adalah yang paling baik. Namun asam galat memiliki masalah pada sifat polaritas yang tinggi dan bioavailabilitas yang rendah. Sehingga dibutuhkan modifikasi molekul untuk dapat meningkatkan lipofilisitasnya, yang diharapkan dapat meningkatkan bioavailabilitas dan aktifitas sitotoksik dari asam galat. Pada tahap pertama dilakukan desain dua puluh senyawa turunan heksil ester galat. Pada tahap kedua dilakukan proses in silico docking terhadap protein Bcl-xL dengan menggunakan software Autodock 4.2. Senyawa dengan energi Gibbs dan konstanta inhibisi paling kecil disintesis dan dikarakterisasi dengan spektrometer 1H-NMR, 13C-NMR, spektrometer massa dan spektrofotometer Infra Merah (FTIR). Pada tahap ketiga dilakukan uji sitotoksisitas terhadap cell line MCF-7 dengan menggunakan metode MTT. Empat senyawa hasil in silico docking terbaik, yaitu senyawa cis-2?-heksenil-3,4,5-trimetoksigalat (19), trans-2?-heksenil-3,4,5-trimetoksigalat (18), heksil-3,4,5-trimetoksigalat (17), dan cis-2?-heksenil-3,4-dimetoksigalat (16) serta tiga senyawa heksil ester galat sebagai pembanding, yaitu cis-2?-heksenilgalat (4), trans-2?-heksenilgalat (3), heksilgalat (2) telah berhasil disintesis dan dikarakterisasi. Senyawa cis-2?-heksenil-3,4,5-trimetoksigalat (19) memiliki nilai IC50 terendah dibandingkan dengan asam galat dan senyawa turunan heksil ester yang lain yaitu 14,48 μg/ml. Senyawa (19) juga memiliki nilai IC50 mendekati dengan nilai IC50 dari gossypol sebagai kontrol positif. Senyawa (19) merupakan senyawa yang potensial dalam menghambat BclxL pada sel kanker payudara.
Gallic acid is a compound that found in many plants, fruits, and foods where the anti-cancer activity is the best activity. However, gallic acid has a problem on the high polarity and low bioavailability. So, it takes molecular modifications in order to increase its lipophilicity, which is expected to increase bioavailability and cytotoxic activity of gallic acid. The first step was designed twenty hexyl esters derivative compounds. The second step was to conduct in silico docking to Bcl-xL protein using Autodock 4.2 software. Compounds with the lowest Gibbs energy and inhibition constants were synthesized and characterized by spectrometer 1H-NMR, 13C-NMR, mass spectrometry and infrared spectrophotometer (FTIR). The third step was conducting cytotoxicity assay on MCF-7 cell line using MTT method. Four compounds based on the best in silico docking result, are cis-2?-hexenyl-3,4,5-trimethoxygallate (19), trans-2?-hexenyl-3,4,5-trimethoxygallate (18), hexyl-3,4,5-trimethoxygallate (17), cis-2?-hexenyl-3,4-dimethoxygallate (16) and the threehexyl esters compounds for comparison, are cis-2?-hexenylgallate (4), trans-2?-hexenylgallate (3), and hexylgallate (2) was successfully synthesized and characterized. Compound cis-2?-hexenyl-3,4,5-trimethoxygallate (19) had the lowest IC50 value compared with gallic acid and other derivatives hexyl esters. IC50 value of cis-2?-hexenyl-3,4,5-trimethoxygallate (19) is 14.48 μg/ml. Compound (19) also has approached with IC50 values of gossypol as a positive control. Compound (19) is a potential compound in inhibiting Bcl-xL in breast cancer cells."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T47426
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratri Khadija Ambarputri
"

Aflatoksin merupakan metabolit sekunder yang diproduksi oleh jamur Aspergillus. Ketersediaan standar aflatoksin untuk penelitian di Indonesia terbatas karena harga yang mahal dan harus impor. Hal ini dapat diatasi dengan memanfaatkan makanan yang sudah terkontaminasi aflatoksin sebagai substrat untuk memproduksi aflatoksin. Salah satu produk makanan yang mudah terkontaminasi aflatoksin adalah oncom. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh kondisi fermentasi oncom terbaik. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk memperoleh pelarut terbaik antara metanol dan asetonitril untuk mengekstraksi aflatoksin dari oncom, memperoleh kondisi analisis optimum aflatoksin, dan menetapkan konsentrasi aflatoksin dari oncom. Oncom hitam dan merah ditutup dengan karung goni basah lalu difermentasi selama 3, 6, dan 9 hari kemudian diekstraksi dengan asetonitril dan metanol. Analisis dilakukan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi Shimadzu LC-10ATvp dengan detektor fluoresensi, panjang gelombang eksitasi 365 nm dan emisi 455 nm, kolom YMC C18, fase gerak air-metanol (60:40), laju alir 0,8mL/menit, dan suhu kolom 40°C. Kondisi analisis yang telah dioptimasi kemudian divalidasi mencakup selektivitas, linieritas, batas deteksi, batas kuantitasi, akurasi, dan presisi. Hasil validasi aflatoksin B2 pada rentang memberikan regresi linier y=5111,5x-589,6 dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,9997. Nilai LOD dan LOQ yang diperoleh, yaitu 0,6818 pg dan 2,2727 pg. Didapatkan nilai akurasi dengan rentang %UPK 68,1363-71,7401% dan presisi dengan %KV 0,1784-1,2939%.  Hasil yang diperoleh, yaitu oncom hitam fermentasi 9 hari yang diekstraksi dengan metanol memberikan konsentrasi aflatoksin B2 paling besar. Sampel tersebut diekstraksi lagi dalam skala besar. Pada ekstraksi skala besar yang dilakukan dalam kondisi yang sama, diperoleh konsentrasi aflatoksin B2 3,6555; 3,5566; dan 3,5926 ppb.


Aflatoxin is a secondary metabolite produced by Aspergillus fungi. The availability of standard aflatoxin for research in Indonesia is limited due to the expensive price and should be imported. This can be solved by utilizing food that has been contaminated with aflatoxin as a substrate to produce more aflatoxin. One of the naturally contaminated food is oncom. This study aims to obtain a better oncom fermentation condition and a better solvent between methanol and acetonitrile to extract aflatoxin from oncom, to acquire optimum analysis conditions, and to determine aflatoxin concentration from oncom. The black and red oncom was covered with wet burlap sacks and left fermented for 3, 6, and 9 days then extracted using acetonitrile and methanol. Analyses were performed using high performance liquid chromatography Shimadzu LC-10ATvp with fluorescence detector, excitation and emission wavelength 365 nm and 455 nm, YMC C18 column, water-methanol (60:40) mobile phase, flow rate 0.8mL/min, and column temperature 40°C. Analysis conditions that have been optimized are then validated include selectivity, linearity, limit of detection, limit of quantitation, accuracy, and precision. The result of validation of aflatoxin B2 provides a linear regression y=5111.5x-589.6 with coefficient of correlation value (r) 0.9997. The values of LOD and LOQ are 0.6818 pg and 2.2727 pg. The percentage of recovery is in the range of 68,1363 -71,7401% and %CV 0,1784-1,2939%.  Black oncom which was fermented for 9 days and extracted with methanol produced the most aflatoxin B2. Then that sample was extracted again on a large scale. On large-scale extraction which carried out under the same conditions, the concentration of aflatoxin B2 obtained was 3,6555; 3,5566; and 3,5926 ppb.

"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baiq Junjung Pesona Ribeki
"Zat-zat psikoaktif baru (NPS) adalah serangkaian obat yang telah dirancang untuk meniru obat-obatan terlarang yang sudah ada, seperti ganja, kokain, ekstasi. Produsen obat-obatan ini mengembangkan bahan kimia baru untuk menggantikan obat-obatan yang dilarang, yang berarti bahwa struktur kimia obat-obatan tersebut terus berubah.Kemunculan NPS telah menghasilkan peningkatan prevalensi dalam kerja obat dalam beberapa tahun terakhir. Penggunaan metode in silico penambatan molekul dengana AutoDock digunakan untuk memprediksi interaksi senyawa serta dapat memberikan informasi simulasi aktivitas suatu senyawa. Situs aktif yang ada pada makromolekul 5-HT2B memiliki residu asam amino Val208, Phe340, Val366, Leu132, Asp135, Phe341, Val136, Leu209, Phe217, Gly221, Ser222, Met218, Val348, Asn344, Leu362, Leu347, Trp131, Trp337, Thr140, Ser139, Ala225, Tyr370, Ile186, Lys221, Gln359, Thr210, Glu363, Ala111. Residu Val136, Gly221, Phe341, Phe217 dan Val366 digunakan untuk penambatan molekul. Parameter optimal yang diperoleh untuk validasi penambatan molekuler 5-HT2B dengan ligan ergotamin adalah gridbox 50x50x50 titik dengan jarak 0,375 A dengan jumlah maksimum evaluasi energi medium = 2.500.000, menunjukan energi ikatan -15,61 kkal/mol dan nilai RMSD yaitu 0,31567 Å. Penambatan molekul golongan NPS pada 5-HT2B menunjukan interaksi pada rentang energi ikatan -8,00 hingga -11,00 kkal/mol untuk kanabinoid (80,30%), katinon (6,4%), fenetilamin (7,5%), fentanil (100%), piperazin (6,25%), arilsikloheksilamin (30%),dan plant-based substances (50%). Sedangkan pada rentang -5,00 hingga -7,99 kkal/mol yakni kanabinoid (19,70%), katinon (93,6%), fenetilamin (92,5%), triptamin (100%), piperazin (93,75%), arilsikloheksilamin (70%),dan plant-based substances (50%). Dari hasil penelitian ini 5-HT2B tidak hanya beribteraksi dengan fenetilamin sebagai ligan yang sudah diketahui sebagai agonis tetapi juga dipengaruhi oleh fentanil dan kanabinoid."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library