Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sinandang, Kristanto
"Promoting Community's Pro-activeness in Confronting Natural Hazards through Community Based Disaster Management Organisation: The Case of Paguyuban Sabuk Gunung MerapiDue to its particular geo-morphological conditions, Indonesia has experienced numerous natural hazards of different types and frequencies. These natural hazards such as earthquakes, tsunamis, volcanic eruptions, floods, droughts, and landslides in most cases have led to natural disasters. Indonesia is placed third by the Asian Development Bank in its observation of 13 - Asian countries most susceptible to natural disasters Philippines and India, in terms of severity of the disasters and their cumulative frequencies of occurrence. Whereas a number of global decisions have been taken that signify the need to pay proper attention to disaster management as part of development, regretfully disaster management policy and programs in this disaster prone country have only been rhetoric. Measures by the Government, private sector and civil society including NGOs are largely relief and rehabilitation oriented rather than focusing on prevention and preparedness.
Relief responses invariably put the community affected by the natural disaster at the receiving end of assistance rather than actively involve the community in the process of the disaster management. This raises concerns since it is the affected community that suffers the most from any impacts of disaster occurrences, but at the same time it is inevitably the affected community that is in the position to provide initial assistance to the natural disaster victims. In addition to the lack of supports, efforts to promote disaster preparedness at the affected community level are challenged by the apprehension that the affected community adopts a fatalistic attitude in dealing with natural disasters. There is an assumption that particularly in developing countries, natural disasters have been accepted as acts of God over which communities have no control. Encouragingly, literature and cases from other countries have suggested that disaster management is most effective at the community level where specific local needs are met. They have also suggested the plausibility of establishing and developing a community based organization to perform the disaster management.
Looking into the country situation, however, there has been insufficient knowledge about community based disaster management organizations in Indonesia. Since this issue has not been addressed, this research studied Paguyuban Sabuk Gunung (PASAG) Merapi. This organization has been assumed to provide empirical evidence to answer the central research question of the plausibility of establishing and developing a community based disaster management organization in Indonesia. The study develops a framework to seek answer(s) to the ultimate question of whether PASAG (Paguyuban Sabuk Gunung) Merapi is indeed a community based disaster management organization. The answer(s) will be utilized to explain the above-presumed plausibility.
The framework explores the community based modality and disaster management proficiency dimensions of the study subject. The dimensions are further examined by assessment areas derived from the combination of the insights provided by the theories on Reasoned Actions, Disaster Management and Community Based Organization. The assessment areas within the community based modality dimension are:
1. the geographic proximity as the setting of the organization;
2. the shared problems the organization attempts to address;
3. its relation toward the government; and
4. its ability to accommodate issues arising in the community.
As to the other dimension, the study identified PASAG's proficiency in disaster management by assessing how far the organization applies risk reduction principles of hazard mitigation and vulnerability reduction as well as capacity strengthening measures in the pre-disaster phase. This research has focused on the pre-disaster phase due to the combined reasons of the limited scope of the study and the attribute of the phase indicative of a more pro-active attitude toward natural hazards compared to measures undertaken during and post disaster phases. The assessment areas on the proficiency in disaster management dimension are:
1. PASAG's performance to mitigate hazards in preparedness measures;
2. PASAG's performance to strengthen community's capacity for preparedness;
3. PASAG's performance to mitigate hazards in prevention measures; and
4. PASAG's performance to strengthen community's capacity for prevention
The assessment of both the community based modality and disaster management proficiency of Paguyuban Sabuk Gunung (PASAG) Merapi has provided sufficient evidence that this organization is a community based disaster management organization. This affirmative answer to the research question has confirmed the viability of establishing and developing such an organization in Indonesia. The case of PASAG also proves that the community has acquired competence in "deconstructing" (assessing and addressing) nature-induced disasters. This competence, which has enabled the community to exercise a calculated course of actions against natural hazards, is transferable to tackle other challenges namely political, economic, social, and environmental imperatives of community development as suggested by the Holistic Approach to disasters. The case, thus, has demonstrated how the Holistic Approach and its derivative Risk Reduction Paradigm, in which Community Based Disaster Management is anchored, at work advocating for the goal of Community Development for which a community based disaster management organization will play a significant role.
Arriving at this positive conclusion, the study puts forward academic recommendations including a proposed model of facilitating the establishment of a community based disaster management organization, recommendations for enabling policy in the area of disaster management, and practical suggestions for those involved in and committed to the development of PASAG Merapi.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12451
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muharram
"Tesis ini menjelaskan tentang potensi peranan masyarakat sipil Aceh dalam penyelesaian konflik dan proses perdamaian yang terjadi di Aceh. Sebagaimana diketahui, konflik yang terjadi di Aceh merupakan konflik yang telah berlangsung lama dan berkepanjangan. Aktor utama dalam konflik tersebut adalah Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Indonesia.
Tema ini menarik karena sepanjang sejarah konflik yang telah berlangsung di Aceh, masyarakat sipil Aceh selalu dalam posisi menjadi objek dari konflik itu sendiri. Hal ini terlihat dari tingginya jumlah korban masyarakat sipil selama konflik berlangsung.
Penelitian ini mengkaji sebab-sebab terjadinya konflik di Aceh, upaya-upaya penanganan yang telah dilakukan dan potensi peranan masyarakat sipil Aceh dalam penyelesaian konflik dan proses perdamaian.
Pendekatan kualitatif digunakan untuk menggali berbagai dinamika yang terjadi pada proses perdamaian. Wawancara mendalam dilakukan dengan para aktor masyarakat sipil seperti tokoh masyarakat, kalangan akademisi, para pegiat LSM dan mahasiswa/pemuda. Studi terhadap dokumen dari berbagai laporan serta observasi terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi dilapangan juga dilakukan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa potensi peranan masyarakat sipil Aceh yang dapat dilakukan dalam penyelesaian konflik dan proses perdamaian. Namun dari berbagai perundingan perdamaian yang telah dilaksanakan antara GAM dan RI, masyarakat sipil Aceh tidak sepenuhnya dilibatkan. Potensi peranan yang dapat dilakukan dari masing-masing kelompok masyarakat sipil berbeda-beda, walaupun tujuannya adalah tetap mendorong proses penyelesaian konflik dan mewujudkan perdamaian yang abadi di bumi Aceh."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T22132
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Jufri
"Konflik antar nelayan adalah salah satu fonemena konflik yang marak terjadi dalam kurun lima tahun terakhir. Terkait dengan konflik nelayan, identitas nelayan yang berkonflik sering dikategorikan berdasarkan alat atau teknologi yang digunakan. Padahal, konflik kenelayanan bisa saja terjadi antar nelayan yang memiliki alat sama. Meskipun benar kesenjangan atau perbedaan teknologi telah memicu konflik, tetapi isu identitas sosial, dalam hal ini etnisitas dan asal daerah nelayan menjadi sangat penting untuk diperhitungkan dalam memahami konflik kenelayanan. Olehnya itu, faktor lain perlu dipertimbangkan.
Penelitian ini dilakukan untuk menjawab permasalahan di atas. Pertanyaanpertanyaan pokok diajukan, meliputi (1) peristiwa konflik kenelayanan apa saja yang telah terjadi, (2) bagaimana tipologi konfliknya, (3) bagaimana faktor identitas sosial (identitas asal kampung dan etnisitas) dalam mempengaruhi terjadinya konflik, serta (4) bagaimana nelayan menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif di wilayah Kepulauan Spermonde. Pengumpulan data dilakukan melalui penelusuran dokumen, pengamatan, dan wawancara. Data dianalisis, diolah dan dilaporkan dalam pemaparan bersifat deskriptif. Sejumlah teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori mengenai peristiwa konflik, tipologi konflik, identitas Sosial (asal daerah nelayan dan etnisitas) serta model resolusi konflik kenelayanan.
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa : pertama, peristiwa konflik yang terjadi di lokasi penelitian, umumnya dilatarbelakangi oleh tiga aspek yaitu : (a) alat tangkap, (b) pelanggaran aturan wilayah penangkapan, dan (c) dampak penegakan hukum. Kedua, tipologi konflik kenelayanan di Kepulauan Spermonde didominasi oleh : (a) konflik internal "perang alat tangkap", (b) konflik eksternal "nelayan tangkap vs pembudidaya", (c) konflik yurisdiksi perikanan "open acces vs 'common property' berbasis masyarakat" dan (d) konflik mekanisme pengelolaan, terkait penegakan yang "eksesif (berlebihan) vs ringan". Ketiga, pengaruh identitas sosial, (a) asal daerah nelayan terlihat dari aturan pelarangan yang dibuat nelayan lokal terhadap nelayan pendatang atas perbedaan asal daerah nelayan "desa" dan "kabupaten". Sedangkan (b) pengaruh etnisitas terkait dengan adanya perbedaan budaya, sifat dan karakter dalam proses penangkapan nelayan pendatang (Mandar, Madura, Galesong), yang dianggap mengkhawatirkan oleh nelayan lokal. Keempat, usaha penyelesaian konflik kenelayanan di Kepulauan Spermonde telah dilakukan oleh berbagai pihak dengan berbagai pendekatan. Baik melalui pendekatan aparat hukum, pemerintah lokal, tokoh-tokoh nelayan, dan hubungan kekeluargaan. Akan tetapi, usaha penyelesaian konflik terkendala oleh berbagai hal seperti : penegakan hukum yang tidak konsisten, masih kurangnya aturan-aturan antar pengguna sumber daya, kurangnya alternatif mata pencaharian dan permodalan, serta lainlainnya. Olehnya itu, dalam rangka penyelesaian konflik kenelayanan di Kepulauan Spermonde, nelayan mengusulkan perlunya penegakan hukum yang konsisten, bantuan permodalan, pembangunan usaha alternatif mata pencaharian, aturanaturan baik di lokasi penangkapan maupun aturan antar nelayan lokal dan pendatang.
Dalam rangka penyelesaian konflik kenelayanan di Kepulauan Spermonde, maka peneliti merekomendasikan : pertama, pada level kebijakan, usaha penyelesaian konflik dapat dilakukan dengan mengambil jalan tengah dari segitiga paradigma (paradigma konservasi, paradigma rasionalisasi dan paradigma sosial/masyarakat) yang dikemukakan oleh Charles (1992) dan perlu mempertimbangkan pendekatan menyeluruh dan memperhatikan interaksi positif kepentingan ekonomi dan lingkungan dalam pemanfaatan sumber daya yang tersedia (Ridler dalam Kusnadi, 2002). Kedua, sejalan dengan pemikiran Kusnadi (2002), beberapa altematif sebagai jalan keluar yang bisa dipertimbangkan untuk mengurangi konflik kenelayanan, adalah : (a) penegakan aturan hukum secara konsisten, (b) pengembangan secara intensif kesadaran konservasi sumber daya laut, dan (c) pengembangan pranata penangkapan dan pengelolaan sumber daya yang berorientasi pada kepentingan masyarakat. Ketiga, mempertimbangkan "kompleksitas" sistem ekologi sosial dan dinamika kehidupan wilayah pesisir dan Kepulauan Spermonde, diperlukan model penyelesaian konflik "ko-manajemen". Tentu saja, bentuk-bentuk usaha penyelesaian konflik dengan menggunakan manajemen tradisional yang telah dianggap berhasil tetap dipertahankan dan diintegrasikan dalam "ko-manajemen? Keempat, menarik untuk diperhatikan tentang teori-teori penyebab konflik yang dikemukan oleh Fisher dkk (2001). Oleh karena adanya relevansi teori-teori penyebab konflik yang dikemukakan oleh Fisher dkk (2001), dengan peristiwa konflik kenelayanan di Kepulauan Spermonde, maka panting untuk memperhatikan rekomendasi penyelesaian konflik kenelayanan di Kepulauan Spermonde berdasarkan relevansi teori-teori penyebab konflik Fisher dkk (2001) (lihat tabel 4.5) dan Kelima, sejumlah kegiatan yang panting untuk dilakukan dalam rangka usaha penyelesaian konflik kenelayanan di wilayah Kepulauan Sperrnonde dapat dilihat pada tabel 4.6. Beberapa dari kegiatan tersebut, telah dibuat desain programnya (lihat lampiran)."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T21713
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Pribadi
"ABSTRAK
Penyelenggaraan transmigrasi sebagai salah satu program berskala nasional diarahkan dapat membantu memecahkan masalah ketimpangan distribusi penduduk khususnya antara Pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa. Namun hingga saat ini program pemerintah yang mulai diselenggarakan tahun 1950 tersebut dirasakan belum sepenuhnya berhasil. Ketimpangan distribusi penduduk antara Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa terus saja berlangsung. Beberapa hal yang menyebabkan keadaan tersebut terjadi antara lain adalah masih sedikitnya minat sebagian besar masyarakat untuk bertransmigrasi. Berbagai faktor yang berasal dari tingkatan individu, rumah tangga, dan komunitas, baik secara bersamaan ataupun sendiri-sendiri mempengaruhi animo bertransmigrasi.
Melalui penelitian ini berusaha dipahami lebih mendalam berbagai faktor yang berpengaruh terhadap animo bertransmigrasi. Untuk itu diuji enam variabel yang diduga mempunyai pengaruh nyata terhadap animo bertransmigrasi. Keenam variabel tersebut diukur melalui proses survei pada calon transmigran yang siap berangkat ke daerah tujuan transmigrasi.
Dari pengujian dengan metode analisa regresi linier berganda, didapatkan hasil bahwa semakin rendah tingkat pendidikan, dan semakin tinggi beban keluarga, serta semakin rendah pemilikan lahan, maka semakin tinggi animo bertransmigrasi. Sedangkan informasi dari saudara dan tokoh masyarakat lebih dipercaya dan kuat mendorong dibanding dari petugas pemerintah. Demikian pula semakin tinggi pendapatan keluarga dan semakin rendah kepadatan penduduk, maka semakin tinggi animo bertransmigrasi.
Mengacu hasil penelitian tersebut, beberapa kebijakan pokok yang perlu ditempuh oleh para perencana dan pelaksana program pembangunan adalah dengan menciptakan wilayah pengembangan ekonomi baru di daerah-daerah potensial di luar Pulau Jawa sebagai daya tarik, selain terus mendorong penduduk di daerah padat bersedia berpindah dan menetap di daerah pengembangan baru tersebut. Demikian pula pembukaan pemukiman transmigrasi harus diorientasikan pada pengembangan usaha yang berskala ekonomi tinggi. Implikasi dari kebijakan ini diharapkan dapat menarik penduduk di daerah padat bersedia berpindah dan menetap di daerah pengembangan baru tersebut. Demikian pula pembukaan pemuuiman transmigrasi harus diorientasikan pada pengembangan usaha yang berskala ekonomi tinggi. Implikasi dari kebijakan ini diharapkan dapat menarik penduduk di daerah padat dan berpendidikan relatif tinggi untuk bersedia bermigrasi ke daerah baru tersebut.
"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ignatius Bayu Sudibyo
"Pengembangan kawasan kota telah mengubah kawasan terbelakang menjadi pusat bisnis (CBD). Dirancang pengembang ternama, kawasan CBD BSD tidak saja menarik dari sisi keberagaman fungsi ruang, tetapi juga menyimpan dinamika tersendiri. Dengan memadukan pendekatan produksi ruang Henry Lefebvre dan David Harvey, penelitian ini berjalan dalam alur kombinasi deskripsi wajah baru pengembangan kawasan kota di CBD BSD dan bagaimana wajah baru itu telah menghapus jejak historis sebuah kampung. Melalui pendekatan kualitatif dengan metode wawancara, observasi, dan visualisasi, penelitian ini membuktikan bahwa (1) Wajah baru kawasan CBD BSD menunjukkan fungsi ruang sebagai artikulasi keberadaan status sosial penghuninya dan ajang komodifikasi yang ditandai dengan pembaratan (westernisasi) kawasan dan penciptaan hunian prestisius eksklusif. Hadirnya pusat gaya hidup pada Kawasan CBD BSD menjadi sarana berbagai macam aktivitas bisnis. (2) Di balik masifnya pembangunan apartemen, tersimpan jejak-jejak relokasi sebuah kampung. Fenomena sosial ini telah menghapus jejak historis Kampung Sampora Kaler. Tanah warisan leluhur sebagai identitas kolektif warga Sampora Kaler tidak dapat dipertahankan, sehingga kehilangan makna historisnya. Fenomena di atas merupakan manifestasi sifat progresif kapitalisme yang menempatkan ruang sebagai komoditas strategis untuk keberlangsungan modal.

The development of urban spaces has transformed underdeveloped areas into Central Business Districts (CBD). Offering renowned developers, CBD BSD is not only attractive in terms of the diversity of its spaces, but it also holds unique dynamics. With Henry Lefebvre and David Harvey, this study combines the description of the new face and the developments of CBD BSD and how this new face is equipped with historical traces. Through qualitative consultations including interviews, observations and visualization methods, this research proves: (1) The new face of CBD BSD demonstrates space as an articulation of the social status of its residents and commodification as marked by the westernization of the area and the exclusive prestigious housing offered. The presence of a lifestyle center in CBD BSD has become a variety business facilities; (2) Behind the massive development of apartment, there are traces of village relocation. This social phenomenon has created the historical footprint of Sampora Kaler Village. The land of ancestral inheritance as the collective identity of Sampora Kaler's residents cannot be ordered, thus losing its historical meaning. The above phonomenon is a manifestation of the progressive nature of capitalism, which places space as a strategic commodity for the sustainability of capital."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
T54238
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febriyanto
"ABSTRAK
Keberadaan kelompok teroris di Indonesia ditengarai sebagai bagian dari jaringan teroris Internasional. Tesis ini mengkaji adanya framing yang dilakukan oleh kelompok teroris atau radikal untuk melakukan mobilisasi aksi dan konsensus. Dalam melihat fenomena yang terjadi dalam perkembangan terorisme di Indonesia, peneliti mengkaji perkembangan kelompok terorisme di wilayah Surakarta. Alasan dipilihnya wilayah Surakarta karena kota ini merupakan wilayah yang menjadi tempat perkembangan aksi terorisme di Indonesia. Dalam penelitian ini lebih menekankan pada pendekatan kualitatif dengan tekhnik wawancara mendalam. Selain itu, obyek penelitian yang dijadikan sumber informasi berasal dari dua kelompok yang berbeda: satu kelompok teroris merupakan pendukung ISIS dan satu kelompok lainnya merupakan pendukung Al Qaeda. Peneliti berharap tesis ini dapat menyumbangkan saran kepada pemerintah yang lebih komperehensif guna merumuskan metode yang tepat untuk menangani masalah terorisme di Indonesia khususnya dalam proses pencegahan, penanganan dan pengurangan perkembangan terorisme di Indonesia. Selain itu, tesis ini diharapkan dapat menambah pemahaman masyakarat tentang bagaimana terorisme tumbuh sehingga masyarakat dapat berperan aktif untuk menangkal penyebaran paham radikalisme.

ABSTRACT
The presence of terrorist groups in Indonesia is suspected as part of an international terrorist network. This thesis examines the existence of framing carried out by terrorist or radical groups to mobilize action and consensus. In seeing the phenomena that occur in the development of terrorism in Indonesia, researchers examine the development of terrorism groups in the Surakarta region. The reason for choosing the Surakarta area is because this city is an area where terrorist acts are developing in Indonesia. This study emphasizes the use of a qualitative approach with in-depth interview techniques. The object of research used as a source of information comes from two different groups: one terrorist group supporting ISIS and another group supporting Al Qaeda. The researchers hope that this thesis can contribute more comprehensive advice to the government in order to formulate an appropriate method dealing with the problem of terrorism in Indonesia, especially in the process of preventing, handling and reducing the development of terrorism. In addition, this thesis is expected to increase community understanding of how terrorism grows so that the community can play an active role in counteracting the spread of radicalism."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Dokumentasi  Universitas Indonesia Library