Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 247 dokumen yang sesuai dengan query
cover
White, Ben
Bandung: Yayasan AKATIGA, 1998
331.359 8 WHI c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Putri
"ABSTRAK
Gallstone is a crystal deposit which is formed in the gallbladder or bile duct. Gallstone is classified into cholesterol stone, pigment stone (black and brown), and mixed stone. Mechanism which underlies the formation of cholesterol or pigment gallstone is different. Information on chemical component of the stone will assist the management and prevention of its recurrence. Analysis of gallstone component can be performed by colorimetry method or even gas liquid chromatography (GLC). Chemical component analysis of gallstone by colorimetry includes examination of cholesterol, bilirubin, and calcium. Stone is classified as cholesterol stone if the cholesterol content is > 80%, pigment stone if cholesterol content is < 20%, and mixed stone if cholesterol content is 25-80%. Gallstone analysis by GLC method is conducted by separation of fatty acid chain and evaluation of fatty acid quantity in the methylester derivatives form, which is fatty acid methyl estered. Fatty acid content in cholesterol stone (310.09 + 49.7 mg/gram) is higher compared to pigment stone (55.59 +7.71 mg/gram). Saturated to unsaturated fatty acid (S/U) ration in cholesterol stone (8.6 + 3.1) is higher compared to pigment stone (4.8 + 1.5).
"
Jakarta: Interna Publishing (Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam), 2016
611 UI-IJGHE 17:2 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi Haryadi
Bandung: Yayasan Akatiga, 1995
305.231 Har b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lipschutz, Seymour, 1915-2003
Jakarta: Erlangga, 2004
512.5 LIP s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Annida Anastiani
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapat gambaran mengenai hubungan antara self-regulated learning (SRL) dan creative self-efficacy (CSE) pada mahasiswa arsitektur. Self-regulated learning didefinisikan sebagai sejauh mana pelajar menggunakan proses metakognisi, motivasi, dan tingkah lakunya untuk berpartisipasi aktif dalam proses belajarnya. Creative self-efficacy didefinisikan sebagai keyakinan yang sementara pada individu mengenai kemampuan dirinya untuk melakukan tugas spesifik tertentu yang membutuhkan produksi solusisolusi baru, orisinal, atau sesuai. Creative self-efficacy terdiri dimensi creative thinking self-efficacy (CTSE) dan creative performance self-efficacy (CPSE). Pengukuran SRL menggunakan alat ukur Strategi Self-Regulated Learning yang disusun oleh Hariseno (2012) dan pengukuran CSE menggunakan alat ukur Revised Model of CTSE II and CPSE II Inventories yang disusun oleh Abbott (2010). Partisipan penelitian berjumlah 159 mahasiswa arsitektur dari beberapa perguruan tinggi di Jakarta, Depok, dan Bandung. Melalui teknik statistik Pearson Correlation, ditemukan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara self-regulated learning dengan creative thinking self-efficacy (r = 0.269; p = 0.001, signifikan pada L.o.S 0.01) dan creative performance self-efficacy (r = 0.342; p = 0.000, signifikan pada L.o.S 0.01) pada mahasiswa arsitektur. Berdasarkan hasil penelitian, disarankan bagi mahasiswa arsitektur untuk meningkatkan self-regulated learning dalam proses belajarnya karena semakin tinggi self-regulated learning mahasiswa arsitektur, semakin tinggi creative selfefficacy mereka.

This research was conducted to find the correlation between self-regulated learning and creative self-efficacy among architecture college students. Selfregulated learning defined as the degree to which students are metacognitively, motivationally, and behaviorally active participants in their own learning process (Zimmerman, 2008). Creative self-efficacy defined as an individual?s state-like belief in his or her own ability to perform the specific tasks required to produce novel, original, or appropriate solutions (Abbott, 2010). Creative self-efficacy consists of dimension of creative thinking self-efficacy (CTSE) and dimension of creative performance self-efficacy (CPSE). Self-regulated learning was measured using an instrument named Strategy of Self-Regulated Learning made by Hariseno (2012) and creative self-efficacy was measured using Revised Model of CTSE II and CPSE II made by Abbott (2010). Participants of this research were 159 architecture college students from some colleges in Jakarta, Depok, and Bandung. The Pearson Correlation indicates that self-regulated learning correlates positively and significantly with creative thinking self-efficacy (r = 0.269; p = 0.001, significant at L.o.S 0.01) and creative performance self-efficacy (r = 0.342; p = 0.000, significant at L.o.S 0.01) among architecture college student. Based on research results, it suggested for architecture college student to improve their selfregulated learning in learning process because the higher self-regulated learning architecture student, the higher their creative self-efficacy.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S57750
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Dwi Putri
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara persepsi siswa terhadap orientasi tujuan guru matematika dan academic selfhandicapping pada siswa SMP kelas 7. Pengukuran persepsi siswa terhadap orientasi tujuan guru matematika dan academic self-handicapping menggunakan alat ukur Patterns of Adaptive Learning Scale (PALS) yang dikembangkan oleh Midgley dkk. (2000). Responden berjumlah 151 siswa SMP kelas 7 yang berasal dari tiga sekolah berbeda.
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi siswa terhadap orientasi tujuan guru performance dan academic self-handicapping. Di lain sisi, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi siswa terhadap orientasi tujuan guru mastery dan academic selfhandicapping. Hasil belum sejalan dengan teori orientasi tujuan karenaorientasi tujuan mastery dianggap dapat mengarahkan siswa untuk menerapkan cara belajar yang adaptif, sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut.
This research aimed to examine the correlation between student?s perception of mathematics teacher goal orientation and academic self-handicapping on middle school student grade 7th . Student?s perception of mathematics teacher goal orientation and academic self-handicapping were measured by Patterns of Adaptive Learning Scales (PALS) which developed by Midgley etc. (2000). The respondents were 151 middle school students in 7th grade from three different schools.
The result of this research showed that there is a positive and significant correlation between student?s perception of mathematics teacher performance?s goal and academic selfhandicapping. On the other hand, there is no significant correlation between student?s perception of mathematics teacher and academic self-handicapping. This result is not consistent with goal orientation theory that proposed mastery as a predictor of adaptive learning style, so further research is needed.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S57775
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatira Aurelia
"Emerging adulthood (EA) adalah masa transisi seseorang dari remaja ke dewasa. Dengan karakteristik identity exploration dan instability, EA terdorong untuk berinteraksi dengan banyak orang, di mana memahami emosi ekspresi wajah lawan berbicara menjadi sangat penting. Terdapat serangkaian studi terdahulu yang mengkaji terkait bias atensi ekspresi wajah Marah dan Senang dalam sebuah kerumunan (Anger vs Happiness Superiority Effect/ ASE vs HSE). Disayangkan, hasil dari studi terdahulu tidak konsisten menjelaskan ekspresi wajah mana yang lebih kuat dalam menangkap atensi seseorang. Untuk menjembatani hal tersebut, penelitian ini menguji pengaruh Kepuasan Hidup terhadap ASE. Penelitian ini menggunakan Kepuasan Hidup (SWLS) dan pengukuran waktu reaksi saat partisipan (N = 91, 18-29 tahun, belum menikah) merespon ekspresi wajah Marah dan Senang yang dikemas dalam modified emotional stroop task (Preston & Stansfield, 2008). Hasil analisis ANOVA menunjukkan ekspresi wajah marah secara implisit diprioritaskan dalam pemrosesan informasi bila dibandingkan dengan emosi senang. Ditemukan juga bahwa kelompok Kepuasan Hidup rendah menunjukkan ASE yang lebih besar ketimbang kelompok Kepuasan Hidup tinggi. Temuan ini menjelaskan mengapa informasi berisikan emosi marah mendapatkan lebih banyak atensi dari khalayak, daripada emosi senang. Dengan temuan ini, diharapkan EA di Indonesia dapat lebih sadar akan emosi yang ada dalam informasi yang mereka terima dan meningkatkan Kepuasan Hidup mereka.

Emerging adulthood (EA) is the transition from adolescence to adulthood. With the characteristics of identity exploration and instability, EA is encouraged to interact with many people, where understanding the emotions of the other person's facial expressions is very important. Series of previous studies examined attentional bias of Angry and Happy facial expressions in a crowd (Anger vs Happiness Superiority Effect/ASE vs HSE). Unfortunately, the results from previous studies have not consistently explained which facial expressions are stronger in capturing someone's attention. To bridge this, current study examines the effect of life satisfaction on ASE. This study used Life Satisfaction (SWLS) and reaction time measurements when participants (N = 91, 18-29 years old, not yet married) responded to angry and happy facial expressions in modified emotional stroop task (Preston & Stansfield, 2008). Results of ANOVA analysis show that angry facial expressions are implicitly prioritized in information processing when compared to happy emotions. It was also found that the low Life Satisfaction group showed a greater ASE than the high Life Satisfaction group. This findings explains why information containing angry emotions gets more attention from audiences than happy emotions. With this awareness, it is hoped that EAs in Indonesia can be more aware of the emotions in the information they receive and increase their Life Satisfaction."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Enamela Denta
"Pada kasus gigi tiruan penuh, salah satu faktor yang mempengaruhi prognosis perawatan adalah retensi dan stabilitas. Faktor anatomis yang mempengaruhi retensi dan stabilisasi gigi tiruan penuh rahang bawah adalah kedalaman ruang retromylohyoid. Kedalaman ruang retromylohyoid dapat diasumsikan sebagai ketinggian tulang alveolar bagian posterior rahang bawah. Berkurangnya ketinggian tulang alveolar berkaitan dengan resorpsi tulang alveolar yang dapat dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin. Penelitian ini menggunakan 70 kartu rekam medik pasien gigi tiruan penuh rahang bawah yang datang ke klinik Prostodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia periode Januari 2005-Juni 2007 yang memenuhi kriteria penelitian. Analisis univariat disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi variabel usia, jenis kelamin, dan kedalaman ruang retromylohyoid. Analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square dan uji Kolmogorov-Smirnov untuk melihat hubungan antara usia dan kedalaman ruang retromylohyoid serta perbedaan kedalaman ruang retromylohyoid antara kelompok perempuan dan laki-laki. Nilai p yang diperoleh adalah 0,334 dan 1,000 (p> 0,05). Kesimpulan: (1) Kondisi yang paling banyak ditemukan pada pasien GTP rahang bawah adalah ruang retromylohyoid dalam. (2) Kondisi ruang retromylohyoid dangkal lebih banyak ditemukan pada kelompok perempuan dibandingkan laki-laki. (2) Tidak terdapat hubungan antara usia dan kedalaman ruang retromylohyoid. (3) Tidak terdapat perbedaan kedalaman ruang retromylohyoid antara kelompok perempuan dan lakilaki.

Anatomic factor that influences the retention and stability of the mandibular denture is the depth of retromylohyoid space. The depth of retromylohyoid space can be assumed as the height of alveolar ridge in posterior region of the mandible. The decrease of the height of alveolar ridge caused by alveolar ridge resorption that is influenced by age and sex. This test used 70 medical records of mandibular complete denture patients who came to Prosthodontic Clinic of Dental Hospital Faculty of Dentistry University of Indonesia within January 2005 - June 2007 period that fulfilled the criteria. Univariate statistical analysis is presented in the frequency distribution of age, sex, and the depth of retromylohyoid space. Bivariate statistical analysis using Chi-Square test and Two Sample Kolmogorov-Smirnov Test was done to analyze the relationship between age and the height of retromylohyoid space, also the difference of the depth of retromylohyoid space in female and male. The result showed that significance values are 0,334 and 1,000 (p > 0,005). It was concluded that (1) A deep retromylohyoid space is the most condition occurred between the patients (2) A shallow retromylohyoid space is occured more in female than male. (3) There is no relationship between age and the depth of retromylohyoid space. (4) There is no difference of the depth of retromylohyoid space in female and male."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astri Nurhidayanti
"Keberhasilan perawatan gigi tiruan penuh dipengaruhi oleh retensi dan stabilitas. Retensi merupakan kemampuan gigi tiruan untuk tahan terhadap gaya gravitasi, sifat adhesi makanan, dan gaya-gaya yang berhubungan dengan pembukaan rahang, sedangkan stabilitas adalah kemampuan gigi tiruan untuk tetap stabil atau tetap pada posisinya saat digunakan. Salah satu faktor yang berperan dalam retensi dan stabilitas adalah ketinggian perlekatan dasar mulut. Perlekatan dasar mulut perlu diperhatikan karena hubungannya terhadap puncak alveolar sangat penting pada pasien yang akan memperoleh perawatan gigi tiruan penuh rahang bawah. Penelitian ini menggunakan 71 kartu status milik Klinik Departemen Prostodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Fakultas Kedikteran Gigi Universitas Indonesia yang memenuhi kriteria penelitian. Analisis statistik secara univariat berupa distribusi frekuensi dari variabel jenis kelamin, usia, ketinggian pelekatan dasar mulut dan analisis bivariat dengan uji kolmogorov-smirnov. Nilai p yang didapat dari hasil penelitian > 0,05. Kesimpulan : (1) Perlekatan dasar mulut normal adalah yang paling banyak ditemukan baik pada pasien perempuan maupun lakilaki. (2) Tidak terdapat hubungan antara pertambahan usia dengan ketinggian perlekatan dasar mulut. (3) Tidak terdapat perbedaan ketinggian perlekatan dasar mulut yang signifikan antara pasien perempuan dan laki-laki.

The success of prosthodontic treatment is influenced by retention and stability. Retention is quality inherent in the denture which resist the force of gravity, the adhesiveness of foods, and the forces associated with the opening of the jaws, and stability is denture`s ability of being firm, steady and constant in position when forces is applied to it. One important factors in retention and stability is the height of mouth floor. The mouth floor needs to be concerned because its relationship to alveolar ridge which is very important to a patient who will get mandibular complete denture treatment. As the sample test, seventy one medical records of the Prosthodontic Clinic in Dental Hospital Faculty of Dentistry University of Indonesia which qualify the criteria were used. Univariat statistical analysis is in the form of frequency distribution from the variables of sex, age, height of mouth floor and bivariat analysis with kolmogorov-smirnov test. The result showed (p>0, 05). It was concluded that (1) Normal height of mouth floor is the most common occurrence in male and female. (2) There was no relationship between age and the height of mouth floor. (3) There was no difference between the height of mouth floor in male and female."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astri Suryandari
"Pada kasus gigi tiruan penuh, salah satu faktor yang mempengaruhi prognosis perawatan adalah retensi dan stabilitas. Dalam hal retensi dan stabilitas gigi tiruan penuh rahang bawah, posisi lidah memiliki peranan penting. Walaupun seseorang memiliki posisi lidah normal sejak lahir, namun kondisi itu dapat berubah dan menghasilkan posisi lidah abnormal (retracted tongue). Penyebab perubahan posisi lidah ini dapat dikaitkan dengan ketinggian dasar mulut. Sehingga diasumsikan bahwa posisi lidah mungkin berkaitan dengan resorpsi tulang alveolar. Resorpsi tersebut dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin. Penelitian ini menggunakan 75 kartu rekam medik pasien gigi tiruan penuh rahang bawah yang datang ke klinik Prostodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia periode Januari 2005-Juni 2007 yang memenuhi kriteria penelitian. Dengan pendekatan deskriptif, analisis univariat disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi variabel usia, jenis kelamin, dan posisi lidah menurut klasifikasi Wright. Sedangkan dengan pendekatan analitik, digunakan analisis bivariat dengan Two-Sample Kolmogorov-Smirnov Test untuk melihat hubungan antara usia dan posisi lidah menurut klasifikasi Wright serta untuk mengetahui perbedaan posisi lidah menurut klasifikasi Wright antara kelompok perempuan dan laki-laki. Nilai p yang diperoleh adalah 1,000 (p>0,05). Kesimpulan: (1) Posisi lidah kelas I merupakan posisi lidah yang paling banyak ditemukan dan yang paling jarang adalah posisi lidah kelas III. (2) Tidak terdapat hubungan antara usia dan posisi lidah menurut klasifikasi Wright. (3) Tidak terdapat perbedaan posisi lidah menurut klasifikasi Wright antara kelompok perempuan dan laki-laki."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>