Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Runi Oktayani
"Type 2 diabetes mellitus (DM) altered the quantity and quality of saliva by disturbing the salivary glands. The objective of this study was to examine the relation between the concentration of salivary total protein and viscosity in patient with poorly controlled type 2 DM. Whole unstimulated saliva samples were collected from 12 poorly controlled diabetic patients (diabetic group) and 16 non diabetics (control group). Diabetic group had fasting blood sugar ³ 126 mg/dL and HbA1c > 8%. Control group were matched on age and sex to diabetic group, and had fasting blood sugar < 100 mg/dL. Saliva was analyzed for concentration of total protein, flow rate and viscosity. The total protein concentration was measured by Bradford method. Statistical analyzed was done by using paired sample t-test to compare concentration of salivary total protein, flow rate and viscosity between diabetic and control group. Statistical analyzed was done by using Pearson test to correlate salivary flow rate and viscosity, and concentration of salivary total protein with viscosity. Neither concentration of salivary total protein nor viscosity differed significantly between the two groups. Significantly greater salivary flow rate was seen in diabetic group. However, no correlation was found between the salivary flow rate and viscosity or concentration of salivary total protein and viscosity in diabetic group. In conclusion, there was no significant correlation between concentration of salivary total protein and viscosity in poorly controlled diabetic."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Kemala Hayati
"Complications of diabetes mellitus could influence salivary gland function in either output or composition of saliva. The objective of this study was to investigate the correlations between salivary total protein concentrations and whole unstimulated salivary flow rates in poorly controlled type 2 diabetes mellitus. Saliva samples were collected from 14 subject diabetic group and 16 subject control group, which were matched on age and sex. Saliva was analyzed for concentration of total protein and flow rates. Bradford method was used to determine salivary total protein concentration. Statistical analyzed was done by using paired sample t-test to compare salivary flow rates and salivary total protein concentration between diabetic and control group. Pearson?s test was used to correlate salivary total protein concentration with salivary flow rates in diabetic and control. There was no significant difference in whole unstimulated salivary flow rates or salivary total protein concentration between diabetic and the control group. There was no significant correlation between saliva total protein concentration and whole unstimulated saliva flow rates in both groups. It could be concluded that there was no significant correlation between salivary total protein concentrations and whole unstimulated salivary flow rates.

Diabetes melitus (DM) dapat menyebabkan komplikasi yang mempengaruhi fungsi kelenjar saliva baik dari segi volume maupun komposisi. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara konsentrasi protein total saliva dengan laju alir saliva tanpa stimulasi pada penyandang DM tipe 2 terkontrol buruk. Sampel saliva dikumpulkan dari 14 subyek kelompok DM dan 16 subyek kelompok kontrol yang telah disesuaikan usia dan umurnya. Sampel saliva diukur laju alir dan konsentrasi protein totalnya. Konsentrasi protein total saliva diukur dengan metode Bradford. Analisis data penelitian dilakukan dengan uji t berpasangan untuk uji komparasi konsentrasi protein total saliva dan laju alir saliva antara kelompok DM dengan kontrol dan uji Pearson untuk uji korelasi konsentrasi protein total saliva dengan laju alir saliva. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna antara nilai laju alir dan konsentrasi protein total saliva tanpa stimulasi pada kedua kelompok subyek penelitian. Konsentrasi protein total saliva dengan laju alir memiliki korelasi yang tidak bermakna pada kelompok DM. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah tidak terdapat korelasi yang bermakna antara konsentrasi protein total saliva dengan laju alir saliva tanpa stimulasi pada penyandang diabetes melitus tipe 2 terkontrol buruk."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amrita Widyagarini
"Diabetes melitus tipe 2 biasanya mengakibatkan perubahan sekresi saliva akibat berbagai gangguan pada kelenjar saliva yang akan mempengaruhi kuantitas, komposisi, dan kualitas saliva. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi protein total saliva dengan pH saliva tanpa stimulasi pada penyandang diabetes melitus tipe 2 terkontrol buruk. Subyek penelitian terdiri dari kelompok diabetes melitus sebanyak 13 pasien dari Poliklinik Metabolik-Endokrin Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo Jakarta dan 16 orang kontrol sebagai kelompok kontrol. Gula darah puasa (≥ 126 mg/dl) dan HbA1c (> 8%) diukur untuk menentukan kriteria diabetes melitus tipe 2 terkontrol buruk. Gula darah puasa (< 100 mg/dl) diukur untuk menentukan kriteria kelompok kontrol. Setelah pengumpulan saliva tanpa stimulasi, pH dan konsentrasi protein total saliva diukur. pH saliva diukur dengan pH meter Mettler Toledo. Konsentrasi protein total saliva diukur dengan metode Bradford. Analisis statistik digunakan uji t-berpasangan untuk membandingkan konsentrasi protein total saliva dan pH saliva tanpa stimulasi pada kelompok diabetes melitus dan kontrol. Uji korelasi Pearson digunakan untuk melihat korelasi antara konsentrasi total protein saliva dan pH saliva. Konsentrasi protein total saliva dan pH saliva antara kelompok diabetes melitus dan kontrol tidak berbeda bermakna berdasarkan uji t-berpasangan. Konsentrasi protein total saliva dan pH saliva tanpa stimulasi tidak mengalami korelasi bermakna pada kelompok diabetes melitus berdasarkan uji Pearson. Konsentrasi protein total saliva dan pH saliva dapat berubah pada kelompok diabetes melitus tapi tidak ada korelasi di antara konsentrasi total protein saliva dengan pH saliva.

Type 2 diabetes mellitus usually altered salivary secretion. The objective of this study was to examine if there is a correlation between total salivary protein concentration and whole unstimulated salivary pH in poorly controlled type 2 diabetes mellitus. A diabetic group comprised 13 patients from Metabollic-Endocrin Clinic of Department of Internal Medicine of Cipto Mangunkusumo National Hospital, with 16 healthy subjects as a control group. Fasting blood sugar (≥ 126 mg/dl) and HbA1c (> 8%) were measured to determine poorly controlled diabetics. Fasting blood sugar (< 100 mg/dl) was measured to determine healthy subjects. After collecting whole unstimulated saliva, pH and concentration of total protein were measured. Salivary pH was measured by pH meter Mettler Toledo. Total salivary protein concentration was analyzed by Bradford method. The data was statistically analized by using paired sample T-test to compare salivary pH and concentration of total protein between diabetic and control group. Pearson?s correlation coefficient was used to examine the relation between total salivary protein concentration and salivary pH. There were no statistical significant difference between diabetic and control group in salivary pH and concentration of salivary total protein. There were no statistical significant correlation of concentration of salivary total protein between whole unstimulated salivary pH in diabetic group. Total salivary protein concentration and salivary pH could be changed in diabetic group but no correlation between total salivary protein concentration and salivary pH."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Carlo Febianto
"Latar Belakang: Penyalahgunaan narkotika di Indonesia yang semakin meningkat tiap tahunnya menyebabkan berbagai masalah baik masalah sosial maupun kesehatan. Masalah kesehatan gigi dan mulut terkait kebiasaan buruk pada rongga mulut (parafungsi) juga dapat dipengaruhi oleh efek penggunaan narkotika jangka panjang terhadap sistem saraf.
Tujuan: Mengetahui prevalensi bruxism dan clenching serta kelainan gigi geligi akibat kebiasaan tersebut pada residen di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Lido, Jawa Barat.
Metode: Penelitian deskriptif potong lintang ini dilakukan dengan pengisian kuesioner untuk memperoleh data kebiasaan bruxism dan clenching, pengambilan data dari rekam medik yang tersedia, dan pemeriksaan klinis rongga mulut.
Hasil: Penelitian pada 203 subjek dengan rentang usia 17-49 tahun menunjukkan bahwa 32 subjek (15,8%) memiliki kebiasaan bruxism, 27 subjek (13,3%) memiliki kebiasaan clenching, dan 21 subjek (10,3%) kombinasi bruxism dan clenching. Atrisi pada permukaan gigi ditemukan pada 123 subjek (61%), di antaranya 58 subjek (47%) memiliki kebiasaan bruxism dan/atau clenching.
Kesimpulan: Prevalensi kebiasaan bruxism dan clenching yang dijumpai pada subjek cukup tinggi, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Subjek yang mengalami atrisi lebih banyak dibandingkan yang memiliki kebiasaan bruxism dan clenching, menunjukkan bahwa atrisi dapat juga disebabkan oleh kebiasaan buruk lain.

Background: An increasing number of drug abuse in Indonesia has lead to many problems including social and health problems. Oral health problems due to oral bad habits (oral parafunctions) can also be influenced by the effects of long term drug use on nervous system.
Aim: To determine prevalence of bruxism and clenching as well as teeth disorders due to the habit of the residents at “Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Lido”, West Java.
Methods: This cross-sectional descriptive research was conducted with questionnaires to obtain data of bruxism and clenching habits, data retrieval from medical records, and oral clinical examination.
Results: The study on 203 subjects, aged 17-49 years showed that 53 subjects (26.1%) have bruxism habit, 48 subjects (23.6%) have clenching habit, and 21 subjects have both bruxism and clenching habit. Attrition of the surface of the teeth was found in 123 subjects (61%), and 58 subjects (47%) among them have bruxism and/or clenching habit.
Conclusion: A quite high prevalence of bruxism and clenching habits were found on the subject of this study, this finding is similar to the studies conducted by previous researches. Prevalence of attrition which was found higher than bruxism and clenching showed that attrition may also be caused by other oral bad habits.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitepu, Cristy Arianta
"Latar Belakang: Kesehatan gigi dan mulut sangat mempengaruhi kesehatan secara umum setiap individu, karena rongga mulut merupakan jalur utama masuknya asupan kedalam tubuh. Akan tetapi, mulut dapat menjadi sumber infeksi yang akan mempengaruhi kesehatan secara umum. Oral health literacy diperlukan untuk mengambil keputusan kesehatan yang sesuai untuk mencegah penyakit khususnya kesehatan gigi dan mulut. Dalam mengukur tingkat oral health literacy, diperlukan suatu kuesioner dengan tingkat validitas dan reliabilitas baik untuk mendapatkan hasil yang optimal.
Tujuan: Menguji validitas dan reliabilitas kuesioner Health Literacy in Denstistry (HeLD) pada penduduk DKI Jakarta.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang atau cross sectional. Dua puluh sembilan pertanyaan yang ada dalam instrumen HeLD yang telah diterjemahkan ke Bahasa Indonesia, digunakan untuk mengukur oral health literacy.
Hasil: Sebanyak 390 reponden mengisi kuesioner. Rerata skor HeLD yaitu 2,6. Cronbach alpha 0.958.
Kesimpulan: Kuesioner Health Literacy in Denstistry versi Bahasa Indonesia yang digunakan pada penelitian ini memiliki validitas dan reliabilitas yang baik untuk mengukur status oral health literacy pada penduduk DKI Jakarta.

Background: Oral health was greatly affected human health in overall, regarding that the mouth is the main acess for food intake. Dispite its main function, the mouth could also be a significant source of infection that might influence the individual health. A valid and reliable questionnaire was needed in order to measure the Health Literacy In Dentistry (HeLD). Oral health literacy is needed to make appropriate health decisions to prevent diseases especially for oral health.
Purpose: To analyze the validity and reliability questionnaire HeLD for the people in DKI Jakarta.
Method: A cross sectional analytical study using 29 questions of HeLD Questionnaire that has been translated to Indonesian language to measure the oral health literacy.
Result: Three hundred and ninety respondents completed the questionnaire. The mean total HeLD score was 2,6. Cronbach alpha 0.958.
Conclusions: Health literacy in Dentistry (HeLD) Questionnaire which has been translated to Indonesian language is valid and reliable to measure the Oral Health Literacy for the people at the DKI Jakarta.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diani Nurcahyawati
"Latar belakang: Kesehatan mulut merupakan komponen penting dari status kesehatan secara keseluruhan pada infeksi HIV. Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) sebaiknya memiliki literasi yang cukup mengenai kesehatan rongga mulut karena dapat mempengaruhi kualitas hidupnya. Oral Health Literacy (OH Literacy) yang baik sangat diperlukan untuk mencapai kesehatan rongga mulut yang baik. Instrumen untuk mengukur tingkat OH Literacy pada populasi Indonesia memang sudah beberapa kali digunakan, tetapi penelitian menggunakan instrumen tersebut belum pernah dilakukan pada populasi ODHA di Indonesia. Salah satu alasan penelitian dilakukan di Jakarta adalah karena DKI Jakarta merupakan provinsi dengan jumlah kelompok paling berisiko tertular HIV tertinggi. Tujuan: Menganalisis OH Literacy (HeLD-ID) pada Orang dengan HIV/AIDS di Jakarta. Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang, menggambarkan skor OH Literacy (HeLD-ID) terkait karakteristik sosiodemografi ODHA di DKI Jakarta. Pemilihan responden dilakukan dengan teknik consecutive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesioner HeLD-ID oleh responden. Tes skrining MMSE dilakukan sebelum pengisian kuesioner, untuk mengetahui kondisi kognitif responden. Hasil: Penelitian dilakukan pada 141 responden ODHA di Jakarta dengan rerata usia 39,86 ± 6,53. Skor total HeLD-ID adalah 2,89 ± 0,74. Skor tertinggi pada domain understanding, dan skor terendah pada domain economic barrier. Terdapat hubungan bermakna antara skor OH Literacy (HeLD-ID) dengan tingkat pendidikan dan waktu mulai terdiagnosis HIV/AIDS (p < 0,05). Selain itu juga terdapat perbedaan skor OH Literacy (HeLD-ID) dengan karakteristik sosiodemografi tingkat pendidikan, riwayat kunjungan ke dokter, dan waktu mulai terdiagnosis HIV/AIDS (p < 0,05). Kesimpulan: Disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara skor OH Literacy (HeLD-ID) dengan tingkat pendidikan dan waktu mulai terdiagnosis HIV/AIDS. Tingkat pendidikan, riwayat kunjungan ke dokter, dan waktu mulai terdiagnosis HIV/AIDS membedakan skor OH Literacy (HeLD-ID) pada ODHA di Jakarta.

Background: Oral health is an important component of overall health status in HIV infection. People living with HIV/AIDS (PLWHA) should have sufficient literacy regarding oral health because it can affect their quality of life. Good Oral Health Literacy (OH Literacy) is very necessary to achieve good oral health. Instruments to measure the level of OH Literacy in the Indonesian population have been used several times, but research using these instruments has never been done on the PLWHA population in Indonesia. One of the reasons the research was conducted in Jakarta is because DKI Jakarta is the province with the highest number of groups most at risk of contracting HIV. Objective: Analyzing OH Literacy (HeLD-ID) in People with HIV/AIDS in Jakarta. Methods: This study used a cross-sectional study design, describing OH Literacy (HeLD-ID) scores related to the sociodemographic characteristics of PLWHA in DKI Jakarta. The selection of respondents was carried out using consecutive sampling techniques. Data collection was carried out by filling out the HeLD-ID questionnaire by respondents. The MMSE screening test was carried out before filling out the questionnaire, to determine the cognitive condition of the respondents. Results: The study was conducted on 141 respondents living with HIV in Jakarta with an average age of 39.86 ± 6.53. The total HeLD-ID score was 2.89 ± 0.74. The highest score is in the understanding domain, and the lowest score is in the economic barrier domain. There was a significant relationship between the OH Literacy score (HeLD-ID) and the level of education and the time when HIV/AIDS was diagnosed (p <0.05). In addition, there were also differences in the OH Literacy score (HeLD-ID) with sociodemographic characteristics of education level, history of visits to doctors, and time when HIV/AIDS was diagnosed (p <0.05). Conclusion: It was concluded that there was a relationship between the OH Literacy score (HeLD-ID) and the level of education in people with HIV/AIDS. Level of education, history of visits to doctors, and time when HIV/AIDS differentiated OH Literacy (HeLD-ID) scores among PLWHA in Jakarta."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Akrom Ibaad
"ABSTRAK
Latar Belakang: Kesehatan gigi merupakan salah satu hal yang penting dalam menunjang kesehatan umum, dimana penyakit gigi dan mulut dapat menyebabkan penyakit pada bagian tubuh yang lain ataupun dapat meningkatkan keparahan dari penyakit sistemik yang telah ada. Sebaliknya kesehatan sistemik dapat mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut. Terdapat beberapa penyakit sistemik yang dapat ermanifestasi pada mulut, seperti Diabetes Melitus dan SLE yang merupakan kelainan sistem imun. Etiologi dari penyakit ini masih belum diketahui. Walaupun demikian terdapat faktor-faktor predisposisi yang sudah diketahui.. Faktor predisposisi yang ditemukan antara lain genetik, infeksi, hormonal, antibodi, kompleks imun, sinar matahari, makanan dan minuman, stress dan kelelahan fisik.

Tujuan: untuk mengetahui status kesehatan gigi dan mulut pada Orang Dengan Lupus (Odapus) yang berkunjung di Yayasan Lupus Indonesia(YLI). Dari 30 responden diketahui bahwa 26 orang adalah perempuan dan 4 orang laki-laki. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan wawancara dan pemeriksaan klinis kesehatan gigi dan mulut pada Odapus dengan Index OHIS untuk melihat status kebersihan gigi dan mulut, Index DMFT untuk mengukur kesehatan gigi ,dan Index CPITN untuk mengukur kesehatan jaringan periodontal.

Hasil: Rata-rata Odapus yang diteliti, 21 orang (70 %) memiliki tingkat kebersihan mulut sedang, 13 orang ( 44%) memiliki tingkat kesehatan gigi sedang dan 10 orang (34 %) memiliki kelainan periodontal dengan kedalaman poket antara 4-5 mm.

Kesimpulan: Hasil penelitian ini menunjukan bahwa status kesehatan gigi dan mulut pada Odapus masih tergolong sedang. Hal ini dapat dipengaruhi dari tingkat pendidikan yang sebenarnya sudah baik, tetapi dari faktor perilaku yang masih kurang dan dari penyakit SLE yang dapat memperburuk kondisi kesehatan gigi dan mulut

ABSTRACT
Background: Oral health is one of the most important that supports general health. Oral diseases can cause systemic diseases or worsen the existent systemic diseases. On the revearse, systemic diseases can influence oral health. Etiology of this disease is still unknown. Nevertheless, several predisposition factors found, e.g. genetic, infection, hormonal factors, antibody, immune complex, sunburn, food, stress, and exhausted.

Pruposes: to know oral health status of SLE patient that visited Indonesian Lupus Organization. From 30 respondents, it is found that 26 patients are women and 4 patients are men. This research uses interview and clinical examination methods which the respondents are examined with Index OHIS to see oral hygiene status, Index DMFT to messure teeth health, and Index CPITN to meassure periodontal tissue health.

Results: The avarage of SLE patients examined, 21 patients (70%) have moderate oral hygiene, 13 patients (44%) have moderate teeth, and 10 patients (34%) have periodontal diseases with pocket depth between 4- 5 mm.

Conclusion: This research result shows that SLE patients have moderaten oral health status. This condition is influenced by bad behaviour factors, although their education status is good, and also the SLE which worsen their oral health."
2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lila Fairuz Febriyanty
"Latar belakang: Saat ini Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) masih merasakan stigma
dan diskriminasi dari keluarga, masyarakat, dan tenaga kesehatan walaupun
perkembangan virus HIV dapat dikendalikan berkat kemajuan teknologi di bidang
kesehatan. Stigma pada pelayanan kesehatan dapat menghambat ODHA untuk
mengakses perawatan sehingga dapat mempengaruhi kualitas hidup. Peningkatan
pengetahuan dan paparan klinis pada mahasiswa kedokteran dapat meningkatkan sikap
positif pada ODHA. Belum pernah ada penelitian besar di Indonesia terkait stigma
mengenai ODHA pada tiga mahasiswa fakultas kesehatan.
Metode: Penelitian ini menggunakan deskriptif potong lintang pada 1400 mahasiswa
menggunakan kuesioner tentang stigma terhadap ODHA yang pernah dipakai
sebelumnya. Kuesioner ini telah diadaptasi lintas budaya ke dalam Bahasa Indonesia.
Hasil: Secara keseluruhan, mahasiswa mendapatkan skor yang tinggi pada skor
keyakinan pribadi/budaya tentang HIV (68,1%), skor pengetahuan mengenai HIV
(60,7%) dan skor interaksi klinis dengan pasien HIV-positif (80,9%). Terdapat perbedaan
bermakna antara usia, angkatan dan fakultas dengan masing-masing subskor. Terdapat
hubungan yang signifikan antara total subskor dengan keyakinan pribadi/budaya tentang
HIV, pengetahuan megenai HIV dan interaksi klinis dengan pasien HIV-positif.
Kesimpulan: Stigma mengenai ODHA pada mayoritas mahasiswa kesehatan di RIK UI
adalah rendah, namun masih ada sejumlah mahasiswa dengan stigma. Stigma mengenai
ODHA pada mahasiswa dalam penelitian ini dibedakan oleh usia, asal fakultas, dan tahun
masuk

Background: Despite advances in treatment and development of health technologies
related to HIV, People Living With HIV/AIDS (PLWHA) still experience stigma and
discrimination from family, community and health professionals. The presence of stigma
from health professionals would restrain PLWHA to gain access to treatment and
influence their quality of life. Study showed that positive attitude towards PLWHA in
medical students could be gained by improving knowledge and increasing clinical
exposure. A study on stigma towards PLWHA in health sciences students in Indonesia is
lacking. This study aims to know the stigma towards PLWHA in students in Faculties of
Medicine, Dentistry and Nursing of Universitas Indonesia.
Methods: A descriptive cross-sectional study was conduct on 1400 healthcare students using an adapted questionnaire that had been used in previous study. Results: In general, students have high score in personal/culture beliefs on HIV (68.1%), knowledge (60.7%), and clinical interaction with PLWHA (80.9%). Score of each domain is significantly differed by students' age, year of university entry and faculty. The
differences in total score of the questionnaire are significantly differed by level of stigma
in personal/culture beliefs on HIV, knowledge, and clinical interaction with PLWHA.
Conclusion: This study shows that the majority students had low stigma towards
PLWHA, although there were still some students with stigma. The stigma towards
PLWHA differed by students' age, year of university entry and faculty.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta Anissa Noviana
"ABSTRAK
Tujuan: Mengetahui pengetahuan, sikap, dan tindakan tenaga pendukung praktik
kedokteran gigi terhadap prosedur kontrol infeksi di Rumah Sakit Khusus Gigi
dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (RSKGM FKG UI).
Metode: Penelitian deskriptif potong lintang dilakukan kepada 30 responden;
petugas administrasi, perawat gigi, dan petugas kebersihan di RSKGM FKG UI
dengan cara mengisi kuesioner. Hasil: Terkait pengetahuan, rata-rata responden
memberikan 43% jawaban benar, terkait sikap rata-rata responden memberikan
97% jawaban setuju dan terkait tindakan rata rata responden memberikan 55%
jawaban melakukan tindakan kontrol infeksi. Kesimpulan: Pengetahuan kontrol
infeksi responden tergolong buruk, sikapnya tergolong positif, namun tindakannya
tergolong buruk.

ABSTRACT
Objective: To determine the level of knowledge, attitude, and practice of dental
practice supporting personnel towards the infection control procedures in Rumah
Sakit Khusus Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
(RSKGM FKG UI) Methods: A cross-sectional descriptive study using a
questionnaire conducted on 30 respondents; administrative staff, dental nurses,
and cleaning service staff in RSKGM FKG UI Results: Related to knowledge an
average respondents giving 43% correct answers, related to attitude an average
respondents giving 97% agree statements and related to practice an average
respondents provide 55% answers about performing infection control procedures.
Conclusion: The knowledge of dental practice supporting personnel is poor, the
attitude are positive, but the practice are classified as poor."
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dovian Emely Suteja
"Tongue coating merupakan lapisan pada dorsum lidah yang berpotensi menjadi fokus infeksi dan sering ditemukan pada lansia karena berbagai faktor. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat kebersihan mulut dengan tongue coating pada lansia mandiri di Kota Depok serta hubungannya dengan faktor-faktor sosiodemografi. Metode: Penelitian potong lintang dilakukan pada lansia mandiri di Kota Depok, Jawa Barat. Tingkat kebersihan mulut diukur menggunakan Simplified Oral Hygiene Index OHI-S . Keberadaan tongue coating dinilai secara visual. Data faktor-faktor sosiodemografi diperoleh dari pengisian kuesioner Hasil: Penelitian melibatkan 89 subjek dengan rentang usia 60-90 tahun. Rata-rata OHI-S ialah 2,94 1,02. Tingkat kebersihan mulut buruk ditemukan pada 41 48,3 subjek. Prevalensi tongue coating ialah 31,5 . Hasil analisis menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat kebersihan mulut dan tongue coating pada lansia p>0,05 . Faktor-faktor sosiodemografi tidak berhubungan secara signifikan baik terhadap tingkat kebersihan mulut maupun tongue coating p>0,05 . Kesimpulan: Mayoritas subjek lansia mandiri memiliki tingkat kebersihan mulut yang buruk dan tidak mengalami tongue coating. Tingkat kebersihan mulut tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan tongue coating. Faktor-faktor sosiodemografi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap hubungan keduanya.

Introduction Tongue coating is a layer on the dorsum of tongue that could potentially become a focus of infection and often found in elderly due to various factors. Objectives This study aims to determine the relationship between oral hygiene status and tongue coating among independent elderly in Depok and their relationship with sociodemographic factors. Methods A cross sectional study was conducted on 89 subjects in Depok, West Java. The oral hygiene status was measured using Simplified Oral Hygiene Index OHI S . The presence of tongue coating was assessed visually. Sociodemographic factors data are obtained from questionnaires. Results The study included 89 independent elderly subjects, ranging from 60 to 90 of age. The mean OHI S score is 2.94 1.02. Poor oral hygiene was found in 41 48.3 subjects. The prevalence of tongue coating was 31.5 . No statistically significant association was found between the oral hygiene status and tongue coating among elderly p 0.05 . Sociodemographic factors were not significantly associated with oral hygiene and tongue coating. p 0.05 . Conclusion Most independent elderly subjects have poor oral hygiene and no tongue coating. Oral hygiene is not significantly associated with tongue coating. Sociodemographic factors do not significantly affect the association between both of them.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>