Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 28 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fadhilah Nur Amalina
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang: Gangguan sendi temporomandibula dapat memengaruhi kualitas tidur. Penelitian mengenai hubungan gangguan sendi temporomandibula dan kualitas tidur pada perawat umum di rumah sakit dengan menggunakan kuesioner ID-TMD dan PSQI belum pernah dilakukan di Indonesia. Tujuan: Menganalisis hubungan gangguan sendi temporomandibula dengan kualitas tidur, stres kerja, dan faktor sosiodemografis jenis kelamin, usia, status sosial ekonomi, tingkat pendidikan, dan status pernikahan pada perawat umum di rumah sakit swasta tipe C. Menganalisis hubungan kualitas tidur dengan stres kerja dan faktor sosiodemografis jenis kelamin, usia, status sosial ekonomi, tingkat pendidikan, dan status pernikahan pada perawat umum di rumah sakit swasta tipe C. Metode: Penelitian menggunakan desain cross sectional pada 92 subjek perawat di rumah sakit Hasanah Graha Afiah. Subjek mengisi tiga buah kuesioner yaitu; ID-TMD untuk mengukur gangguan sendi temporomandibula, PSQI versi bahasa Indonesia untuk mengukur kualitas tidur, dan ENSS versi bahasa Indonesia untuk mengukur stres kerja. Hasil Penelitian: Uji chi-square menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna p=0.02 antara gangguan sendi temporomandibula dengan kualitas tidur pada perawat umum di rumah sakit swasta tipe C. Uji Mann-Whitney dan Independen T-test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna yang signifikan p>0.05 antara gangguan sendi temporomandibula dengan stres kerja pada perawat umum di rumah sakit swasta tipe C. Uji chi-square menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna p>0.05 antara gangguan sendi temporomandibula dengan faktor sosiodemografi jenis kelamin, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi, status pernikahan pada perawat umum di rumah sakit swasta tipe C. Uji Indepeden T-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna p=0.035 antara kualitas tidur dengan komponen ENSS masalah dengan pasien dan keluarganya pada perawat umum di rumah sakit swasta tipe C. Uji chi-square menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna p>0.05 antara kualitas tidur dengan faktor sosiodemografi jenis kelamin, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi, status pernikahan pada perawat umum di rumah sakit swasta tipe C. Kesimpulan: Terdapat hubungan antara gangguan sendi temporomandibula dengan kualitas tidur pada perawat umum di rumah sakit swasta tipe C. "
" "ABSTRACT
" Backgroud Temporomandibular disorder can affect quality of sleep. The study analyzing the association between temporomandibular disorder and quality of sleep on nurses in type C private hospital using ID TMD and PSQI Indonesian version questionnaire has never been conducted in Indonesia. Objectives Analyzing the relationship between temporomandibular disorder with quality of sleep, work stress, and sociodemographic factors gender, age, sosial economic status, education level, and marital status on nurses in type C private hospital. Analyzing the relationship between quality of sleep with work stress and sociodemographic factors gender, age, sosial economic status, education level, and marital status on nurses in type C private hospital. Methods This cross sectional study assessed the data of 92 nurses in Hasanah Graha Afiah Hospital. Three questionnaires were given to each hospital nurse. The ID TMD questionnaire was used to evaluate temporomandibular disorder, the PSQI Indonesian version was used to evaluate quality of sleep, and the ENSS Indonesian version was used to evaluate work stress. Results Chi square test showed significant differences p 0.02 between temporomandibular disorder and quality of sleep on nurses in type C private hospital. Mann Whitney and Independent T test showed that there are no significant differences p 0.05 between temporomandibular disorder and work stress on nurses in type C private hospital. Chi square test showed that there are no significant differences p 0.05 between temporomandibular disorder and sociodemographic factors gender, age, sosial economic status, education level, and marital status on nurses in type C private hospital. Independent T test showed significant differences p 0.035 between quality of sleep and one of the ENSS component patients and their families on nurses in type C private hospital. Chi square test showed that there are no significant differences p 0.05 between quality of sleep and sociodemographic factors gender, age, sosial economic status, education level, and marital status on nurses in type C private hospital. Conclusion Temporomandibular disorder was associated with quality of sleep on nurses in type C private hospital.
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Maura Saputra
Abstrak :
Telah diketahui bahwa stres merupakan salah satu faktor risiko terjadinya Temporomandilbular Disorders (TMD). Namun selama ini belum ada studi pada individu dengan stres kerja tinggi (misalnya akuntan). Tujuan: Penelitian bertujuan untuk menentukan ada atau tidaknya hubungan antara intensitas dan frekuensi stres kerja dengan terjadinya TMD pada usia produktif. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode potong lintang yang dilakukan pada 116 akuntan berusia 21-50 tahun di Jakarta. Subjek diminta mengisi dua jenis kuesioneir, yang pertama adalah Kuesioner Job Stress Survey (JSS) untuk mendiagnosis tingkat intensitas dan frekuensi stres kerja, yang kedua adalah Indeks Diagnostik TMD untuk mendiagnosis TMD. Kemudian dilakukan tabulasi silang antara tingkat intensitas dan tingkat frekuensi stres kerja dengan terjadinya TMD. Hasil penelitian: Hasil uji Fisher’s Exact menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara intensitas stres kerja dengan terjadinya TMD pada usia produktif (p = 0,003). Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara frekuensi stres kerja dengan terjadinya TMD pada usia produktif (p = 0,032). Kesimpulan: Terdapat hubungan antara intensitas stres kerja dan frekuensi stres kerja dengan terjadinya TMD pada usia produktif. ...... It is known that stress is one of the risk factor for Temporomandibular Disorders (TMD). But study on person with high level of job stress (for example accountants) has not been done. Objectives: The aim of this study was to know the relationship between intensity and frequency of job stress and the occurrence of TMD in productive age. Methods: A cross sectional study was performed towards 116 accountants aged 21-50 in Jakarta. The subjects were asked to fill two kinds of questionnaire, the first was Job Stress Survey questionnaire (JSS) to examine the intensity and frequency level of job stress, the other was TMD Diagnostic Index to assess the TMD. A cross tabulation was done between the intensity level and also the frequency level of job stress and the TMD occurrence. Results: Fisher’s Exact test result showed that there was relationship between intensity of job stress and the occurrence of TMD in productive age (p = 0,003). Chi square test result showed that there was relationship between frequency of job stress and the occurrence of TMD in productive age (p = 0,032). Conclusion: There is relationship between intensity and frequency of job stress and the occurrence of TMD in productive age.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indriati
Abstrak :
Latar Belakang: Kasus kehilangan gigi banyak terjadi di Indonesia dan kesadaran masyarakat Indonesia untuk mengganti dengan segera masih kurang. Kondisi kehilangan gigi tersebut juga dipengaruhi oleh hormon seksual. Hormon esterogen berfungsi untuk menjaga osteointegrasi, sedangkan hormon testosteron berfungsi untuk menjaga densitas tulang. Di samping itu kurva oklusal, terutama dari bidang sagital seringkali digunakan sebagai acuan untuk perawatan di bidang prostodonsia dan ortodonsia. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk melihat korelasi jenis kelamin dengan perubahan lengkung oklusal berdasarkan ekstrusi gigi antagonis pada kasus kehilangan satu gigi posterior. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik potong lintang. Sampel penelitian ini berupa model studi yang diambil dari pasien RSGMP FKG UI, dimana kondisi pasien saat dicetak berumur 20-40 tahun dengan kehilangan satu gigi posterior yang memiliki gigi antagonis. Sampel penelitian ini adalah 40 buah dengan 20 buah kasus perempuan dan 20 buah kasus laki-laki. Kemudian, studi model di fotokopi dan dilakukan pengukuran dengan acuan berupa bidang oklusal pada rahang atas dan curve of Spee pada rahang bawah. Hasil: Usia rata-rata dari sampel adalah 28,45 tahun (laki-laki 31,15 tahun; perempuan 25,75 tahun) dan lama kehilangan ratarata adalah 4,35 tahun (laki-laki 3,825 tahun; perempuan 4,875 tahun). Rata-rata ekstrusi gigi antagonis pada 20 kasus laki-laki adalah 2,707 mm dan pada 20 kasus perempuan adalah 2,444 mm. Dari hasil analisis bivariat dengan menggunakan chi-square didapat nilai p adalah 0,185 (p>0,05). Kesimpulan: Tidak terdapat korelasi antara jenis kelamin dengan perubahan lengkung oklusal berdasarkan ekstrusi gigi antagonis pada kasus kehlangan satu gigi posterior.
Background: Many cases of loss teeth in Indonesia and Indonesian people awareness to immediately change it are low. The condition of loss teeth is depending on sexual hormone. Estrogen is useful to keep the osteointegration, while testosterone is useful to keep the bone density. Occlusal curve, especially from sagital plane often use as a reference in a both prosthodontics and orthodontics treatment. Objective: The purpose of this research is to see the correlation between gender and the change of occlusal curve based on the value of extrusion antagonist tooth in loss a posterior tooth. Method: This research is a cross sectional analytic research. Sample, in this research is a study model of the patient from RSGMP FKG UI. When the dentist made the duplication of the patient?s mouth, the patient age is 20-40 years old and the patient loss one of their teeth that has antagonist teeth. The number of sample in this research is 40 cases those 20 cases from women?s patients and 20 cases from men?s patients. Than, copy the study models with the photocopy machine and measuring the extrusion of the antagonists teeth. These measurements use an occlusal plane (maxilla) and curve of Spee (mandible) as a reference. Result: Mean of the age is 28,45 years old ( men are 31,15 years old and women are 25,75 years old). Mean of duration of loss teeth is 4,35 years (men is 3.825 years and women is 4.875 years). Mean of extrusion of antagonist teeth in 20 men?s cases is 2,707 mm and in 20 women?s cases is 2,444 mm. The result of bivariat analysis (chi square) is p=0,185. Conclusion: Gender has no correlation with changing of occlusion curve in loss of posterior tooth.
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Vani Natasha
Abstrak :
Latar Belakang: Kesadaran masyarakat dalam mengganti kehilangan gigi posterior masih berada dalam angka yang rendah. Padahal, banyak studi menyatakan kehilangan gigi yang tidak diganti akan menyebabkan perubahan lengkung oklusal karena pergerakan patologis geligi sisa terutama dalam bidang vertikal. Pergerakan vertikal tersebut dipengaruhi berbagai hal, antara lain usia pasien. Akibat perubahan lengkung oklusal antara lain mastikasi menjadi tidak efisien serta akan mempersulit rencana perawatan dan prognosis pembuatan protesa. Tujuan: Mengetahui korelasi usia dengan perubahan lengkung oklusal berdasarkan ekstrusi gigi pada kehilangan gigi posterior yang tidak diganti. Metode: Penelitian deskriptif dengan pendekatan potong lintang pada studi model dan kartu status pasien RSGMP FKG UI tahun 2006-2008. Metode pemilihan sampel penelitian adalah purposive sampling dan didapatkan sebanyak 64 sampel penelitian. Analisis statistik secara univariat berupa distribusi frekuensi dari variabel usia, nilai ekstrusi gigi, serta uji bivariat menggunakan korelasi Pearson. Hasil: Didapatkan 64 sampel penelitian yang melengkapi kiteria inklusi. Usia sampel penelitian berkisar 20-58 tahun (usia rata-rata 38.53, SD ± 11.952). Hasil uji statistik korelasi Pearson menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna (p<0,01) dengan nilai korelasi Pearson (-0.402) dimana kekuatan korelasi adalah sedang dan berbanding terbalik antara usia pasien dengan perubahan lengkung oklusal berdasarkan ekstrusi gigi antagonis. Kesimpulan: Usia memilki hubungan bermakna dengan kedalaman lengkung oklusal dari bidang sagital berdasarkan besar ekstrusi pada kasus kehilangan gigi posterior yang tidak segera diganti.
Background: The awareness of replacing missing posterior teeth is still very low within the public even though research have shown that unreplaced missing tooth will likely alter the occlusal curve caused by pathological movement of antagonist totth, mainly on the vertical plane. The vertical movement is influenced by many factors, including patient?s age. Altered occlusal curve will reduce the efficienct of masticatory process as well as increasing the complexities of prognosis of protheses production and treatment planning. Aim: to study the correlation between aging on occlusal curve alteration as a result of unreplaced missing posterior tooth. Method: Descriptive studies using cross-sectional study method based on 2006-2008 data of dental cast and dental record of RSGMP FKG UI patients. Purposive sampling will be the method used and 64 samples will be used. Statistical analusis approach used was univariate statistics using frequency distribution of age, and dental extrusion measurement. Bivariate statistic test based on pearson correlation was also used to test the correlation between the two variables. Conclussion: All sixty four samples used met both inclusive and exclusive criteria. The samples age ranged from 20-58 years old, with a mean of 38.53 and standart deviation of 11.952. The Pearson correlation statistical test indicated a medium correlation and a inversed proportion relationship between age and occlusal curve alteration caused by antagonist tooth extrusion.
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tiarma Talenta Theresia
Abstrak :
Latar Belakang: Angka kesakitan gigi di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun sebagai akibat belum memadainya kualitas pelayanan kesehatan gigi. Hal ini dapat dilihat dengan masih tingginya angka pencabutan gigi. Saat ini rasio penambalan dan pencabutan gigi sebesar satu berbanding tujuh. Dengan demikian, masalah kesehatan gigi paling menonjol adalah kehilangan gigi akibat karies dan penyakit periodontal. Keputusan untuk ekstraksi gigi merupakan bagian dari rencana perawatan. Keputusan ini dibuat setelah mempertimbangkan keuntungan dan kerugian mempertahankan gigi yang telah rusak. Kehilangan satu gigi posterior menyebabkan keadaan hipofungsi gigi antagonis yaitu keadaan tidak berfungsinya gigi untuk mastikasi. Dengan kata lain, kehilangan satu gigi menyebabkan kehilangan dua gigi, kehilangan dua gigi menyebabkan kehilangan empat gigi dan demikian seterusnya. Konsep ini disebut losing teeth ?two-forone?. Gigi yang tidak memiliki antagonis cenderung akan bergerak dari posisi normalnya ke arah vertikal atau disebut ekstrusi yang pada akhirnya menyebabkan perubahan lengkung oklusal. Tujuan: Mengetahui korelasi antara jumlah kehilangan gigi posterior dengan perubahan lengkung oklusal berdasarkan nilai ekstrusi gigi antagonis. Metode: Penelitian analitik dengan pendekatan potong lintang (cross-sectional study). Sampel penelitian berupa model studi dan kartu status pasien. Pengukuran ekstrusi untuk rahang atas mengikuti pedoman penyusunan gigi posterior sedangkan untuk rahang bawah mengikuti pengukuran kedalaman Curve of Spee. Hasil: Didapatkan 57 kasus. Usia berkisar 30-50 tahun. Hasil uji statistik chi-square menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna (p>0,05) antara jumlah kehilangan gigi posterior dengan perubahan lengkung oklusal berdasarkan nilai ekstrusi gigi antagonis. Kesimpulan: Jumlah kehilangan gigi posterior tidak berhubungan dengan perubahan lengkung oklusal berdasarkan nilai ekstrusi gigi antagonis.
Background: Dental illness rate in Indonesia tends to increase every year due to the insufficient of dental health service?s quality. It can be seen through the high level of tooth extraction rate. At the moment, the ratio of restoration and extraction of tooth is 1:7. Therefore, the biggest dental issue is loss of tooth due to caries and periodontal disease. The decision to remove tooth is a part of the treatment-planning process and is made after assessing the advantages and disadvantages associated with retention of the tooth. Losing one posterior tooth can result a hypo function condition of the antagonist tooth which is a condition that makes the ntagonist tooth useless because it no longer has a tooth to chew against. Therefore, losing one tooth can result in the loss of the use of two, losing two teeth can result in the loss of the use of four and so on. This concept is called losing teeth "two-for-one". The unopposed tooth has a tendency to move from its normal position in vertical direction or it can be called extrusion and in the end causes the changing of occlusion curve. Aim: To study the cross-sectional relationship between number of the tooth loss and changing of occlusion curve based on the value of extrusion of antagonist tooth. Method: This study is an analytical study using the cross-sectional study method. Research?s samples are model study and dental record. The measurement of extrusion for maxilla was following the rule of posterior teeth arrangement and for mandible was using measurement for the depth of Curve of Spee. Results: Of the total samples, 57 cases were useful for analysis. Age range between 30 and 50 years. There was no significant correlation (p>0,05) between cross-sectional measurements of number of tooth loss and changing of occlusion curve based on the value of extrusion of antagonist tooth. Conclusion: Number of tooth loss has no correlation with changing of occlusion curve based on the value of extrusion of antagonist tooth.
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nandya Wintasari
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Inklinasi eminensia artikularis merupakan struktur yang paling cepat mengalami degenerasi akibat beban oklusi yang berat. Perbedaan inklinasi eminensia artikularis kanan dan kiri lebih banyak ditemui pada individu dengan Temporomandibular disorders TMD . Jenis kelamin, usia, oklusi, kehilangan gigi dan sleep bruxism juga dapat mempengaruhi perbedaan inklinasi eminensia artikularis. Sehingga, perlu diteliti hubungan antara diagnosis TMD, jenis kelamin, usia, oklusi, kehilangan gigi dan sleep bruxism dengan perbedaan inklinasi eminensia artikularis kanan dan kiri.Tujuan: Menganalisis hubungan antara diagnosis TMD dengan perbedaan inklinasi eminensia artikularis kanan dan kiri.Metode: Desain penelitian potong lintang dengan penegakan diagnosis melalui pemeriksaan DC-TMD, serta foto radiograf transkranial pada 70 subjek 14 pria, 56 wanita , usia 20 tahun ke atas. Uji One-way ANOVA digunakan untuk menganalisis hubungan diagnosis TMD dengan perbedaan inklinasi eminensia kanan dan kiri. Uji t tidak berpasangan digunakan untuk menganalisis pengaruh jenis kelamin, usia, oklusi, kehilangan gigi dan sleep bruxism terhadap perbedaan inklinasi eminensia artikularis kanan dan kiri. Uji chi-square digunakan untuk menganalisis hubungan antara jenis kelamin, usia, kondisi oklusi, kehilangan gigi dan kebiasaan sleep bruxism terhadap diagnosis TMD. Uji multivariat regresi logistik digunakan untuk menentukan faktor yang berpengaruh terhadap perbedaan inklinasi eminensia kanan dan kiri.Hasil: Terdapat hubungan antara diagnosis TMD dengan perbedaan inklinasi eminensia artikularis kanan dan kiri p=0,001 . Dengan hasil post hoc bermakna pada kelompok gangguan sendi p=0,042 dan gangguan kombinasi p=0,000 . Jenis kelamin dan usia mempengaruhi diagnosis TMD p=0,009 dan p=0,029 . Uji multivariat menunjukkan bahwa variabel diagnosis TMD merupakan variabel yang paling berpengaruh dengan perbedaan inklinasi eminensia artikularis kanan dan kiri.Kesimpulan: Terdapat hubungan antara diagnosis TMD dengan perbedaan inklinasi eminensia artikularis kanan dan kiri. Diagnosis TMD dengan gangguan intra artikular dan otot mempunyai risiko terjadinya perbedaan inklinasi eminensia artikularis kanan dan kiri sebesar 9,75 kali dibandingkan TMD dengan gangguan otot.Kata kunci: perbedaan eminensia artikularis, inklinasi, TMD, transkranial
ABSTRACT
Background Articular eminence is the most rapidly degenerating structure due to heavy occlusion loads. Asymmetrical articular eminence is more common in individuals with Temporomandibular disorders TMD . It is also associated with gender, age, occlusion, missing tooth teeth and sleep bruxism. Therefore, further research is required to analyze the relationship between TMD diagnoses, gender, age, occlusion, missing tooth teeth and sleep bruxism with asymmetrical articular eminence.Objective To analyze the association between TMD diagnoses and asymmetrical articular eminence.Method This research implemented a cross sectional study in diagnosis process using DC TMD protocol and transcranial radiographs of 70 subjects 14 male, 56 female aged 20 years and older. One way ANOVA was used to determine the association between TMD diagnoses to asymmetrical articular eminence. Independent t test was used to determine the association between gender, age, occlusion, missing tooth teeth and sleep bruxism to asymmetrical articular eminence. Chi square test was used to determine the influence of gender, age, occlusion, missing tooth teeth and sleep bruxism in association to TMD diagnoses. Logistic regression multivariate test was used to determine which factors are the most influential to asymmetrical articular eminence.Result TMD diagnoses had a significant association with asymmetrical articular eminence p 0,001 . Post hoc result showed significant values in intra articular disorder p 0,042 , and combination disorder p 0,000 . Gender and age were associated with TMD diagnoses p 0,009 and p 0,029 . Based on multivariate test, TMD diagnoses was the most influential factor to asymmetrical articular eminence, with OR value of 9,75 for intraarticular disorder and OR value of 4,13 for muscle disorder.Conclusion TMD diagnoses were significantly associated with asymmetrical articular eminence. TMD with intraarticular and muscle disorder is 9,75 times more likely to cause asymmetrical articular eminence compared to TMD with muscle disorder. Keywords asymmetrical articular eminence, inclination, TMD, transcranial
Depok: 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferdinand Diandra Yos Sudarma
Abstrak :
Tujuan: Kajian sistematis ini bertujuan mengidentifikasi dan menyelidiki dampak psikologis, seperti stres, kecemasan, dan depresi akibat pandemi COVID-19 sebagai etiologi temporomandibular disorder (TMD). Metode: Protokol penelusuran literatur dalam kajian sistematik ini berdasarkan tahapan Preferred Reporting Items for Systematic Review and Meta-Analyses (PRISMA). Pencarian literatur dilakukan pada empat basis data daring yaitu Pubmed, Scopus, EBSCO, dan ProQuest dengan membatasi literatur dalam bahasa Inggris dan dipublikasikan dalam rentang waktu tahun 2020 hingga 2022 sejak pandemi COVID-19 terjadi. Kriteria inklusi lain yang ditetapkan adalah subjek dengan TMD, dampak psikologis pandemi COVID-19 sebagai etiologi TMD dan studi observasional. Penilaian risiko bias menggunakan borang Joanna Briggs Institute Critical Appraisal. Hasil: Dari penelusuran didapatkan 421 literatur dan setelah proses seleksi terdapat 13 literatur yang termasuk dalam kriteria inklusi. Kondisi TMD pasien didiagnosa menggunakan kuesioner DC/TMD dan variasinya. Pada subjek dengan TMD dilakukan pengukuran terhadap keadaan psikologis dan dampak dari pandemi COVID-19. Hasil pemeriksaan keadaan psikologis pada 13 literatur ini menunjukkan adanya peningkatan stres, depresi, dan kecemasan pada subjek dengan TMD yang merupakan dampak dari pandemi COVID-19. Hal ini disebabkan karena adanya peristiwa lockdown, kehilangan pekerjaan, keterbatasan interaksi sosial, dan ketakutan pada pandemi COVID-19. Dampak pandemi COVID-19 menyebabkan peningkatan tekanan emosional dan kebiasaan parafungsi. Hal ini memperburuk kondisi fisiologis pada sistem stomatognatik dan mengakibatkan terjadinya TMD. Kesimpulan: Interaksi dampak pandemi COVID-19 dengan faktor psikologi dapat berperan sebagai etiologi TMD. Stres, depresi, dan kecemasan berkelanjutan akibat pandemi COVID-19 dapat menyebabkan peningkatan tekanan psikologis dan emosional, serta kebiasaan parafungsi seperti bruxism dan mengakibatkan TMD. Penilaian faktor psikologi yang menyeluruh pada pasien TMD dapat menjadi kunci dalam keberhasilan perawatan pasien TMD terutama pada masa pandemi COVID-19. ......Objectives: The aim of this systematic review was to identify and investigate the impact of the COVID-19 pandemic in relation to psychological factors such as stress, anxiety, and depression as etiologies of temporomandibular disorder (TMD). Methods: The literature search protocol in this systematic review was based on the Preferred Reporting Items for Systematic Review and Meta-Analyses (PRISMA). The literature search was conducted on four online databases: Pubmed, Scopus, EBSCO, and ProQuest by limiting only literature in English and published in the period from 2020 to 2022 since the COVID-19 pandemic occurred. The inclusion criteria were the subject with TMD; the impact of the COVID-19 pandemic as an etiology of TMD; observational studies. The bias risk was assessed using the Joanna Briggs Institute Critical Appraisal form. Results: 421 literatures were obtained in the initial search and after the selection process there were 13 literatures included in this systematic review. The patient's TMD condition was diagnosed using the DC/TMD questionnaire and its variations. Psychological measurements and the impact of the COVID-19 pandemic were carried out for the subjects with TMD. The results of examining the psychological state of the 13 literatures show an increase in stress, depression, and anxiety in subjects with TMD which is the impact of the COVID-19 pandemic. This condition is due to lockdown events, loss of jobs, restrictions on social interaction, and fear of the COVID-19 pandemic. The impact of the COVID-19 pandemic causes an increase in emotional stress,and parafunctional habits. These impacts can cause physiological decline in the stomatognathic system and results in TMD. Conclusions: The interaction between the impact of the COVID-19 pandemic and psychological factors can act as an etiology for TMD. Continued stress, depression and anxiety due to the COVID-19 pandemic can lead to increased psychological and emotional distress, as well as parafunctional habits such as bruxism and lead to TMD. A thorough assessment of psychological factors in TMD patients can be key to the successful treatment of TMD patients, especially during the COVID-19 pandemic.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Univeritas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lieando Chandra
Abstrak :
Latar belakang: Gigi tiruan dukungan implan, salah satu perawatan kehilangan gigi terbaik, diterima luas di seluruh dunia. Namun, penggunaannya di Indonesia masih relatif rendah. Studi terkait kesadaran (awareness), pengetahuan (knowledge), dan sikap (attitude) terhadap implan gigi telah banyak dilakukan di negara lain, tetapi belum pernah dilakukan di Indonesia. Tujuan: Mengembangkan kuesioner kesadaran, pengetahuan, dan sikap pasien terhadap implan gigi yang valid dan reliabel. Metode: Penelitian kualitatif melalui studi literatur pada 9 studi, wawancara semi-struktur 8 pakar implan dan 10 subjek kehilangan gigi, focus group discussion, dan uji-coba kuesioner. Penelitian kuantitatif pada 227 subjek untuk pengujian validitas dan reliabilitas kuesioner. Hasil: Kuesioner final 28 item (domain kesadaran, pengetahuan, dan sikap) berhasil dikembangkan dengan validitas isi (content validity) dan validitas muka (face validity) terpenuhi. Analisis faktor dapat dilakukan pada ketiga domain berdasarkan hasil Uji Kaiser-Meyer Olkin (KMO) dan Uji Bartlett (0,680;P<0,05| 0,922;P<0,05| 0,849;P<0,05). Uji validitas konvergen dan uji konsistensi internal Cronbach’s alpha menghasilkan nilai baik pada domain kesadaran (r=0,736; P<0,05; α=0,848), domain pengetahuan (r=0,616; P<0,05; α=0,922), dan domain sikap (r=0,658; P<0,05; α=0,794). Kesimpulan: Kuesioner kesadaran, pengetahuan, dan sikap pasien terhadap perawatan dengan implan gigi teruji valid dan reliabel untuk mengevaluasi kesadaran, pengetahuan, dan sikap pasien terhadap perawatan dengan implan gigi di Indonesia. ......Background: Implant-supported prosthesis, one of the best treatment for tooth loss, are widely accepted worldwide. However, its utilization is still relatively low in Indonesia. Studies related to awareness, knowledge, and attitude towards dental implants have been conducted in many other countries, but there has been no study in Indonesia. Objective: To develop a valid and reliable questionnaire on patient awareness, knowledge and attitudes towards dental implants. Methods: Qualitative study was done through literature review on 9 studies, semi-structured interviews with 8 implant experts and 10 tooth loss subjects, focus group discussion, and pre-testing. Quantitative study on 227 subjects for validity and reliability test. Results: The final questionnaire of 28 items (awareness, knowledge, and attitude domains) was successfully developed with achieved content validity and face validity. Factor analysis can be performed on all three domains based on the results of the Kaiser-Meyer-Olkin Test (KMO) and Bartlett Test (0.680;P<0.05| 0.922;P<0.05| 0.849;P<0.05). The convergent validity and Cronbach's alpha internal consistency were high in awareness domain (r=0.736; P<0.05; α=0.848), knowledge domain (r=0.616; P<0.05; α=0.922), and attitude domain (r=0.658; P<0.05; α=0.794). Conclusion: The questionnaire developed was valid and reliable to evaluate patient awareness, knowledge, and attitudes towards dental implant treatment in Indonesia.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Anandytha Putri
Abstrak :
ABSTRAK Latar Belakang: Permenristek Dikti RI No. 44 tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT) mengatur perhitungan satuan kredit semester (sks) sebagai acuan untuk perubahan kurikulum pada angkatan 2017. Revisi kurikulum yang digunakan angkatan 2017 menyebabkan jam tatap muka dan jumlah mata kuliah yang lebih padat dibandingkan angkatan 2016 walaupun memiliki beban sks yang sama. Banyaknya materi yang harus dipelajari, dapat menyebabkan tekanan pada mahasiswa sehingga berdampak kurangnya performa saat belajar dan berujung menjadi stres yang nantinya akan berpengaruh terhadap program studi yang sedang dijalaninya. Tujuan: Mengetahui distribusi stres dan menganalisis perbedaan tingkat stres pada mahasiswa angkatan 2016 dan 2017. Metode: Desain pada penelitian ini adalah potong lintang. Penelitian ini menggunakan data primer yang didapat dari kuesioner Dental Environment Stress (DES) modifikasi yang berisi 4 domain dengan total 30 pertanyaan. Tingkatan stres didapat dari jumlah skor maksimum tiap domain dibagi menjadi 4 tingkatan stres. Total skor pada domain tempat tinggal sebanyak 16, domain faktor pribadi sebanyak 52, domain lingkungan pendidikan sebanyak 20, domain kegiatan akademik sebanyak 32, dan total skor keseluruhan 120. Pada domain faktor pribadi digunakan uji statistik Pearson Chi-Square dan pada domain tempat tinggal, domain lingkungan pendidikan, domain kegiatan akademik, dan total keseluruhan menggunakan uji statistik Pearson Chi-Square yang dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney. Hasil: Distribusi frekuensi data tingkat stres pada angkatan 2016 dan 2017 didapatkan hasil tertinggi pada kategori sedikit stress dari domain tempat tinggal, faktor pribadi dan lingkungan pendidikan, sedangkan pada domain kegiatan akademik hasil tertinggi pada kategori cukup stres (p-value > 0,05). Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan tingkat stres pada mahasiswa FKG UI program studi kedokteran gigi angkatan 2016 dengan kurikulum 2012 dan angkatan 2017 dengan kurikulum 2017.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifa Astari Gumay
Abstrak :
ABSTRACT
Latar belakang: Gangguan sendi temporomandibula dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Belum ada penelitian yang membahas hubungan gangguan sendi temporomandibula dan kualitas hidup khususnya dengan menggunakan indeks OHIP-TMD-ID dan ID-TMD di Indonesia. Tujuan: Menganalisis hubungan gangguan sendi temporomandibula dan kualitas hidup, hubungan gangguan sendi temporomandibula dan faktor sosiodemografi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan tingkat ekonomi , hubungan kualitas hidup dan faktor sosiodemografi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan tingkat ekonomi . Metode: Penelitian ini dilakukan dengan metode potong lintang pada 115 subjek berusia 20-40 tahun dari pasien Klinik Integrasi RSGM Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Dilakukan pencatatan data diri subjek dan wawancara untuk pengisian kuesioner ID-TMD dan OHIP-TMD-ID. Hasil penelitian: uji analisis Man-Whitney menunjukan perbedaan bermakna yang signifikan antara gangguan sendi temporomandibula dan kualitas hidup. Namun, tidak terdapat perbedaan bermakna yang signifikan antara kualitas hidup dan faktor sosiodemografi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi . Hasil uji analisis Chi Square menunjukan tidak perbedaan bermakna yang signifikan antara gangguan sendi temporomandibula dan faktor sosiodemografi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi . Kesimpulan: Penderita gangguan sendi temporomandibula mengalami penurunan kualitas hidup dari aspek nyeri orofacial.
ABSTRACT
Abstract Background Temporomandibular disorders may have an impact on quality of life. No studies have been done to analyze relationship between temporomandibular disorders and quality of life in particular by using OHIP TMD ID and ID TMD in Indonesia. Objectives To analyze the relationship between temporomandibular disorder and quality of life, temporomandibular disorder and sociodemographic factors age, gender, education level economic level , quality of life and sociodemographic factors age, gender, education level, economic level . Methods Cross sectional study was conducted on 115 subjects aged 20 40 years from patients at Integration Clinic of RSGM FKG UI. Subject rsquo s personal data were obtained and interview for ID TMD questionnare and OHIP TMD ID questionnare were conducted. Results Man Whitney test showed significant differences between temporomandibular disorders and quality of life. However, there are no significant differences between the quality of life and sociodemographic factors age, gender, education level, economic level . Chi Square test showed no significant differences between temporomandibular disorders and sociodemographic factors age, gender, education level, economic level . Conclusion Temporomandibular disorders patients suffered from impaired orofacial pain related quality of life. Keywords temporomandibular disorder, quality of life, OHIP TMD ID, ID TMD.
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>