Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Djokosusilo
Abstrak :
Anggaran merupakan salah satu instrumen penting dalam penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan, dalam usaha memenuhi kebutuhan masyarkat yang terus meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Masalah pokok penelitian ini adalah bagaimana hubungan antara tingkat kompleksitas lingkungan proyek (X1) dan tingkat ketat/longgarnya struktur pengambilan keputusan DIP 1989/90 (X2) sebagai variabel bebad, dengan pola penentuan anggaran (Y) sebagai variabel tergantung. Masalah tersebut timbul karena banyaknya faktor yang harus diperhitungkan dalam proses penentuan anggaran proyek, baik dari segi: teknis, administrative, makro, mikro, Sectoral, Departemental, Regional Nasional, Ekonomis, politik, sosial, budaya, dan keamanan. Setiap proyek mempunyai ciri-ciri kegiatan dan masalah lingkungan tertentu yang berbeda dengan proyek lainnya baik karena sifat kegiatan, volume, ruang lingkup, sebaran lokasi, teknologi yang dipergunakan dan lain-lainya. Di lain pihak setiap pejabat dalam mengembangkan alternative dan keputusannya terikat oleh struktur birokrasi yang ada, di samping keterbatasan kemampuan manusiawi serta sarana dan waktu yang telah ditetapkan untuk menyelesaikan tugasnya.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abel Dharma Setiawan
Abstrak :
ABSTRACT
Secara garis besar, penelitian yang dibahas dalam tulisan ini ditujukan untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi formulasi dan implementasi open door policy di China pada tahun 1978 dan Indonesia melalui kebijakan penanaman modal tahun 1967. Faktor-faktor tersebut kemudian dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu faktor ekonomi dan politik. Kedua faktor ini yang kemudian turut berdampak pada pembangunan politik dan ekonomi di kedua negara. Dengan menggunakan teori developmental state karya Chalmers Johnson dan konsep repressive developmental regime milik Herbert Feith, tulisan ini berusaha mengidentifikasi karakteristik pembangunan ekonomi dan politik yang berkembang di kedua negara. Dalam hal ini, realitas yang berkembang di China cenderung mengarah kepada communist developmental state. Hal itu didukung oleh sejumlah indikasi, seperti peningkatan produktivitas melalui pertumbuhan ekonomi di dalam kerangka sistem ekonomi pasar, berlakunya dual systems (perpaduan dua sistem dalam satu negara), serta adanya peran negara yang besar terhadap implementasi kebijakan strategis dalam pasar. Sedangkan, dalam menjelaskan realitas yang berkembang di Indonesia cenderung lebih bersifat repressive developmental regime. Hal itu diindikasikan melalui adanya model pemerintahan multi-level yang didominasi oleh kelompok militer, aliansi antara elite birokrasi dan kelompok teknokrat, kurang berperannya lembaga-lembaga demokrasi konvensional, serta dibatasinya kekuatan politik dalam masyarakat. Indikasi-indikasi tersebut yang kemudian akan dianalisis lebih lanjut dalam tulisan ini untuk kemudian dapat dilihat keterkaitannya dengan pembangunan politik dan ekonomi yang berlaku di kedua negara tersebut secara komprehensif.
ABSTRACT
Broadly speaking, the research discussed in this paper is intended to explain the factors that influence the formulation and implementation of open door policy in China in 1978 and Indonesia through the 1967 investment policy. These factors are then categorized into two types, namely factors economy and politics. These two factors later contributed to political and economic development in both countries. Using the developmental state theory by Chalmers Johnson and the Herbert Feith concept of the repressive developmental regime, this paper seeks to identify the characteristics of economic and political development that are developing in both countries. In this case, the developing reality in China tends to lead to the communist developmental state. This is supported by a number of indications, such as increased productivity through economic growth within the framework of the market economic system, the enactment of dual systems (a combination of two systems in one country), and the presence of a large role for the implementation of strategic policies in the market. Meanwhile, in explaining the developing reality in Indonesia, it tends to be more of a repressive developmental regime. This is indicated by the existence of a multi-level governance model dominated by military groups, an alliance between bureaucratic elites and technocrats, lacking the role of conventional democratic institutions, and limiting political power in society. These indications which will then be further analyzed in this paper can then be seen as related to the political and economic development that applies in both countries in a comprehensive manner.
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laode Ida
Abstrak :
Penelitian ini mendeskripsikan Gerakan Sosial Kelompok Nahdlatul Ulama (NU Progresif) yang dilakukan oleh para aktivis NU. Hasil analisis ditemukan bahwa kelompok NU yang progresif melakukan perubahan dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu kelompok transformis, kelompok radikal dan kelompok moderat. Kelompok transformis mencoba menekankan pada perubahan secara intemal dalam organisasi NU dengan memberikan pencerahan dan pemberdayaan di tingkat komunitas. Kelompok radikal memberikan prioritas pada perubahan sistem kenegaraan dengan membangun pemikiran kritis dan mengembangkan ideologi egaliter. Dan yang terakhir kelompok moclerat memfokuslcan gerakannya dengan mengembangkan perubahan sosial yang tidak didasari dengan basis ideologi.
This study describes social movements conducted by some individuals in NU known as the ?progressive group". Further analysis shows the existence of three types of progressive groups: the transformists, the radicals, and the moderates. The transformists try to emphasize internal change through enlightenment and empowerment of the community. The radicalists prioritize to change the state system by developing critical and egalitarian ideology. Finally, the moderates consists of social changes conducted by social groups with no ideological basis.
Depok: Universitas Indonesia, 2002
D817
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arie Setiabudi Soesilo
Abstrak :
Disertasi ini membahas proses masuknya Purnawirawan TNI ke dalam politik dan kinerjanya setelah berada di dalam arena politik. Penelitian ini menduga bahwa dengan berperannya Purnawirawan TNI dalam kegiatan politik akan memberikan karakteristik baru pada pola relasi sipil-militer di Indonesia. Dalam menjelaskan fenomena ini penelitian menggunakan pendekatan jaringan Actor-Network Theory (ANT). Pendekatan ANT berfokus pada relasi performatif antara aktor dengan actant baik human actant maupun non-human actant. Kedua actant ini bertindak sebagai mediators (pengambil alih tindakan aktor). Penelusuran pendekatan ANT berusaha menggali suatu peristiwa secara riil dan detail. Metode Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam, observasi, dan penggunaan data sekunder terkait. Hasil dan kesimpulan penelitian ini adalah, pertama, penelitian ini berfokus pada tiga aktor Purnawirawan TNI yang masuk ke ranah politik (informan kunci) dan relasinya dengan sekian banyak human actant (informan) dan non-human actant. Penelitian ini.setidaknya menelusuri enam (6) non-human actant yang menjadi mediators. Keenam non-human actant tersebut adalah: Partai Politik dan Kondisi Politik secara umum; Pembentukan Karakter TNI;Purnawirawan TNI sebagai Warga Sipil; Usia Pensiun, Orientasi Kekuasaan dan Kegiatan pasca Pensiun Purnawirawan TNI; Pengalaman Dwi Fungsi ABRI; dan Organisasi Purnawirawan TNI. Sebagian non-human actant ini menggambarkan temuan “motif idealis” yang melatarbelakangi Purnawirawan TNI masuk ke ranah politik. Selain itu, penelitian juga menemukan bahwa pada sebagian kecil Purnawirawan TNI berpolitik didasarkan pada “motif pragmatis”, seperti misalnya keinginan tetap berkuasa dan tujuan ekonomi. Tentang “motif pragmatis”, penelitian mengakui belum berhasil menggalinya secara lebih dalam, masih tergolong sebagai “background plasma” sebagaimana dikatakan oleh Pendekatan ANT. Penelitian juga menyimpulkan bahwa: 1) aktor Politisi Purnawirawan TNI yang berseberangan dengan rezim penguasa membentuk pilihan partai politik selain partai berkuasa; 2) pengelompokan Politisi Purnawirawan TNI mengikuti pola-pola tertentu; dan 3) terdapat beberapa bentuk partisipasi politik Politisi Purnawirawan TNI. Kedua, mengenai group formation relasi sipil-militer dan peran Politisi Purnawirawan TNI dalam konsolidasi demokrasi Indonesia, penelitianmenyimpulkan bahwa: 1) Politisi Purnawirawan TNI tidak dapat dikatakan mewakili kepentingan militer; 2) Politisi Purnawirawan TNI mampu menjadi jembatan komunikasi (connector) dan peredam konflik (arbitrator-mediator) Politisi Sipil dengan Militer; 3) komitmen Purnawirawan TNI pada konstitusi dan politik negara berperan positif dalam konsolidasi demokrasi. Ancaman konsolidasi demokrasi muncul justru dari lemahnya infrastruktur dan institusionalisasi demokrasi. Ketiga, mengenai sumbangsih Pendekatan ANT pada studi sosiologis relasi sipil-militer, menyimpulkan bahwa relasi sipil-militer dipandang sebagai agregasi dari relasi performatif berbagai aktor sehingga diperoleh gambaran riil & detail relasi sipil-militer. Berdasarkan cara pandang demikian, penelitian ini menyatakan bahwa karakteristik relasi sipil-militer di Indonesia is constantly made and remade, dapat terus berkembang. Pada saat penelitian ini dilakukan Politisi Purnawirawan TNI mampu menjadi jembatan komunikasi dan peredam konflik politisi sipil dengan militer. Keempat, modifikasi-kritik penelitian ini terhadap Pendekatan ANT adalah: penelitian ini memasukan non-human actant yang tidak terbatas hanya pada saat tindakan aktor diambil (critical moment), tidak sebatas kondisi “here and now ”, namun juga konteks kesejarahan/pengalaman (related past time) aktor (seperti Pembentukan Karakter TNI dan Pengalaman Dwi Fungsi ABRI), sebagaimana juga menjadi masukan Boyana Peric terhadap Pendekatan ANT. ......This dissertation examines the process of Retired Military (TNI) Personnels entering into practical politics and their performances after they are in the political arena. This research assumes that the role of Retired Military (TNI) Personnels in politics will provide new caracteristics in the pattern of civil-military relations in Indonesia. This phenomenon is explained by using the approach of Actor-Network Theory (ANT) which attempts to excavate an event with realness and detailness, based on the performative relations between actors (actant), human actant as well as non-human actant. The research methodology used is qualitative approach by excavating throughly the relational process between actors in the network. Data collection techniques used are interview, observation, and related secondary data source. The result and conclusion of the research are as the following. First, there are 6 (six) non-human actants becoming mediators (change-taker of the actor’s steps of Retired Military into Politics). These six non-human actants consist of Establishment of TNI Characters; Political Party and Political Condition in General; Retired Military Personnel as Civil Citizen; Dual Functions of ABRI; Pension Age, Power Orientation and Activity after Pension of Retired Military Personnel; and Organization of Retired Military Personnel. Beside those six non-human actants which describe finding factor or ideal motive causing retired military personnel entering into politics, this research discovers a few retired military personnel joining politics based on pragmatic motive or factor, as a desire for constant authority and economic purpose. About this pragmatic motive or factor, the researcher admits unsuccessfully deep excavation, still classifying as “background plasma” as stated in the ANT approach. Moreover, the result research indicates as follow: 1) Conflict between actor of retired military and authoritarian regime sets up the option of political party against the ruling party; 2) Classification of retired military personnel follows certain patterns; 3) There are various forms of political participation of retired military personnel. Second, group formation of civil-military relations and role of retired military personnel as politician in the consolidation of Indonesian democracy can be concluded as follow: retired military personnel as politician can not be stated to represent military interest; 2) Retired military personnel as politician has the capability to bridge the communication and to act as muting agent in political conflict between civil and military; 3) Commitment of retired military personnel to constitution and nation politics has positive role in democracy’s consolidation. The threat of democracy’s consolidation precisely emerges from the weakness of infrastructure and democracy institutionalization. Third, contribution of ANT Approach in sociological study of civil-military relations concludes as follow: 1) Civil-military relations are regarded as the aggregation of perfomative relations from various real actors so that it can provide real and detail description of civil-military relations. Based on that point of view, this research states that characteristics of civil-military relations is constantly made and remade. While conducting this research, retired military personnel as politician is able to bridge communication and to act as muting agent in political conflict between civil and military. Fourth, Review modification to ANT approach is that this research includes actant non-human not only in critical moment as restricted in here and now condition, but also the history/actor experience (the establishment of TNI characters and dual functions of ABRI) as responded from the review of Boyana Peric to the ANT approach.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitra Arsil
Abstrak :
Di Indonesia, dalam suasana yang demokratis, pemerintahan koalisi ditemui dalam semua sistem pemerintahan yang pernah berlaku. Realitas koalisi di Indonesia menunjukkan berbagai masalah baik dalam pembentukkannya maupun pengelolaannya, masalah yang dihadapi telah mengancam bahkan merusak stabilitas pemerintahan. Dalam pemerintahan yang dibentuk berdasar koalisi, potensi instabilitas memang lebih tinggi. Praktik penerapan koalisi di negara-negara bersistem parlementer di Eropa Barat menunjukkan bahwa stabilitas pemerintahan dijaga melalui aturan-aturan hukum yang memagari setiap tahapan pemerintahan. Proses politik yang terjadi dalam pembentukan dan mekanisme berlangsungnya koalisi sangat terpengaruh kepada aturan yang berlaku. Negara-negara bersistem presidensial di Amerika Latin juga menghadapi masalah ancaman stabilitas pemerintahan akibat dari dinamika koalisi yang tinggi. Di sistem presidensial Amerika Latin, aturan hukum menjadi alat untuk mendesain suasana yang kondusif bagi pembentukan dan pengelolaan koalisi dalam rangka menjaga stabilitas pemerintahan. Praktik pemerintahan koalisi sepanjang sejarah ketatanegaraan Indonesia dan Praktik pengaturan terkait koalisi di negara-negara parlementer Eropa Barat serta negara-negara presidensial di Amerika Latin digunakan oleh penelitian normatif ini sebagai bahan pendekatan sejarah (historical approach) dan pendekatan perbandingan (comparative approach). Kedua pendekatan ini digunakan untuk mendapatkan jawaban bagi stabilitas pemerintahan dalam pembentukan dan pengelolaan pemerintahan koalisi di sistem presidensial Indonesia berdasar UUD NRI Tahun 1945. Desain aturan hukum untuk menjaga stabilitas pemerintahan koalisi yang terbentuk di Indonesia memperhitungkan realitas sistem kepartaian dan pemerintahan di Indonesia, karakter sistem presidensial dan perkembangan sistem parlementer dalam menjaga stabilitas sebagai tempat berasalnya konsep pemerintahan koalisi. Desain untuk stabilitas tersebut antara lain didapat dari penggabungan pemilihan umum serentak dengan sistem pemilihan presiden plurality atau majority with reduced threshold, pelembagaan koalisi pemerintahan yang sejajar dengan koalisi legislatif, dan penggunaan kekuasaan konstitusional presiden di bidang legislatif sebagai instrumen untuk membangun dan mengelola koalisi pemerintahan. ......In Indonesia, in a democratic atmosphere, the coalition government is found in every government systems ever applied. In the era of parliamentary government, a coalition government is inevitable due to the fact that the parliament was fragmented so that no single party held an absolute majority of the seats. In the era of presidential government, a coalition government is also an option for the elected president even tough coalition was not the source of legitimacy for the ruling government. President who ruled in a highly fragmented multiparty situation chose to form a coalition to ensure the stability of the government. In reality, coalition in Indonesia showed various problems both in terms of the establishment and management. Problems encountered have threatened and even destabilized the government. In a government established under coalition, government stability is is likely to have more problems. Coalition practiced in countries applying parliamentary system in Western Europe show that government stability is maintained through legal rules that hedged every stage of governance. Political processes that occur in the establishment and the mechanism of coalition course are greatly affected by the prevailing rules. Latin American countries applying presidential system also face threats in the government stability due to the high dynamics of the coalition, just like the case in Western Europe. It can be seen on their experience designing a coalition through prevailing rules and laws. Coalition practiced by the government throughout the history of Indonesia and ruling practices in relations to coalitions in Western European countries applying the parliamentary system and Latin American countries applying the presidential system are used by these normative research as a source of historical approach and comparative approach. Both of these approaches are used to get an answer to the stability of the government in establishing and managing a coalition government in Indonesia’s presidential system based on Indonesia’s 1945 Constitution. Legal rulings designed to maintain the stability of the coalition government, take the reality of the party system and the Indonesian government, the characteristics of the presidential system and the development of parliamentary system into account in maintaining stability as the source of the concept of a coalition government. Designs to create the stability are among others received by combining simultaneous election with plurality presidential election or majority presidential election with reduced threshold, government coalition institutionalization parallel to legislative coalition, employment president’s legislative constitutional power as an instrument to form and manage the government coalition.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salomo, Roy Valiant
Abstrak :
Reformasi administrasi pemerintah subnasional merupakan hal yang tak dapat ditunda-tunda. Persoalannya adalah bagaimana melakukannya. Bagaimana strateginya. Dengan latar belakang lingkungan lokal, nasional, regional, serta internasional yang tidak menentu. Disertasi ini memakai pendekatan scenario planning dalam membangun strategi reformasi administrasi pemerintah subnasional. Untuk itu dibutuhkan tiga tahapan penelitian yang sekaligus dicerminkan oleh tiga pokok permasalahan. Masing-masing adalah: pertama, bagaimanakah potret administrasi publik pemerintah subnasional di Indonesia saat ini? Kedua, bagaimanakah deskripsi skenario lingkungan administrasi publik (aspek sosial-politik dan ekonomi) pemerintah subnasional pada tahun 2025? Ketiga, bagaimanakah grand strategy reformasi administrasi publik pemerintah subnasional sampai tahun 2025?
Administrative Reform at the subnational level is very urgent business to be done. The questions are how to implement it and what is the strategy to implement it. With the local, national, regional and international uncertainty this dissertation, using scenario planning, try to develop strategy for administrative reform at the subnational level in indonesia. This has been done through three stages of research which is reflected by three main research problems. First, what are the pictures of the subnational public administration in indonesia now? Second, what are the scenarios of the environment (social aspect, political aspect and economic aspect) of public administration at the subnational level at the year 2025? Third, what is the administrative reform grand strategy of the public administration at the subnational level in Indonesia until the year 2025?
Depok: Universitas Indonesia, 2006
D723
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Surya Culla
Abstrak :
Hubungan antara Walhi-YLBHI dan negara tidaklah sesederhana di permukaan. Konstalasi politik, interaksi antar-aktor individu dan institusi telah ?menyembunyikan rahasia? di balik dinamika itu yang mungkin tidak bisa dipahami hanya dengan semata melihatnya sebagai konflik atau hubungan dikhotomis antara masyarakat sipil dan niagara. Interaksi yang berlangsung justru ternyata saling terkait, dibangun secara rasional di antara pelaku yang terlibat, tidak hanya antara aktor ornop dan pemerintah, juga sektor internasional dan masyarakat sendiri dalam hubungan kompleks itu. Konteks itulah yang mempengaruhi tumbuhnya Walhi dan YLBHI sebagai masyarakat sipil. Berdasarkan konteks tersebut, sludi ini mengungkapkan beberapa temuan teoritis. Pertama, berkaitan dengan teori hubungan antara masyarakat sipil dengan ncgara. Menurut teori yang ada, masyarakat sipil dikonstruksi sebagai: (1) organisasi yang dibentuk oleh masyarakat di Iuar sektor negara", dan (2) ?domainnya terpisah dari atau di luar domain niagara. " Konstruksi ini temyata tidak sesuai dengan konteks kasus Walhi dan YLBHI, sehingga perlu dimodifikasi bahwa (1) ?masyarakat sipil merupakan kelompok yang dibentuk masyarakat sendiri atau masyarakat bersama negara dan (2) "domainnya terbentuk dan berkembang karena interaksinya dengan domain negara". Dengan modifikasi tersebut, studi ini melihat bahwa ?niagara dapat berperan positif dalam pembentukan masyarakat sipil", sedangkan teori yang ada cenderung mengkonstruksi ?peranan negara tidak sebagai faktor positif dan menentukan dalam pembentukam masyarakat sipil." Kedua, berkaitan dengan karakteristik masyarakat sipil, meliputi: autonomy, self supporting dan say generating Hasil studi ini mengungkapkan berdasarkan kasus spesifik Walhi dan YLBHI, karakteristik aranomy tampakrnya dapat diwujudkan, berbeda dcngan seff supporting dan self generating. Namun demikian, berkembangnya kriteria-kriteria tersebut tampaknya dipengaruhi oleh konstalasi interaksi antara; (1) unsur-unsur negara; (2) lembaga-lembaga intemasional; dan (3) masyarakat sendiri. Dengan konstruksi tersebut, maka hasil studi ini menambahkan sesuatu yang baru pada teori masyarakat sipil yang ada, bahwa ?(1) kebijakan politik akomodatif negara, (2) keterlibatan Iembaga-Iembaga internasional, dan (3) partisipasi masyarakat sendiri dari segi sumber daya - merupakan faktor faktor yang menentukan bagi proses terwujudnya karakteristik autonomy, self supparting, dan self generating masyarakat sipil?. Temuan ini memodifikasi teori masyarakat sipil yang ada yang cenderung "mengkonstruksi perwujudan ketiga karakteristik maayarakar sipil tersebut berdasarkan pada penekanan kemampuan potensial entitas masyarakat sipil sendiri, tidak melihat urgensi dukungan peranan sektor negara, internasional, dan masyarakat sendiri".
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
D816
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library