Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Erlin Tirtaonggana
"Kehadiran seorang anak sangat diharapkan oleh sebagian besar pasangan suami istri,
tetapi pada kenyataannya ada pasangan suami istri yang mengalami masalah infertilitas
sehingga mereka belum mempunyai anak. Masalah infcrtilitas mcmpunyai cfck psikologis
yang signifikan baik pada suami maupun istri. Dalam situasi penuh tekanan seperti itu
seseorang akan berusaha melakukan coping untuk mengatasi efek masalah infertilitas
tersebut. Masalah infertilitas juga mempengaruhi hubungan pasangan suami istri, termasuk
kepuasan pernikahan mereka.
Permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana penghayatan
suami maupun istri terhadap masalah infertilitas? Bagaimana coping yang dilakukan oleh
suami dan istri dalam menghadapi masalah infertilitas ini? Bagaimana pengaruh dari masalah
infertilitas ini terhadap hubungan suami istri? Untuk menjawab permasalahan penelitian
tersebut, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan rnetode wawancara. Penelitian
ini melibatkan empat partisipan penelitian ( dua pasangan suami istri) yang sudah menikah
minimal tiga tahun tetapi bel urn mempunyai anak dan tidak mengasuh anak orang Jain.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa temyata kedua suami tidak menganggap
masalah infertilitas sebagai suatu masalah besar. Sementara kedua istri lebih banyak
mengalami emosi negatif, seperti sedih, marah, takut, kecewa dan bahkan juga ada yang
menarik diri dari pcrgaulan. Kedua pasangan suami istri melakukan strategi coping aktif
dengan menjalani pemeriksaan dan perawatan infertilitas, akan tetapi kurangnya keterlibatan
suami dalam hal ini menjadi masalah pada salah satu pasangan. Pasangan juga berusaha
untuk mencari dukungan sosial berupa informasi maupun dukungan emosional dari keluarga
dan ternan. Mereka juga berusaha untuk melihat rnasalah ini secara lebih positif. Temyata
ketidakhadiran anak tidak menjadi faktor utama yang mengurangi kepuasan pernikahan
karena ada faktor lain yaitu sifat dan tingkah laku pasangan yang lebih banyak dikeluhkan."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah Maulina Zjubaidi
"Tugas akhir ini mcrupakan asesmen kebutuhan informasi pada anak asma usia 7~12 tahun dan orang tuzmya untuk mendapatkan gambaran pengetahuan., kualitas hidup, kebutuhan dulnmgan informasi dan emosional, mated serta bentuk program edukasi. Asesmcn ini m ggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatii Analisis menyimpulkan masih ada pexsepsi yang salah pada pcngetahuan anak dan orang tua, sebagian besar mengalami gangguan kualitas hidup, sebagian besar anak ingin mendapat informasi namun sebagian kecil yang membutuhkan dulcungan emosional. Sebagian besar orang tua ingin mendapat dukungan informasi dan emosional. Asesmen ditindaklanjuti menyusun rancangan program, menyarankan asesmen dilakukan di pelayanan kesehatan lain serta rnelakukan asesmen ulang setelah program dilaksanakan.

This research was a need assessment of information among asthmatic children ranging 7-12 years old and their parents with objective to gain description of their knowledge about asthma and quality of life. Quantitative and qualitative approach was used in this assessment. Analysis concluded there were knowledge misperception among children and parents, most of them experienced problems in quality of life, most ofthe children wanted informational support, but only <=40% children need emotional support. Most of parents need both informational and emotional support. The assessment followed up by designing a program, suggested replication ofthe assessment in other health care, and doing reassessment after the program was done."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
T34131
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jacinta Fransisca Rini
"Pola asuh orang tua memiliki peran penting dalam membentuk kepribadian seorang anak. Bagaimana orang tua mengasuh anak banyak dipengaruhi oleh pengalaman pribadi di masa Ialu yang membentuk karakter dan kepribadiannya.
Para orang tua berinteraksi dengan anak dan kedekatan yang terjalin antara mereka amat mempengaruhi persepsi anak terhadap dirinya. Orang tua yang menunjukkan sikap dan tindakan abusive, otoriter, menanamkan rasa malu dan bersalah pada anak sejak dini, merupakan umpan balik yang negatif dan dipersepsi sebagai penolakan yang disebabkan kekurangan dan kelemahan dirinya.
Orang tua yang abusive, dikatakan menerapkan aturan secara kaku disertai hukuman yang menyiksa. Siksaan yang dialami oleh seorang anak, tidak hanya menimbulkan trauma secara fisik (mengalami hambatan perkembangan Fisik dan intelectual), tapi juga secara psikis karena ia akan hidup dalam ketakutan, kemarahan, kebencian, kesedihan, kecemasan, keputusasaan dan ketidakberdayaan atas perlakuan orang tua yang tidak adil. Semua pengalaman emosional yang traumatis dalam kehidupan bersamanya dengan orang tua dapat mendorong berkembangnya gangguan kepribadian paranoid di masa selanjutnya.
Pada umumnya, penderita gangguan kepribadian paranoid dikatakan oleh para ahli, memiliki orang tua yang abusive. Menurut DSM IV, gangguan kepribadian paranoid bam menampakkan manifestasinya di awal masa dewasa.
Masalahnya, manifestasi gangguan kepribadian paranoid di masa dewasa mempengaruhi seluruh aspek kehidupan individu tersebut, termasuk kehidupan berkeluarga. Sikap dan perilaku individu paranoid akan mempengaruhi pola asuh dan interaksinya baik dengan anak-anak maupun pasangan. Penelitian ini menemukan, bahwa pola asuh yang negatif di masa Ialu tidak hanya mempengaruhi pembentukan karakter individu, namun mempengaruhi cara individu tersebut mendidik dan mengasuh anaknya sendiri di masa selanjutnya.
Penelitian ini menemukan adanya pola-pola yang sama seperti yang terdapat pada generasi sebelumnya, seperti dalam pemilihan pasangan, cara berinteraksi dengan pasangan, cara interaksi dan pengasuhan terhadap anak. Terlihat dalam penelitian ini bagaimana gangguan kepribadian paranoid yang dialami subyek utama penelitian, menyebabkan distimgsi pada keluarga, seperti yang dialami pula dalam keluarga asalnya dahulu. Hal yang membedakan adalah adanya intervensi penanganan terhadap gangguan kepribadian paranoid serta sikap positif yang ditunjukkan pihak keluarganya sendiri (bukan keluarga asal) terhadap subyek utama penelitian ini yang membawa pengamh terhadap pengembalian fungsi keluarga ke arah yang lebih baik.
Penelitian yang bersifat generasional ini pada dasarnya menarik untuk dipelajari dan dilakukan penggalian secara lebih dalam terhadap seluruh anggota keluarga agar dapat menemukan mata rantai yang jelas antara karakter, sikap dan perilaku orang tua terhadap persoalan kejiwaan dan kepribadian yang dialami anggota keluarga yang Iain. Saran yang dapat diberikan bagi peneliti selanjutnya, agar penelitian selanjutnya benar-benar bisa mencari dan menemukan informasi dari anggota keluarga Iain, baik dad satu generasi maupun antar generasi agar lebih bisa mengenali pola-pola yang nampak, yang dapat memberikan pengaruh baik positif maupun negatif pada pembentukan kepribadian seseorang."
Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Zulkaida
"ABSTRAK
Perkembangan di berbagai bidang menyebabkan semakin besar
kemungkinan seseorang untuk bertemu dan berinteraksi dengan banyak orang
dari berbagai kalangan, dengan latar belakang kultur dan gaya hidup yang
berbeda. Hal ini akan berpengaruh terhadap adanya perubahan budaya di
masyarakat, terutama dalam pola komunikasi atau hubungan interpersonal.
Dalam situasi seperti ini, hubungan interpersonal mulai lebih dihargai, karena
dinilai sebagai sumber utama dari kepuasan dan cara mencapai self worth di
dalam kehidupan. Banyak orang menyadari bahwa mereka kurang memiliki
keterampilan dan merasa tidak memiliki kehidupan yang cukup memuaskan,
karena merasakan adanya ktidak-adekuatan personal dalam berinteraksi
dengan orang lain. Ellis (dalam Lange & Jakubowski, 1976) melihat bahwa
cara untuk membantu individu untuk dapat mempertahankan dirinya dalam
dunia yang sulit namun dalam bentuk yang lebih rileks, lebih menyenangkan
dan lebih sehat adalah dengan tingkah laku asertif.
Lange dan Jakubowski (1976) mengatakan karena kebanyakan masalah
psikologi yang melibatkan assertion memiliki komponen kognitif afektif, dan
tingkah laku, maka kombinasi pendekatan kognitif, afektif dan tingkah laku
dalam pelatihan asertif dianggap tepat. Oleh karena itu, mereka kemudian
mengembangkan suatu bentuk pelatihan asertif dengan menggunakan
pendekatan kognitif - tingkah laku (cognitive-behavioral procedures).
Penelitian ini ingin melihat apakah program pelatihan asertif dengan
pendekatan kognitif-tingkah laku dapat menjadi sarana unmk meningkatkan
tingkah laku asertif pada mahasiswa.
Subjek penelitian mahasiswa Universitas Gunadarma tingkat 2 (dua), laki-
laki dan perempuan, berusia antara 18 - 20 tahun, memiliki skor tingkah laku
non asertif yang lebih dominan berdasarkan hasil Tes Skrining Subjek, bersedia
untuk berpartisipasi dalam penelitian (mengikuti seluruh program pelatihan
selama 8 kali berturut-turut, mengisi kuesioner dan mengeljakan tugas-tugas
yang diminta - untuk kelompok eksperimen)
Jumlah subjek penelitian 12 orang pada kelompok eksperimen dan 12
orang pada kelompok kontrol. Rancangan yang digunakan di dalam penelitian
ini adalah true experimental design, dengan bentuk randomized matched
prestest-posttest control group design. Pelatihan asertif unluk kelompok
eksperimen diberikan selama 4 minggu dengan 8 kali pertemuan, sekitar 2,5 -
3 jam setiap pertemuan. Adapun untuk kelompok kontrol hanya diberikan
pretest dan posttest.
Untuk mengumpulkan data digunakan Tes Skrining Subjek untuk
menyeleksi individu yang akan diikutsertakan dalam pelatihan, Skala Tingkah
laku sertif yang cligunakan untuk pretest dan posttest (denan I0 aspek yaitu
melakukan percakapan, mencari informasi, mernberikan pendapat, mengajukan
permintaan, menolak permintaan, mengekspresikan perasaan, memberikan
pujian, memberikan kritikan, menerima pujian dan menerima kritikan) Serta
Evaluasi Pelaksanaan Pelatihan Asertif. Untuk analisis data digunakan
Wilcoxon Signed Rank Test, Mann Whitney U Test dan distribusi frekuensi.
Kesimpulan yang diperoleh adalah 1) Ada peningkatan tingkah laku
asertif secara sangat signifikan setelah mengikuti pelatihan. Peningkatan terj adi
dalarn semua aspek tingkah laku asertif 2) Ada perbedaan tingkah laku asertif
secara signifikan antara subjek yang mengikuti pelatihan dengan yang tidak
mengikuti pelatihan. Namun jika dilihat secara lebih khusus berdasarkan aspek-
aspeknya, perbedaan yang signifikan terjadi pada aspek kernampuan
melakukan percakapan dan memberikan kritik. Faktor yang mungkin
menyebabkan adalah karena mated yang diberikan untuk setiap sesi (dan tugas
rumah yang diberikan) cukup banyak sedangkan pertemuan dilakukan
seminggu 2 kali, sehingga selang waktu pertemuan yang hanya 2-3 hari
tampaknya menyebabkan peserta pelatihan rnerasa bebannya menjadi banyak
(karena bersamaan dengan pengerjaan tugas-tugas kuliah) dan menyebabkan
beberapa dari mereka menjadi belum sempat untuk menerapkan secara optimal
berbagai keterampilan yang telah mereka pelajari di pelatihan. Komponen
active experimentation, dimana subjek diminta untuk mempraktikkan berbagai
materi yang telah dilatihkan ke dalam situasi sosial keseharian (membuat
keputusan, menyelesaikan masalah), tampaknya kurang berjalan dengan
optimal.
Kesmpulan 3) bentuk tingkah laku asertif yang sulit dilakukan subjek
adalah mengekspresikan orasaan dan menolak permintaan 4) materi yang
dianggap membantu meningkatkan tingkah laku asertif subjek adalah
percakapan sosial, memperkenalkan diri, memberikan pujian, seb’ statement,
imajinasi emosi dan memberikan kritikan S) teknik yang dianggap membanlu
meningkatkan tingkah laku asertif subjek adalah diskusi dalam kelompok besar (sharing masalah dan pengalaman)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38402
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Penny Soemapradja
"Hemofilia yang berakibat nyeri hebat, risiko cacat permanen dan kematian usia dini, belum dapat disembuhkan. Pengobatannya sangat mahal, kompleks dan terpapar pada penyakit lain seperti HIV AIDS, hepatitis B dan C Pemahaman masayarakat dan pelayanan pun belum merata. Kenyataannya, dengan stres demikian, ada penderita dan keluarga yang dapat benahan Penelitian bertujuan mendapat gambaran tentang stres apa saja yang dialami penderita dan keluarga, bagaimana cara mengatasinya dan faktor apa yang berpengaruh pada proses copingnya. Hasilnya diharapkan menjadi masukan berguna bagi lembaga dan profesi terkait, maupun berbagai kegiatan yang bertujuan meringankan penderita dan keluarga. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode wawancara Subyek penelitian adalah 2 keluarga dengan minimal seorang anak sehat dan seorang penderita pada usia sekolah. Pendekatan stres dan coping menggunakan model kognitif transaksional. Hasil penelitian menunjukkan, stres penderita tampak dari gejala emotive, perilaku dan fisik. Masalah utama adalah tantangan sosioemosional dan tantangan afektif. Strategi coping yang digunakan adalah problem-focused untuk masalah situasional, emotion-focused untuk masalah emosional dan kedua strategi tersebut untuk masalah fisiologik Faktor pengaruh yang berarti untuk coping adalah sumber daya internal serta eksternal. Stres utama keluarga adalah kecemasan karena penyakit tidak bisa disemhuhkan, kecemasan akan kemampuan bertahan penderita dan ketidakberdayaan dalam mengatasi kebutuhan faktor Vlll. Stres Iain berupa gangguan terhadap fungsi keluarga. Kerentanan keluarga berpengaruh terhadap timbulnya krisis dan permasalahan setelah krisis. Sumberdaya dan pandangan keluarga serta agama bersama strategi coping berupa memanfaatkan jaringan sosial, mengelola pola pikir dan memelihara pola hidup sehat, ternyata dapat membawa keluarga pada adaptasi positif Saran untuk yang berwenang dalam bidang kesehatan adalah, agar pelayanan dan informasi untuk mengatasi dan mengantisipasi masalah, dapat ditingkatkan Kepada peneliti selanjutnya, agar lebih menggali masukan yang lebih terarah dan komprehensif untuk program intervensi."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T37898
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saurma Imelda Christina
"Penelitian yang dilakukan beranjak dari pengamatan dan kajian literatur yang dilakukan oleh peneliti terhadap kelompok gay di Jakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat apakah terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap penerimaan lingkungan (orang tua, rekan kerja, dan lingkungan sosial secara umum) dengan kesejahteraan subjektif pada kelompok gay. Seperti diketahui, lingkungan sosial pada umumnya masih bersikap negatif dan menolak keberadaan kelompok homoseksual, khususnya kelompok gay. Kelompok ini dikatakan sebagai kelompok minoritas yang sering mendapatkan sikap dan perlakuan negatif dari masyarakat di sekitarnya.
Pada umumnya, setiap manusia mendambakan hidup bahagia. Bahkan menurut Aristoteles, pada dasarnya ‘kebahagiaan’ merupakan tujuan hidup dari setiap manusia (Aristoteles, dalam Waterman, 1993). Lebih jauh Diener dkk (Pavot & Diener, 1993; Diener, Suh, Oishi, 1997; Diener & Diener, 2000) mengatakan bahwa konsep kesejahteraan subjektif merupakan konsep yang paling tepat untuk mengukur ‘kebahagiaan` seseorang. Kesejahteraan subjektif itu sendiri terdiri dari aspek kepuasan hidup, afek positif afek negatif dan penerimaan diri.
Berkaitan dengan kondisi kesejahteraan subjektif pada kelompok gay, Rotblum(1994) serta Gasiorek & Weinrich (1991) berpendapat bahwa kelompok tersebut tampaknya kurang bahagia dan sering merasa tertekan dalam hidupnya. Lebih jauh beberapa peneliti mengatakan perlunya penelitian tentang kesejahteraan subjektif pada kelompok. Topik penelitian tentang kesejahteraan subjektif itu sendiri merupakan topik yang masih jarang diteliti pada kelompok gay (Dew) Berdasarkan fenomena tersebut, penelitian ini dilakukan untuk melihat kaitan antara persepsi terhadap penerimaan orang tua, rekan kerja, dan lingkungan sosial secara umum, dengan kesejahteraan subjektif pada kelompok gay.
Masalah dalam penelitian ini adalah untuk melihat apakah terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap penerimaan orang tua., rekan kerja, dan lingkungan sosial secara umum, dengan kesejahteraan subjektif pada kelompok gay. Secara khusus, penelitian ini hendak melihat apakah terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap penerimaan orang tua, rekan kerja, dan lingkungan sosial secara umum, dengan aspek-aspek dalam kesejahteraan subjektif yaitu: kepuasan hidup,afek positif afek negatif dan penerimaan diri.
Sesuai dengan tujuan penelitian, maka jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif-kuantitatif dan merupakan penelitian yang bersifat non-eksperimental dengan tingkat kepercayaan 95%. Responden dalam penelitian ini berjumlah 100 orang, yaitu kaum gay yang berusia 20-40 tahun, berpendidikan minimal tamat SMP dan telah bekerja. Alat ukur yang digunakan adalah: Satisfaction with The Life Scale yang disusun oleh Diener dkk (dalam Pavot & Diener, 1993), Positive Affect and Negative Affect Scale yang disusun oleh Diener, Smith & Fujita (1995), serta Self-Acceptance Scale yang disusun oleh Ryff dkk (Ryff 1989; Ryff & Keyes, 1995)- Sedangkan analisis statistik yang digunakan untuk menjawab masalah penelitian adalah uji korelasi antara variabel-variabel bebas dan variabel-variabel terikat dalam penelitian.
Hasil uji korelasi menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap penerimaan orang tua dengan kesejahteraan subjektif pada kelompok gay. Namun, hasil uji korelasi menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap penerimaan rekan kerja dan lingkungan sosial secara umum, dengan kesejahteraan subjektif pada kelompok gay tersebut.
Peneliti berasumsi bahwa hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap penerimaan lingkungan dengan kesejahteraan subjektif pada kelompok gay, hanya akan terjadi pada lingkungan yang memiliki interaksi secara langsung dengan kelompok gay (dalam hal ini adalah rekan kerja dan lingkungan sosial secara umum). Persepsi terhadap penerimaan orang tua tidak berhubungan secara signifikan dengan kesejahteraan subjektif pada kelompok gay, sebab (berdasarkan data penelitian) pada umumnya para responden tidak lagi tinggal bersama dengan orang tua mereka. Berdasarkan asumsi ini, peneliti berpendapat bahwa persepsi terhadap penerimaan kelompok (yaitu kelompok gay) tentunya juga akan berhubungan secara signifikan dengan kesejahteraan subjektif kelompok gay tersebut.
Penelitian ini hanya membatasi pengukuran pada persepsi kaum gay terhadap penerimaan lingkungan. Menurut peneliti, akan lebih baik jika juga dilakukan pengukuran penerimaan dari lingkungan secara obyektif (orang tua, rekan kerja,dan lingkungan sosial secara umum) terhadap kelompok gay tersebut. Dari hal ini diharapkan akan diperoleh data penelitian mengenai persepsi lingkungan terhadap kaum gay serta persepsi kaum gay terhadap lingkungan tersebut, dan dengan demikian diperoleh deskripsi yang lebih akurat mengenai sikap lingkungan terhadap kelompok gay serta sikap kelompok gay terhadap lingkungan, khususnya kelompok gay di Jakarta. Akan lebih baik jika juga dilakukan penelitian yang mengukur kondisi kesejahteraan subjektif pada kelompok gay yang telah coming out dan kelompok gay yang masih tertutup. Kendala dalam penelitian ini adalah minimnya data penelitian mengenai sikap lingkungan terhadap kelompok gay, Serta gambaran kondisi kesejahteraan subjektif pada kelompok gay di Jakarta. Menurut peneliti, akan lebih baik jika
dilakukan penelitian-penelitian yang bersifat kualitatif tentang hal tersebut, agar diperoleh gambaran yang lebih mendalam mengenai sikap lingkungan dan kondisi kesejahteraan subjektif pada kelompok gay di Jakarta."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Chandra Dewi Kardha
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T38807
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library