Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zainal Adhim
Abstrak :
Indonesia sebagai negara berkembang banyak menggunakan pesawat sebagai alat transportasi maupun pertahanan udara. Kegiatan penerbangan oleh berbagai jenis pesawat, khususnya yang bermesin jet, menghasilkan bidding dengan intensitas tinggi. Hal ini merupakan bahaya potensial bagi orang yang berada di sekitarnya. Menurut OSHA (Occupational Safety and Health Administration), batas aman pajanan bising tergantung pada lama pajanan, frekuensi dan intensitas bising serta kepekaan individu dan beberapa faktor lain. Pemerintah melalui Depnaker, di dalam Keppres no 2/1993, mencantumkan penurunan pendengaran sebagai salah satu jenis penyakit akibat kerja. Daerah kerja dengan basil pengukuran di atas 85 dBA merupakan daerah kerja yang menjadi prioritas di dalam program perlindungan pendengaran. Pemerintah Indonesia menentukan nilai ambang bising di dalam KepMenaker no 51/1999 sebesar 85 dBA, dengan waktu kerja selama 8 jam. Pajanan bising yang dianggap cukup aman adalah pajanan rata-rata sehari dengan intensitas bising tidak melebihi 85 dBA selama 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Gangguan pendengaran akibat pajanan bising, sering dijumpai pada pekerja industri penerbangan di negara maju maupun negara berkembang, terutama yang belum menerapkan sistem perlindungan pendengaran dengan baik. Penelitian tentang tuli akibat bising (TAB) di Indonesia telah banyak dilakukan sejak lama. Survey yang dilakukan Hendarmin pada tahun 1971 di Manufacturing Plant Pertamina dan dua pabrik es di Jakarta diperoleh adanya gangguan pendengaran pada 50% karyawan, disertai peningkatan ambang dengar sementara sebesar 5-10 dB yang dialami karyawan yang telah bekerja terus menerus selama 5-10 tahun. Adenan melakukan penelitian pada 43 orang penduduk yang bertempat tinggal di sekitar lebih kurang 500 meter dari ujung landasan Bandara Polonia Medan, dengan lama hunian lebih dari 5 tahun dan rentang usia 20-42 tahun. Dari basil penelitian tersebut ditemukan sebanyak 50% menderita tuli sensorineural akibat bising pada penduduk dengan lama tinggal rata-rata 17 tahun dan waktu papar rata-rata 22 jamlhari. Hasil survei kebisingan di Lanud Halim Perdanakusuma tahun 2003, menunjukkan 23,8 % penerbang TNI Angkatan Udara menderita tuli akibat bising. Pada penelitian TAB terdahulu, audiometer nada murni digunakan sebagai alat untuk mendeteksi gangguan pendengaran. Hall (2000) menyatakan bahwa audiometer nada murni ini memberikan gambaran abnormal setelah terjadi kerusakan koklea lebih dari 25 %. Karena gangguan pendengaran akibat bising ini bersifat irreversibel dan tidak dapat dilakukan operasi maupun pengobatan, program konservasi pendengaran terutama diagnosis dini sebelum terjadi gangguan pendengaran menjadi sangat penting. Sejak ditemukan emisi otoakustik (OAE) oleh Kemp, banyak penelitian dilakukan untuk mendeteksi kerusakan sel rambut luar koklea akibat pajanan bising. Dari berbagai penelitian, temyata alat ini mampu mendeteksi kerusakan tersebut yang tidak tampak pada gambaran audiometer nada murni 56 . Lutman. et al, menggunakan OAE untuk memilah (screening) pendengaran pada pasien dengan risiko tinggi terpajan bising. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa TEOAE (Transient Evoked Ottoacouslic Emission) and DPOAE (Distorsion Product Otoacoustic Emission) mempunyai sensitivitas dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan audiometer nada murni untuk mendeteksi kelainan koklea. Audiometer nada murni dapat menilai ambang dengar secara umum tetapi tidak spesifik menunjukkan letak kerusakan. OAE dapat memeriksa fungsi sel rambut luar dari koklea yang mudah mengalami kerusakan bila terpajan bising, tetapi tidak dapat menilai ambang dengar seseorang. Pemeriksaan dengan OAE, dapat dilakukan dalam waktu yang lebih singkat, mudah, tidak invasif dan obyektif bila dibandingkan dengan pemeriksaan audiometer nada murni. Di Indonesia, penelitian mengenai OAE pada gangguan pendengaran akibat terpajan bising belum pernah dilakukan, padahal alat ini mempunyai sejumlah keuntungan sebagai alat deteksi dini kerusakan sel rambut luar koklea. Dalam penelitian ini diperkenalkan OAE sebagai alat untuk mendeteksi kerusakan sel rambut luar koklea pada penerbang yang terpajan bising dengan harapan dapat digunakan secara luas di bidang kesehatan kerja, serta menambah wawasan dan perhatian terhadap gangguan pendengaran akibat bising yang selama ini belum disosialisasikan secara luas.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21414
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfi Yasmina
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T55709
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Doddy Widodo
Abstrak :
Dari penelitan oleh Suckfull dkk terhadap 52 kasus tuli mendadak yang disertai atau tanpa vertigo, didapatkan peningkatan kadar fibrinogen bila dibandingkan pasien normal. Keartaan ini dapat menyebabkan peningkatan viskositas plasma darah, sehingga terjadi gangguan perfusi ke jaringan, balk oleh karena gangguan aliran darah atau karena keadaan trombosis. Menurut Silverstein dick seperti dikutip Brandt, insiders vertigo pada keadaan hiperviskositas karena polisitemi dapat mencapai 40%. Dan menurut Andrew dick seperti dikutip Brandt melaporkan 3 kasus dengan serangan vertigo yang episodik, secara langsung berhubungan dengan keadaan hiperviskositas. Masalah Penelitian Dan kajian di atas, dapat dikemukakan pertanyaan penelitian yang perlu dicarikan jawabannya, yaitu : 1. Apakah keadaan hiperkoagulasi dapat mempengaruhi terjadinya vertigo 2. Berapa proporsi percontoh vertigo yang mengalami keadaan hiperkoagulasi 3. Apakah terdapat perbedaan keadaan hemostasis pada orang dengan dan tanpa vertigo Tujuan Penatian 1. Tujuan Umum Peningkatan penatalaksanaan pasien gangguan keseimbangan dengan keadaan hiperkoagulasi 2 Tujuan Khusus I. Mengetahui prevalensi dan gambaran keadaan hiperkoagulasi di kalangan pasien vertigo di sub bagian neurotologi bagian THT FKUIIRSUPNCM Jakarta 2. Mengetahui apakah terdapat hubungan antara keadaan hiperkoagulasi dengan resiko terjadinya vertigo.
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frans Henny
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang. Kebisingan merupakan potensi bahaya yang sering ditemui pada industri hulu migas, dan memerlukan pengendalian yang tepat dengan PKP agar tidak menimbulkan NIHL. Perusahaan hulu migas X menjalankan PKP sejak tahun 2014, namun perubahan STS pada audiometri berkala sebesar 12,7% melebihi acuan dari NIOSH. Tujuan Penelitian. Untuk menilai penerapan PKP yang dilakukan perusahaan hulu migas X. Metode penelitian. Menggunakan metode penelitian mixed method, dilakukan scoring pada ke-8 langkah keluaran dan perhitungan perubahan STS yang terjadi. Secara kualitatif membandingkan pelaksanaan tahapan keluaran, proses dan masukan yang diperoleh melalui kontingensi data dengan panduan dari NIOSH. Hasil penelitian. Dilakukan penilaian dan kategorisasi terhadap 8 langkah pada tahap keluaran, dengan hasil hazard monitoring, evaluasi audiometri dan record keeping dikategorikan cukup, sedangkan pengendalian enjinering dan administratif, APT, edukasi dan motivasi, evaluasi program dan audit dikategorikan kurang. Sehingga hasil penilaian untuk keseluruhan langkah pada tahap keluaran adalah kurang. Hasil pada keluaran ini berkaitan erat dengan proses dan masukan. Hampir keseluruhan proses dilakukan oleh tim pelaksana PKP yang merupakan gabungan dari tim kesehatan dan higiene industri yang sebelumnya tidak memiliki pengalaman dalam menjalankan program yang kompleks ini. Dari pihak manajemen, keterbatasan dalam pendanaan, yang utamanya untuk melakukan pengendalian enjinering dan administratif, dimana pendanaan tersebut berkaitan dengan struktur gabungan dua perusahaan serta akan habisnya masa kontrak kerja sama turut memberikan andil pada kegagalan ini. Kesimpulan. Perubahan STS pada pelaksanaan PKP di perusahaan hulu migas X sebesar 12,7% dikarenakan terdapat kekurangan pada tahapan masukan, proses dan keluaran dibandingkan panduan dari NIOSH, yang diakibatkan keterbatasan dari pihak manajemen serta tim pelaksana PKP.
ABSTRACT
Background. Noise is a potential hazard that is often encountered in the upstream oil and gas industry, and requires proper control with HCP to prevent NIHL. Upstream oil and gas company X has run HCP since 2014, but the STS changes on a periodical audiometry of 12.7% still exceed the reference from NIOSH. Purpose. To evaluate the implementation of HCP in upstream oil and gas company X. Method. Using mixed method, scoring the 8 steps of output stage and calculation of STS changes. Qualitatively compares the implementation of the outputs, processes and inputs stages obtained through contingency data, with guidance from NIOSH. Result. Assessment and categorization of the 8 steps at the output stage, with results: hazard monitoring, audiometric evaluation and record keeping are categorized fair, while engineering and administrative control, hearing protection device, education and motivation, program evaluation and audit are categorized poor. The result for the overall output stage is poor. Outputs results are related to processes and inputs. Almost the whole process is carried out by the HCP team, which is a combination of health section members and industrial hygienists that previously had no experience running this complex program. On the management side, financing constraints, principally for engineering and administrative control, where the funding relates to the combined structure of the two companies and the expiration of the contract period contribute the failure. Conclusion. STS changes in the implementation of HCP in upstream oil and gas company X amounted to 12.7% due to lack of input stage, process and output compared to guidance from NIOSH, which resulted from limitations of management and HCP implementation team.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Subagio
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T58445
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nico Reza
Abstrak :
Diperkirakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia terdapat 1.1 juta orang usia muda berada dalam risiko gangguan pendengaran terkait pajanan bising dari kegiatan hiburan, termasuk bermain drum. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah bergumam dapat melindungi telinga pada penabuh drum sehingga tidak didapatkan atau lebih sedikit perubahan nilai signal-to-noise ratio SNR , dibandingkan dengan penabuh drum yang tidak bergumam pada saat bermain drum. Penelitian dengan disain pre-post eksperimental dilakukan di komunitas penabuh drum di Depok, Jawa Barat dari bulan November 2017 sampai bulan Mei 2018.Pengambilan sampel dengan consecutive sampling. Dilakukan wawancara menggunakan kuesioner, pemeriksaan fisik, pemberian APD berupa earplug, dan memberikan intervensi bermain drum dengan cara bergumam pada satu kelompok. Analisis data dengan program statistik SPSS Statistics 20.0. Sebanyak sepuluh subyek penabuh drum, terdiri dari empat orang pada kelompok kontrol dan enam orang pada kelompok intervensi, dilakukan analisis untuk mengukur SNR signal to noise ratio sebelum dan sesudah pajanan bising dengan bermain drum pada kedua kelompok tersebut. Didapatkan hasil tidak ada hubungan yang bermakna perubahan SNR sebelum dan sesudah pajanan di kedua telinga pada kedua kelompok tersebut. Intervensi bergumam untuk membangkitkan refleks Stapedius belum terbukti dapat memberikan perlindungan pendengaran pada subyek penelitian. Pemakaian APD berupa earplug tanpa / disertai dengan bergumam, diperkirakan dapat melindungi pendengaran dari penurunan SNR.
World Health Organization estimated about 1.1 million young adults are in risk of hearing impairment due to music entertainment. Drummer as well as others percussion musician have risk of hearing impairment.This study is to identificate if humming can prevent or make smaller signal to noise ratio SNR degradation on drummer compare to the drummer who does not hum while drumming. Pre Post Experimental was conducted to a Drummer Community in Depok, West Java from November 2017 until May 2018 using consecutive sampling. All subjects underwent interview, physical examination, using earplug to the both group and humming intervention for one of the groups. Analysis was done using SPSS Statistics 20.0. Ten subjects are included in this research consist of four peoples in control group and six peoples in intervention group, signal to noise ratio SNR was measured before and after noise exposure with drumming on both groups. The result was there is no significant association of SNR on both groups in before and after exposure. There is no significant association of SNR on both groups in before and after exposure. There is no significant difference of SNR after exposure in both groups.
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Sabila
Abstrak :
Latar Belakang. Pekerja call center dituntut untuk memiliki fungsi psikomotor kognitif yang konstan, yaitu dalam bentuk atensi dan konsentrasi. Penurunan atensi dan konsentrasi dapat terjadi pada pekerja call center shift malam. Penelitian ini bertujuan untuk menilai fungsi psikomotor kognitif yang diukur dengan perubahan simple auditory reaction time selama periode kerja shift malam dan faktor-faktor yang berhubungan. Metode. Studi longitudinal dengan pengukuran simple auditory reaction time berulang pada pukul 8pm, 12am, 4am, dan 8am menggunakan alat L77 Lakassidaya. Penelitian dilakukan di call center PT X, dengan besar sampel 55 orang. Pengambilan sampel menggunakan cara purposive sampling. Kuesioner karakteristik subjek digunakan untuk mengetahui variabel jenis kelamin, usia, lama bekerja, status pernikahan, waktu tidur sebelum bekerja, jenis aktivitas fisik, merokok, dan minum kopi dan/atau minuman berenergi. Hasil. Terdapat perubahan auditory reaction time yang signifikan antara pukul 8pm, 12am, 4am, dan 8am (p=0,001). Pemanjangan auditory reaction time yang signifikan terjadi sejak pukul 12am (p=0,003). Terdapat hubungan yang bermakna antara faktor minum kopi dan/atau minuman berenergi dengan pemanjangan auditory reaction time hubungan yang bermakna antara variabel karakteristik subjek lainnya dengan pemanjangan auditory reaction time. Kesimpulan. Terjadi pemanjangan auditory reaction time pada pekerja call center shift malam. Pemanjangan auditory reaction time yang signifikan terjadi sejak pukul 12am, dengan waktu reaksi terpanjang adalah pada pukul 8am. Pemanjangan auditory reaction time yang lebih sedikit didapatkan pada subjek yang minum kopi dan/atau minuman berenergi sebelum bekerja shift malam dibandingkan dengan yang tidak. ......Background. Call center workers are obliged to have constant psychomotor cognitive function at all time in the form of atention and concentration. Decreased of atention and concentration level could happen in call center worker working night shift. The aim of this study is to assess psychomotor cognitive function which is representated by simple auditory reaction time change during night shift period and to assess its related factors. This is a longitudinal study with repeated simple auditory reaction time measurement at 8pm, 12am, 4am, and 8am by using L77 Lakassidaya tool. This study was conducted at PT X, with sample size of 55 persons. Participants were chosen by purposive sampling. Participant characteristic questionnaire is used to obtain data of variable sex, age, years of work, marital status, sleeping hour before working night shift, intensity of physical activity, smoking, and drinking coffee and/or drinking energy beverages. Result. There is significant change of simple auditory reaction time measured at 8pm, 12am, 4am, and 8am (p=0,001). Significant elongation of auditory reaction time is detected since 12am (p=0,003). There is significant relationship between drinking coffee and/or drinking energy beverages and elongation of auditory reaction time (p=0,048). No significant relationship between other participant characteristic variables and elongation of auditory reaction time. There is elongation of auditory reaction time in call center workers working night shift. Significant elongation of auditory reaction time was detected since 12am, with the longest auditory reaction time measured was at 8am. Shorter elongation of auditory reaction time was found in subjects who drank coffee and/or drinking energy beverages before night shift compared to those who did not.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dody Alfera
Abstrak :
Latar Belakang. Pengendalian sumber kebisingan sudah dilakukan perusahaan, dari data pengukuran industrial hygiene sebagian besar berada dibawah nilai ambang batas (< 85 dB), tetapi hasil pemeriksaan kesehatan tahunan didapatkan penderita gangguan pendengaran setiap tahun menunjukkan peningkatan, termasuk peningkatan kasus rujukan karyawan dengan gangguan pendengaran. Dari hasil pemeriksaan kesehatan berkala tahun 2012 didapatkan hasil 42,76 % karyawan mengalami hiperlipidemia. 26,78% memiliki masalah dengan telinga dan 8,52% memiliki gangguan pendengaran sensorineural. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh hiperlipidemia terhadap risiko gangguan pendengaran pada karyawan perusahaan kontraktor pertambangan batubara yang bekerja pada lingkungan kerja dengan tingkat kebisingan lebih dari 60 desibel. Metode Penelitian. Disain penelitian potong lintang perbandingan ( comparative cross sectional ) Pengumpulan data menggunakan data sekunder dari hasil pemeriksaan medical check up tahun 2013 dan hasil pengukuran industrial hygiene tahun 2013. Kriteria inklusi adalah seluruh karyawan permanen PT X yang masih aktif bekerja saat penelitian, laki-laki, bekerja pada lingkungan kerja dengan tingkat kebisingan lebih dari 60 dB , memiliki data audiogram dari medical check up tahun 2013 memiliki data Kholesterol, HDL, LDL dan Trigliserida, kriteria eksklusinya adalah memiliki riwayat tuli paska trauma, riwayat keluar cairan dari telinga, menggunakan obat ototoksik, tidak memiliki data yang lengkap untuk di analisa. Hasil. Faktor penentu utama yang berpengaruh secara bermakna terhadap kejadian gangguan pendengaran adalah umur (OR = 2,72; CI 95% = 1,92 - 3,87 ; p = 0.000) dan penggunaan alat pelindung diri telinga (OR = 3,15; CI 95% = 2,22 – 4,48 ; p = 0.000). Terdapat hubungan yang bermakna antara jenis pekerjaan ( OR = 0,64 ; CI 95% = 0,45 – 0,84 ; p = 0,002 ), lama bekerja ( OR = 1,12 ; CI 95% = 1,17 – 1,23 ; p = 0,000 ), kadar gula darah puasa (OR = 3,92 ; CI 95% = 2,14 – 7,18 ; p = 0,000). Kesimpulan. Pengaruh hiperlipidemia terhadap risiko gangguan pendengaran sensorineural pada karyawan laki-laki perusahaan kontraktor pertambangan batubara yang bekerja pada lingkungan kerja dengan tingkat kebisingan lebih dari 60 dB tidak ditemukan pada penelitian ini. ...... Background. Control of noise sources has been done the company, from industrial hygiene measurement data are mostly located below the threshold value (<85 dB), but the results obtained annual medical check up every year people with hearing loss showed improvement, including increased employee referral cases with hearing loss. From the results of medical check up in 2012 showed 42.76% of employees experienced hyperlipidemia. 26.78% had problems with ears and 8.52% had sensorineural hearing loss. This study aims to determine the effect of hyperlipidemia on the risk of hearing loss in coal mining contractor company employees who work in a work environment with noise levels over 60 decibels. Method. Design A cross-sectional comparative study (comparative cross sectional) data was collected using secondary data from the results of medical check-up in 2013 and the results of industrial hygiene measurements in 2013. Inclusion criteria were permanent employees of PT X is still actively working time of the study, male, working in a work environment with noise levels over 60 dB, has data audiogram of medical check-up in 2013 has data cholesterol, HDL, LDL and triglycerides, Exclusion criteria were a history of post-traumatic deafness, a history of ear discharge, use of ototoxic drugs, do not have complete data for analysis. Results. The main determining factors that significantly affect the incidence of hearing loss is age (OR = 2.72; 95% CI = 1.92 to 3.87, p = 0.000) and the use of personal protective equipment ear (OR = 3.15; CI 95% = 2.22 to 4.48, p = 0.000). There is a significant association between the type of work (OR = 0.64; 95% CI = 0.45 to 0.84, p = 0.002), duration of work (OR = 1.12; 95% CI = 1.17 to 1, 23, p = 0.000), fasting blood sugar levels (OR = 3.92; 95% CI = 2.14 to 7.18, p = 0.000). Conclusion. Effect of hyperlipidemia on the risk of sensorineural hearing loss in male employees of coal mining contractor company working in a work environment with noise levels over 60 dB can not be found in this study.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henry Kodrat
Abstrak :
Tujuan: Burnout pada peserta didik program pendidikan dokter spesialis (PPDS) merupakan isu penting dan hal ini juga dikaitkan dengan pendidikan spesialis terkait Onkologi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik beban kerja, tingkat resiliensi dan burnout pada peserta PPDS terkait onkologi dan menghubungkan beban kerja dan tingkat resiliensi dengan kejadian burnout. Metode: Sebuah penelitian potong lintang dilakukan. Responden yang merupakan peserta PPDS aktif terkait Onkologi dan sudah terlibat dalam pelayanan > 3 bulan di institusi berpartisipasi dalam penelitian ini. Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuisioner secara daring dengan mengumpulkan data beban kerja dan menggunakan instrumen Copenhagen Burnout Inventory (CBI) dan Connor Davidson Resilience Scale 25INDO (CD-RISC-25INDO) yang telah divalidasi. Kami mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya burnout dengan menggunakan chi-square dan regresi logistik. Hasil: Sejumlah 66 responden menjadi subjek penelitian. Gambaran beban kerja responden adalah 62,9% bekerja di RS pendidikan > 50 jam/minggu, 46,8% menghabiskan waktu > 60 jam per minggu terkait onkologi dan 66,1% memiliki waktu tidur < 6 jam/hari. Tingkat resiliensi berdasarkan CD-RISC-25INDO adalah 68 (35 – 100). Sejumlah 43,5 % mengalami personal burnout, 38,7 % mengalami work related burnout dan 21% mengalami client related burnout dari seluruh responden. Beban kerja dan tingkat resiliensi tidak berhubungan dengan terjadinya burnout. Responden dengan jenis kelamin wanita dan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan hidup secara mandiri secara independent, cenderung untuk mengalami burnout. Kesimpulan: Pada penelitian ini, angka burnout di institusi kami sebanding dengan angka burnout peserta didik terkait onkologi di negara lain. Tingkat resiliensi dan beban kerja tidak mempengaruhi kejadian burnout. Jenis kelamin wanita dan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan hidup secara mandiri berhubungan dengan terjadinya burnout. ......Purpose: Burnout among physicians in training is an important issue and this is also relevant with oncology residency and fellowship programs. Therefore, this study wants to measure the workload, the resilience score and burnout rate in oncology residents and fellows and to associate the workload and resilience score to burnout. Methods: A cross-sectional study was conducted. Respondents who were active physicians in training related to Oncology and had been involved in oncology services for > 3 months at our institution were included in this study. Data was collected by filling out an online questionnaire by collecting workload data and both the Copenhagen Burnout Inventory (CBI) and Connor Davidson Resilience Scale-25INDO (CD-RISC-25INDO) instruments. We try to identify factors associated with burnout with chi-square and logistic regression. Results: A total of 66 respondents became research subjects. The workload’s description was 62.9% respondents worked in teaching hospitals more than 50 hours/week, 46.8% respondents spent more than 60 hours per week related to oncology and 66.1% respondents had sleep time less than 6 hours/day. The resiliency based on the CD-RISC-25INDO was 68 (35 – 100). A total of 43.5% respondents experienced personal burnout, 38.7% experienced work related burnout and 21% experienced client related burnout. Workload and resiliency are not related to the occurrence of burnout. Female gender and inability to live independently were independently more likely to experience burnout. Conclusions: In this study, burnout rates at our institution are comparable to oncology-related physicians in training burnout rates in other countries. The resilience and workload do not affect the incidence of burnout. Female gender and inability to live independently were associated with burnout.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irfan
Abstrak :
Latar belakang: Pasien dengan Penyakit Ginjal Tahap Akhir (PGTA) yang menjalani hemodialisis dilaporkan adanya penurunan pendengaran. Beberapa studi mengatakan adanya hubungan antara hemodialisis dengan penurunan pendengaran. Penurunan pendengaran yang terjadi juga diduga adanya faktor risiko lain seperti usia, hipertensi, diabetes melitus dan riwayat/lamanya dilakukan hemodialisis. Beberapa penelitian, dikatakan masih kontroversi sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut. Metode: Penelitian potong lintang pre dan post ini melibatkan 50 subyek penelitian yang sesuai kriteria inklusi dan ekslusi. Pemeriksaan dilakukan dengan menilai pemeriksaan otoskopi, dilanjutkan dengan pemeriksaan timpanometri, audiometri nada murni dan DPOAE (Disortion Product Otoacoustic Emissions). Pemeriksaan fungsi pendengaran dilakukan secara pre post hemodialisis. Pengolahan data dilakukan dengan uji t berpasangan dan Wilcoxon Signed Ranks Test, P-value. Hasil: Pada penelitian ini didapatkan adanya hubungan bermakna (p<0,001) antara perubahan rerata ambang dengar dan SNR (Signal to Noise Ratio) dengan terapi hemodialisis pada pasien PGTA. Kesimpulan: Hemodialisis dapat menurunkan ambang dengar dan perubahan SNR terutama pada frekuensi tinggi. Pada penelitian ini perubahan ambang dengar dan SNR bersifat reversibel, diperlukan penelitian lanjutan untuk mengetahui perubahan ambang dengar dan SNR yang bersifat irreversibel. ......Introduction: Patients with End Stage Renal Disease (ESRD) undergoing hemodialysis reported hearing loss. Several studies suggest a relation between hemodialysis and hearing loss. The decrease in hearing that occurs is also suspected to be due to other risk factors such as age, hypertension, diabetes mellitus and history/length of hemodialysis. Some research is said to be still controversial so further research is needed. Methods: This cross-sectional pre and post study involved 50 research subjects who met the inclusion and exclusion criteria. The examination is carried out by assessing the otoscopic examination, followed by tympanometry, pure tone audiometry and DPOAE (Disortion Product Otoacoustic Emissions) examinations. Hearing function examination is carried out pre-post hemodialysis. Data processing was carried out using the paired t test and Wilcoxon Signed Ranks Test, P-value. Results: In this study, it was found that there was a significant relationship (p<0.001) between changes in the average hearing threshold and SNR (Signal to Noise Ratio) with hemodialysis therapy in ESRD patients. Conclusion: Hemodialysis can reduce hearing thresholds and changes in SNR, especially at high frequencies. In this study, changes in hearing threshold and SNR are reversible, further research is needed to determine whether changes in hearing threshold and SNR are irreversible.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>