Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harsono Suwardi
"Studi Mengenai Pers dan Pemilu di Indonesia masih sangat langka. Studi-studi yang senacam pernah dilakukan dalam batas-batas tertentu, terutama pada pemilu 1977 dan 1982, sementara penelitian-penelitian yang sifatnya partial juga pernah dilakukan. Namun demikian, ,penelitian yang melihat secara khusus terhadap cara suatu liputan serta interaksi antara pers dan proses kampanyenya sendiri belum banyak dan bahkan barangkali belum pernah dilakukan di Indonesia. Oleh karena itu penelitian ini dipilih sebagai pokok kajian.
Pokok masalah penelitian ini berkaitan secara langsung dengan cara penyajian berita serta pilihan isu berita ten-tang pemilu. Apakah hal tersebut merupakan hal yang utama dari suatu proses penyampaian bdrita yang dikatakan sebagai medium aspirasi politik bagi pembacanya?
Kerangka acuan teoritik yang digunakan adalah merupakan sintesa dari pikiran-pikiran Lippmann (1924,1965), Lasswell (1948), Klapper(1960) dan Patterson(1980) yang mengarah kepada exposure media, dampak media dan potensi media.
Metoda yang digunakan adalah analisis isi surat kabar selama masa kampanye pemilu 1987 dari 10 surat kabar yang terbit di Ibukota Jakarta dan di daerah. Dengan menggunakan alat ukur yang dituntut dalam suatu studi analisis isi, maka diperoleh temuan-temuan sebagai berikut:
Pada umumnya surat kabar-surat kabar yang diamati pada masa kampanye pemilu 1987 lebih banyak menampilkan topik-topik berita yang hanya mendasarkan atas apa yang diperkirakan disukai oleh .pembacanya, akan tetapi kurang melihat kepada isu yang di kampanyekan. Topik berita yang secara substantif berisi isu-isu kampanye tidak banyak mengisi halaman-halaman surat kabar, akan tetapi justru didominir oleh topik-topik berita yang non-substantif sifatnya. Keadaan ini tidak saja dijumpai di surat kabar-surat kabar Ibukota, akan tetapi juga di daerah. Liputan-liputan berita yang tinggi lebih banyak diberikan kepada kontestan GOLKAR dan sangat kurang untuk PPP' maupun PDI. Dari Cara liputan semacam ini terdapat suatu korelasi yang lemah antara liputan berita disatu pihak dengan perolehan kursi dilain pihak. Liputan yang tinggi terhadap Go1kar ada kecenderungan mencerminkan kuatannya ikatan-ikatan yang sifatnya paternalistik antara para dengan elit penguasa, sedangkan ikatan-ikatan premordial di antara surat kabar-surat kabar baru muncul pada saat mereka mempertanyakan jati-dirinya masing-masing. Walaupun demikian ada di antara surat kabar yang memperlihatkan secara tegas sifat partisan-nya kepada salah satu kontestan yang ada. Cara penyajian ini justru lebih memberi warna kepada kebijakan redaksional surat kabar-surat kabar tersebut. Kurangnya isu yang ditampilkan semasa kampanye, ada kecenderungan mendorong surat kabar untuk menyajikan topik-topik berita yang bernada sloganistik. Pada satu sisi surat kabar miskin akan materi kampanye, akan tetapi pada`sisi lain kaya dengan aspek hiburannya. Kedua hal ini telah mewarnai kampanye-kampanye selama ini. Gaya berkampanye dari para tokoh merupakan salah satu daya tarik di dalam setiap penampilan. Ada kecenderungan dan relevansi antara liputan media (media exposure) yang tinggi dengan perolehan suara dalam pemilu untuk jabatan-jabatan wakil rakyat.
Studi ini perlu dilakukan lebih dalam, khususnya yang berkaitan dengan pendekatan analisis isi dan yang secara langsung pula berkaitan dengan para pemilih dan calon pemilih baru."
1993
D355
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ninok Leksono Dermawan
"Dalam disertasi ini ada dua latarbelakang yang perlu dikemukakan. Pertama adalah yang menyangkut senjata dan kedua tentang Asia Tenggara. Berdasar kedua latar belakang inilah pada bagian-bagian berikut bab ini dapat disusun rumusan masalah, kerangka teori, tujuan dan kegunaan disertasi ini. Kedua latar belakang ini pula nanti akan bermanfaat dalam penurunan dan pemeriksaaan hipotesa.
Mengingat tema disertasi ini adalah akuisisi senjata, maka wajar bila sebelumnya dijawab terlebih dahulu pertanyaan berikut ini: "Mengapa setiap negara memerlukan persenjataan?" Apa latar belakang dan alasannya? Menelusuri soal ini orang bisa tiba di jaman purba.
Hal itu bisa dimengerti, karena pada dasarnya perkelahian atau pertempuran itu sendiri lebih tua dari manusia, diawali oleh pendahulu kita yang masih berciri hewan. Antropolog yang berupaya mencari rantai yang hilang antara manusia paling mula - Homo habilis - dan keturunannya, yakni primata yang kurang mampu, ingin sekali menemukan bukti berupa batu kepingan. Perbedaan antara satu primata nonmanusia dan manusia adalah bahwa manusia membuat alat. Dan, meskipun sejumlah peneliti berusaha membuktikan bahwa nenek moyang kita adalah golongan cinta damai, ternyata peralatan paling awal buatan manusia adalah senjata.
Kekerasan, tulis Russell Warren Howe (1980) adalah satu solusi prasejarah bagi pertikaian yang diwariskan oleh waktu dan kebudayaan, dengan sofistikasi yang tidak ada akhirnya. Tetapi tanpa unsur waktu, budaya dan peningkatan sofistikasi pun, kekerasan tetaplah akan ada. Abad-abad pencerahan dan sains ternyata hanya meningkatkan kemampuan kita untuk membunuh manusia lebih banyak, lebih cepat dan lebih efektif, daripada apa yang bisa dilakukan oleh nenek moyang kita di jaman purba, atau oleh teman-teman kita, primata dan mamalia lain.
Dengan demikian, studi apa pun mengenai senjata militer senantiasa melibatkan satu wisata terpandu (guided tour) ke 'sisi gelap' watak manusia: kecerdikan yang manusia tidak pernah berhenti untuk menerapkannya dalam masalah membunuh anggota-anggota spesiesnya sendiri dalam konflik formal yang dikenal dengan nama: perang."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1992
D95
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library