Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Rizki A.
Abstrak :
Latar Belakang: Ulkus diabetik merupakan komplikasi diabetes melitus yang menjadi salah satu masalah utama di bidang kesehatan. Di Indonesia, angka mortalitas ulkus diabetik mencapai 17-30%, dengan laju amputasi sekitar 15-30%. Pemberian terapi oksigen hiperbarik (TOHB) dapat meningkatkan oksigenasi endotel dan merangsang produksi vascular endothelial growth factor (VEGF) yang merupakan faktor pertumbuhan paling spesifik dan poten untuk proses angiogenesis sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan luka. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah TOHB berpengaruh terhadap peningkatan kadar VEGF pasien ulkus diabetik. Metode: Dilakukan penelitian uji ktinis eksperimental dari bulan Februari 2006 sampai April 2006 terhadap 12 pasien ulkus diabetik yang mendapat TOHB 3 X 30 menit per hari selama 5 hari (kelompok TOHB) dan 10 pasien ulkus diabetik yang tidak mendapat TOHB (kelompok non-TOHB, kelompok kontrol). Kadar VEGF pada kedua kelompok diukur pada hari pertama dan hari kelima. Hasil: Pada kelompok TOHB kadar VEGF hari pertama menunjukkan nilai rerata 1241,325 + 237,6533 pg/ml dan setelah 5 hari nilat rerata menjadi 1244,458 + 264,5641 pg/ml, (p = 0,583). Sedangkan pada kelompok non-TOHB kadar VEGF hari pertama menunjukkan nilai rerata 1262,350 + 227,9603 pg/ml kemudian pada hari ke-5 nilai rerata menjadi 1112,460 + 220,3795 pg/ml, (p = 0,093). Tidak didapatkan perbedaan yang bermakna nilai rerata kadar VEGF antara kelompok TOHB dan kelompok nonTOHB pada hari pertama (p= 1) maupun hari kelima (p = 0,872). Kesimpulan: Terapi oksigen hiperbarik selama 5 hari tidak meningkatkan kadar VEGF pada pasien ulkus diabetik. ......Background: Diabetic ulcer is a complication of diabetes mellitus which one of the main health problem. In Indonesia the mortality rate of diabetic ulcer is about 17-30%, while the amputation rate is about 15-30%. Hyperbaric oxygen therapy (TOHB) increase endothelial oxygenation and stimulates vascular endothelial growth factor (VEGF) as the most specific and potent growth factor for angiogenesis and increases wound heating process. Aim of the study: The aim of the study is to know if TOHB can increase the level of VEGF in diabetic ulcer patients. Methods: Clinical experimental study was conducted from February 2006 until April 2006 of 12 diabetic ulcer patients who received TOHB 30 minutes, 3 times a day for 5 days (TOHB group) and 10 diabetic ulcer patients as a control group who did not receive TOHB (non-TOHB group). The VEGF level in both groups was measured on days 1 and 5. Results: In TOHB group the mean level of VEGF on day 1 was 1241.325 + 237.6533 pg/ml and became 1244.458 + 264.5641 pg/ml (p = 0.583) on day 5, while in non-TOHB group the mean level of VEGF on day | was 1262.350 + 227.9603 pg/ml and became 1112.460 + 220.3795 pg/ml (p = 0.093) on day 5. There were no significant differentiation of VEGF level between TOHB group and non-TOHB, group both on day 1 (p = 1) and day 5 (p = 0.872). Conclusion: Hyperbaric oxygen therapy for 5 days did not increase the VEGF level of diabetic ulcer patients.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T22682
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cholid Tri Tjahjono
Abstrak :
Latar belakang. Gangguan fungsi saraf otonom memberi kontribusi yang bermakna atas kejadian aritmia ventrikular dan mati mendadak pada penderita penyakit jantung koroner. Revaskularisasi, misalnya dengan intervensi koroner per kutan (PTCA), bertujuan untuk memperbaiki perfusi miokard. Disamping itu tindakan revaskularisasi diharapkan dapat memperbaiki disfungsi saraf otonom. Penelitian ini bertujuan untuk menilai sensitivitas barorefleks pada penderita P lK yang menjalani intervensi koroner per kutan. Metode. Sensitivitas barorefleks diukur dengan memberikan nitrogliserin 300 mikrogram pada pasien-pasien P lK yang menjalani intervensi koroner per kutan sebelum tindakan (pra-PTCA) dan segera sesudah tindakan intervensi koroner per kutan (pascaPTCA). Perubahan tekanan darah sistolik dan interval RR dicatat selama lebih kurang 30 denyut setelah pemberian nitrogliserin. Garis regresi linear antara penurunan tekanan darah dan perubahan interval RR dicatat sebagai hasil pengukuran sensitivitas barorefleks dengan satuan mili detiklrnmHg. HasH. lumlah subyek yang ikut dalam penelitian ini sebanyak 19 orang. Usia rata-rata sampel penelitian 57,5±9,3 tahun. Delapan orang (42%) adalah laki-laki. Faktor risiko yang paling ban yak ditemukan adalah dislipidemia (57%), merokok (42%), hipertensi (42%), dan hanya 16% yang mengidap diabetes mellitus. Sembi Ian orang (47%) memiliki riwayat infark miokard. Nilai rerata SBR pra-PTCA 2,51±3,23 ms/mmHg, SBR pascaPTCA 1 ,96± 1,61 ms/mmHg (p=0,412). Analisis multivariat dengan regresi logistik ditemukan bahwa obat nitrat memiliki pengaruh yang bermakna terhadap penurunan SBR (p=0,023; CI 95% 1 ,496-216,62;OR 18,00). Simpulan. Sensitivitas barorefleks pada penderita penyakit jantung koroner mengalami penurunan, segera setelah tindakan revaskularisasi dengan intervensi koroner per kutan. Obat golongan nitrat dapat memberi pengaruh yang signifikan terhadap sensitivitas barorefleks.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007
T59002
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wenny Fitrina Dewi
Abstrak :
Background: Cardiac rehabilitation in patients with Coronary Artery Bypass Surgery (CABG) is an effective way in reducing mortality in patients with coronary heart disease (CHD). The presence of impaired cardiac autonomic function is increase the risk of arrhythmias and sudden death. Exercise training as one component of cardiac rehabilitation can improve autonomic function that can be measured indirectly with Heart Rate Recovery (HRR). The aim of this study is to assess the effect of the frequency of physical exercise on improved of HRR. Metod: The data used for this analysis include 100 patients who underwent second phase of cardiac rehabilitation after CABG at Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta between July and October 2013. Patients were categorized into group I (exercise 3 times a week) : 40 people and group II (5 times a week exercise) : 60 people. Heart rate recovery was measured with a 6 minute walk test (6MWT). Measurements were performed 2 times, in the early phase and the evaluation phase after 12 times. Increased HRR from both groups were analyzed by linear regression analysis. Result : In our study, age, gender, diabetes mellitus, psychological, smoking, coronary artery bypass surgery and the duration of aortic cross clamp did not affect the increase of HRR. Five times a week exercise training gives significant increase of HRR compare to 3 times a week exercise training after analyzed multivariate linear regression ( RR 2.9, 95% KI 1.53 to 4.40, p <0.001 ). Conclusion: Frequency of physical exercise 5 times a week give a better response to the increase in HRR than exercise 3 times a week.
Latar Belakang: Rehabilitasi jantung pada pasien Bedah Pintas Arteri Koroner (BPAK) merupakan tindakan efektif dalam menurunkan mortalitas pada pasien dengan Penyakit Jantung Koroner (PJK). Adanya gangguan fungsi otonom jantung dikatakan meningkatkan risiko aritmia dan kematian mendadak. Latihan fisik sebagai salah satu komponen rehabilitasi jantung dapat meningkatkan fungsi otonom yang dapat diukur secara tidak langsung dengan Heart Rate Recovery (HRR). Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengaruh frekuensi latihan fisik terhadap peningkatan HRR. Metode: Sebanyak 100 pasien pasca BPAK yang melakukan rehabilitasi jantung fase II dipilih secara konsekutif sejak 1 Juli ? 15 Oktober 2013 di Pusat Jantung nasional Harapan Kita, Jakarta. Pasien dikelompokkan menjadi kelompok I (3 kali latihan seminggu) sebanyak 40 orang dan kelompok II (5 kali latihan seminggu) sebanyak 60 orang. Heart rate recovery satu menit diukur dengan uji jalan 6 menit/6 minute walk test (6MWT). Pengukuran dilakukan 2 kali, pada fase awal dan fase evaluasi setelah 12 kali. Peningkatan HRR dari kedua kelompok dianalisa dengan analisa regresi linier. Hasil: Pada studi kami, usia, gender, diabetes melitus, psikologis, merokok, bedah pintas arteri koroner dan lamanya aortic cross clamp setelah dianalisa tidak mempengaruhi peningkatan HRR secara bermakna. Frekuensi latihan 5 kali seminggu memberikan peningkatan HRR yang bermakna secara statistik dibandingkan 3 kali seminggu setelah dianalisa dengan regresi linier multivariate (RR 2,9; 95 % IK 1,53-4,40, p<0,001) Kesimpulan: Frekuensi latihan fisik 5 kali seminggu memberikan respon yang lebih baik terhadap peningkatan HRR dibandingkan latihan 5 kali seminggu.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T58695
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Sulastri C.
Abstrak :
Terdapat hubungan antara kejadian PJK dan stroke iskemik,keduanya memiliki faktor risiko yang sama yang berhubungan dengan aterosklerosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase PJK berdasarkan pemeriksaan angiografi koroner pada pasien dengan stroke iskemik yang dikonfirmasi dengan CT scan kepala juga memberikan kontribusi berupa sebaran faktor risiko apa yang berperan pada kejadian PJK yang disertai dengan stroke iskemik. Seluruh subyek penelitian dengan stroke iskemik (64 orang) yang dilakukan pemeriksaan angiografi koroner memiliki PJK (100%). Seluruh subyek penelitian memiliki faktor risiko stroke dan PJK bahkan sebagian besar memiliki 3 atau lebih faktor risiko.
There is a relationship between the incidence of CHD and ischemic stroke , both have the same risk factors associated with atherosclerosis . This study aims to determine the percentage of CHD by coronary angiography examination in patients with ischemic stroke confirmed by head CT scan also contribute to the spread of what the risk factors that play a role in CHD events were accompanied by ischemic stroke. All subjects with ischemic stroke ( 64 men ) who had a coronary angiography examination CHD ( 100 % ) . All recipients have risk factors for stroke and CHD in fact most have 3 or more risk factors .
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T58580
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library