Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Erna Karim
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
D1754
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Eneng Darol Affiah
"Penelitian disertasi ini bertujuan mendokumentasikan dan menganalisis aspek-aspek yang membedakan dan menyamakan gerakan perempuan Muslim Progresif antara tahun 1990-1998 dengan eiri negara yang terpusat di Masa Orde Baru dan gerakan di tahun 1998-2010 dengan eiri negara demokratis di Era Reformasi. Dengan metode kualitatif berperspektif gender dan menggunakan teori gerakan sosial baru. Temuan penelitian menunjukkan bahwa di masa keduanya mempunyai persamaan dan perbedaan. Persamaannya pada aktor gerakan dan dukungan dari ulama dan sarjana pria. Sementara perbedaannya adalah pada lawan gerakan dan cara beradvokasi.

This research attemp to document, compare and contrast Muslim progressive women movement ini in the New Order between 1990-1998, with those in the Reform Era between 1998-2010 undera more democratic state. Using qualitative gender-perspektive and new social movement theory, the findings of the study show that there are similarities and the differences. The similarities are the actor of the movement and supports are coming from ulama's and male Islamic scholars, meanwhile the differences are from the opposites groups and the ways of advocacy.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
D1875
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suwondo
"Munculnya gerakan mahasiswa dalam proses pembangunan politik suatu negara tidak terlepas dari "peran" mereka sebagai agen pembaharu. Oleh sebab itu munculnya persoalan yang melingkupi kehidupan masyarakat seperti kesenjangan antara si miskin dan si kaya, pembusukan politik, kesewenang-wenangan penguasa dan lain sebagainya, merupakan faktor yang dapat mendorong mahasiswa bergerak untuk merubah suatu rezim tertentu.
Namun dalam aksinya, gerakan mahasiswa juga cenderung terbagi ke dalam gerakan politik dan gerakan moral. Gerakan pertama menghendaki gerakan mahasiswa bersatu dengan rakyat, dengan menyebut gerakannya sebagai gerakan politik. Sedangkan gerakan yang kedua gerakan mahasiswa tetap dilakukan oleh mahasiswa sendiri dan membiarkan gerakan berjalan secara alami, dengan menyebut dirinya sebagai gerakan moral dari lingkungan mahasiswa. Untuk melihat persoalan tersebut, maka studi ini mengambil lokasi di Bandar Lampung, dengan sasaran penelitian para aktivis mahasiswa yang terlibat dalam gerakan menjatuhkan pemerintahan Orde Baru.
Dari pilihan teori gerakan mahasiswa di Bandar Lampung disebabkan beberapa pertimbangan antara lain;
Pertama, bahwa gerakan mahasiswa untuk menjatuhkan pemerintahan Soeharto, merupakan akibat dari adanya peningkatan frekuensi proses pewarisan nilai-nilai politik yang dilakukan oleh berbagai komite mahasiswa ataupun kelompokkelompok studi. Dalam tataran selanjutnya, hasil dari proses ini memunculkan kelompok-kelompok mahasiswa yang radar
politik dan peka terhadap situasi kehidupan politik yang memang membutuhkan perbaikan menuju kepada sistem politik demokratis. Hanya yang menarik dalam kajian lapangan bahwa agen sosialisasi politik yang cukup dominan menentukan mahasiswa bergerak melakukan aksi adalah teman diskusi atau teman dari kelompok-kelompok ekstra kampus seperti HMI, KAMMI, PMIII dan sebagainya. Kedua, berkenaan dengan hal di atas, maka penampilan rezim Orde Baru yang tidak demokratis, dengan dampaknya ke berbagai bidang, merupakan pendorong mahasiswa Bandar Lampung melakukan aksi gerakan.
Kondisi yang terjadi dalam rezim Circle Baru inilah yang dapat dipadankan dengan pendapat Smelser sebagai structural strain, di mana kondisi masyarakat penuh dengan tekanantekanan dan kekangan-kekangan yang dilakukan oleh pemerintah. Dampaknya, masyarakat akan mencoba melepaskan diri dari ikatan tersebut melalui aksi-aksi menentang kondisi kehidupan'yang sedang berlangsung.
Ketiga, harapan hidup yang sangat sukar, terutama dalam mencari pekerjaan menjadi faktor penyebab lain yang juga membuat mahasiswa melakukan aksi. Akhirnya faktor keempat yakni gerakan mahasiswa di kota ini juga banyak terpengaruh oleh munculnya gerakan-gerakan mahasiswa di kota lain, terutama dari Jakarta dan juga Yogyakarta.
Di lain pihak, hasil lapangan menunjukkan bahwa penyebab polarisasi yaitu pada masalah ideologic, yang pada tataran berikutnya akan mempengaruhi strategi periuangan gerakan dan sekaligus isu periuangan. Perbedaan ideologis merupakan hasil dari suatu proses sosialisasi politik yang dilakukan oleh masing-masing kelompok mahasiswa itu sendiri, dengan munculnya berbagai kelompok-kelompok studi.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
D365
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyudi
"ABSTRAK
Petani sebagai suatu klas, merupakan bagian dari masyarakat Indonesia yang hampir dalam seluruh aspek kehidupannya terpuruk. Dalam perjalanan sejarahnya, petani selalu menghadapi permasalahan dengan ketersediaan lahan untuk kepentingan mata pencahariannya. Salah satu strategi perjuangan untuk mendapatkan jaminan ketersediaan lahan adalah melalui tekanan kepada pemerintah untuk menerapkan program land reform.
Indonesia sebagi salah satu negara eks jajahan Belanda juga menyisakan persoalan penanahan yang sangat serius bagi petani, yakni ketidak-jelasan status kepemilikan tanah yang pernah diberikan kepada nenek moyangnya pada jaman penjajahan Jepang dan pada periode agresi Belanda ke-II. Ketidak-jelasan status tanah itu semakin diperparah dengan kurang berhasilnya penataan agraria oleh pemerintah Indonesia.
Gerakan petani Kalibakar adalah bagian dari dinamika petani Indonesia yang menginginkan bagi diterapkannya aturan land reform atas tanah eks HGU perkebunan Belanda, sehingga status tanah yang ditempati menjadi jelas. Gerakan ini tidak hanya melibatkan petani Kalibakar saja., tetapi juga orang-orang dan institusi di luar petani.
Penelitian ini memberikan kategori, bahwa gerakan petani Kalibakar telah terjadi pada empat era, yakni era ?jaringan terbatas? (tahun 1992-1993), era ?perluasan jaringan? (tahun 1996-1997), era ?puncak jaringan? (tahun 1998-2000), dan era ?deklinasi gerakan? (tahun 2001-2005). Melalui strategi reklaiming (istilah petani) atau penjarahan (istilah perkebunan), para petani Kalibakar akhirnya berhasil menduduki sekitar 94% dari areal perkebunan seluas ± 205 0,50 ha.
Temuan lapangan dari penelitian ini dianalisa dengan dua teori, yakni teori Smelser (1962) tentang the important determinants of collective behavior dan teori Charles Tilly (1978) tentang the main determinants of collective action. Teori Smelser lebih dipergunakan untuk menganalisa posisi aktor gerakan yang menginginkan bagi diterapkannya norma penataan tanah, sedang teori Tilly dipergunakan untuk mengkaji poisis aktor yang mengejar interest berupa aset tanah dan ?kekuasaan sosial-politik' Peneliti mencoba mengkawinkan atau mengkonvergensikan kedua teori tersebut untuk menganalisa kasus Kalibakar.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui formasi dan struktur gerakan sosial yang dilakukkan oleh petani Kalibakar. Penelitian ini mempergunakan pendekatan kualitatif dengan analisa grounded theory. Sampai dengan akhir penelitian, diketahui bahwa subyek penelitian ini berjumlah 37 orang yang berasal dari: para pemimpin dan anggota gerakan petani, pimpinan dan karyawan perkebunan, pemerintah, institusi agama, LSM , para free riders, Serta beberapa anggota masyarakat Kalihakar.
Berdasarkan pengembangan penelitian akhimya ditemukan tiga tipe aktor gerakan. Pertama, tipe ?idealis?, yakni mereka yang lebih berorientasi pada norma land reform (norm-oriented). Aktor tipe ini berasal dari para pimpinan gerakan, LSM, dan kalangan mahasiswa. Kedua, tipe ?materialis?, yakni mereka yang lebih berorientasi pada resources yang berupa tanah (resource-oriented). Aktor tipe ini berasal dari para pengikut gerakan foIlowers), yakni petani biasa. Ketiga, tipe ?opportunis?, yakni mereka yang lebih berorientasi pada kekuasaan sosial-politik dan ekonomi (?socioI-political power? and economic oriented). Aktar tipe ini berasal dari para free riders, aktivis partai politik, dan pejabat pemerintah. Studi ini manemukan data, bahwa dalam satu peristiwa yakni reklaiming/penjarahan Kalibakar, ternyata orientasi dari para aktomya berbeda-beda.
Berdasarkan kerangka teori yang ada, diketahui bahwa formasi dan struktur gerakan sosial petani Kalibakar ditentukan oleh aspek-aspek: 1) ideologi tentang tanah dan program land reform, 2) kondusifitas struktural, 3) ketegangan struktural, 4) tumbuh dan berkembangnya kepercayaan umum (belief), 5) interest, 6) jaringan dukungan (organisasi dalam, free rider; dan organisasi luar), 7) mobilisasi, 8) kekuasaan, 9) kontrol sosial atau tingkat represi, 10) peluang, dan 11) aksi atau perilaku kolektif itu sendiri.
Teori yang ditemukan dalam penelitian ini merupakan bagian dari teori sosiologi makro yang menaruh perhatian pada aksi atau perilaku kolektif dari suatu gerakan sosial petani. Teori ini mempergunakan konsep ?nilai tambah? dalam menjelaskan bagaimana ?penentu-penentu penting? saling memberikan kontribusinya masing-masing sehingga terjadi tindakan atau aksi kolektif. Di luar the important atau Ihe main determinants dari Smelser dan Tilly, peneliti melihat pentingnya menempatkan aspek networking sebagai salah satu elemen tambahan, serta penekanan pentingnya penjelasan tentang hukum aktivasi dan kontrol sosial dalam setiap tahapan proses teljadinya aksi atau tindakan kolektif.
Berdasarkan temuan lapangan maupun teoritik di atas, peneliti diantaranya memberikan rekomendasi sebagai berikut: 1) studi terhadap gerakan sosial atau pun petani sebaiknya tidak terbatas pada kajian literatur, namun sebaiknya langsung di lapangan. Hal ini akan membuka peluang untuk diketahuinya segenap sistem nilai dan norma yang laten, serta untuk mengukur aktualitas teori yang selama ini dijadikan pedoman, 2) agar setiap ada penyalahgunaan tanah negara, segera dilakukan penertiban. Jika tidak maka permasalahannya akan semakin akut dan sulit diselesaikan secara baik- baik, 3) agar setiap penyelesaian permasalahan antara petani dengan perkebunan selalu memperhatikan pertimbangan-pertimbangan hukum formal, kesejarahan sosial, dan tingkat kedalaman konflik yang tengah berlangsung. Pemerintah, perkebunan, dan petani harus kembali pada posisinya masing-masing, sehingga menjadi jelas hak dan kewajiban mereka dalam pross penyelesaian masalah itu.

Peasant as a class is part of Indonesian society which almost of all its life aspect is miserable. In the history, peasants always have to face problem about the limitation of land cultivation for his living hood. One of the strategies that peasants take to have the cultivation right is by making a pressure to the government to pursue land reform program.
Indonesia as one the former Netherlands colonies also has to heritage many serious problems and of legal-uncertainty about the fair of ownership of the land that the peasants got from their ancestor in the time of the Japanese rule and the second Netherlands aggression. The unsuccessful agrarian management that is being done by Indonesian govemment worsens this legal- uncertainty.
The peasant movement in Kalibakar can be said as part of dynamics of Indonesian peasant movement who demanded Indonesian govemment for the implementation of land reform over the former Netherlands? plantation area in for its legal certainty. The movement itself however has not only involved the peasants of Kalibakar, but also has involved individuals and institutions from the outside of area.
This research categorizes that the movement of the peasant in Kalibakar has been in four periods. The first is ?the limited networking? period (year 1992-1993). The second is, ?the expansion of networking? period (1996-1997). The third is ?the peak of the networking? period (1998-2000), and the fourth is ?the declination of the movement? period (2001-2005). By the strategy of namely ?reclaiming? (as the peasants called it) or plundering (as the PTPN called it), finally the peasants of Kalibakar has been successfully taking over the cultivation right about 94% of the 2050.50 ha plantation area.
The Endings is mainly analyzed by the two theories, which are the Smelser theory (1962) on the important determinants of collective behavior and the Charles Tilly theory (1978) on the main determinants of collective action. Smelser theory is used to analyze the position of the actors of the peasant movement who fought for the implementation of land reform policy, whereas Tilly theory is used to analyze the position of the actors of the peasant movement who sought their interest in the form of land asset and socio-political power. The thesis tries to combine or to bring together the two theories over the Kalibakar case.
The objective of this research is trying to explain about the formation and of tlte structure of social movement that was carried out by the Kalibakar peasants. The research uses a qualitative approach with a grounded theory analysis. lt is noted that the research informants are 37 people which are the leaders of the movement and of the membership ofthe peasant movement, as well as the executive and employee of PTPN plantation, the government officials, the religious institution, NGO?s. a group of so called free riders, and from the member of people of Kalibakar.
From the analysis, it is found that there have been three types of movement actors. First. ?the idealist type?, that is those who are more norm-oriented on the land-reform issue. This type consists of the leadership of the movement, NGO?s, and university students. Second, ?materialist type", that is those who are more land ownership -oriented. This type consists of the followers of the movement. which are the peasant them selves. Third. ?the opportunist type", that is those who are more social-political power and economy oriented. This type consists of the free riders, political parties activists, and govemment oflicials. This research founds that in the reclaimingfplundering events most ofthe many actors have different orientation.
Based on the theory, it is found that the formation and the structure ofthe social movement of the peasants in Kalibakar is determined by several aspects: 1) the perceived ideology of the land and the impact of land-refomt program, 2) the structural conduciveness aspect of the conflict, 3) structural tension, 4) the development of common belief. 5) the public interest, 6) supportive network (internal organization, free-rider, and external organization), 7) mobilization, 8) power, 9) social control or repression level, 10) opportunity, and 11) collective action or behavior itself.
The theory that is lbund by this research is seen as part of macro-sociological theory, which give attention to the collective action, or the behavior aspect of the peasant?s social movement. This theory uses ?the added value? concept in explaining about how ?decision-makers? share their contribution each other, which resulted in the collective action. Out ofthe Smelser?s important derernnnants and '1`illy?s main determinants, the thesis indicates the importance of networking aspect as one of the complement element. And this research is also emphasizing the importance of explanation about the activation law and social control in the every phase ofthe collective action.
From the field finding and based on theoretical consideration, the thesis recommends that: 1) study on the social movement or the peasant movement should not only carried out based on the literature research level, but must be complemented by lield research and deep investigation. By this, it could promise a more deep knowledge about the hidden meaning and norm systems. and also to contextualize the actuality ofthe theory that is used as guidance of the research. 2) ln every cases of the misuse of the state-owned land- there should be a quick problem solving. Otherwise, the problem may invite more complicated and make it hard to be solved. 3). ln every problem solving over the conflict between peasant and the state authority, it should consider the fonnal legal basis aspect, the social history setting. and level conflict of in the on going different case. ln this, the govemment, plantation management, and peasant should be in their own position. so that it is clear about their respective rights and duties on the conflict solution.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
D811
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Koritelu, Paulus
"Fokus utama penelitian ini untuk melihat perubahan hubungan sosial duan dan lolat di Olilit dalam kurun waktu 1995-2004. Temuan sebelumnya: Hubungan sosial duan dan lolat; baik Drabbe, Renwarin maupun McKinnon menemukan bahwa: hubungan sosial duan dan lolat merupakan bagian dari struktur sosial yang di dalamnya terdapat status dan peranan sebagai duan dan lolat. Status yang dimaksudkan berhubungan dengan posisi sebagai pemberi anak dara dan posisi sebagai penerima anak dara. Sedang peranan: dalam hal memilih dan menentukan jodoh, membayar harta adat serta peranan dan fungsi sebagai pelindung dalam sistem Arin serta peranan dalam pembuatan tais sebagai simbol pengikat hubungan sosial duan dan lolat. Ketiga peneliti di Tanimbar juga menemukan adanya faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hubungan sosial duan dan lolat antara lain faktor konflik, faktor birokrasi formal dan faktor agama. Dengan data tersebut, maka penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan teori tindakan sosial dan struktur sosial dari Weber yang menekankan pentingnya memahami arti subyektif dari satu tindakan sosial serta dasar rasionalitas obyektif dalam setiap tindakan sosial.
Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan menggunakan 3 teknik perolehan data yakni: 1. Observasi. 2. Diskusi kelompok terfokus (FGD) dan 3. Indept Interview. Ketiga teknik ini digunakan untuk saling melengkapi, apalagi waktu penelitian yang singkat serta secara substansial berusaha melakukan cross-check data dari informan yang sama pada ketiga kesempatan yang berbeda. Konsistensi data penelitian dari ketiga teknik tersebut dapat dikontrol melalui instrumen yang digunakan dalam penelitian.
Karena itu kontrol atas hal itu dapat dilakukan ke informan baik pada waktu diskusi, diwawancara secara mendalam maupun ketika diobservasi. Karena substansi observasinya dalam kurun waktu yang lalu, maka observasi dibantu dengan teknik recall interview dari sumber-sumber yang representative. Penelitian difokuskan pada 54 informan, 40 orang diajak diskusi dalam 5 kelompok yang berbeda, 22 orang diwawancarai, diantaranya berasal dari 8 peserta diskusi.
Temuan studi ini memperlihatkan: ada terjadi perubahan hubungan sosial duan dan lolat saling berbeda dalam kurun waktu 1995-1999 dan 2000-2004, yaitu sebagai berikut:
- Status adat dalam 2 kurun waktu tersebut tetap ada dan tidak tergantikan dengan status yang lain, walaupun dalam perannya mengalami pergeseran dari satu orang ke orang lainnya.
- Terjadi perubahan dalam peran adat dalam hubungan sosial duan maupun lolat (peran untuk memilih atau menentukan jodoh; sedikit bergeser/berubah dalam tahun 1995- 1999), peran membayar harta adat; tidak berubah dalam tahun 1995-1999). Sedang peran sebagai pelindung dalam sistem arin maupun pembuatan tais juga mengalami pergeseran/perubahan dalam kurun waktu 1995-1999.
- Sedang semua peran adat duan dan lolat mengalami perubahan yang sangat kelihatan ?perubahan besar/banyak? dalam kurun waktu 2000-2004, baik memilih jodoh, membayar harta adat, maupun peran dalam sistem Arin dan pembuatan tais pengikat hubungan sosial duan dan lolat.
- Dalam tahun 1995-1999 faktor konflik dan perang tidak berpengaruh, sedang faktor agama dan aturan birokrasi formal membuat sedikit perubahan/pergeseran dalam hubungan sosial duan dan lolat. Sedang dalam tahun 2000-2004, faktor aturan birokrasi formal sangat berperan banyak/besar terhadap perubahan hubungan sosial duan dan lolat, demikian halnya dengan konflik internal antara duan dan lolat. Berbeda dengan agama yang sebenarnya tidak berpengaruh.
Temuan tentang status adat duan dan lolat di Olilit yakni: Ompakain, udanain, dan empuain adalah hal baru yang tidak ditemukan dalam penelitian sebelumnya. Perubahan hubungan sosial duan dan lolat terjadi dalam tingkatan perubahan yang berbeda dalam dua kurun waktu tersebut, dan hal itu berlaku untuk semua dimensi hubungan sosial duan dan lolat. Hal inilah yang tidak dijelaskan dalam teori atau temuan sebelumnya. Termasuk kehadiran kota kabupaten di Olilit merupakan sebuah temuan yang berbeda dengan temuan-temuan sebelumnya. Bahwa dinamika dari situasi tersebut menjadi salah satu stimulus yang memberi penjelasan atas perubahan hubungan sosial duan dan lolat dalam dua kurun waktu tersebut. Satu masukan yang bisa disampaikan: diperlukan satu upaya duduk bersama antara birokrat atau pemda, agama dan orang Olilit untuk membuat kebijakan praktis atas proses perubahan hubungan sosial yang sedang terjadi sampai saat ini.
Kehadiran kota kabupaten menjadi sebuah fenomena yang amat relevan untuk menerapkan teori Weber tentang Rasionalitas tindakan sosial berdasarkan Otoritas Legal Formal dalam birokrasi, ternyata membawa pengaruh besar dalam perubahan hubungan sosial duan dan lolat, di samping faktor Teknologi dan sedikit juga pengaruh dari faktor Agama.

This research principal focus for seeing change of social relationship duan and lolat in Olilit in range of time of 1995-2004. Finding before all: Social relationship duan and lolat; good Drabbe Renwarin and also McKinnon find that: social relationship duan and lolat is part of social structure which in it there are status and role as duan and lolat. Status which meant relating to position as giver of child of virgin and position of as receiver child of virgin. Medium of role: in the case of choosing and determine couple, pay for custom estae and also function and role as protector in system Arin and also role of making of tais as fastener symbol the relation of social duan and lolat. Third researcher in Tanimbar also find existence of factor having an effect on to social relationship duan and lolat for example conflict factor, formal bureaucracy factor and religion factor. With the data, hence this research will be done by using social action theory and social structure from Emphasizing weber important thinks comprehend meaning of subjective out of an social action and also objective rationality base in every social action.
Research method which applied is qualitative by using 3 technique in data acquisition namely: 1. observation. 2. Discussion group of focused (FGD) and 3. Indept Interview. Third this technique applied for complementary, more than anything else brief research time and also in substansial make an attempt on cross check data from same informan at third of different opportunity. Research data consistency from the technical is third can be controlled through instrument which applied in research. In consequence control to that thing can be done to informan either at discussion time, interviewed exhaustively and also when observation. Because the observation substance in last range of time, hence observation assisted with technique in recall interview from source of source of which representative. Research is focussed at 54 informan, 40 people invited by discussion at 5 different group, 22 held an interview people, between the come out of 8 discussants.
This study finding show: there is happened change of social relationship duan and lolat is each other differing in range of time of 1995-1999 and 2000-2004, that is as follows:
- Status custom in 2 the range of time is irreplaceable and immanent with other status, although in the role experience friction out of one people to other people.
- Has been a change in role of custom in social relationship duan and also lolat (role for choosing or determine couple; a few change/friction in year 1995-1999), role of paying custom estae don't change in year 1995-1999). Medium role of as protector in system arin and also making of tais also experience change/friction in range of time of 1995-1999.? Is medium all role of custom duan and lolat experience change which hardly looked to be "Big changing / a lot" in range of time of 2000-2004, good choose couple, pay for custom estae, and also role of in system Arin and making of tais fastener the relation of social duan and lolat.
- In year 1995-1999 war and conflict factor don't have an effect, medium of formal bureaucracy order and religion factor make a few change/friction in socials relationships duan and lolat. Medium in year 2000-2004, formal bureaucracy order factor so central large/many to change of social relationship duan and lolat, that way the things of internal conflict between duan and lolat. Differ from religion which actually don't have an effect.
Finding concerning custom status duan and lolat in Olilit namely: Ompakain, udanain, and empuain is new things which be not found in research before all. Change of social relationship duan and lolat tedadi in different change level in two the range of time, and that thing valid for all dimensions the relation of socials duan and lolat. This things is not explained in finding or theory before all. Included attendance of sub-province town in Olilit is a different finding with finding finding before all. That dynamics from the situation becoming one of stimulus giving explanation of to change of social relationship duan and lolat in two the range of time. An input which can be submitted: required an sessile effort with between local government or bureaucrats, religion and people Olilit for making practical policy to process change of social relationship being happened till now.
Attendance of sub-province town become a very phenomenon relevant to apply Weber theory concerning Social action rationality based on Formal legal Authority in bureaucracy, temyata bring major effect in change of social relationship duan and lolat, beside Technological factor and a few also influences from Religions factors."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
D927
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Luddin, Muchlis Rantoni
"ABSTRAK
Dimensi persoalan pekerja anak di perkebunan teh tidak hanya berkaitan dengan persoalan pendidikan, kemiskinan, ekonomi keluarga dan budaya lokal, melainkan pula berhimpitan dengan aspek lain di balik fenomena pekerja anak itu yakni perhatian perusahaan dan pemerintah daerah yang kurang, tempat tinggalnya yang di isolir dari pusat kegiatan ekonomi dan tidak ada program aksi oleh institusi yang berkompeten dalam membina kehidupan masyarakat.
Pekerja anak di perkebunan teh Ciliwung perlu diteliti karena dianggap mengalami perlakuan eksploitasi. Eksploitasi dilakukan karena pekerja anak dianggap produktif, bekerja tanpa menimbulkan masalah, menerima sedikit upah tanpa protes. mudah diatur dan penurut. Karena itu, di balik fenomena pekerja anak ada masalah eksploitasi. Pertanyaannya adalah bagaimana eksploitasi itu dilakukan?; mengapa eksploitasi dilakukan pada anak yang masih belia?; siapa saja yang melakukan tindakan eksploitasi?; apa yang menyebabkan anak-anak itu terjerumus dalam tindakan eksploitatif orang tua dan majikannya?; bagaimana pola eksploitasi dilakukan kepada anak-anak yang bekerja?; bagaimana peta, struktur dan hirarki eksploitasi pekerja anak itu?; bagaimana motif kemiskinan dijadikan sebagai alat melakukan eksploitasi pekerja anak?; bagaimana dampak tindakan eksploitasi itu terhadap perkembangan jiwa dan Fisik pekerja anak.
Bagi kaum Marxis, eksploitasi dianggap sebagai upaya menarik keuntungan yang tidak adil oleh hak-hak istimewa dari pemilikan pribadi. Menurut Wright konsep eksploitasi terkait dengan analisis kelas yakni kelas kapitalis sebagai pemilik sarana produksi dan kelas pekerja yang tidak memiliki sarana produksi. Dalam terminologi libetarian, eksploitasi sering diikuti pemaksaan. Karena itu, Best memandang eksploitasi sebagai pengambilan keuntungan secara tidak adil oleh satu pihak kepada pihak lain. Eksploitasi memiliki ciri, al.: (a) berlangsung dalam relasi antar manusia, (b) setidaknya ada dua pihak yang terlibat yakni pihak yang mengeksploitisir dan pihak yang dieksploitisir, (c) ukurannya adalah keadilan, (d) terdapat distribusi yang tidak wajar dalam hubungan itu. Ukuran ketidakadilan dalam eksploitasi juga dinyatakan oleh Calvert dan Calvert bahwa ketidakadilan sering muncul dalam pekerjaan sehingga menimbulkan masalah, termasuk masalah pekerja anak yang dieksploitasi.
Penelitian ini memakai pendekatan kualitatif-analitis. Data dikumpulkan melalui berbagai sumber yaitu dari informan kunci yakni pekerja anak itu sendiri, teman sebaya dan keluarganya dan sumber tertulis. Penelitian diawali dengan pengenalan lapangan dan observasi guna beradaptasi dengan kehidupan pekerja anak. Kemudian, peneliti menggunakan teknik observasi, "quasi-partisipasi", interview mendalam dan focus group discussion agar peneliti dapat berinteraksi secara optimal dengan pekerja anak dan menyelami perangainya di tempat kerja, di rumah dan di lingkungannya. Peneliti juga menerapkan teknik dokumentasi untuk rnemperoleh data sekunder dan tertier.
Berdasarkan studi yang dilakukan, diperoleh beberapa temuan penelitian. Derajat eksploitasi yang terjadi sifatnya berjenjang. Semakin ke bawah tingkat eksploitasi akan semakin besar implikasinya, sebaliknya, semakin ke atas tingkat eksploitasi akan semakin rendah implikasinya. Eksploitasi yang dilakukan oleh majikan menghujam ke bawah kepada para pekerja, di mana dilakukan secara sistimatis, lebih terbuka dan dibarengi dengan penekanan. Pada kenyataannya, anak bekerja karena "dipaksa" oleh orang tuanya dan menjadi agen penyetor yang memberi konstribusi bagi kelangsungan hidup keluarganya dan menghidupi dirinya sendiri. Bahkan, prinsip no work, no pay dijadikan sebagai analogi bahwa jika anak mau jajan maka harus mencari uang sendiri. Temuan ini sekaligus menunjukkan bahwa asumsi selama ini mengenai anak-anak bekerja karena ingin membantu orang tuanya, tidak sepenuhnya benar. Anak yang tidak bekerja akan diberi sanksi, yakni sanksi kehilangan haknya sebagai anak untuk dipenuhi kebutuhan hidupnya yang elementer dan sanksi moral karena dianggap tidak bertanggung jawab terhadap orang tua dan keluarganya. Eksploitasi oleh pihak yang memiliki otoritas di perkebunan terhadap pekerja anak juga dibarengi dengan tindakan pelecehan, termasuk pelecehan seksual yang dilakukan oleh mandor terhadap wanita pekerja anak. Derivasi bentuk eksploitasi ini dianggap masih relatif jarang dalam kajian teoritis tentang eksploitasi. Selain itu, tindakan eksploitasi berlangsung secara formal dan informal. Bagi masyarakat miskin di perkebunan teh, ikatan sosial semakin kuat dalam kerangka membangun relasi sosial-kemasyarakatan, namun sebaliknya semakin rendah dalam relasi ekonomi, guna mempertahankan aset-aset ekonomi keluarga. Perusahaan perkebunan teh Ciliwung menempuh kebijakan bahwa setiap penduduk yang berdomisili di areal perkebunan teh wajib menjadi pekerja sehingga anak-anak yang sudah tidak bersekolah 'diminta' menjadi pekerja. Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian terdahulu yang menjelaskan bahwa anak-anak yang tidak melanjutkan sekolah disuruh menjadi pekerja.
Namun demikian, asumsi bahwa bekerja di perusahaan merupakan simbol kesejahteraan keluarga besar perusahaan, tidak sepenuhnya benar sebab ternyata pekerja anak dan keluarganya di Perkebunan Teh Ciliwung senantiasa dieksploitasi dan hidup dalam batas subsistensi.
Seorang pekerja anak yang datang dari keluarga miskin cenderung selalu miskin atau dimiskinkan oleh kondisi yang mendera kehidupannya. Kepentingan pekerja anak dan keluarganya untuk mempertahankan eksistensinya juga diliputi konflik, meskipun masih bersifat latent kecuali kasus Entin dengan mandor Ali, karena posisi para pekerja, terutama pekerja anak selalu diletakkan dalam relasi yang eksploitatif, di mana majikan akan selalu memperoleh keuntungan dari para pekerja anak.
Gaya hidup majikan selalu identik dengan prestise dan pola konsumsi yang merefleksikan tingkat kekayaannya. PeneIitian juga menemukan bahwa pekerja anak yang memberikan kontribusi yang cukup besar kepada perusahaan, justru tidak mempunyai akses terhadap pemanfaatan aset perusahaan. Pekerja tidak diberi kesempatan mengontrol jalannya perusahaan, termasuk mengontrol besarnya perolehan perusahaan dari hasil kerjanya. Pekerja dibatasi haknya untuk memperoleh informasi tentang perusahaan, bahkan birokrasi perusahaan sengaja dibuat berjenjang agar dapat membatasi akses pekerja kepada pimpinan perusahaan, sehingga pekerja hanya dapat berhubungan dengan petugas atau penanggungjawab lapangan. Pekerja anak juga tidak berhak untuk memiliki aset produktif. Nilai seorang pekerja di hadapan majikan ditentukan oleh seberapa banyak penghasilan yang diperoleh dan biaya transaksi upah yang disepakati. Lebih banyak nilai perolehan upah dan hasil kerja yang bisa dipotong atau dieksploitasi oleh majikan, maka pekerja akan semakin merasa dieksploitasi.

ABSTRACT
The Exploitation Of The Child Worker On The Tea Plantation In Cisarua BogorThe dimensions of child worker issue at the plantation not only deals with the education, poverty, family economic life, and local culture but also other aspects like less attention of the company and local government (PEMDA), isolated setting away from business centers, no implementation program by institutions competent in developing and sustaining the economic and social life of community.
The child worker case at Ciliwung tea plantation assumed have been exploited needs to be researched. The exploitation happens because child workers are considered productive, relatively no-causing work problem. accepting little wage without complaint easily managed, and obedient. Thus, behind this child worker phenomenon lies exploitation issue. The question is how this exploitation is carried out?: why this exploitation makes use of very young children?; what make these children arc exploited by their parents and employers?; what the exploitation pattern applied on these children are?; what the exploitation structure and hierarchy of these child workers are?; how this poverty motive is made use to exploit these child workers?; what is the impact of this exploitation on the physical and psychological development of child workers?.
For Marxists, exploitation is defined as an effort to make profit in such an unfair way by using privileged right of the private ownership. According to Wright, the exploitation concept is related to the class analysis, that is the capitalist class as the owner of the means of production and the worker class with no means of production. In Libertarian terminology, exploitation is usually followed by force. That is why, Best views exploitation as the unfair profit taking from one party by the other one. Exploitation has the following characteristics: (a) it takes place in the relationship among humans, (b) there are as least two parties involved; the exploiting and the exploited ones, (c) the parameter is justice, (d) there is an unequal-distribution in the relationship. The injustice parameter in exploitation is also stated by Calvert and Calvert that injustice often anises in work world and brings problems, including the problem of exploited child workers.
This research use qualitative-analytic approach. Data were collected from various sources. They are the key informant; the child workers themselves, their colleagues and families and also the written information. The research was initiated with the field observation in order to adapt with the child worker life. Than by using the observation technique, "quation-participation", in depth interview, and focus group discussion, the researcher interacted optimally with the child workers and learned their behavior at the work site, home, and neighbourhood. The researcher also applied the documentation technique in other to gain secondary and tertiary data.
On the basis of the study conducted, it was gained several research findings. It was found that degrees of exploitation was gradual. The lower the exploitation degrees is, the bigger its implication will be, on the contrary, the higher the degree of exploitation is the smaller its implication will be. Exploitation done by the employer is directed straight to the workers. In which it is carried out systematically, more open and with pressure. As a matter of fact, this children work because they are "forced" by they parents and economically become the contributors to the sustainability of their family and their own lives_ Even, the principle of "no work no pay" is used as an analogy that if a child needs to buy something, be alone has to earn money for that. This finding shows that the assumption that children work for helping their parents is not completely right. A child who does not work will be sanctioned, that is the loss of his right to full his elementary need and morally considered irresponsible for his parents and family. The exploitation of these child workers at the plantation by the authorized employers is also signed with the harassment, including the sexual harassment by the male supervisors to the female child workers. The derivation of the exploitation form is relatively are in the theoretical study of the exploitation. Besides, exploitation occurs formal and informal ways. For poor community at tea plantation, social cohesion is getting stronger in building their social relation, but it's getting weaker in building their economic relation in order to keep the family economic assets. The company of Ciliwung tea plantation implements the policy that at people living in the plantation are must work at the plantation including their children who no longer go to school. This finding is in line with the former research finding that children are who no longer go to school are 'asked' to work at the plantation. However, the assumption that working at the plantation is the prosperity symbol of the company big family is not completely right, because in fact the child workers and their parents are exploited and live in substantial limit.
A child worker from poor family tend to always be poor or to be 'pored' {made poor) by such life condition. The need of the child workers and their parents to survive and keep their existence is also covered with latent conflict, except the case of Entin and Supervisor that happens because the workers position, especially child workers is always placed in an exploitative relation in which the employer always take advantage from them.
The employer's life style is always identical with the prestige and consumption pattern reflecting his wealth. Research also found that even a child worker giving a significant contribution to the company, does not have access to use company asset. Workers are not given opportunity to control the operation of the company, including to control the amount of profit that they contribute. Workers' right of getting information on the company is restricted, even the company bureaucracy is composed in such a gradual way that higher the workers to have direct access to the top leader, that the workers just have the access to the supervisor or field officer. A child worker has no right to own productive asset. The value of a worker for the employer is determined by the amount of gain he earns and the cost of the wage transaction having been agreed. The more the amount of wage and the work gain that can be reduced or exploited that more exploited the worker is"
2002
D199
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Adlin Sila
"ABSTRAK
Disertasi ini mengkaji secara sosiologis lembaga keuangan mikro berbasis syariah (LKMS) atau lazim disebut BMT. Dengan berpijak pada kerangka teori institusional baru (new institusionalism), disertasi ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dalam pengumpulan datanya. Disertasi memilih LKMS di Cipulir, Jakarta dan Banda Aceh sebagai sasaran penelitian karena perbedaan lingkungan sosial budaya dan ekonomi masyarakatnya. Disertasi ini menemukan bahwa sistem bagi hasil dalam teknologi keuangan syariah bersifat hybrid karena merupakan institusi sosial informal yang diadopsi kemudian dikontekstualisasikan dalam sebuah makna dan kondisi tertentu sebagai sebuah sistem teknologi keuangan LKMS yang khas. Secara teoritis, mekanisme hiybrid ini membantu institusi-institusi sosial informal untuk bisa operasional dan kompatibel dengan sistem keuangan moderen seperti pada LKMS. Kepada pemerintah, disertasi merekomendasikan untuk membuat kebijakan yang kondusif bagi perkembangan lembaga keuangan mikro yang sesuai dengan sistem sosial budaya dan agama masyarakat setempat.

ABSTRACT
This dissertation studies sociologically a syariah-based microfinance institute (LKMS) which is usually known as BMT. By applying the framework of new institutionalism, this dissertation utilizes qualitative approach in its data collection. This dissertation chose LKMS in Cipulir, Jakarta and Banda Aceh as its object of study because of socio-cultural and economic differences of both society. This dissertation found that the profit and loss sharing system at the LKMS is regarded hybrid as it was previously adopted from traditional institution and recontextualized in a new meaning and certain condition. Theoretically, this hybrid mechanism will help tradisional and informal institution to become applicable and operational with the moderen finance system of LKMS. This dissertation recommends the government to carry out a policy which is condusive to the development of microfinance institutes fitting with the local culture and religion."
Depok: 2009
D622
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Pattinasarany, Indera Ratna Irawati
"ABSTRAK
Tujuan disertasi untuk melakukan kategorisasi kelas sosial dan analisis mobilitas sosial. Kategorisasi kelas menggunakan model socio-economic index dari Duncan dan class categories dari Goldthorpe. Mobilitas sosial dianalisis dengan mobilitas absolut, relatif, dan faktor-faktor yang berpengaruh pada mobilitas naik. Konsep yang digunakan adalah kelas, kategorisasi kelas, dan mobilitas sosial. Metode penelitian berupa data sekunder IFLS dan wawancara mendalam. Temuan mobilitas absolut berupa kecenderungan kesamaan kelas responden dengan orang tua. Mobilitas kelas teratas dan terendah sangat terbatas, sedangkan pada empat kelas lainnya terjadi peluang mobilitas naik. Hasil mobilitas relatif menunjukkan rendahnya kecairan sosial. Faktor jender, usia dan pendidikan berpengaruh pada mobilitas naik.

ABSTRACT
The dissertation purposes are to construct categorization of social class and analysis of social mobility. Class categorization uses Duncan?s socio-economic index and Goldthorpe?s class categories models. Social mobility is analyzed by absolute- and relative mobility, and factors affecting upward mobility. Concepts of class, class categorization, and social mobility are utilized in the study. Research methods used are secondary data of IFLS and in-depth interview. The findings include a tendency for social class similarity between respondents and parents, a limited chance of mobility among the highest and lowest classes, and an upward mobility in other classes. The data also indicates low level of social fluidity. Gender, age and education are factors that affect upward mobility.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
D1354
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kustini
"Disertasi ini membahas strategi Buruh Migran Perempuan sebagai ibu ketika ia bekerja di Timur Tengah khususnya Arab Saudi. Penelitian dilakukan melalui pendekatan kualitatif strategi studi kasus. Unit analisis penelitian adalah keluarga, yang kemudian dianalisis melalui perspektif gender. Konsep utama yang digunakan transnational motherhood serta teori konflik keluarga.
Hasil penelitian menunjukkan ada empat strategi yang dilakukan oleh Buruh Migran Perempuan. Isu sosial budaya yang berlaku di tempat bekerja memberi pengaruh pada kondisi Buruh Migran Perempuan ketika bekerja serta berpengaruh pada pilihan strategi. Sementara itu, di daerah asal terlihat bahwa pengasuhan anak dilakukan oleh ?ibu pengganti? dengan melibatkan keluarga luas.;

This dissertation discusses about the strategy of Women Migrant Workers as a mother when she works in Middle East especially Saudi Arabia. This research is conducted with a strategy of qualitative approach of case studies. The unit of analysis is the family, which is then analyzed based on gender perspective. The main concept used is transnational motherhood and family conflict theory.
The results showed there are four strategies undertaken by Women Migrant Workers. Socio-cultural issues prevailing in the workplace is affecting the condition of Women Migrant Workers while working and influential on the choice of strategy. Meanwhile, in the origin region shows that child care is done by 'substitute mother' by involve the extended family.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Antonius Purwanto
"Disertasi ini membahas mengenai peranan modal budaya dan modal sosial dalam perkembangan klaster industri seni keramik Kasongan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan arti penting modal budaya dalam perubahan laster dan mobilitas sosial di antara para pengusaha. Modal sosial penting dalam memfasilitasi transaksi ekonomi dan dalam usaha mendapatan modal budaya, modal ekonomi dan modal simbolik. Terdapat hubungan dominasi, subordinasi dan resistensi di antara para pengusaha. Pengusaha dominan menggunakan berbagai modal untuk mempertahankan dominasinya dan beberapa pengusaha kecil melakukan resistensi terhadap praktik dominasi.

This dissertation discusses the role of cultural capital and social capital in the industrial cluster development of ceramic art craft of Kasongan. The study was conducted using qualitative research methods. The results show the importance of cultural capital in change of the cluster and in social mobility among enterpreneurs. Social capital is important in facilitating economic transactions and in pursuing economic capital, cultural capital and symbolic capital. There is a relationship of dominance, subordination and resistance among enterpreneurs. Dominant enterprenurs make use of a variety of capital to maintain its dominataion and some small-enterpreneurs do resistance act to the domination practices.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
D1425
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>