Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 31 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Purba, Pratama
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S5460
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sagala, Mika Yohana
Abstrak :
Skripsi ini membahas politisasi agama yang terjadi di dalam konflik antara Buddha Rakhine dan Muslim Rohingya di Myanmar dari tahun 2012 hingga tahun 2017. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan penjelasan yang bersifat eksplanatif. Penelitian ini menggunakan teori instrumentalis dalam menganalisis politisasi agama yang terjadi dalam konflik Rohingya dan Rakhine. Permainan isu agama membangkitkan sentimen anti-Muslim Rohingya dan menyebabkan situasi semakin panas sehingga terjadi pengusiran terhadap Muslim Rohingya secara besar-besaran dari wilayah Rakhine. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa pemerintah sebagai aktor penting dalam pembentukan identitas nasional Myanmar yang menyebabkan eksklusifitas agama Buddha di Myanmar dan dalam proses ini framing anti-Muslim Rohingya pun terjadi. Melalui konflik ini pemerintah mendapatkan keuntungan ekonomi dan politik. ......This thesis discusses the politicization of religion that occurred in the conflict between Buddha Rakhine and Rohingya Muslims in Myanmar from 2012 to 2017. This research is qualitative research with explanatory explanations. This study uses instrumentalist theory in analysing the politicization of religion that occurred in the Rohingya and Rakhine conflicts. The religious issue game aroused anti-Muslim Rohingya sentiments and caused the situation to become hotter, resulting in massive expulsion of Rohingya Muslims from the Rakhine region. The results of this study prove that the government as an important factor in the formation of Myanmar's national identity that led to the exclusivity of Buddhism in Myanmar and in this process the anti-Muslim Rohingya framing ensued. Through this conflict, the government gets economic and political benefits.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Imam Suherman
Abstrak :
Sebagai partai politik baru yang lahir dalam arus gelombang demokratisasi di awal reformasi 1998, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) berhasil meraih kemenangan pada pemilu 1999 dengan menempati urutan ketiga. Namun, fenomena konflik internal PKB yang silih berganti kurun waktu antara tahun 2001 hingga 2011 berdampak pada penurunan suara PKB di pemilu 2004 dan 2009. Terakhir, konflik internal PKB terjadi tahun 2008-2011 yang menjadi fokus studi dalam penelitian ini. Tujuan penelitian adalah menjelaskan penyebab terjadinya fenomena konflik internal PKB serta mekanisme penyelesaian konfliknya. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe eksploratif. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam sebagai data primer dan studi literatur sebagai data sekunder. Kerangka teori yang digunakan adalah konsep partai politik, konflik politik, dan resolusi konflik. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa konflik internal PKB tahun 2008-2011 adalah konflik yang berawal dari keluarnya surat keputusan yang memberhentikan Muhaimin Iskandar sebagai Ketua Umum Dewan Tanfidz DPP PKB melalui Rapat Pleno yang dikendalikan Gus Dur sebagai Ketua Umum Dewan Syuro DPP PKB. Pembagian kekuasaan yang tidak seimbang, kuatnya pragmatisme kekuasaan, tidak berjalannya fungsi manajemen konflik serta lemahnya penegakkan konstitusi partai menjadi akar penyebab terjadinya konflik internal PKB. Mekanisme penyelesaian konflik internal PKB ditempuh melalui cara organisasi, kultural, politik, dan hukum. ...... As a new political party was born in the current wave of democratization in the beginning of the 1998 reform, the National Awakening Party (PKB) managed to win the 1999 elections with a third place. However, the phenomenon of internal conflict PKB successive period between 2001 and 2011 contributed to the decline in voice PKB 2004 and 2009 elections. Finally, internal conflicts PKB occurs in 2008-2011 which is the focus of this research study. The purpose of research is to explain the causes of the phenomenon of internal conflict PKB and conflict resolution mechanisms. Methods of research used a qualitative approach with exploratory type. Data was collected through in-depth interviews as the primary data and literature as secondary data. Theoretical framework used is the concept of political parties, political conflict, and conflict resolution. Results of the study showed that PKB internal conflict in 2008-2011 was a conflict that began in the issuance of a decree to dismiss Muhaimin Iskandar as Chairman of the Tanfidz Council DPP PKB through controlled Plenary Meeting of Gus Dur as Chairman of the Syuro Council DPP PKB. Unequal distribution of power, strength pragmatism of power, not the functioning of conflict management and weak enforcement of the party constitution at the root causes of internal conflict PKB. Internal conflict resolution mechanisms PKB reached by way of organizational, cultural, political, and legal.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S46463
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Baqir Idrus Alatas
Abstrak :
Tugas Akhir ini membahas tentang latar belakang dilahirkannya Surat Edaran yang melarang peringatan hari Asyura di Kota Bogor atas dasar Peraturan Daerah mengenai Ketertiban Umum. Penelitian ini lebih khusus menelisik apa motif dari Bima Arya selaku Walikota Bogor dalam mengeluarkan kebijakan yang menimbulkan polemik tersebut. Dengan mengandalkan teori Agenda-Building dan Pressure Groups, hasil wawancara, dan metode interpretasi, penulis menganggap alasan Bima Arya menerbitkan Surat Edaran tersebut adalah upaya menghindari konflik horizontal antara kelompok penekan yang membawa wacana anti Syiah di Kota Bogor dengan komunitas Syiah setempat selaku koordinator agenda peringatan hari Asyura. Adapun pemicu dari keputusan kontroversial tersebut yaitu berkat tekanan politik dari kelompok anti Syiah yang terdiri dari berbagai perwakilan organisasi masyarakat Islam dan Majelis Ulama Indonesia setempat terhadap Pemerintah Kota Bogor. Dengan skema Agenda-Building, penelitian ini dapat mengulas berbagai keputusan dari berbagai kemungkinan yang bisa dipilih oleh Bima Arya. Teori ini juga berfungsi untuk merumuskan pola-pola yang dibangun oleh kelompok anti Syiah sehingga mereka dapat mendorong para pengambilan keputusan untuk mengeluarkan Surat Edaran pelarangan hari Asyura. Sementara itu, penggunaan teori Pressure Groups mampu menafsirkan berbagai metode kerja yang dipakai kelompok anti Syiah dalam upaya membangun wacana anti Syiah di Kota Bogor. ......This Final Project discusses the background of the birth of Circular which prohibits the commemoration of Ashura days in the City of Bogor on the basis of Regional Regulations concerning Public Order. This study is more specifically investigating what the motives of Bima Arya as Mayor of Bogor in issuing policies that give rise to such polemics. Referring to information from interviews and interpretation methods, the author considers the reason for Bima Arya to publish the circular letter is an effort to avoid horizontal conflict between pressure groups that carry anti-Shi'a discourse in the city of Bogor and the local Shiite community as the agenda coordinator to commemorate Ashura. The trigger for the controversial decision was due to political pressure from the anti-Shia group consisting of various representatives of Islamic community organizations and the local MUI against the Bogor City Government. With Agenda-Building scheme, this study can review various decisions of various possibilities that Bima Arya can choose. This theory also serves to formulate patterns built by anti-Shia groups so that they can encourage decision-making to issue circular letters of Ashura's Day. Meanwhile, the use of Pressure Groups theory is able to interpret various methods of work used by the anti-Syiah group in the effort to build anti-Shia discourse in Bogor city.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhiilatun Nisaa
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas tarik menarik kepentingan dalam pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia. Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mendeskripsikan dan menganalisis tarik menarik kepentingan dalam pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia. Dengan melihat faktor pembubaran HTI oleh pemerintah dan reaksi HTI setelah dibubarkan oleh pemerintah. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, tipe studi kasus. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan dokumentasi. Analisis dengan memakai teori fundamentalis dari R.Scott Appleby yang menjelaskan tiga tipologi penyebab kemunculan fundamentalisme agama, kemudian teori konflik dari Ralp Dahrendorf, serta teori negara menurut Harold J.Laski. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alasan pemerintah membubarkan HTI dikarenakan pertama, sebagai ormas berbadan hukum, HTI tidak melaksanakan peran positif untuk mengambil bagian dalam proses pembangunan guna mencapai tujuan nasional. Kedua, kegiatan yang dilaksanakan HTI terindikasi kuat telah bertentangan dengan tujuan, azas dan ciri yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagaimana, ketiga aktifitas yang dilakukan HTI dinilai telah menimbulkan benturan di masyarakat yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat, serta membahayakan keutuhan NKRI. Sedangkan reaksi HTI setelah dibubarkan oleh pemerintah, melakukan aksi perlawanan politik, hukum dan menyebarkan opini publik.
ABSTRACT
This thesis discusses the attraction of interest in the dissolution of Hizb ut Tahrir Indonesia. The purpose of this study is to describe and analyze the interest of interest in the dissolution of Hizbut Tahrir Indonesia. By looking at the factors of HTI 39 s dissolution by the government and HTI reaction after being dissolved by the government.The research was conducted using qualitative research method, case study type. Data collection techniques were conducted with interviews and documentation. Analysis by using fundamentalist theory from R. Scott Appleby which explains three typologies causing the rise of religious fundamentalism, then the conflict theory of Ralp Dahrendorf and state theory according to Harold J.Laski. The results show that the reason for the government to disband the HTI is because firstly, as a legal body, HTI does not carry out a positive role to take part in the development process in order to achieve the national goals. Secondly, activities carried out by HTI indicated strongly against the objectives, principles and characteristics based on Pancasila and the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia as stipulated. Finally, HTI activities are considered to have caused a collision in the community that could threaten the security and public order and endanger the integrity of the Unitary Republic of Indonesia NKRI . While HTI reaction after dissolved by the government, take action of political resistance, law and spread public opinion.
2018
T51240
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aminah
Abstrak :
ABSTRAK Penelitian ini membahas peranan yang dilakukan oleh Habib Abdurrahman Al Habsyi dalam upayanya memenangkan pasangan capres-cawapres Prabowo-Hatta pada Pemilihan Umum Presiden Tahun 2014 di Kecamatan Senen, Jakarta Pusat. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan studi kasus, dengan cara mengumpulkan data melalui wawancara mendalam dan analisis data sekunder seperti artikel, berita, dan media publikasi online. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa Habib Abdurrahman Al Habsyi berperan sebagai political broker dalam upaya memenangkan pasangan Prabowo-Hatta. Sebagai political broker Habib Abdurrahman Al Habsyi memanfaatkan role set dan role facilities yang dimilikinya. Penelitian ini menemukan tiga bentuk peranan yang dilakukan Habib Abdurrahman Al Habsyi dalam upayanya memenangkan pasangan Prabowo-Hatta yakni, pertama sebagai fasilitator yang mempertemukan jamaah dan masyarakat dengan pasangan Prabowo-Hatta. Kedua, sebagai penggerak massa yang menyerukan fatwa secara lisan kepada jamaah dan masyarakat untuk mendukung pasangan Prabowo-Hatta. Ketiga, pembentuk opini yang mempengaruhi masyarakat dan jamaah untuk mendukung pasangan Prabowo-Hatta. Kemudian penelitian ini juga menemukan bahwa hasil Pilpres 2014 di Kecamatan Senen-Jakarta Pusat menyatakan bahwa pihak Prabowo-Hatta kalah.
ABSTRACT This research explains about role of Habib Abdurrahman Al Habsyi, as an attempt to win Prabowo Hatta as President and Vice President Candidate in Indonesia presidential election 2014, focuses in Senen sub district, Central Jakarta. This research uses qualitative methods, through in depth interview with multiple respondents and literature study method such as articles, news, and online media publication. This reasearch shows that Habib Abdurrahman Al Habsyi has political broker role, as an attempt for the triumph of Prabowo Hatta. Al Habsyi using his role set and role facilities in order to implement his broker role. This research found three form of roles by Habib Abdurrahman Al Habsyi. First, as a facilitator in meetings with society and worshipers with Prabowo Hatta. Second, as a persuader for society and worshiper to vote for Prabowo Hatta through direct fatwa. Third, to construct, influence also gathering society and worshiper opinion to vote for Prabowo Hatta. Furthermore, this research found that the result of Indonesia presidential election 2014 stated that Prabowo Hatta doesn rsquo t win the election.
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifa Arifah
Abstrak :
ABSTRACT
Penelitian ini menjelaskan tentang pembagian kekuasaan power-sharing sebagai upaya resolusi konflik untuk mengatasi konflik Pemilu Presiden Afghanistan tahun 2014. Berawal dari permasalahan bahwa Pemilu Presiden Afghanistan tahun 2014 berpotensi mendorong pada adanya konflik kekerasan setelah Independent Election Commission IEC mengumumkan perolehan suara awal putaran kedua yang menunjukkan kemenangan Ashraf Ghani mdash;kandidat beretnis Pashtun mdash;atas Abdullah Abdullah kandidat beretnis Tajik. Dari sini, muncul berbagai ancaman kekerasan dan ancaman pembentukan pemerintahan tandingan. Mengatasi hal ini pembagian kekuasaan power-sharing digunakan sebagai upaya resolusi konflik yang tidak menciptakan kondisi winner-takes-all. Abdullah Abdullah sebagai pihak yang kalah diberikan posisi jabatan baru bernama Chief Executive Officer CEO yang nantinya akan berkerja dengan Presiden, membagi kekuasaan di dalam National Unity Government NUG. Dengan menggunakan teori Power-sharing Model Konsosiasional milik Arend Lijphart, penelitian ini menemukan bahwa kesepakatan power-sharing yang diformalkan pada Perjanjian tanggal 21 September 2014 ini sudah merefleksikan tiga komponen power-sharing berupa pembentukan koalisi besar, pemberian otonomi kepada masing-masing pihak berkonflik, dan penerapan asas proporsionalitas dalam pengalokasian pejabat pemerintah. Namun, penulis menemukan bahwa ketiga komponen ini belum terimplementasi sepenuhnya. Karenanya, power-sharing hanya menciptakan kondisi pada perdamaian negatif berhasil meredam konflik kekerasan; namun tidak menghilangkan ketidakadilan di dalam pemerintahan yang terbentuk.
ABSTRACT
This research explains about power sharing as an effort of conflict resolution to resolve Afghanistan Presidential Election conflict in 2014. Starting from the issue that the Afghanistan Presidential Election 2014 has the potential to push for violent conflict after the Independent Election Commission IEC announced the initial vote of the second round which shows the victory of Ashraf Ghani a Pashtun candidate, over Abdullah Abdullah a Tajik ethnic candidate. From here, various threats of violence and the threat of forming a parallel government occurred. Overcoming this, power sharing is used as a conflict resolution effort that does not create winner takes all condition. Abdullah Abdullah as a losing party was given a new position named Chief Executive Officer CEO who will later work with the President, to share power within the National Unity Government NUG. By using Arend Lijphart 39 s Consociational Model of Power sharing theory, this study finds that the power sharing agreement formalized on September 21st 2014 reflects three components of power sharing such as the formation of a grand coalition, both autonomy to each conflicting party, and applying the principle of proportionality in the allocation of government officials. However, the author finds that these three components are not fully implemented yet. Thus, power sharing only creates a negative peace condition succeed in suppressing violent conflict yet it does not eliminate injustice within the established government.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Adib Rofiudin
Abstrak :
ABSTRAK
Studi ini membahas interaksi Kiai Nahdlatul Ulama (NU) dengan NU dan PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) Kabupaten Tegal yang melatarbelakangi Preferensi Politik Habib Bagir kepada pasangan calon Enthus Susmono dan Umi Azizah pada Pilkada Kabupaten Tegal 2013. Berdasarkan permasalahan tersebut peneliti menggunakan teori preferensi endogen dan patron klien untuk menganalisis. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam dan studi literatur. Hasil penelitian menemukan bahwa hubungan warga nahdliyin dan NU serta PKB dengan Habib masih bersifat patron-klien yang kuat. Interaksi politis Habib Bagir dengan NU dan PKB mempengaruhi pilihannya saat Pilkada Kabupaten Tegal 2013. Beberapa faktor yang mempengaruhi preferensi politik Habib Bagir kepada pasangan Enthus Susmono dan Umi Azizah yaitu pertama, kedua pasangan ini dianggap mewakili kultur dan kepentingan NU dan memiliki loyalitas serta dedikasi tinggi untuk NU. Kedua, kesamaan visi misi karena kedekatan personal. Faktor ketiga adanya transmisi nilai kultural patron klien dalam pola hubungan interaksi antara Habib Bagir dengan NU dan PKB yang menjunjung tinggi pertimbangan ulama. Keempat, adalah peran sebagai ulama patron untuk mengayomi pengikutnya mengemban tanggung jawab menjadi pedoman memilih.
2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Zikril Hakim Badri
Abstrak :
Penelitian ini membahas mengenai fenomena terbentuknya aliansi gerakan penduduk asli (Indigenous Movement) dengan gerakan Kiri (Left Movement) yang merupakan dua kelompok utama dalam catatan historis perlawanan gerakan sosial melawan elit-elit oligarki politik dan lembaga-lembaga keuangan internasional yang kerap campur tangan dalam urusan dalam negeri Bolivia. Seiring perjalanan waktu, perlawanan gerakan sosial dan elemen masyarakat mencapai puncaknya dengan terjadinya kasus privatisasi air pada tahun 2000 dan privatisasi gas di Bolivia pada tahun 2003. Dalam kedua peristiwa penting ini aktor-aktor gerakan sosial seperti Evo Morales dan partainya yang berbasis gerakan sosial penduduk asli, Movimiento al Socialismo berperan besar melakukan mobilisasi kolektif, konstruksi politik identitas serta pembingkaian wacana anti Neoliberalisme dan Imperialisme yang berhasil menyatukan perlawanan kolektif dari dua arus besar tradisi gerakan sosial yakni kelompok indigenous maupun kelompok Kiri yang pada masa lalu kerap terpecah-pecah akibat ideologi dan garis perjuangan yang berbeda. Implikasi teoritis berdasarkan hasil temuan data yang penulis dapatkan menunjukan adanya sumbangan penting penelitian penelitian ini dalam hal keterkaitan teori politik identitas, struktur kesempatan politik gerakan sosial, serta mobilisasi kolektif dan pembingkaian wacana gerakan sosial dengan fenomena nyata terbentuknya aliansi perlawanan bersama gerakan penduduk asli bersama dengan gerakan Kiri. Terbentuknya aliansi kolektif gerakan penduduk asli dengan gerakan Kiri sebagaimana temuan penulis ini terbukti memiliki andil besar dalam membawa perubahan politik baru di Bolivia dengan tumbangnya kekuasaan politik rezim oligarki politik Neoliberal yang telah bertahan cukup lama. Selain itu, aliansi kolektif gerakan penduduk asli dengan gerakan Kiri tersebut juga berkontribusi mengantarkan Evo Morales tidak saja sebagai presiden dari kalangan ras penduduk asli tetapi juga pemimpin yang lahir dari latar belakang kuat perjuangan gerakan sosial untuk pertama kalinya melalui pemilihan umum tahun 2005 di Bolivia.
This research discusses about the phenomenon of the establishment of the alliance between the Native Social Movement (Indigenous Social Movement) and the Left Movement which are two major groups in the historical record of social movement resistance against the rule of oligarchic political elites and international financial institution that often intervenes in Bolivia?s domestic affairs. After a long period of resistance, the social movement resistance in Bolivia reached it?s peak momentum with the occurence of water and gas privatization in the year of 2000 and 2003 respectively. In both of these important events in history of Bolivia, social movement actors such as Evo Morales and his political party based on native social movement, namely Movement Toward Socialism (Moviemiento al Socialismo or MAS) play their major role to mobilize collective struggle of social movements, constructing common political identity and making a framing social movement discourse of anti Neoliberalism and Imperialism which succeeded in uniting collective resistance of the two largest mainstreams of social movements in Bolivia, namely the Native Social Movement and the Left Movement. In the past, both of these movements are often fragmented to each other due to differences of their ideological and platform of struggle. The Theoritical Implication according to the data find by the author in this research shows the importance of this research and academic contribution in terms of the interrelation between political identity theory, social movement political opportunity structure theory, collective mobilization theory and social movement framing discourse theory with empirical (real) phenomenon of the establishment of collective resistance alliance between Indigenous Movement and the Left Movement against Neoliberal Oligarchic government in Bolivia. This Alliance of social movements proved posessing large contribution in the collapse of Neoliberal oligarchic regime and succeeded to bring Evo Morales not only as the first president from the native people of Bolivia but also a president which have a strong background from social movement through the Bolivian election in 2005.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>