Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Puspito R.E.S. Utami
Abstrak :
ABSTRAK
Wilayah Utara Jepang yang sesungguhnya meliputi Pulau Shimushu, Kepulauan Kuril, Pulau Sakhalin, Pulau Uruppu, Pulau Etorofu, Pulau Shikotan kemudian Pulau Taraku, Pulau Shibotsu, Pulau Yuri, Pulau Suisho dan Pulau Akiyuri yang tergabung menjadi satu dalam Kepulauan Habomai. Namun yang menjadi wilayah Utara Jepang dalam karya tuns says adalah 4 buah pulau yang diperdebatkan antara Jepang dan Uni Soviet, yaitu Pulau Etorofu, Pulau Kunashiri, Pulau Shikotan, dan Kepulauan Habomai (Lihat peta I).

Khusus untuk Kepulauan Kuril, orang Soviet menyebutnya dengan Little Kuriles atau Si Kecil Kuril. Sedangkan orang Jepang menyebut Kepulauan Kuril dengan Cisima. Nama Kuril sendiri berasal dari bahasa Rusia yaitu Koerich yang artinya mengeluarkan asap atau gunung-gunung yang berasap.
1985
S13805
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ligia Emila Muchtar
Abstrak :
ABSTRAK
Apabila orang berkunjung atau hidup di Jepang, maka akan terkesan dengan banyaknya ragam hadiah dan barang-barang yang dikemas dengan indah dan menggunakan kertas pembungkus yang terkesan mewah yang tidak murah.

Bila kita lebih lama lagi tinggal di Jepang, akan dapat menyaksikan kegiatan sosial khususnya mengenai beredarnya hadiah-hadiah pada waktu-waktu tertentu yang dilakukan oleh orang-orang tertentu untuk orang-orang tertentu pula. Tata cara kegiatan sosial yang berhubungan dengan peredaran pemberian hadiah telah dibakukan dalam berbagai terbitan, diantaranya seperti yang diterbitkan NHK dengan judul Kurashi no Echiketto (Etiket Kehidupan) atau dalam buku Shin Otsukiau Jiten (Kamus Pergaulan Terbaru), Salaryman in Japan, atau pada buku Japanese Family & Culture terbitan JTB.

Dalam buku-buku tersebut diatas diterangkan bagaimana tatacara memberi dan membalas pemberian yang selalu muncul dan melibatkan setiap lelaki - perempuan dalam kehidupan orang Jepang sejak seorang anak lahir, balita, dewasa, menikah, menjadi orangtua, dan menjadi kakek nenek yang sampai akhir hayatnya penuh dengan keterlibatan aneka ragam pemberian.

Salah satu buku mengenai etiket orang Jepang yang disebut diatas yaitu dalam Kurashino Bunka jinrui Baku atau antropologi budaya kehidupan (1984;152-156), mencoba mengelompokkan aneka ragam pemberian dalam 5 kategori. Adapun kelima kategori tersebut adalah sebagai berikut:

Nenchugyoji Toshiteno Zoto atau pertukaran hadiah yang dilakukan sepanjang tahun.

Nenchugyoji toshiteno zoto ini meliputi; pemberian orang tua kepada anak-anak pada setiap akhir tahun, pemberian anak kepada ayah pada setiap hari ayah dan hari ibu, pemberian dipertengahan dan akhir tahun antara anak buah kepada atasan di tempat kerja, murid kepada guru, yunior kepada senior, tetangga yang muda kepada tetangga yang tua.

Jinsei no Tsukagirei to Zoto atau pemberian dalam upacaraupacara keluarga.

Jinsei no tsukagirei to zoto ini melibatkan sanak keluarga yang dekat. Adapun kesempatan-kesempatan tersebut seperti pemberian pada upacara kehamilan 4 bulan hingga kelahiran anak. Selanjutnya pemberian pada perayaan ulang tahun pertama hingga hari dewasa anak yang waktunya ditetapkan oleh pemerintah Jepang. Kemudian pemberian pada perayaan pertama kali masuk sekolah hingga lulus sekolah. Setelah perayaan kelulusan ini disusul dengan pemberian pada upacara perkawinan pada usia perkawinan 25 dan 50 tahun. Terakhir pemberian kepada keluarga terdekat bila usia telah mencapai 60 tahun, 77 tahun, 88 tahun dan terakhir 99 tahun. Pemberian pada upacara-upacara keluarga ini di Jepang, biasanya hanya melibatkan kalangan keluarga dekat (keluarga inti)?
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudirman
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Sendra
Abstrak :
Latar Belakang
Sejak zaman Meiji (1868-1912) sampai Perang Dunia II, pertanian merupakan pekerjaan seumur hidup bagi 5,5 juta keluarga atau 13,7 juta orang penduduk Jepang, Sejak tahun 1870 80 % dari penduduk Jepang bermatapencaharian sebagai petani, tetapi dengan pertumbuhan penduduk angka tersebut menurun, meskipun jumlah petaninya secara absolut tetap sama. (Tadashi Fukutake, 1989:1).

Menurut Emiko Dhnuki Tierney (1992:34) menyebutkan bahwa pertanian khususnya pertanian sawah diusahakan di Jepang sebagai pertanian utama, di samping itu juga ada pertanian lainnya seperti: gandum (multi), jawawut (kibi), wijen (goma), yang ditanam di daerah yang kurang subur dan tidak memerlukan perhatian yang banyak dibandingkan dengan tanaman padi. Di Jepang istilah pertanian sawah disebut suiden, di samping itu juga ada istilah lainnya seperti hatake yang artinya ladang, yaitu jenis pertanian yang diusahakan di daerah yang memiliki topografi yang tinggi seperti di daerah pegunungan karena air sulit diperloleh. Tanaman padi yang menghasilkan beras sebagai makanan pokok merupakan pertanian utama, sekitar 55 persen dari total lahan yang bisa diolah dan ditanami yaitu kira-kira 5,2 juta ha (Takekazu Ogura, 1967:8), berupa pertanian sawah dengan jaringan irigasi yang luas, yang bisa ditemukan di setiap wilayah di Jepang, terutama di bagian Utara Jepang yaitu wilayah Hokaido (R. P. Dore, 1959:8).

Salah satu ciri utama dari sistem pertanian Jepang adalah pertanian sawah dalam sekala kecil sebagai usaha pertanian yang dominan dan sifat ini berlanjut sampai zaman Meiji. (Takekazu Ogura, 1970:147). Pertanian Jepang sebelum Perang Dunia II berakar dalam suatu sistem yang ditandai oleh unit-unit pertanian yang kebanyakan sangat sempit dan digarap dengan tangan, kemungkinan untuk memperluas lahan garapan yang terbatas secara geografis sangat kecil. Tadashi Fukutake (1989:1-3) menjelaskan bahwa sebagai petani zaman kuno, rakyat Jepang selalu memanfaatkan setiap jengkal tanahnya yang dapat dikerjakan, dan pada umumnya le yang memiliki lahan-lahan pertanian yang luas menggunakan anggota-anggota le untuk mengolah lahan pertanian tersebut.

Keterbatasan lahan garapan ini akan dapat mengancam kehidupan le dalam susunannya yang lama, apabila terjadi pergantian dari generasi tua kepada generasi yang baru. Permasalahan ini akan muncul apabila kepala le harus digantikan oleh penggantinya dan anak-anaknya menuntut hak atas kekayaan yang dimiliki oleh le tersebut. Oleh karena itu harus ada norma-norma khusus yang mengatur pergantian tersebut. Norma ini berupa aturan-aturan mengenai pewarisan yang mengatur pengalihan dan penguasaan terhadap kekayaan yang dimiliki oleh le. (Eric R Walt 1995:129).

Dalam kehidupan sehari-hari petani Jepang, pengaturan mengenai pola-pola pewarisan harta warisan le diatur dalam pranata sosial le. Pranata ini mencakup aturan-aturan yang berkenaan dengan kedudukan dan penggolongan dalam struktur sosial le, yang mengatur peran, serta berbagai hubungan dan peranan dalam tindakan dan kegiatan yang dilakukan (Parsudi Suparlan, 1981/1982:84-85).

1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Didik Trimardjono
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T9227
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Saronto
Abstrak :
Dua puluh tahun yang lalu industri Barat terkejut, kagum dan terpesona melihat kemajuan industri Jepang yang dengan cepat berhasil melakukan penetrasi ke pasar dunia. Produk industri otomotif dan elektronik Jepang seakan-akan tanpa terbendung membanjiri pasar dunia, ternnasuk ke negara-negara Barat yang justru merupakan pelopor dikedua bidang tersebut. Krisis enerji dan resesi duniapun seakan-akan tidak berpengaruh terhadap laju pertumbuhan arus produk-produk Jepang memasuki berbagai negara, sementara industri di negara-negara Barat masih belum pulih sama sekali serta masih disibukkan oleh pengaruh yang menghancurkan industrinya dari situasi parah dalam ekonomi internasional. Sekarang ini industri Jepang, setelah mengalami krisis pecahnya "gelembung ekonomi" (economic bubble) disekitar tahun 1988-1992, resesi yang cukup panjang dan kesalahan atas estimasi dalam penentuan arah perkembangan diberbagai sektor industri yang didominasi oleh MITI (Ministry of International Trade and Indutlri), nampak sedang menyusun kembali kekuatan dengan menempuh pola baru dalam struktur organisasi perusahaannya. Kalau dua puluh tahun yang lalu kalangan industri dan akademik Barat bergairah untuk mempelajari apa sebenarnya sumber dari keunggulan industri Jepang terutama dari segi organisasinya, namun sebaliknya Jepang taus berkembang menurut jalur yang dipilihnya sendiri, yang terikat kuat dengan akarakar budayanya yaitu struktur masyarakatnya. Akar-akar budayanya ternyata dapat melahirkan ikatan erat antara birokrasi dan bisnis, yang oleh para peneliti Barat ditafsirkan sebagai "kolusi" antara birokrasi dan bisnis, dan yang kemudian menimbulkan kesan adanya mitos "Japan Incorporated," seperti anggapan tentang grup zaibatsu dan grup keiretsu?
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jajat Sudrajat
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library