Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Raihanah Suzan
Abstrak :
ABSTRAK
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah mengetahui korelasi antara asupan vitamin D dengan kadar 25(OH)D serum pada pasien lupus eritematosus sistemik perempuan usia dewasa. Metode: Peneltian ini merupakan penelitian potong lintang pada 36 pasien SLE perempuan dewasa dari Poliklinik Reumatologi di RS Dr. Cipto Mangunkusumo. Pengambilan data subyek meliputi usia, klasifikasi penyakit SLE, obat-obatan yang digunakan, tipe kulit, penggunaan tabir surya, bagian tubuh yang tertutup pakaian, lama terpajan sinar matahari, indeks massa tubuh (IMT), asupan vitamin D, dan kadar 25(OH)D serum. Hasil: Sebagian besar (41,7%) subyek berusia antara 36–45 tahun, tergolong klasifikasi SLE ringan (52,8%), selalu menggunakan tabir surya (63,9%), tipe kulit IV (69,4%), dan memakai pakaian yang menutupi seluruh/sebagian besar tubuh (69,4%), serta tidak terpajan dan terpajan sinar matahari <30 menit (77,8%). Semua subyek menggunakan kortikosteroid. Separuh subyek memiliki berat badan normal berdasarkan IMT, sebagian besar (55,6%) subyek mempunyai asupan vitamin D cukup berdasarkan AKG 2012, dan 28 subyek (77,8%) menderita defisiensi vitamin D ( kadar 25(OH)D serum <50 nmol/L). Didapatkan korelasi positif yang sedang antara asupan vitamin D dengan kadar 25(OH)D serum pada subyek penelitian (r = 0,52; P <0,01). Kesimpulan: Terdapat korelasi positif yang sedang antara asupan vitamin D dengan kadar 25(OH)D serum pada pasien SLE perempuan dewasa (r = 0,52; P <0,01).
ABSTRAK
Objective: the aim of the study is to investigate the correlation between vitamin D intake and serum 25(OH)D concentration of adult woman SLE patients. Methods: A cross-sectional study was conducted in 36 adult woman patients with SLE from Rheumatology Clinic of the Departemen of Internal Medicine Dr. Cipto Mangunkusumo hospital. Data collection included age, SLE classification, drugs, skin type, use of sunscreen, part of the body covered by clothes, length of sun exposure, body mass index (BMI), vitamin D intake, and serum 25(OH)D concentration. Results: Most of the subjects (41.7%) aged 36–45 years old, classified as mild SLE (52.8%), always used sunscreen (63.9%), skin type IV (69.4%), wearing clothes that covered all or almost of the body (69.4%), and not exposed or had sun exposure less than 30 minute (77.8%). All subjects used corticosteroid. Based on BMI half of the subjects had normal body weight, Based on AKG 2012 most (55.6%) had adequate vitamin D intakes, and 28 subjects (77.8%) were in vitamin D-deficient (serum 25(OH)D concentration <50 nmol/L). There were moderate positive correlation between vitamin D intake and serum 25(OH)D concentration in subjects (r = 0.52; P <0.01). Conclusion: There were moderate positive correlation between vitamin D intake and serum 25(OH)D concentration of adult woman SLE patients (r = 0.52, P <0.01).
2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tumalun, Victor Larry Eduard
Abstrak :
ABSTRAK
Tujuan penelitian pendahuluan ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsumsi beras merah pecah kulit terhadap kadar malondialdehida plasma postprandial setelah makan makanan tinggi lemak pada individu dewasa sehat. Desain penelitian ini adalah desain uji klinis, cross over, tersamar tunggal. Penelitian ini melibatkan 13 subyek: 8 laki-laki dan 5 perempuan, dengan rerata usia 38,3 ± 6,7 tahun. Subyek penelitian diberikan makanan tinggi lemak dalam tiga waktu makan, yaitu makan pagi, makan siang, dan snack di antara dua waktu makan tersebut, dan diberikan juga nasi dari beras merah pecah kulit atau nasi dari beras putih sebagai kontrol. Total lemak yang diberikan sebesar 140 g. Kadar MDA plasma diukur pada basal, 2 jam, dan 3 jam setelah makan siang. Hasil penelitian ini menunjukkan kecenderungan terjadinya stres oksidatif postprandial yang lebih rendah pada kelompok yang diberikan nasi dari beras merah pecah kulit dibandingkan dengan kelompok yang diberikan nasi dari beras putih pada jam kedua dan ketiga postprandial walaupun tidak bermakna secara statistika (p > 0,05). Penelitian ini menunjukkan adanya tendensi konsumsi beras merah pecah kulit dapat menurunkan stres oksidatif postprandial yang terjadi setelah mengonsumsi makanan tinggi lemak, pada orang dewasa sehat.
ABSTRACT
The objective of this study was to evaluate the effect of whole red rice on postprandial plasma MDA concentrations after a high-fat meal intake in healthy adults. This is a clinical trial, cross over, single blind design which involved 13 subject, 8 men, and 5 women, with aged was 38,3 ± 6,7 years old. The subjects were given high fat meal for breakfast, lunch, and snacking between them. For each breakfast and lunch, the subjects were given rice from whole red rice or white rice as a control. Totally, the fat contents was 140 g. Blood samples for plasma MDA were assesed at baseline, 2 hours, and 3 hours after lunch. This study indicate a tendency in which whole red rice did lower degree of postprandial oxidative stress than white rice on two or three hours postprandial although no statistically significant (p > 0,05). The results of this pilot study shows a trend that intake of whole red rice may decreased postprandial oxidative stress that occur after intake of high fat meal in healthy adults.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ety Mariatul Qiptiah
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kadar fecal calprotectin (FC) pada anak dengan BB normal, BB lebih termasuk obesitas akibat inflamasi dan disfungsi saluran cerna serta faktor risiko apa saja pada awal kehidupan yang dapat menyebabkan terjadinya obesitas usia pra sekolah. Penelitian ini merupakan studi kasus-kontrol, subyek penelitian terdiri dari 58 anak kelompok kasus (BB lebih atau obesitas) dan 58 anak kelompok kontrol (BB normal) yang dipasangkan dengan jenis kelamin, usia, dan sekolah. Hasil penelitian didapatkan median IMT z-zcore 2,05 (-1,86?6,78) SD, rerata asupan energi total sebesar 1541,66 + 389,69 kkal dan asupan lemak 54,92 + 17,48 gram. Didapatkan hubungan bermakna asupan energi total dan lemak pada kelompok kasus dan kontrol (p=0,040 dan p=0.022). Tidak ditemukan hubungan bermakna kadar FC antara kelompok kasus dan kontrol (p=0,454). Dilakukan analisis multivariat terhadap faktor risiko awal kehidupan dengan status gizi lebih lebih dan kadar FC diaatas normal, tidak didapatkan hubungan. Namun setelah dihubungkan dengan faktor penggangu, didapatkan kecendrungan kenaikan nilai OR dan penurunan p-value. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara kejadian obesitas dan peningkatan kadar FC pada anak pra sekolah dengan faktor risiko awal kehidupan
ABSTRACT
This study was conducted to determine levels of fecal calprotectin (FC) in children that have normal weight, overweight (OW) including obesity due to inflammation and dysfunction of the gastrointestinal tract and any risk factors in early life can lead to obesity preschool children. This study was a case-control study, subjects consisted of 58 children in group cases (OW or obese) and 58 controls group (normal weight) were matched by sex, age, and school. The results showed a median BMI z-zcore 2.05 (-1,86-6,78) SD. Mean total energy intake and fat intake were 1541.66+389.69 kcal and 54.92+17.48 grams. We found significant relationship between subject cases and control for total energy intake and fat intake (p=0,040 and p=0.022). And no significant value of FC between case and control (p=0,454). Multivariate analysis of the early life risk factors with nutritional status and levels of FC, no significant. However, after adjusted with a disturbance factor, obtained trend increase the value of OR and decrease p-value. This suggests that there is a relationship between the incidence of obesity in preschool children and increased value of FC with risk factors early in life
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monica Paotiana
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian mengenai hubungan inulin dan fruktooligosakarida FOS terhadap kadar gula darah masih terbatas dan hasilnya kontradiktif. Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang untuk menilai hubungan antara asupan serat total, inulin, dan FOS dengan kadar Hemoglobin A1cpada wanita Suku Minangkabau dan Sunda. Dilakukan penilaian asupan terhadap 298 wanita menggunakan semi quantitative food frequency questionnaire. Analisis data menggunakan uji regresi linier ganda. Median serat, inulin, dan FOS lebih tinggibermakna pada wanita Sunda dibandingkan Minangkabau.Median kadar HbA1ctidak berbeda bermakna antara kedua suku. Setelah dilakukan penyesuaian terhadap faktor pengganggu, asupan serat ?=-0,011, p=0,211 , inulin ?=-0,019, p=0,733 , dan FOS ?=-0,092, p=0,357 tidak berhubungan dengan kadar HbA1cpada wanita Suku Minangkabau dan wanita Sunda.
ABSTRACT
Inulin and Fructooligosaccharide FOS are recently known to have effect on lowering blood glucose, but this finding was still multivocal. A cross sectional study was conducted to assess the relationship between dietary fiber, inulin, and FOS intake with hemoglobin A1c HbA1c level in Minangkabau and Sundanese women. A total of 298 women were selected. Fiber, inulin and FOS intake was assessed using semi quantitative food frequency questionaire. Data was analyzed using multiple linear regression. Median of dietary fiber, inulin, and FOS are signfificantly higher in Sundanese than in Minangkabau women. Median of HbA1c level was not stastically different between two ethnics. After adjustment with potential confouders, there was no relationship between total dietary fiber 0,011, p 0,211 , inulin 0,019, p 0,733 , dan FOS 0,092, p 0,357 intake with HbA1c level in Minangkabau and Sundanese women.
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library