Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dewi Roehyantini
Abstrak :
Tujuan : Mengetahui perbandingan respons terapi dan Disease Free Survival pasien kanker serviks stadium lokal lanjut yang dilakukan pengobatan kemoradiasi dan radiasi. Tempat : Ruang rawat Paviliun ERIA dan Poliklinik Onkologi, Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUPN-Cipto Mangunkusumo. Rumusan Data : Penelitian ini bersifat uji klinik retrospektif. Bahan dan Data Kerja : 278 pasien kanker serviks mendapat terapi lengkap selama kurun waktu 1997-2004. Terbagi 2 kelompok terapi, 199 kasus (1997-2000) adalah kelompok radiasi dan 79 kasus (2001-2004) adalah kelompok kemoradiasi. Kedua kelompok diikuti sampai dengan 1 tahun setelah selesai terapi. Kejadian yang dinilai adalah respons terapi serta adanya residif dan dihitung waktu babas tumor untuk menentukan disease free survival. Hasil : Respons Berdasarkan Jenis Terapi :Respons komplit kelompok radiasi 179 kasus (89,95%), 14 kasus respons parsial (7,04%), 4 kasus nonrespons (2,01%) dan 2 kasus progresif (1,01%). Respons komplit kelompok kemoradiasi 73 kasus (92,41%), 4 kasus respons parsial (5,06%), 1 kasus nonrespons (1,27%) dan 1 kasus progresif (1,27%), (p = 0,899). Respons terapi pada stadium lanjut: Kelompok radiasi : komplit respons pada 99 kasus, Parsial respons 8 kasus, progresif 2 kasus. Kelompok kemoradiasi : komplit respons 63 kasus, parsial respons 3. dan 1 kasus progresif, (p . 0,05). Disease Free Survival Berdasarkan Jenis Terapi :DFS kelompok radiasi 1 tahun 87,07%, sedangkan kelompok kemoterapi 81,66%. DFS kelompok radiasi 2 tahun 79,81%, sedangkan kelompok kemoterapi 68,6%. (p = 0,405). Disease Free Survival pada Stadium Lanjut :Kelompok radiasi DFS 85% pada 1 tahun dan 71,58% pada 2 tahun.Kelompok kemoradiasi 81% pada 1 tahun, 2 tahun sebesar 66,77%, dengan peluang residif terapi kemoradiasi 1,09 kali. Kesimpulan : Respons terapi kelompok kemoradiasi tidak lebih baik dibandingkan dengan kelompok radiasi, namun secara statistik tidak bermakna. Ditinjau dari Disease Free Survival dan laju rekurensinya, perlakuan kelompok kemoradiasi tidak lebih baik dibandingkan dengan kelompok radiasi, namun secara statistik tidak bermakna. Peluang residif terapi kemoradiasi 1,09 kali dibanding dengan terapi radiasi.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Rochyantini
Abstrak :
Tujuan : Mengetahui perbandingan respons terapi dan Disease Free Survival pasien kanker serviks stadium lokal lanjut yang clilakukan pengobatan kemoradiasi dan radiasi. Tempat : Ruang rawat Paviliun ERIA dan Poliklinik Onkologi, Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUPN-Cipto Mangunkusumo. Rumusan Data : Penelitian ini bersifat uji klinik retrospektif. Bahan dan Data Kerja : 278 pasien kanker serviks mendapat terapi lengkap selama kurun waktu 1997-2004. Terbagi 2 kelompok terapi, 199 kasus (1997-2000) adalah kelompok radiasi dan 79 kasus (2001-2004) adalah kelompok kemoradiasi. Kedua kelompok diikuti sampai dengan 1 tahun setelah selesai terapi. Kejadian yang dinilai adalah respons terapi serta adanya residif dan dihitung waktu babas tumor untuk menentukan disease free survival. Hasil : Respons Berdasarkan Jenis Terapi :Respons komplit kelompok radiasi 179 kasus (89,95%), 14 kasus respons parsial (7,04%), 4 kasus nonrespons (2,01%) dan 2 kasus progresif (1,01%). Respons komplit kelompok kemoradiasi 73 kasus (92,41%), 4 kasus respons parsial (5,06%), 1 kasus nonrespons (1,27%) dan 1 kasus progresif (1,27%), (p = 0,899). Respons terapi pada stadium lanjut: Kelompok radiasi : komplit respons pada 99 kasus, Parsial respons 8 kasus, progresif 2 kasus. Kelompok kemoradiasi : komplit respons 63 kasus, parsial respons 3. dan 1 kasus progresif, (p > 0,05). Disease Free Survival Berdasarkan Jenis Terapi :DFS kelompok radiasi 1 tahun 87,07%, sedangkan kelompok kemoterapi 81,66%. DFS kelompok radiasi 2 tahun 79,81%, sedangkan kelompok kemoterapi 68,6%. (p = 0,405). Disease Free Survival pada Stadium Lanjut :Kelompok radiasi DFS 85% pada 1 tahun dan 71,58% pada 2 tahun.Kelornpok kemoradiasi 81% pada 1 tahun, 2 tahun sebesar 66,77%, dengan peluang residif terapi kemoradiasi 1,09 kali. Kesimpulan : Respons terapi kelompok kemoradiasi tidak lebih baik dibandingkan dengan kelompok radiasi, namun secara statistik tidak berrnakna.Ditinjau dari Disease Free Survival dan laju rekurensinya, perlakuan kelompok kemoradiasi tidak lebih baik dibandingkan dengan kelompok radiasi, namun secara statistik tidak bermakna.Peluang residif terapi kemoradiasi 1,09 kali dibanding dengan terapi radiasi.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulaeman Daud
Abstrak :
ABSTRAK
Tujuan : Untuk mengetahui kelainan yang tersembunyi pada keadaan Sambungan Skuamo-Kolumnar (SSK) tidak tampak melalui pemeriksaan Papsmear. Metode : Penelitian ini merupakan deskriptif potong lintang (Cross Sectional). Penelitian dilakukan pada periode Agustus 2014 sampai Maret 2015 di beberapa Puskesmas di Jakarta. Sebanyak 1682 subjek yang dilakukan pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual dengan Asam asetat). Setelah data dikumpukan, akan dilakukan verifikasi data, editing dan coding. Analisis data statistik berupa deskriptif variabel kategorik yaitu persentase letak Sambungan Skuamo-Kolumnar (SSK) berdasarkan distribusi umur, persentase hasil pemeriksaan IVA berdasarkan SSK, dan persentase hasil pemeriksaan Papsmear pada SSK yang tidak tampak dari hasil pemeriksaan IVA negatif disajikan dalam bentuk n%. Hasil : Perempuan dengan Sambungan Skuamo-Kolumnar (SSK) yang tampak 1484 (88,2%), yang tidak tampak 198 (11,8%). Sambungan Skuamo-Kolumnar (SSK) yang tidak tampak pada perempuan yang sudah menopause 122 (61,6%), sedangkan pada perempuan yang belum menopause 76 (38,4%). Hampir setengahnya proporsi SSK yang tampak didapatkan pada kelompok perempuan yang sudah menopause 45,78% (103/225). Hasil pemeriksaan IVA positif didapatkan 4(7,1%) pada kelompok perempuan menopause dan 52(92,9%) pada kelompok perempuan yang belum menopause. Pada pemeriksaan Papsmear dengan SSK yang tidak tampak, persentase kelainan lesi prakanker yaitu sebesar 0(0,0%) ASCUS, 0(0,0%) LSIL, 0(0,0%) HSIL, dan 197(100%) normal. Kesimpulan : Hampir setengahnya Sambungan Skuamo-Kolumnar (SSK) yang tampak ditemukan pada kelompok perempuan menopause. Sebagian besar IVA positif ditemukan pada kelompok perempuan yang belum menopause. Seluruh perempuan dengan SSK yang tidak tampak memiliki hasil pemeriksaan Papsmear normal. ABSTRACT Objective: To know is there any concealed precancer lesion in women with unvisible Squamo-Columnar Junction (SCJ) by Papsmear examination. Methods : This study was a descriptive cross-sectional design starting from August 2014 to March 2015 at several Public Health Care in Jakarta. A total of 1682 subjects were screening by Acetoacetate Visual Inspection (AVI) examination. After the data was collected, and continued by verification, editing and coding. The analysis from the data by variable categoric descriptive like percentage of SCJ in age distribution, percentage the result of AVI examination based on SCJ and percentage the result of Papsmear examination in unvisible SCJ from negative AVI result. All the result would be present in n%. Results : Women with the visible SCJ were 1484(88,2%) and women with unvisible SCJ were 198(11,8). The percentage of unvisible SCJ in the menopausal women group were 122(61,6%), However, in the non-menopausal women group were 76(38,4%). Almost a half of the percentage of visible SCJ found in menopausal women group 45,78%(103/225). The positive AVI result was 4(7,1%) in the menopausal women group and 52(92,9%) in non-menopausal women grup. The result of papsmear examination with unvisible SCJ were 0(0,0%) ASCUS, 0(0,0%) LSIL, 0(0,0%) HSIL, and 197(100%) normal.. Conclusion : Almost a half of visible SCJ found in menopausal women group. Most of positive AVI result was found in the non-menopausal women group. All woman with the unvisible SCJ have a normal papsmear result. ;Objective: To know is there any concealed precancer lesion in women with unvisible Squamo-Columnar Junction (SCJ) by Papsmear examination. Methods : This study was a descriptive cross-sectional design starting from August 2014 to March 2015 at several Public Health Care in Jakarta. A total of 1682 subjects were screening by Acetoacetate Visual Inspection (AVI) examination. After the data was collected, and continued by verification, editing and coding. The analysis from the data by variable categoric descriptive like percentage of SCJ in age distribution, percentage the result of AVI examination based on SCJ and percentage the result of Papsmear examination in unvisible SCJ from negative AVI result. All the result would be present in n%. Results : Women with the visible SCJ were 1484(88,2%) and women with unvisible SCJ were 198(11,8). The percentage of unvisible SCJ in the menopausal women group were 122(61,6%), However, in the non-menopausal women group were 76(38,4%). Almost a half of the percentage of visible SCJ found in menopausal women group 45,78%(103/225). The positive AVI result was 4(7,1%) in the menopausal women group and 52(92,9%) in non-menopausal women grup. The result of papsmear examination with unvisible SCJ were 0(0,0%) ASCUS, 0(0,0%) LSIL, 0(0,0%) HSIL, and 197(100%) normal.. Conclusion : Almost a half of visible SCJ found in menopausal women group. Most of positive AVI result was found in the non-menopausal women group. All woman with the unvisible SCJ have a normal papsmear result.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Oni Khonsa
Abstrak :
Kanker ovarium merupakan kanker ke tujuh yang paling sering ditemukan di seluruh dunia setelah kanker payudara, serviks, kolorektal, lambung, korpus uteri dan paru. Menurut data histopatologi tahun 1996, karsinoma ovarium menunjukkan urutan ketiga setelah karsinoma serviks dan karsinoma payudara. Insiden kanker ovarium di Amerika Serikat (AS) berkisar antara 15,7 dari 100.000 wanita kelompok usia 40-44 tahun hingga 54 dalam 100.000 wanita kelompok usia 75-79 tahun. Di Australia, insiden kanker ovarium sebesar 11,8 dalam 100.000 wanita. Kanker ovarium cukup membingungkan karena inaidennya meningkat seiring dengan meningkatnya angka kematian selama beberapa dekade terakhir. Gejala Minis yang tidal( spesifik pada stadium dini the International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO), maupun keterlambatan dalam merujuk pasien rnenyebabkan banyak kasus yang datang pada stadium lanjut. Pada saat didiagnosis, lebih dari 60% kanker ovarium menunjukkan stadium lanjut dan prognosisnya buruk dengan perkiraan ketahanan hidup 5 tahun berkisar 10-20%. Di Norwegia, sekitar 480 insiden kasus baru didiagnosis setiap tahunnya, dan sekitar duapertiga pasien mengalami kekambuhan penyakit, yang terbukti berakibat fatal. Keganasan ovarium terjadi pada semua umur. Angka morbiditas meningkat hingga mencapai usia 70 tahun, kemudian menurun kembali. Waktu kritis adalah sekitar usia 40 tahun morbiditas meningkat secara dramatis. Terdapat beberapa tulisan mengenai faktor prognostik pada pasien dengan kanker ovarium dan banyak peneliti menekankan pentingnya faktor-faktor ini untuk perencanaan dan hasil akhir pengobatan. Penelitian-penelitian yang dilakukan biasanya berbasis populasi, maupun rumah sakit. Sebagian peneliti menggunakan sampel kanker ovarium secara keseluruhan sementara sebagian lainnya menggunakan sampel karsinoma ovarium.
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T20986
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jan Halmaher Amili
Abstrak :
Latar belakang: Kanker ovarium menyumbang 152.000 kematian di seluruh dunia setiap tahun. Apendik merupakan organ intraperitoneal yang rentan terhadap metastasis oleh kanker epitel ovarium. Penentuan keterlibatan apendik merupakan salah satu penentu surgical staging. Surgical staging yang optimal merupakan sebuah kunci untuk tatalaksana setelah operasi serta memperoleh prognosis yang baik, serta peningkatan respon tatalaksana kemoterapi. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk melihat keterlibatan apendiks pada pasien-pasien dengan kanker epitel ovarium di RSCM yang menjalani pembedahan primer. Tujuan: Mengetahui prevalensi metastasis kanker epitelial ovarium ke apendiks yang dilakukan pembedahan primer di RSCM Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang menggunakan data rekam medis pasien kanker ovarium epitelial yang menjalani pembedahan primer dan apendiktomi pada bulan juli 2009-juli 2019 di RSCM Jakarta yang memenuhi kriteria inklusi, dan dilakukan pengambilan data secara acak Hasil: Didapatkan 80 subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Dari 80 subjek penelitian, dengan rerata usia 48 tahun. Sebanyak 43 subjek (53,8%) sebagai stadium I, 7 subjek (8,8%) sebagai stadium II, 30 subjek (37,5%) stadium III, dan tidak terdapat stadium IV (0%). Dari 80 subjek yang menjalani apendiktomi, didapatkan 8 subjek (10%) anak sebar ke apendiks, 19 subjek (23,8 %) apendisitis kronis, 53 subjek (66,3%) tidak terdapat anak sebar. Dari 8 subjek yang terdapat anak sebar ke apendik dengan temuan histologi 4 musinosum, 2 serosum, 2 endometroid. Sebanyak enam dari delapan subjek terdiagnosis pada stadium klinis stadium III dan dua lainnya pada stadium klinis satu. Dua subjek yang terdiagnosis dari stadium klinis satu memiliki temuan histologi musinosum. Kesimpulan: Terdapat 10 persen pasien kanker epitelial ovarium yang dilakukan pembedahan primer di RSCM memiliki metastasis ke apendiks yang terbagi atas jenis musinosum, serosum, dan endometrioid. Oleh karena itu, apendektomi dapat dipertimbangkan dilakukan pada pembedahan baik stadium awal maupun stadium lanjut. ......Background: Around 152,000 women were death every year because of ovarian cancer. Appendix is an intraperitoneal organ which prone to ovarian epithelial cancer metastasis. Appendix involvement is one of surgical staging scoring. Optimal surgical staging is one of key point to determine post operation treatment, accurate prognosis, and better chemotherapy response. This research was done to see appendix involvement from primary surgery in ovarian epithelial cancer at RSCM Aim: To determine prevalence of metastasis to the appendix from primary surgery in ovarian epithelial cancer at RSCM Method: This cross sectional study used ovarian epithelial cancer patient medical record which primary surgery and appendectomy were conducted on July 2009-July 2019 at RSCM. Inclusion and exclusion criteria were counted and consecutive random sampling were used. Result: Eighty subjects which were taken from inclusion and exclusion criteria has average age on 48 years old. Out of 80, 43 subjects (53.8%) were defined as stadium I patient, 7 subjects (8.8%) as stadium II, 30 subjects (37.5%) as stadium III, and none of them as stadium IV. Appendectomy were done and eight subjects (10%) has metastasis to the appendix. On the other hand, 19 subjects (23.8%) have chronic appendicitis and 53 subjects (66.3%) doesn't have metastasis to the appendix. From eight subjects which has appendix involvement, four were defined have mucinous histology, two serous, and two endometrioid. Six out of eight were diagnosed at clinical stadium III and two were diagnosed at stadium I. These two stadium I subjects has mucinous histology. Conclusion: There are 10 percent appendix metastases from primary surgery in ovarian epithelial cancer at RSCM which consist of mucinous, serous, and endometrioid histological types. Based on this research, appendectomy can be considered done on surgery whether in early or late stadium.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Renny Surya Wardany
Abstrak :
ASBTRAK
Latar Belakang: Kanker serviks merupakan kanker dengan jumlah kasus baru terbanyak urutan kedua di Indonesia (Globocan 2018). Penyebab kanker serviks yaitu Infeksi Human Papilloma Virus (HPV). Inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) merupakan salah satu metode deteksi dini yang dipilih menjadi program nasional di Indonesia. Namun kurang efektifnya pelaksanaan program penapisan kanker serviks ini masih menjadi masalah di Indonesia. Berkembangnya teknologi untuk mengambil gambaran foto serviks menggunakan kamera telepon seluler menjadi suatu gagasan metode penapisan alternatif berupa dokumentasi hasil temuan IVA DoVIA yang dapat disebut sebagai mini colposcopy. Tujuan: Untuk mengetahui hasil kesesuaian temuan dokumentasi IVA (Documentation of Visual Inspection with Acetic Acid / DoVIA) terhadap hasil temuan kolposkopi sebagai metode skrining kanker serviks. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, menggunakan desain potong lintang yang dilaksanakan pada April tahun 2017 - Maret 2019 dengan mengikutsertakan 182 sampel foto dokumentasi yang diambil oleh peneliti, menggunakan kamera dengan ketajaman minimal 13 megapixel, memiliki autofokus dan aplikasi pencahayaan assistive light atau lampu sorot, analisis penilaian yang dilakukan 3 penilai yang telah ditentukan yaitu; konsulen onkologi ginekologi, residen obstetri ginekologi dan dokter umum yang telah mendapatkan pembekalan dan pengetahuan mengenai DoVIA dan kolposkopi, dengan kategori penilaian yang dilakukan menilai hasil kesesuaian dengan kappa test adalah ketajaman gambar foto serviks, tampilan sambungan skuamo kolumnar (SSK), kejelasan tampilan white epitel pada serviks. Hasil : Hasil yang didapat pada Dokumentasi IVA DoVIA terhadap kolposkopi, nilai kappa 0.717 (baik), kemudian dilakukan uji inter-rater untuk melihat konsistensi terhadap Dokumentasi IVA, nilai kesesuaian 0.764 (baik) pada penilai konsulen dan residen, nilai 0.703 (baik) pada penilaian konsulen dan dokter umum. Kesimpulan: Nilai kesesuaian Dokumentasi IVA DoVIA terhadap kolposkopi dengan Kappa baik, sehingga dapat melengkapi pemeriksaan IVA sebagai alternatif skrining kanker serviks.
ABSTRACT
Abstract: Cervical cancer has the second highest number of new cases in Indonesia (Globocan 2018). Human papilloma virus (HPV) infection has been known as the etiology of cervical cancer so that the disease course and early detection methods has been studied. Visual inspection with acetic acid (VIA) is one of the early detection methods chosen as the national program in Indonesia. However, lack of efectiveness in executing cervical cancer screening program is still our biggest problem. Taking photograph of the cervix using mobile phone may become an alternative idea to document VIA results or DoVIA that can be termed as mini colposcopy. Aim : To find out the suitability of Documentation of Visual Inspection with Acetic Acid DoVIA result compare to colposcopy result as a method of cervical cancer screening. Method: This is a descriptive study using cross sectional design that took place from April 2017 until March 2019. One hundred eighty two sampels of documentation photographs taken by the researcher were included, using minimized 13 mepapixel, and the best lighting method such autofocus, and assistive light application. The photographs were reviewed by the 3 selected reviewers: oncology and gynecology consultant, obstetric and gynecology resident, and general practitioner that were trained about DoVIA and colposcopy. The review was based on kappa test which assessed the sharpness, squamo-columnar junction and white epitel visualization on the cervix. Results: Kappa score on DoVIA versus colposcopy was 0,717 (good). Inter-rater test was performed to assess consistency and the result was 0,764 (good) between consultant and resident, 0,703 (good) between consultant and general practitioner. Conclusion: Kappa test of IVA documentation DoVIA gives a good kappa value, so that it is expected to be an alternative screening for cervical cancer.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59147
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahma Prastasari
Abstrak :
ABSTRAK
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesintasan hidup pasien kanker serviks dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Metode: Penelitian ini menggunakan desain kohort retrospektif dengan analisis kesintasan. Pasien kanker serviks yang didiagnosis di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada 1 Januari 2005 sampai 31 Desember 2006 dimasukkan dalam penelitian ini. Dilakukan pendataan tanggal dan umur saat diagnosis, tingkat pendidikan, stadium, jenis histopatologi, diferensiasi tumor, invasi limfovaskuler, jenis terapi, dan lengkapnya terapi. Jika pasien menjalani operasi, dinilai pula adanya tumor pada kelenjar getah bening(KGB) atau batas sayatan. Selanjutnya pasien diamati sampai minimal 5 tahun apakah pasien masih hidup. Kemudian dilakukan analisis kesintasan dengan metode Kaplan Meier. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesintasan dinilai dengan analisis Cox regression.

Hasil: Diperoleh 447 pasien kanker serviks dalam kajian ini. Didapatkan median survival keseluruhan pasien kanker serviks 1916 hari (63 bulan) dengan kesintasan hidup 5 tahun 52%. Faktor umur, pendidikan, jenis pembiayaan, ukuran tumor, dan adanya invasi limfovaskuler tidak menunjukkan adanya perbedaan kesintasan. Stadium III dan IV memiliki kesintasan hidup yang lebih rendah dengan Hazard Ratio 3.27 dan 6.44. Diferensiasi buruk dan terapi tidak lengkap memiliki kesintasan yang lebih rendah dengan HR 2.26 dan 2.22. Jenis histopatologi lain-lain memiliki kesintasan yang lebih rendah dengan HR 2.85, namun tidak menunjukkan perbedaan bermakna pada uji multivariat. Pada pasien yang menjalani operasi disertai adanya tumor pada KGB menunjukkan kesintasan yang lebih rendah dengan HR 12.01, sedangkan adanya tumor pada batas sayatan tidak menunjukkan perbedaan kesintasan yang bermakna. Jenis terapi pada stadium awal ataupun sradium lanjut tidak menunjukkan perbedaan pada uji multivariat.

Kesimpulan: Median survival pasien kanker serviks adalah 63 bulan. Faktor-faktor yang berpengaruh secara independen terhadap kesintasan pasien kanker serviks adalah stadium, diferensiasi tumor, kelengkapan terapi, dan adanya tumor pada kelenjar getah bening.
ABSTRACT
Objective: To find out of the probability of 5 years survival rate on cervical cancer patients and to identify the influencing factors.

Methods: This is a retrospective cohort study. Cervical cancer patients treated at Cipto Mangunkusumo Hospital in 2005-2006 were selected. Demographic and clinical data were collected. Demographic data collected were diagnosis time, age, and education level. Clinical data collected were stage, histopathology, differentiation, lymphovascular invasion, and therapy. The appearance of the tumor on the specimen margin and lymphnodes was also noted in the patient underwent surgery. All the patients were followed up for minimal 5 years to know whether the patient was alive. Kaplan Meier methods was used to determine the survival rate probability and Cox regression analysis was used to assessed the factors influencing the cervical cancer survival

Result: A total of 447 cervical cancer patients was enrolled to this study. Median survival of these patients was 63 months and the overall 5-years survival probability was 52%. Age, education level, funding source, tumor size, and lymph-vascular invasion showed no significant differences on cervical cancer survival. Stage III and IV had lower survival probability (Hazard Ratio 3.27 and 6.44). Poor differentiated tumor and uncompleted therapy also had lower survival probability (HR 2.26 and 2.22). Histopathology of others had lower survival probability(HR 2.85), but wasn't significant on multivariate analysis. The presence of tumor on the cervical cancer specimen during operation showed worse survival probability (HR 12.01), otherwise the presence of tumor on specimen margin didn't show difference survival. Therapy types didn't showed any differences, either on early and advanced stage.

Conclusion: Cervical cancer median survival was 63 months. Independent influencing factors in this study were cancer’s stage, tumor differentiation, therapy completeness, and the presence of the tumor on the pelvic lymph nodes specimen during operation.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T33184
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nyoman Bagus Donny Aryatma Mahadewa
Abstrak :
Latar Belakang: Kanker serviks masih merupakan penyakit keganasan tersering kedua yang mengenai perempuan di Indonesia dimana setiap tahunnya didapatkan hampir 15.000 kasus baru dan setengahnya meninggal.1-4 Oleh karena itu, skrining kanker serviks penting sebagai usaha pencegahan primer. Metode inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) merupakan metode alternaltif yang sesuai dengan kondisi Indonesia. Female Cancer Program (FCP)-Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) berkolaborasi dengan Universitas Leiden memiliki program see and treat yaitu skrining lesi prakanker serviks dengan metode IVA dan secara langsung dapat memberikan krioterapi pada kunjungan pertama. Sejak 2007 hingga 2011,FCP Jakarta melakukan skrining lesi prakanker serviks dengan metode IVA melibatkan 25.406 perempuan yang tersebar di beberapa wilayah Jakarta. Dengan menggunakan data tersebut, kita dapat mengetahui prevalensi dan faktor-faktor risiko yang mempengaruhi timbulnya IVA positif di Jakarta yang berguna bagi peningkatan performa kegiatan skrining pencegahan kanker serviks. Tujuan: Untuk mengetahui prevalensi IVA positif di Jakarta dari 2007 - 2011 dan faktor-faktor risiko yang mempengaruhi timbulnya lesi prakanker yang ditandai dengan IVA positif. Metode Penelitian: Penelitian potong lintang menggunakan data program see and treat dari Desember 2007-Desember 2011, dilaksanakan oleh FCP di 6 wilayah di Jakarta menggunakan metode IVA yang dilakukan oleh dokter umum serta bidan yang ada di puskesmas dibawah pengawasan teknik oleh dokter spesialis Obsteri dan Ginekologi. Hasil Penelitian: Sejak Desember 2007 hingga Desember 2011 terdapat sebanyak 25.406 perempuan yang mengikuti program see and treat. Dari 25.406 perempuan terdapat 1192 kasus (4,7%) perempuan dengan hasil IVA positif dimana 1162 kasus (97%) diantaranya memiliki luas lesi acetowhite<75% dan sisanya memiliki luas lesi acetowhite>75%. Sebanyak 4745 kasus (18%) perempuan mengalami servisitis dan 19 kasus (0,07%) perempuan sudah menderita kanker serviks. Faktor-faktor risiko yang menunjukkan hubungan kemaknaan (p<0,05) terhadap timbulnya IVA positif yaitu jumlah pernikahan, paritas, kebiasaan merokok dan penggunaan kontrasepsi hormonal dengan odd ratio 1,51;1,85;1.95 and 0,68 secara berurutan. Diskusi dan Kesimpulan: Prevalensi IVA positif masih cukup tinggi pada populasi Jakarta dan faktor risiko jumlah pernikahan, paritas, kebiasaan merokok dan penggunaan kontrasepsi hormonal dapat mempengaruhi hasil IVA. ......Background: Cervical cancer is still the 2nd most frequent cancer in women especially in developing countries that almost 15,000 women were diagnosed with cervical cancer every year in Indonesia and half of them died from the disease.1-4 Therefore screening program is still important to prevent it.Inspection with acetic acid (VIA) is introduced as an alternative method that more suitable with indonesia?s condition. The female cancer program (FCP)-Faculty of Medicine University of Indonesia (FMUI) organization collaborates with University of Leiden has a program called see and treat program that screen precancerous lesions using VIA method and simultaneously offer the immediate therapy on the first visit setting using cryotherapy. Since 2007 until 2011, the FCP from Jakarta Regional has done cervical cancer screening involving 25.406 correspondents patients spreading across several primary health centers and other agencies in several areas of Jakarta. By using these data, we can find out the prevalence and risk factor of VIA positive in Jakarta as a useful data to improve the performance of cervical cancer screening program. Objective: The purpose of the study was to report the prevalence and risk factor of VIA Test-Positive in Jakarta from 2007- 2011. Material and Method: An Observational study using the data from see and treat program that has been conducted at several areas in Jakarta from December 2007 until December 2011. VIA was used as the screening method, and performed by doctors and midwives in community health centers with technical supervision by gynecologists and management supervision by District and Provincial Health Officers. Results: Starting December 2007 to December 2011, there were 25.406 women screened with VIA (Visual inspection with acetic acid). From 25.406 correspondents that had been screened, there were 1192 cases (4,5%) of VIA test positive. The risk factors that significantly (p<0,05) can influence the result of VIA in this study were number of marriage, parity, smoking habits and the use of hormonal contraception with OR 1,51;1,85;1.95 and 0,68 respectively. Disscussion and Conclusions: Prevalence of VIA test-positive is still high in Jakarta population and number of marriage, parity, smoking and the use of hormonal contraception can influence the result of VIA.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puja Agung Antonius
Abstrak :
Latar Belakang: Kanker serviks adalah keganasan ginekologi terbanyak kedua pada perempuan di seluruh dunia dengan angka kematian yang tinggi. Stadium IIIB kanker serviks didefinisikan sebagai perluasan tumor yang mengenai dinding panggul atau adanya hidronefrosis. Jika disertai dengan gangguan ginjal, angka morbiditas dan mortalitas pasien akan meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perbedaan data patologi, respon terapi, masa rawat, dan angka kesintasan satu tahun pada pasien kanker serviks stadium IIIB dengan dan tanpa gangguan ginjal. Metode: Dengan menggunakan metode potong lintang dilakukan pengambilan data 941 sampel pasien kanker serviks stadium IIIB di RSCM Jakarta antara bulan Juli 2010 - Juli 2015. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan signifikan jumlah pasien ditinjau dari keterlibatan dinding panggul, keterlibatan KGB, derajat dan simetrisitas hidronefrosis, rerata kadar ureum, kreatinin, dan kalium serum pada pasien kanker serviks dengan dan tanpa gangguan ginjal (p<0.001). Juga ditemukan perbedaan bermakna jumlah pasien yang menjalani terapi diversi urin , dialisis, dan kemoterapi. Untuk analisis kesintasan, didapatkan hazard ratio 0.307 (IK95% 0,160-0,589). Kesimpulan: Dengan gambaran data tersebut, perlu diusulkan suatu entitas klasifikasi baru untuk kanker serviks stadium IIIB dengan gangguan ginjal (IIIB plus), mengingat kasus ini membutuhkan penanganan yang lebih kompleks dan holistik dengan melibatkan banyak keahlian (penyakit dalam, urologi, ginjal hipertensi, gizi klinik dan paliatif) serta prognosis yang berbeda bermakna secara statistik ...... Background: Cervical cancer is the second most common gynecological cancer in women globally. Stage IIIB cervical cancer is defined as a local extension of tumor that affects the pelvic wall or hydronephrosis or kidney disease. If accompanied by kidney disease, the complication will increase thereby increasing patient's morbidity and mortality. The aim of this study is to know whether there are differences in the clinical data, therapy, duration of hospital, and one-year survival rate in cervical cancer patient with and without kidney disease. Methods: This research uses cross-sectional method with samples of stage IIIB cervical cancer patients in Cipto Mangunkusumo between July 2010 and July 2015. Results: The results showed significant difference in the number of patients with pelvic wall involvement, lymph node involvement, degree and symmetry of hydronephrosis, the serum urea, creatinine, and potassium level between cervical cancer patients with and without kidney disease (p <0.001). There are also significant differences in the number of patients undergoing urinary diversion therapy, dialysis and chemotherapy. For survival analysis, the hazard ratio obtained is 0.307 (IK95% 0.160 - 0.589). Conclusion: With the results obtained, we suggest new entitiy for cervical cancer stage IIIB with kidney disease ( IIIB plus), according to there is an obligation of more complex involvement of specialist (internist, urologist, renal hypertension expert, clinical nutrition and palliative expert) and statistically the prognosis is different
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riska Nyutan Hadji Putri
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang: Penanganan nyeri pada kanker menjadi tantangan tersendiri dalam meningkatkan kualitas hidup pasien kanker serviks. Untuk mencapai optimalitas, salah satu hambatan yang dihadapi adalah miskonsepsi antara pengetahuan dan keyakinan pasien terhadap penanganan nyeri pada kanker.Tujuan: Mengetahui dan meningkatkan pengetahuan pasien kanker serviks terhadap nyeri dan penanganannyaMetode: Quasi-Experimental, Pretest-Postest Design,Hasil: Kami mengambil subjek 34 pasien kanker serviks multisenter dari 2 RS Rumah Sakit Ciptomangunkusumo dan Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan yang diambil secara consecutive sampling. Dari hasil studi ini terdapat peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku pasien kanker serviks terhadap nyeri dan penanganannya sebelum dan sesudah dilakukan komunikasi, informasi, dan edukasi. Sebagian besar pasien memiliki pemahaman dan keyakinan bahwa 1 Obat pereda nyeri dapat menyebabkan ketergantungan dan menimbulkan komplikasi hati dan ginjal, meskipun diberikan dengan dosis dan cara yang tepat 55,9 , 2 Parasetamol tidak dapat dijadikan obat pereda nyeri pada kanker 70,6 , c Tidak bersedia mengkonsumsi morfin 73,5 , d Tidak perlu meminum obat anti nyeri sesuai jadwal 67,6 Kesimpulan : Terdapat miskonsepsi yang terjadi di masyarakat mengenai nyeri pada kanker dan penanganannya. Pengetahuan dan pengalaman pasien dipengaruhi oleh multifaktorial. Dengan memahami pengetahuan, sikap dan perilaku pasien diharapkan dapat menjembatani permasalahan penanganan nyeri pada kanker, sehingga meningkatkan keberhasilan terapi, dengan tujuan bebas nyeri dan tercapainya kualitas hidup yang optimal.Kata kunci : kanker serviks, miskonsepsi, penanganan nyer i
ABSTRACT
ABSTRACT BACKGROUND Cancer pain management becomes our challenge to improve the quality of life, especially on cervical cancer. To achieve the optimality of management, the barrier is misconception about knowledge and belief of the patient about pain and its management AIM Acknowledge and improve the patient rsquo s knowledge about pain and its management DESIGN AND METHODOLOGY Quasi Experimental, Pretest Postest Design RESULTS We took 34 subjects of cervical cancer patient in multicenter hospital Cipto Mangunkusumo Hospital and Persahabatan Hospital, Jakarta by consecutive sampling. From our study there was improving of knowledge and attitude based on questionnaire form before and after we gave communication, information, and education. Most of patients had knowledge and belief that 1 Pain relief drug can cause addiction and damage the liver and renal even given in a correct dosage 55,9 , 2 Paracetamol can rsquo t be the pain relief drug for cancer treatment 70,6 , 3 Refuse to consume morfin opiate for the treatment 73,5 , 4 No need to consume pain relief routinely 67,6 . CONCLUSION Misconception happened in community, especially among the patient about cancer pain. Acknowledge and experience were influenced by multifactorial. By knowing about knowledge and attitude, might overcome the barrier of misconception about cancer pain management, to improve the outcome, to achive free of pain condition to develop the optimal quality of life. Keywords Cervical cancer, misconception, pain management
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58871
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>