Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agrippina Maria Winardi
"Deteksi dini osteoporosis perlu dilakukan untuk mencegah kegagalan perawatan gigi tiruan. Quantitative Ultrasound (QUS) selama ini dipakai secara luas untuk skrining osteoporosis. Kuesioner Postur-P juga digunakan untuk skrining osteoporosis. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sensitivitas dan spesifisitas kuesioner Postur-P terhadap QUS dalam penilaian densitas tulang perempuan pascamenopause. Penelitian ini merupakan uji diagnostik. Pengambilan data dilakukan lewat wawancara menggunakan kuesioner Postur-P dan pengukuran densitas tulang menggunakan alat QUS. Hasil penelitian menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas kuesioner Postur-P terhadap QUS cukup baik dengan persentase masing-masing sebesar 77,23% dan 75% sehingga kuesioner Postur-P dapat dijadikan sebagai pengganti QUS dalam melakukan skrining osteoporosis.

Early detection of osteoporosis needs to be done to prevent the failure of denture treatment. Quantitative Ultrasound (QUS) is widely used for osteoporosis screening. So is Postur-P questionnaire. This research was done to analyze the sensitivity and specificity of the Postur-P questionnaire towards QUS in assessing postmenopausal women bone density. This study was a diagnostic test. Data were collected through interviews using Postur-P questionnaire and bone density was measured with QUS. The results of this study show that the sensitivity and specificity of the Postur-P questionnaire towards QUS are quite good with the value of 77.23% and 75% therefore questionnaire Postur-P can be considered to replace QUS in osteoporosis screening."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S45347
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kharinta Darmawan
"Ceramic Laminate Veneer (CLV) merupakan alternatif perawatan yang sering dipilih
pada kasus yang menuntut nilai estetik tinggi. Berdasarkan bahannya, ceramic litium disilikat (LiDi) banyak dipilih bagi restorasi CLV. Pada pemasangannya, CLV umumnya menggunakan semen resin light-cure dan dual-cure. Namun, terdapat beberapa laporan perubahan warna pada CLV pasca pemasangan. Fenomena ini dapat dipengaruhi oleh kestabilan warna semen resin sebagai faktor internal. Penelitian-penelitian terdahulu telah membandingkan kestabilan warna semen resin light-cure dan dual-cure pada restorasi CLV. Meskipun begitu, terdapat keragaman hasil penelitian oleh karena penggunaan
sistem semen resin yang berbeda pada tiap penelitian sehingga menyulitkan identifikasi dan rekomendasi semen resin dengan kestabilan warna yang lebih baik.
Tujuan : Mengkaji penelitian-penelitian yang mengevaluasi kestabilan warna semen
resin light-cure dan dual-cure pada CLV berbahan LiDi yang diukur secara kuantitatif menggunakan spektrofotometer.
Metode : Pencarian studi dilakukan pada delapan database (PubMed, Ebsco, ProQuest,
Scopus, Sciencedirect, Wiley, SpringerLink, dan Embase) dengan waktu publikasi November 2017-November 2022 dan dalam bahasa inggris. Berdasarkan kriteria
kelayakan, studi berbahan LiDi yang mengukur kestabilan warna semen resin light-cure dan dual-cure secara kuantitatif menggunakan spektrofotometer dan dinyatakan dalam ΔE (nilai perubahan warna) akan diinklusikan.
Hasil : Total 1937 studi di seleksi dengan 791 studi duplikat dan 1135 studi yang tidak memenuhi kriteria kelayakan di eksklusikan. Penyaringan studi berdasarkan pembacaan menyeluruh menghasilkan nilai kappa 0.85, 0.85, dan 1.00 antara seluruh peneliti.
Sebanyak 11 studi yang memenuhi kriteria inklusi dilakukan kajian. Total 8 dari 11 studi inklusi melaporkan nilai perubahan warna (ΔE) yang lebih rendah pada kelompok dualcure dibandingkan kelompok light-cure.
Kesimpulan : Semen resin dual-cure menunjukan kestabilan warna yang cenderung
lebih baik dibandingkan semen resin light-cure.

Ceramic Laminate Veneer (CLV) is an alternative treatment which often chosen in high aesthetic demand cases. Based on the material, lithium disilicate ceramic (LiDi) is widely used for CLV. Light-cure and dual-cure resin cement is often used in CLV cementation. However, there are several reports of CLV discoloration in the long term. This phenomenon can be influenced by the color stability of resin cement as the internal factor. Previous studies have compared the color stability of light-cured and dual-cure resin cements on CLV restorations with varying results due to various resin cement system and making it difficult to identify and to recommend resin cements with better color stability.
Objective: To review studies that evaluate the color stability of light-cure and dual-cure resin cements in lithium disilicate laminate veneer by quantitative measurement using a spectrophotometer.
Method: An electronic search (PubMed, Ebsco, ProQuest, Scopus, Sciencedirect, Wiley, SpringerLink, dan Embase) with time limit November 2017 – November 2022 and published in english was conducted. Studies that evaluate the color stability of light-cure and dual-cure semen cement on CLV with LiDi material using a spectrophotometer and stated in ?E (color change value) will be included.
Result: A total of 1937 studies were selected, with duplication of 791 and 1135 studies being excluded based on the eligibility criteria. The kappa values representing the intra-examiner reliability for full text screening were 0.85, 0.85, and 1.00, respectively. Total of 11 studies which met the inclusion criteria were reviewed. 8 out of 11 included studies were reported lower ?E (color change value) in dual-cure group compared to light-cure group.
Conclusion: Dual-cure resin cement shows better color stability that light-cure resin cement.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Vivian Agatha Lukman
"Latar Belakang: Adanya penerapan berbagai kebijakan sebagai upaya untuk mencegah penularan dan penyebaran virus corona membuat seseorang lebih banyak menghabiskan waktu di dalam ruangan, dimana hal ini dapat menyebabkan terjadinya peningkatan durasi screen time yang dapat memengaruhi stres mahasiswa kedokteran gigi. Belum ada penelitian yang mengkaji kaitan antara durasi screen time dengan stres pada mahasiswa kedokteran gigi Universitas Indonesia selama pandemi Covid-19.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara durasi screen time dengan stres pada mahasiswa kedokteran gigi Universitas Indonesia selama pandemi Covid-19. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis kelamin terhadap durasi screen time dan stres.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang pada 270 mahasiswa Program Pendidikan Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Pengambilan data dilakukan dengan pengisian kuesioner screen time dan Perceived Stress Scale 10 (PSS-10) versi bahasa Indonesia secara daring melalui google form.
Hasil Penelitian: Uji Chi-Square menunjukkan durasi screen time memiliki hubungan bermakna dengan stres pada mahasiswa kedokteran gigi selama pandemi Covid-19 (p=0.012). Uji Chi-Square menunjukkan jenis kelamin tidak memiliki hubungan bermakna baik dengan durasi screen time (p=0.282) maupun stres (p=0.103).
Kesimpulan: Tedapat hubungan antara durasi screen time dengan stres pada mahasiswa kedokteran gigi Universitas Indonesia selama pandemi Covid-19. Namun tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan dengan durasi screen time maupun dengan stres.

Background: The implementation of various policy to prevent the transmission and spread of the corona virus makes someone spend more time indoors, where this can lead to an increase in screen time duration which can affect the stress of dental students. There has been no research examining the relationship between screen time duration and stress in dental students at the University of Indonesia during the Covid-19 pandemic.
Objectives: The aim of this study is to asses the relationship between screen time duration and stress in dental students at the University of Indonesia during the Covid-19 pandemic. This study also aims to asses the influence of gender to the duration of screen time and stress.
Method: Cross-sectional study was conducted on 270 pre-clinical year students of Faculty of Dentistry, Universtas Indonesia. Screen time duration was evaluated using screen time questionnaire and stress was evaluated using Perceived Stress Scale 10 (PSS-10) Indonesian version questionnaire. Retrieval of data using questionnaires distributed and collected online.
Result: The Chi-Square test showed that screen time duration had a significant relationship with stress in dental students during Covid-19 pandemic (p=0.012). Chi-Square test also showed that gender didn’t have a significant relationship with screen time duration (p=0.282) as well as stress (p=0.103).
Conclusion: This study shows that there was a relationship between screen time duration and stress in dental students during Covid-19 pandemic. However, no relationship was found between gender and screen time duration as well as stress.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Steffano Aditya Handoko
"Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan uji validitas dan reliabilitas pada KCL-ENG versi Bahas Indonesia agar dapat digunakan sebagai alat ukur frailty pada lansia di Indonesia.
Metode. Studi ini dilakukan secara potong-lintang pada pasien berusia ≥ 60 tahun yang mampu berkomunikasi dengan bahasa Indonesia. Pasien yang tidak mampu berkomunikasi dieksklusikan. Luaran dari penelitian ini adalah validitas dan reliabilitas alat skrining KCL-ID. Penilaian validitas dilakukan dengan uji t-test, sementara reliabilitas (konsistensi internal) dinilai dengan Cronbach’s alpha.
Hasil. Dari 100 lansia dengan rerata usia 67,53±5,57 tahun yang diikutsertakan dalam penelitian ini, dan ditemukan 55 subjek dengan risiko frail berdasarkan KCL-ID. Hasil uji validitas diskriminan pada total item KCL dengan pertanyaan umum yang mengukur derajat kesehatan pada lansia didapatkan hubungan yang signifikan dengan p value = 0,043 (p value < 0,05). Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dari hasil uji validitas diskriminan pada KCL sehingga dapat digunakan sebagai alat ukur untuk menilai status frailty. Nilai Cronbach’s alpha untuk seluruh kuesioner KCL-ID 0,742, yang menandakan bahwa kuesioner ini memiliki reliabilitas yang baik (≥0,60) (acceptable).
Simpulan. Alat skrining frailty KCL-ID memiliki validitas diskriminan yang baik, serta memiliki konsistensi internal KCL-ID ditemukan yang baik (reliabel).

This study aims to test the validity and reliability of the Indonesian version of KCL-ENG so that it can be used as a measure of frailty in the elderly in Indonesia.
Method. This study was conducted cross-sectionally on patients aged ≥ 60 years who can communicate Bahasa Indonesia. Patients who were unable to communicate were excluded. The outcome of this study is the validity and reliability of the KCL-ID screening tool. Validity assessment was carried out by t-test, while reliability (internal consistency) was assessed by Cronbach's alpha.
Results. Of the 100 elderly people with a mean age of 67.53±5.57 years who were included in this study, 55 subjects were found to be at risk of frail based on KCL-ID. The results of the discriminant validity test on the total KCL items with a general question which can measure health condition in elderly obtained a significant correlation with p value = 0.043 (p value < 0,05). The significant correlation based on the discriminant validity test in this study therefore suggest that Indonesian Version of KCL can be used to assess frailty in the elderly. Cronbach's alpha value for all KCL-ID questionnaires is 0,742, which indicates that this questionnaire has good reliability (≥0,60) (acceptable).
Conclusion. The KCL-ID frailty screening tool has good discriminant validity, and the KCL-ID internal consistency is found to be good (reliable).
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ninis Cantika Asriningati
"Latar Belakang: Adanya perubahan pada metode pembelajaran akibat Covid-19 meningkatkan waktu yang dihabiskan untuk menatap layar (screen-time) yang berpotensi mengganggu kualitas tidur mahasiswa kedokteran gigi yang sebelum pandemi ini telah dilaporkan memiliki persentase kualitas tidur buruk yang cukup tinggi. Bedasarkan penelitian sebelumnya, kualitas tidur yang buruk juga dikaitkan dengan insidens TMD. Tujuan: Menganalisis hubungan antara kualitas tidur dengan TMD pada mahasiswa kedokteran gigi selama pandemi Covid-19. Penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisis pengaruh jenis kelamin dan screen-time terhadap kualitas tidur dan TMD. Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang pada 110 mahasiswa Program Pendidikan Kedokteran Gigi dan Program Profesi Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Pengambilan data dilakukan dengan pengisian kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) dan Indeks Diagnostik – Temporomandibular Disorder (ID-TMD) secara daring melalui google form. Hasil Penelitian: Uji Chi-Square menujukkan kualitas tidur memiliki hubungan bermakna dengan TMD pada mahasiswa kedokteran gigi selama pandemi Covid-19 (p=0.035). Hubungan yang bermakna juga ditunjukkan antara screen-time dengan kualitas tidur (p=0.027), namun tidak dengan TMD (p=0.489). Jenis kelamin juga tidak memiliki hubungan bermakna, baik dengan kualitas tidur (p=0.974) maupun TMD (p=0.902). Kesimpulan: Terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan TMD pada mahasiswa kedokteran gigi selama pandemi Covid-19.Terdapat pula hubungan antara screen-time dengan kualitas tidur. Namun tidak terdapat hubungan antara screen-time dengan TMD, serta jenis kelamin dengan kualitas tidur maupun TMD.

Background: Changes in learning methods and increased screen-time due to Covid-19 pandemic may lead dental students to poor sleep quality. Based on previous studies, poor sleep quality also associated with the incidence of TMD. Objectives: The aim of this study is to analyze the relationship between sleep quality and TMD in dental students during Covid-19 pandemic. This study also aims to analyze the influence of gender and screen-time to sleep quality and TMD. Method: Cross-sectional study was conducted on 110 pre-clinical and clinical year students of Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia. Sleep quality was evaluated using Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) questionnaire and TMD was evaluated using Indeks Diagnostik – Temporomandibular Disorder (ID-TMD) questionnaire. Retrieval of data using questionnaires distributed and collected online. Result: The result of Chi-Square test showing there is relationship between sleep quality and TMD in dental students during Covid-19 pandemic (p=0.035). Significant relationship was also showed between screen-time and sleep quality (p=0.027), but not with TMD (p=0.489). There is no relationship between gender and sleep quality (p=0.974) as well as TMD (p=0.902). Conclusion: This study shows that there is relationship between sleep quality and TMD in dental students during Covid-19 Pandemic. Significant relationship was also found between screen-time and sleep quality. However, no relationship was found between screen-time and TMD along with gender and sleep quality as well as TMD."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christian Lokita Wijaya
"Latar belakang: Sleep bruxism merupakan aktivitas oromandibular stereotip sewaktu tidur yang ditandai oleh grinding dan clenching gigi. Penderita sleep bruxism umumnya identik dengan adanya nyeri temporomandibular disorder (TMD). Metode: Penelitian potong lintang ini menggunakan 97 subjek terdiri dari 38 orang laki-laki dan 59 orang perempuan, dengan rentang usia 17-55 tahun. Penilaian sleep bruxism dilakukan menggunakan kuesioner oleh American Academy of Sleep Medicine versi Bahasa Indonesia, serta penilaian TMD dilakukan menggunakan indeks diagnostik DC/TMD. Hasil: Terdapat hubungan yang signifikan secara statistik antara sleep bruxism dan TMD. Sleep bruxism, jenis kelamin dan stress emosional menjadi faktor prediktor terhadap TMD. Pada analisis multivariat dengan regresi logistik diketahui bahwa jenis kelamin dan stress emosional berpengaruh terhadap TMD dengan odds ratio (OR) masing-masing sebesar 3,113 dan 4,043, sedangkan sleep bruxism tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap TMD dengan OR sebesar 1,141. Kesimpulan: Sleep bruxism berhubungan dengan TMD, namun memiliki pengaruh yang lebih kecil dibandingkan dengan jenis kelamin dan stress emosional.

Background: Sleep bruxism is a stereotypical oromandibular activity during sleep characterized by grinding and clenching of teeth. Patients with sleep bruxism are generally associated with temporomandibular disorder (TMD) pain. Methods: This cross-sectional study used 97 subjects consisting of 38 male and 59 female, with an age range of 17-55 years. The assessment of sleep bruxism was carried out using Indonesian version of the questionnaire based on the American Academy of Sleep Medicine sleep bruxism questionnaire, and the TMD assessment was carried out using the DC/TMD diagnostic index. Results: There was a statistically significant relationship between sleep bruxism and TMD. Sleep bruxism, gender and emotional stress are predictors of TMD. In multivariate analysis with logistic regression, it was found that gender and emotional stress had an impact on TMD with odds ratio (OR) of 3.113 and 4.043, respectively, while sleep bruxism had no significant impact on TMD with an OR of 1.141. Conclusion: Sleep bruxism is associated with TMD, but has a smaller impact compared to gender and emotional stress."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
P. Tamilla Artizar Kodijat
"Tujuan: Tujuan dari kajian sistematis ini adalah untuk mengidentifikasi alat ukur yang dapat mengevaluasi disfungsi otot orofasial saat mastiksai dan/atau deglutasi pada pasien Temporomandibular Disorders (TMD). 
Metode: Protokol kajian disusun dan diregistrasikan pada International Prospective Register of Systematic Reviews. Pencarian literatur dilakukan pada enam basis data daring yaitu Pubmed, Scopus, EBSCO, ProQuest, SpringerLink and Wiley dengan membatasi hanya literatur dalam bahasa Inggris dan dipublikasikan dalam rentang waktu tahun 2012 hingga 2022. Kriteria inklusi yang ditetapkan adalah studi yang mengevaluasi otot orofasial dalam pemeriksaan perilaku, performa, efisiensi, durasi, frekuensi mastikasi dan/atau deglutasi pada pasien TMD. Studi yang terpilih sesuai kriteria inklusi dilakukan ekstraksi data dan penilaian risiko bias menggunakan borang Joanna Briggs Institute Critical Appraisal Checklist.
Hasil: Dari proses seleksi didapatkan 2848 literatur dan terdapat 21 literatur yang termasuk dalam kriteria inklusi. Untuk mengukur disfungsi otot orofasial, empat belas literatur menggunakan alat ukut surface electromyography (sEMG), dua belas literatur menggunakan Orofacial Myofunctional Evaluation with Scores (OMES) dan satu literatur menggunakan MBGR Protocol. OMES and MBGR merupakan protokol pemeriksaan yang mencakup postur, mobilitas dan fungsi otot orofasial dari persepsi operator. 
Kesimpulan: Meskipun sifatnya yang non invasif, perolehan data sEMG saja tidak cukup untuk mendapatkan informasi disfungsi otot orofasial saat mastikasi dan deglutasi. OMES dan MBGR memberikan data tambahan yang luas dalam aspek postur, mobilitas dan fungsi dari otot orofasial. Keduanya dapat diaplikasikan secara efisien dalam mengidentifikasi serta mengevaluasi perawatan pada pasien TMD. 

Objectives: The aim of this systematic review was to identify instruments that evaluates orofacial muscle dysfunctions during mastication and/or deglutition in temporomandibular disorders 
Materials and methods: Protocol was organized and registered to the International Prospective Register of Systematic Reviews. Literature search were conducted in 6 databases, Pubmed, Scopus, EBSCO, ProQuest, SpringerLink and Wiley with restriction for studies that are published in English between 2012-2022. The inclusion criteria are studies evaluating orofacial muscle within behaviour, performance, efficiency, duration, frequency assesment during mastication and/or deglutition in TMD patients. Data extraction were followed by risk of bias (RoB) assessment using the Joanna Briggs Institute Critical Appraisal Checklist and continued with further analysis. 
Results: Through selection process on 2848 articles found, 21 were included. For measurement on orofacial muscle, fourteen studies used surface electromyography (sEMG), twelve studies used Orofacial Myofunctional Evaluation with Scores (OMES) and one study used MBGR Protocol. OMES and MBGR are examination protocols that covers posture, mobility and functions from the perception of operator.  
Conclusions: Despite that it is non invasive, sEMG data are not sufficient to obtain information on muscle dysfunction during mastication and deglutition. OMES and MBGR protocols provides broad supplementary data on posture, mobility and functions of orofacial muscle. Both protocols are efficiently applicable for identification and treatment evaluation for TMD patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library