Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 26 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pinta Marito
Abstrak :
Latar belakang: Pencetakan pasien GTP dengan sendok cetak biometrik dapat memposisikan bibir dan pipi ke posisi sebelum ekstraksi, dibuat berdasarkan pedoman biometrik paling stabil yaitu buccolingual breadth (BLB). Namun, ukuran BLB masih berdasarkan ukuran ras Kaukasoid. Belum ditemukan penelitian mengenai ukuran BLB pada ras Deutero Melayid dan perbedaannya antara pria dan wanita. Tujuan: Mengetahui ukuran BLB dan menganalisis perbedaannya antara pria dan wanita ras Deutero Melayid. Metode: Cross sectional pada 68 mahasiswa FKG UI. Rahang atas subjek dicetak untuk mendapakan model studi. Setiap model studi dibuatkan garis referensi HIP plane, dipotong menjadi soliter die, kemudian diukur ketebalannya di regio gigi insisif pertama, kaninus, premolar pertama dan kedua, serta molar pertama dan kedua di kuadran kiri dan kanan. Hasil: Hasil uji Mann-whitney menunjukkan terdapat perbedaan bermakna ukuran BLB antara pria dan wanita tiap gigi-geligi (p < 0,05). Namun tidak berbeda bermakna ukuran BLB kudran kiri dan kanan (p > 0,05) dan pada regio gigi Premolar kedua kuadran kiri dan Premolar pertama kuadran kanan (p > 0,05). Kesimpulan: Ukuran BLB pada ras Deutero Melayid adalah regio gigi insisif pertama 6.44 mm, kaninus 7.69 mm, premolar pertama 10.6 mm, premolar kedua 10.97 mm, molar pertama 13.04 mm, dan molar kedua 12.14 mm. Ukuran BLB pada pria lebih lebar dibandingkan pada wanita. ......Background: Impression of edentulous mouth with biometric tray can place the lip and cheeks in pre-extraction positions, made based on the most constant biometric guidance that is buccolingual breadth (BLB). It was conducted in Caucasian but there has not been found in Deutero Malay and its difference between male and female. Objective: To determine the measurement of the BLB and to analyze its difference between male and female in Deutero Malay. Methods: Cross sectional study was performed towards 68 students. Maxillary jaw was taken the impression to get study model. Study model was drawn​​ a HIP plane, and cut to be a solitary die in the central incisivum, canine, first and second premolar and molar on each regions. Measurements were performed by measuring the thickness in each of tooth. Result: Mann-whitney test showed there was a significancy difference each teeth between male and female (p<0,5) but there was no significancy between left and right maxillary jaw (p>0,05) and also in left second and right first Premolar (p > 0,05). Conclusion: BLB measurement in Deutero Malay are 6.44 mm in central incisivum, 7.69 mm in canine, 10.6 mm in first premolar, 10.97 mm in second premolar, 13.04 in first molar and 12.14 mm in second molar. Furthermore, measurement of BLB in male is widther than female.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nandya Wintasari
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Inklinasi eminensia artikularis merupakan struktur yang paling cepat mengalami degenerasi akibat beban oklusi yang berat. Perbedaan inklinasi eminensia artikularis kanan dan kiri lebih banyak ditemui pada individu dengan Temporomandibular disorders TMD . Jenis kelamin, usia, oklusi, kehilangan gigi dan sleep bruxism juga dapat mempengaruhi perbedaan inklinasi eminensia artikularis. Sehingga, perlu diteliti hubungan antara diagnosis TMD, jenis kelamin, usia, oklusi, kehilangan gigi dan sleep bruxism dengan perbedaan inklinasi eminensia artikularis kanan dan kiri.Tujuan: Menganalisis hubungan antara diagnosis TMD dengan perbedaan inklinasi eminensia artikularis kanan dan kiri.Metode: Desain penelitian potong lintang dengan penegakan diagnosis melalui pemeriksaan DC-TMD, serta foto radiograf transkranial pada 70 subjek 14 pria, 56 wanita , usia 20 tahun ke atas. Uji One-way ANOVA digunakan untuk menganalisis hubungan diagnosis TMD dengan perbedaan inklinasi eminensia kanan dan kiri. Uji t tidak berpasangan digunakan untuk menganalisis pengaruh jenis kelamin, usia, oklusi, kehilangan gigi dan sleep bruxism terhadap perbedaan inklinasi eminensia artikularis kanan dan kiri. Uji chi-square digunakan untuk menganalisis hubungan antara jenis kelamin, usia, kondisi oklusi, kehilangan gigi dan kebiasaan sleep bruxism terhadap diagnosis TMD. Uji multivariat regresi logistik digunakan untuk menentukan faktor yang berpengaruh terhadap perbedaan inklinasi eminensia kanan dan kiri.Hasil: Terdapat hubungan antara diagnosis TMD dengan perbedaan inklinasi eminensia artikularis kanan dan kiri p=0,001 . Dengan hasil post hoc bermakna pada kelompok gangguan sendi p=0,042 dan gangguan kombinasi p=0,000 . Jenis kelamin dan usia mempengaruhi diagnosis TMD p=0,009 dan p=0,029 . Uji multivariat menunjukkan bahwa variabel diagnosis TMD merupakan variabel yang paling berpengaruh dengan perbedaan inklinasi eminensia artikularis kanan dan kiri.Kesimpulan: Terdapat hubungan antara diagnosis TMD dengan perbedaan inklinasi eminensia artikularis kanan dan kiri. Diagnosis TMD dengan gangguan intra artikular dan otot mempunyai risiko terjadinya perbedaan inklinasi eminensia artikularis kanan dan kiri sebesar 9,75 kali dibandingkan TMD dengan gangguan otot.Kata kunci: perbedaan eminensia artikularis, inklinasi, TMD, transkranial
ABSTRACT
Background Articular eminence is the most rapidly degenerating structure due to heavy occlusion loads. Asymmetrical articular eminence is more common in individuals with Temporomandibular disorders TMD . It is also associated with gender, age, occlusion, missing tooth teeth and sleep bruxism. Therefore, further research is required to analyze the relationship between TMD diagnoses, gender, age, occlusion, missing tooth teeth and sleep bruxism with asymmetrical articular eminence.Objective To analyze the association between TMD diagnoses and asymmetrical articular eminence.Method This research implemented a cross sectional study in diagnosis process using DC TMD protocol and transcranial radiographs of 70 subjects 14 male, 56 female aged 20 years and older. One way ANOVA was used to determine the association between TMD diagnoses to asymmetrical articular eminence. Independent t test was used to determine the association between gender, age, occlusion, missing tooth teeth and sleep bruxism to asymmetrical articular eminence. Chi square test was used to determine the influence of gender, age, occlusion, missing tooth teeth and sleep bruxism in association to TMD diagnoses. Logistic regression multivariate test was used to determine which factors are the most influential to asymmetrical articular eminence.Result TMD diagnoses had a significant association with asymmetrical articular eminence p 0,001 . Post hoc result showed significant values in intra articular disorder p 0,042 , and combination disorder p 0,000 . Gender and age were associated with TMD diagnoses p 0,009 and p 0,029 . Based on multivariate test, TMD diagnoses was the most influential factor to asymmetrical articular eminence, with OR value of 9,75 for intraarticular disorder and OR value of 4,13 for muscle disorder.Conclusion TMD diagnoses were significantly associated with asymmetrical articular eminence. TMD with intraarticular and muscle disorder is 9,75 times more likely to cause asymmetrical articular eminence compared to TMD with muscle disorder. Keywords asymmetrical articular eminence, inclination, TMD, transcranial
Depok: 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lieando Chandra
Abstrak :
Latar belakang: Gigi tiruan dukungan implan, salah satu perawatan kehilangan gigi terbaik, diterima luas di seluruh dunia. Namun, penggunaannya di Indonesia masih relatif rendah. Studi terkait kesadaran (awareness), pengetahuan (knowledge), dan sikap (attitude) terhadap implan gigi telah banyak dilakukan di negara lain, tetapi belum pernah dilakukan di Indonesia. Tujuan: Mengembangkan kuesioner kesadaran, pengetahuan, dan sikap pasien terhadap implan gigi yang valid dan reliabel. Metode: Penelitian kualitatif melalui studi literatur pada 9 studi, wawancara semi-struktur 8 pakar implan dan 10 subjek kehilangan gigi, focus group discussion, dan uji-coba kuesioner. Penelitian kuantitatif pada 227 subjek untuk pengujian validitas dan reliabilitas kuesioner. Hasil: Kuesioner final 28 item (domain kesadaran, pengetahuan, dan sikap) berhasil dikembangkan dengan validitas isi (content validity) dan validitas muka (face validity) terpenuhi. Analisis faktor dapat dilakukan pada ketiga domain berdasarkan hasil Uji Kaiser-Meyer Olkin (KMO) dan Uji Bartlett (0,680;P<0,05| 0,922;P<0,05| 0,849;P<0,05). Uji validitas konvergen dan uji konsistensi internal Cronbach’s alpha menghasilkan nilai baik pada domain kesadaran (r=0,736; P<0,05; α=0,848), domain pengetahuan (r=0,616; P<0,05; α=0,922), dan domain sikap (r=0,658; P<0,05; α=0,794). Kesimpulan: Kuesioner kesadaran, pengetahuan, dan sikap pasien terhadap perawatan dengan implan gigi teruji valid dan reliabel untuk mengevaluasi kesadaran, pengetahuan, dan sikap pasien terhadap perawatan dengan implan gigi di Indonesia. ......Background: Implant-supported prosthesis, one of the best treatment for tooth loss, are widely accepted worldwide. However, its utilization is still relatively low in Indonesia. Studies related to awareness, knowledge, and attitude towards dental implants have been conducted in many other countries, but there has been no study in Indonesia. Objective: To develop a valid and reliable questionnaire on patient awareness, knowledge and attitudes towards dental implants. Methods: Qualitative study was done through literature review on 9 studies, semi-structured interviews with 8 implant experts and 10 tooth loss subjects, focus group discussion, and pre-testing. Quantitative study on 227 subjects for validity and reliability test. Results: The final questionnaire of 28 items (awareness, knowledge, and attitude domains) was successfully developed with achieved content validity and face validity. Factor analysis can be performed on all three domains based on the results of the Kaiser-Meyer-Olkin Test (KMO) and Bartlett Test (0.680;P<0.05| 0.922;P<0.05| 0.849;P<0.05). The convergent validity and Cronbach's alpha internal consistency were high in awareness domain (r=0.736; P<0.05; α=0.848), knowledge domain (r=0.616; P<0.05; α=0.922), and attitude domain (r=0.658; P<0.05; α=0.794). Conclusion: The questionnaire developed was valid and reliable to evaluate patient awareness, knowledge, and attitudes towards dental implant treatment in Indonesia.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Steffano Aditya Handoko
Abstrak :
Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan uji validitas dan reliabilitas pada KCL-ENG versi Bahas Indonesia agar dapat digunakan sebagai alat ukur frailty pada lansia di Indonesia. Metode. Studi ini dilakukan secara potong-lintang pada pasien berusia ≥ 60 tahun yang mampu berkomunikasi dengan bahasa Indonesia. Pasien yang tidak mampu berkomunikasi dieksklusikan. Luaran dari penelitian ini adalah validitas dan reliabilitas alat skrining KCL-ID. Penilaian validitas dilakukan dengan uji t-test, sementara reliabilitas (konsistensi internal) dinilai dengan Cronbach’s alpha. Hasil. Dari 100 lansia dengan rerata usia 67,53±5,57 tahun yang diikutsertakan dalam penelitian ini, dan ditemukan 55 subjek dengan risiko frail berdasarkan KCL-ID. Hasil uji validitas diskriminan pada total item KCL dengan pertanyaan umum yang mengukur derajat kesehatan pada lansia didapatkan hubungan yang signifikan dengan p value = 0,043 (p value < 0,05). Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dari hasil uji validitas diskriminan pada KCL sehingga dapat digunakan sebagai alat ukur untuk menilai status frailty. Nilai Cronbach’s alpha untuk seluruh kuesioner KCL-ID 0,742, yang menandakan bahwa kuesioner ini memiliki reliabilitas yang baik (≥0,60) (acceptable). Simpulan. Alat skrining frailty KCL-ID memiliki validitas diskriminan yang baik, serta memiliki konsistensi internal KCL-ID ditemukan yang baik (reliabel). ......This study aims to test the validity and reliability of the Indonesian version of KCL-ENG so that it can be used as a measure of frailty in the elderly in Indonesia. Method. This study was conducted cross-sectionally on patients aged ≥ 60 years who can communicate Bahasa Indonesia. Patients who were unable to communicate were excluded. The outcome of this study is the validity and reliability of the KCL-ID screening tool. Validity assessment was carried out by t-test, while reliability (internal consistency) was assessed by Cronbach's alpha. Results. Of the 100 elderly people with a mean age of 67.53±5.57 years who were included in this study, 55 subjects were found to be at risk of frail based on KCL-ID. The results of the discriminant validity test on the total KCL items with a general question which can measure health condition in elderly obtained a significant correlation with p value = 0.043 (p value < 0,05). The significant correlation based on the discriminant validity test in this study therefore suggest that Indonesian Version of KCL can be used to assess frailty in the elderly. Cronbach's alpha value for all KCL-ID questionnaires is 0,742, which indicates that this questionnaire has good reliability (≥0,60) (acceptable). Conclusion. The KCL-ID frailty screening tool has good discriminant validity, and the KCL-ID internal consistency is found to be good (reliable).
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendry
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang. Akurasi dimensi hasil cetakan merupakan hal yang sangat penting didalam menentukan keberhasilan perawatan dengan gigi tiruan cekat dan teknik pencetakan merupakan faktor yang besar pengaruhnya pada akurasi dimensi ini. Pada Klinik Spesialis Prostodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, umumnya pencetakan dilakukan dengan teknik modifikasi putty/wash 2 tahap untuk perawatan dengan gigi tiruan cekat. Untuk mendapatkan ruang bagi material wash, sendok cetak dengan material putty digerak-gerakkan sampai setting, kemudian di atas bahan tersebut dilapisi dengan material wash untuk memperoleh detail preparasi. Tujuan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis akurasi dimensi hasil cetakan yang diperoleh dengan teknik modifikasi putty/wash 2 tahap dibandingkan dengan teknik putty/wash 1 dan 2 tahap Material dan Metode. Akurasi dimensi ini diukur melalui jarak intra-abutmen dan interabutmen. Pada masing-masing teknik, dilakukan 10 kali pencetakan terhadap master model yang berupa simulasi dua gigi penyangga. Model kerja discan menggunakan 3D laser scanner terlebih dahulu, kemudian diukur jarak intraabutment dan interabutmentnya menggunakan software 3D Tool V10. Hasil. Pada penelitian ini ditemukan bahwa akurasi dimensi dari model kerja yang diperoleh dengan teknik pencetakan modifikasi putty/wash 2 tahap mempunyai perbedaan yang bermakna dengan master model dan teknik putty/wash 1 tahap yang merupakan teknik yang paling akurat pada hasil penelitian ini. Akan tetapi, nilai perbedaan tersebut masih dalam batas yang dapat diterima secara klinis karena adanya aplikasi die spacer pada pembuatan restorasi gigi tiruan cekat. Kesimpulan. Teknik pencetakan modifikasi putty/wash 2 tahap masih dapat dipergunakan pada pencetakan untuk perawatan dengan gigi tiruan cekat.
Abstract
Background. Dimensional accuracy when making impressions is important for the clinical success of fixed prosthodontic treatment, and the impression technique is a critical factor affecting this accuracy. At Prosthodontic Specialist?s clinic in Faculty of Dentistry Universitas Indonesia, generally impressions is taken with modified putty/wash 2 step technique. To create a space for wash material, putty impression was firmly wiggle in a clockwise and counterclockwise rotational direction several time before setting. Wash material was then added to putty impression to record detail of tooth preparation. Purpose. To analyze dimensional accuracy of impression with modified putty/wash 2 step technique compare to putty/wash 1 and 2 step technique. Material & Method. Dimensional accuracy was assessed by measuring intraabutment and interabutment distance. For each technique, 10 impressions were made on master model that contained simulation of 2 complete crown abutment preparations. Stone dies poured from each impressions were digitized with 3D laser Scanner. Intraabutment and interabutment?s distance were then measured with 3D Tool V10 software. Result. This study found that dimensional accuracy of impression with modified putty/wash 2 step technique were significantly different with master model and putty/wash 1 step technique which is a most accurate technique in this study. Conclusion. Although statistically significant different with master model and putty/wash 1 step impression technique, modified putty/wash 2 step impression technique can be used in impression taking for fixed prosthodontic treatment because there was a die spacer application on procedure in making fixed restoration.
2012
T31595
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tasya Shakina
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang: Kehilangan gigi merupakan penyakit utama rongga mulut. Berkurangnya jumlah gigi akan menurunkan kemampuan mastikasi dan menyebabkan pemilihan makanan yang berujung pada kurangnya asupan nutrisi. Nutrisi yang buruk dapat berakibat pada perubahan indeks massa tubuh (IMT). Tujuan: Menganalisis hubungan antara kemampuan mastikasi dan IMT. Metode: Penelitian dilakukan dengan metode potong lintang pada 129 subjek berusia 34-80 tahun. Subjek diukur tinggi badan dan berat badannya, diwawancara menggunakan kuisioner kemampuan mastikasi dan dilakukan pemeriksaan intra oral. Analisis Chi Square digunakan untuk mengetahui hubungan antara kemampuan mastikasi, kehilangan gigi, pemakaian gigi tiruan, usia, jenis kelamin dan status ekonomi dengan IMT. Hasil penelitian: Kemampuan mastikasi tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan IMT (p=0,963). Ditemukan hubungan yang bermakna antara usia dengan IMT (p=0,028). Kesimpulan: Usia mempengaruhi indeks massa tubuh.
ABSTRACT
Background: Tooth loss is a major disease of the oral cavity. The primary function of teeth is mastication. Decreasing number of teeth will reduce the masticatory performance and causing food selection which leads to lack of nutrition. Poor nutrition resulted changes in body mass index (BMI). Objective: To analyze the relationship between masticatory performance and BMI. Methods: The study was conducted with a cross-sectional method on 129 subjects age 34-80 years. Subject was measured their height and weight, then interviewed using a questionnaire about masticatory performance and intra oral examination was conducted. Chi square was used to analyse the relation between the masticatory performance, tooth loss, denture wearer, age, gender, economic status with BMI. Result: Masticatory performance was not significantly associated with BMI (p = 0.963). A significant association was found between age and BMI (p = 0.028). Conclusion: Age affects the body mass index.
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifa Astari Gumay
Abstrak :
ABSTRACT
Latar belakang: Gangguan sendi temporomandibula dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Belum ada penelitian yang membahas hubungan gangguan sendi temporomandibula dan kualitas hidup khususnya dengan menggunakan indeks OHIP-TMD-ID dan ID-TMD di Indonesia. Tujuan: Menganalisis hubungan gangguan sendi temporomandibula dan kualitas hidup, hubungan gangguan sendi temporomandibula dan faktor sosiodemografi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan tingkat ekonomi , hubungan kualitas hidup dan faktor sosiodemografi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan tingkat ekonomi . Metode: Penelitian ini dilakukan dengan metode potong lintang pada 115 subjek berusia 20-40 tahun dari pasien Klinik Integrasi RSGM Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Dilakukan pencatatan data diri subjek dan wawancara untuk pengisian kuesioner ID-TMD dan OHIP-TMD-ID. Hasil penelitian: uji analisis Man-Whitney menunjukan perbedaan bermakna yang signifikan antara gangguan sendi temporomandibula dan kualitas hidup. Namun, tidak terdapat perbedaan bermakna yang signifikan antara kualitas hidup dan faktor sosiodemografi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi . Hasil uji analisis Chi Square menunjukan tidak perbedaan bermakna yang signifikan antara gangguan sendi temporomandibula dan faktor sosiodemografi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi . Kesimpulan: Penderita gangguan sendi temporomandibula mengalami penurunan kualitas hidup dari aspek nyeri orofacial.
ABSTRACT
Abstract Background Temporomandibular disorders may have an impact on quality of life. No studies have been done to analyze relationship between temporomandibular disorders and quality of life in particular by using OHIP TMD ID and ID TMD in Indonesia. Objectives To analyze the relationship between temporomandibular disorder and quality of life, temporomandibular disorder and sociodemographic factors age, gender, education level economic level , quality of life and sociodemographic factors age, gender, education level, economic level . Methods Cross sectional study was conducted on 115 subjects aged 20 40 years from patients at Integration Clinic of RSGM FKG UI. Subject rsquo s personal data were obtained and interview for ID TMD questionnare and OHIP TMD ID questionnare were conducted. Results Man Whitney test showed significant differences between temporomandibular disorders and quality of life. However, there are no significant differences between the quality of life and sociodemographic factors age, gender, education level, economic level . Chi Square test showed no significant differences between temporomandibular disorders and sociodemographic factors age, gender, education level, economic level . Conclusion Temporomandibular disorders patients suffered from impaired orofacial pain related quality of life. Keywords temporomandibular disorder, quality of life, OHIP TMD ID, ID TMD.
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nia Nathania Martayoga
Abstrak :
Latar belakang: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status kesehatan gigi dan mulut dengan kualitas hidup lansia. Metode Total 93 subjek dinilai status kesehatan gigi dan mulutnya menggunakan indeks DMFT dan status periodontal standart WHO, sedangkan kemampuan mastikasi menggunakan skor color changing chewing gum. Tingkat kualitas hidup dinilai menggunakan kuesioner GOHAI versi Bahasa Indonesia dan kuesioner WHO. Hasil: Nilai mean kuesioner WHO adalah 24,3. Kesulitan menggigit dan mengunyah makanan memiliki hubungan bermakna dengan jumlah gigi asli r=0,3; r=0,3 dan kemampuan mastikasi r=-0,4; r=-0,3. DT memiliki hubungan bermakna dengan kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari r=0,2. Nilai mean GOHAI adalah 51,5. Kemampuan mastikasi memiliki hubungan bermakna dengan limitasi fungsi r=0,3, aspek psikologis r=0,2, dan pengaruh terhadap kehidupan sehari-hari r=0,3. Rasa sakit dan ketidaknyamanan memiliki hubungan bermakna dengan DT r=0,3 dan BOP r=-0,3. Kesimpulan: Terdapat hubungan antara status kesehatan gigi dan mulut terhadap kualitas hidup lansia. ...... Background: This study aims to examine the relationship between oral health status and quality of life of independent living elderly. Methods Total of 93 subjects oral health status was recorded using DMFT index and WHO standarts periodontal index, and masticatory performance was recorded using color changing chewing gum. Quality of life was recorded using GOHAI and WHO questionnaire. Results: Mean scores WHO questionnaire is 24,3. Significant relationship exist between difficulty in biting and chewing food with natural teeth r 0,3 r 0,3 and masticatory performance r 0,4 r 0,3. DT was positively correlate with difficulties doing usual activities r 0,2. Mean scores GOHAI Indonesian version is 51,5. Masticatory performance was positively correlate with functional limitation r 0,3, pshycology aspects r 0,2, and effect on daily performance r 0,3. Significant relationship exists between pain and discomfort with DT r 0,3 and BOP r 0,3. Conclusion: There is significant relationship between oral health and quality of life.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Twelvia Caroline Andriani
Abstrak :
Latar Belakang: Menopause adalah salah satu bagian dari siklus alami kehidupan reproduktif perempuan, yang merupakan berhentinya menstruasi selama 12 bulan berturut-turut. Saat menopause, produksi hormon esterogen dan progesteron menurun. Penurunan kedua hormon ini hingga hampir nol berlanjut sampai ke tahap askamenopause, yaitu fase lanjutan dari menopause. Penurunan hormon esterogen dan progesteron menyebabkan munculnya beberapa perubahan klinis pada rongga mulut, terutama pada gingiva yang dapat mengarah ke keradangan gingiva dan kesehatan rongga mulut. Tujuan: Untuk menganalisis status keradangan gingiva pada perempuan paskamenopause. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan potong lintang (cross-section). Dilakukan wawancara mengenai lama menopause dan pemeriksaan klinis keradangan gingiva menggunakan Papillary Bleeding Index (Saxer dan Muhlemann) pada 93 orang perempuan paskamenopause di wilayah Bekasi. Hasil: Rata-rata usia perempuan paskamenopause yang diteliti 61 tahun (SD ±7,2). 79 orang perempuan paskamenopause yang diteliti memiliki skor PBI baik, dan 14 orang perempuan paskamenopause memiliki skor PBI sedang. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara keradangan gingiva dengan lama menopause (p>0,05). Terdapat perbedaan yang bermakna (p<0,05) antara keradangan gingiva (mean 1,15, SD ±0,36), dengan tingkat akumulasi plak gigi (mean 1,91, SD ±0,6), kalkulus gigi (mean 2,12, SD ±0,67), dan tingkat kebersihan mulut (mean 2,25, SD ±0,62), dan antara lama menopause dengan tingkat kebersihan mulut. Kesimpulan: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa status keradangan gingiva sangat berkaitan dengan akumulasi plak gigi, kalkulus gigi, serta tingkat kebersihan mulut perempuan paskamenopause, sehingga prosedur pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut perlu dilakukan secara berkala.
Background: Menopause, which was a part of female?s reproductive life natural cycle, confirmed when women had no menstrual period for 12 consecutive months. When menopause appeared, the production of estrogen and progesterone hormone decreased. The decreasing almost reached zero and continued until postmenopausal phase, which was a continue phase from menopause. The impact of the decreasing estrogen and progesterone hormone has made several clinical changes in oral cavity, especially in gingival, which could lead to gingival inflammation and oral health. Objective: To analyze the gingival inflammation status in postmenopausal women. Method: This study was a descriptive analytic study using the cross-sectional study method. Years since the last menopausal period were obtained from 93 postmenopausal women in Bekasi area. Clinical examination of gingival inflammation was studied using Papillary Bleeding Index (Saxer and Muhlemann). Results: The mean age of postmenopausal women was 61 years (SD ±7, 2). 79 postmenopausal women had a good PBI scores and 14 postmenopausal women had moderate PBI scores. There was no correlation between gingival inflammation and period of time since postmenopausal women had their last menstruation (p>0, 05). There were significant correlation (p<0, 05) between gingival inflammation (mean 1, 15, SD ±0, 36) and dental plaque accumulation (mean 1, 91, SD ± 0,6), with dental calculus (mean 2,12, SD ±0,67), and OHI-S (mean 2,25, SD ±0,62). There was a strong correlation (p<0, 05) between OHI-S and period of time since postmenopausal women had their last menstruation. Conclusion: Gingival inflammation strongly correlated with dental plaque accumulation, dental calculus, and OHI-S in postmenopausal women, so good oral hygiene procedures were needed periodically.
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yuki Melati
Abstrak :
Latar Belakang: Menopause adalah salah satu bagian dari siklus alami kehidupan reproduktif perempuan yang ditandai dengan berhentinya menstruasi selama 12 bulan berturut-turut. Tahap paskamenopause terjadi segera setelah tahap menopause selesai. Paskamenopause rata-rata terjadi pada perempuan berusia 50 tahun keatas. Seiring bertambahnya usia, terjadi kemunduran pada kondisi fisik dan psikologis yang dapat menyebabkan kesulitan dalam menjalankan prosedur pembersihan mulut yang maksimal. Prosedur pembersihan mulut dapat mempengaruhi pembentukan plak serta kalkulus gigi. Kalkulus gigi merupakan deposit keras hasil kalsifikasi plak gigi yang melekat erat pada permukaan mahkota klinis gigi asli, gigi tiruan, atau alat-alat yang dipakai dalam mulut lainnya. Tujuan: Mengetahui hubungan antara kalkulus gigi dengan perempuan paskamenopause. Metode: Penelitian deskriptif-analitik dengan pendekatan potong lintang (cross-sectional study). Dilakukan wawancara mengenai riwayat menstruasi terakhir, serta pemeriksaan klinis menggunakan indeks kalkulus modifikasi Ramfjord dengan cara memeriksa jumlah deposit kalkulus pada 2 permukaan bukal dan lingual atau palatal dari gigi 16, 26, 36, 33, 32, 31, 41, 42, 43, dan 46 menggunakan kaca mulut serta dental explorer dan/atau periodontal probe pada 105 orang perempuan paskamenopause pada Bulan Oktober 2008 di Wilayah Bekasi. Hasil: Didapatkan 93 orang yang melengkapi seluruh data. Usia berkisar 46-82 tahun (usia rata-rata 61.3, SD ± 7.3). Hasil uji statistik chi-square menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna (p<0,05) antara lama menopause dengan tingkat akumulasi kalkulus gigi dan dengan tingkat kebersihan rongga mulut. Kesimpulan: Lama menopause berhubungan dengan tingkat akumulasi kalkulus gigi dan tingkat kebersihan rongga mulut pada perempuan paskamenopause.
Background: Menopause is one part of the natural cycle of a female's reproductive life, confirmed when a women has no menstrual period for 12 consecutive months. Menopause is always followed by postmenopause. Postmenopause generally occurs at the ages 50 years and above. As the aging, there are certain physiological changes which can affect in doing a maximal oral hygiene practices. A good oral hygiene practice can undermine the process of dental plaque and dental calculus formation. Dental calculus, which is mineralized bacterial plaque, is hard, tenacious mass that forms on the clinical crowns of the natural teeth, on dentures, and other dental protheses. Aim: To study the crosssectional relationship between dental calculus and postmenopausal women. Method: This study is a analitic-descriptive study using the cross-sectional study method. Years since the last menstrual period were obtained from 105 subjects of postmenopausal women at Bekasi area on October 2008. Clinical examination of dental calculus was studied using Calculus Index (Ramfjord Modification) to check the amount of calculus deposits at buccal and lingual or palatal surfaces of 16, 26, 36, 33, 32, 31, 41, 42, 43, and 46 using a mirror and dental explorer or periodontal probe. Results: Of the total subjects, 93 were useful for analysis. Age range between 46 and 82 years (mean age 61.3, SD ± 7.3). A strong positive correlations (p<0,05) were found between cross-sectional measurements of dental calculus and years since the last menstrual period. Another strong positive correlations (p<0,05) were also found between cross-sectional measurements of oral hygiene status and years since the last menstrual period. Conclusion: Years since last menstrual period correlated with accumulated level of dental calculus and oral hygiene status on postmenopausal women.
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>