Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arbijoto
"Kode Kehormatan Hakim adalah kode etik dari para hakim, yaitu kaidah-kaidah atau norma-norma bagi para hakim dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Kaidah-kaidah dalam kode tersebut, merupakan norma moral, karena mengikat para hakim dalam menjalankan profesinya. Ikatan itu bukan secara fisik akan tetapi secara psikis, dan karenanya pelaksanaannya secara primer tidak dapat dipaksakan dari luar, akan tetapi harus-timbul dari diri hakim itu sendiri, walaupun secara seconder dimungkinkan adanya penindakan secara fisik.
Apabila dihubungkan dengan tugas sehari-hari hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara yang dihadapkan kepadanya, maka kewajiban hakim tidak hanya sekedar memperhatikan aspek legalitas (Arbitrary Rules) yaitu sekedar menerapkan norma-norma hukum sehubungan dengan perkara (kasus) yang dihadapkan kepadanya, akan tetapi juga harus diperhatikan aspek legitimasi (Ethical Princip_les), yaitu apakah hakim dalam memutuskan telah sesuai dengan prinsip deontologi sebagaimana yang dimaksudkan dalam kode kehormatan tersebut, yaitu apakah putusannya telah sesuai dengan prinsip kejujuran, keadilan, kebijaksanaan, berkelakuantidak tercela dan telah mendasarkan pada ketaatannya terhadap Allah.
Dikatakan bahwa hakim dalam menjalankan profesinya telah memenuhi azas legitimasi (Ethical Principles), apabila hakim dalam menjalankan profesinya berpegang teguh pada prinsip deontologis, sebagaimana dikemukakan di atas. Prinsip itu dapat dicapainya apabila sanggup untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya tanpa pamrih dan mempertanggungjawabkan kepada suara hatinya (transendensi diri) serta kepada Allah (transendensi iman) dan ia hanya dapat mempertanggungjawabkannya apabila ia bebas dalam menjalankan profesinya.
Karena kode kehormatan tersebut memuat ajaran tentang moralitas bagi para hakim dalam melaksanakan profesinya, maka penulis akan meninjau Kode Kehormatan Hakim dengan melakukan suatu refleksi (pemikiran secara kritis), dengan menelusuri pemikiran para filsuf dari zaman Yunani kuno sampai zaman Post-Modern terhadap ajaran moralitas bagi para hakim yang termaktub dalam kode kehormatan."
Depok: Universitas Indonesia, 1995
S16003
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fariz Pari
"Bagi Peirce, manusia adalah homo semioticus, artinya dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu bertemu dengan tanda, dan berhubungan dengannya dalam setiap aktivitas baik pikiran maupun perilaku sebagai interpretasi terhadap tanda. serta pengetahuan manusia pun diperoleh dan diungkapkan dalam tanda-tanda. Ilmu yang mempelajari tanda disebut semiotik.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan semiotic dari sudut filsafat khususnya epistemalogi. Sebagai bidang filsafat yang mengkaji hakekat pengetahuan. Serta penerapan teori semiotik dalam kegiatan kehidupan sehari-hari baik bagi individu maupun kelompok masyarakat.
Bagi semiotik pengetahuan manusia merupakan interpretasi terhadap tanda yang diungkapkan dalam bentuk tanda juga. sehingga bisa diinterpretasi lagi secara berkesinambungan. Proses interpretasi tanda ini disebut semiosis yang menjadi proses epistemologi. Proses semiosis ada dua tahap, tahap I adalah proses interpretasi tanda yang dilakukan berdasarkan keyakinan yang telah menjadi kebiasaan. secara pra radar. Namun interpretasi ini terhenti apabila timbul kesangsian. Semiosis tahap II dilakukan berdasarkan penalaran logis melalui proses abduksi sebagai suatu kemungkinan berdasarkan observasi, dilanjutkan deduksi sebagai kansekuensi logis dari kemungkinan serta induksi sebagai pembuktian baik dalam masyarakat maupun laboratorium, dengan memperhatikan relasi tanda pada objeknya dan menentukan interpretant sebagai hasil interpretasi pada tanda oleh individu.
Setiap individu dapat mempunyai interpretasi yang sama ataupun berbeda terhadap tanda yang sama, tergantung pada konteks pengalamannya. yang menentukan objek yang direpresentasikan oleh tanda. sama atau berbeda, yang menjadi dasar interpretant. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian dalam kegiatan kehidupan sehari-hari dari tanda waktu shalat.
Tanda waktu shalat yang berdasarkan posisi matahari dan bumi dapat di interpresentasikan oleh putaran jam. bunyi bedug atau kentongan, suara azan sebagai interpretasi waktu shalat Relasi tanda waktu shalat dapat pada objek yang lama atau berbeda. sehingga interpretasinya juga dapat sama atau berbeda baik dalam pikiran maupun perilaku. Di antaranya ada yang merelasikan tanda itu dengan objek kewajiban shalat dan membentuk interpretant harus shalat. Sehingga interprestasinya dapat juga sama atau mereka segera melaksanakan shalat. Ada yang merelasikan dengan objek kurun waktu shalat dan membentuk interpretant bisa ditunda. dan ada yang merelasikan dengan objek janji dengan pacar sehingga membentuk interpretant harus menemuinya."
Depok: Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ani Soekowati
"Revolusi ilmu penngetahuan pada abad ke-17 dan abad ke-18 serta revolusi Kantian pada abad ke-18 yang berlangsung di Barat, telah mengakibatkan tergugahnya kesadaran manusia akan daya konstruksi akalnya. Manusia semakin giat mempergunakan kemahiran akal. Temuan-temuan baru, inovasi-inovasi menyemarakkan kehidupan barat. Ilmupengetahu.an semakin maju dan kehidupan menjadi semakin asyik, mudah, murah, efisien. Dunia barat dilanda demam iptek. Pada abad ke-20 mulai timbul kekuatiran dan kecemasan akan bahaya-bahaya yang tersembunyi di belakang lajunya pertumbuhan ilmu. pengetahuan serta penerapannya.
Berbagai teori diajukan untuk menanggulangi dampaknegatif yang ditimbulkan iptek. Terutama mazhab Frankfurtdengan teori kritis telah mengupas situasi dunia barat.
Tulisan-tulisan teori kritis telah menarik perhatian kaum intelektual muda di Indonesia. Maka timbul pertanyaanapakah ajaran ini dapat ditransfer ke negara kita.
Penulis mengajukan su.atu teori lain, yang lebih cocok dengan Pancasila. Dampak negatif yang ditimbulkan iptek dapat diatasi dengan sikap eling dan waspada yang harus dimiliki para ilmuwan dan para pemilik ilmu pengetahuan, dengan penguasaan alam dalam diri sendiri secara mu.tlak.
Selain itu untuk setiap disiplin ilmu diperlukan pemahaman akan filsafat ilmu pengetahuan dan disiplin ilmu yang bersangkutan."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Freddy Kusnady
"Dewasa ini perkembangan dunia usaha di Indonesia makin mantap, keadaan perekonomiannya secara merata makin membaik. Jenis usaha banyak bermunculan, mulai dari usaha kecil sampai ke industri besar. Jenis pendidikan dan keterampilan juga makin banyak dan diminati oleh segala lapisan masyarakat, mulai dari pendidikan keterampilan sampai dengan pendidikan tinggi. Peminatnyapun tidak terbatas pada satu jenis kelamin saja. Angin segar yang berembus dalam dunia usaha di Indonesia ini membawa dampaknya pula Pengusaha dan jabatan kunci tidak lagi didominasi oleh kaum pria, tetapi sudah mulai digeluti oleh wanita. Kini mulai banyak bermunculan istilah wanita pengusaha, wanita karir, majikan wanita dan lain sebagainya. Hal ini dapat dilihat antara lain dari jumlah keanggotaan Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) Cabang Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya yang dari tahun ke tahun jumlahnya terns bertambah.
Dalam hukum pajak setelah reformasi pajak (tax reformation) tahun 1983, terdapat 5 (lima) undang-undang yang diberlakukan dan telah mengalami perubaban sampai dengan akhir tahun 1994, yaitu:
a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1994 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan.
b. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1991 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan, serta terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1994 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991.
c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1994 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi Dan Bangunan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tabun 1994 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi Dan Bangunan.
e. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea Meterai.
Dari kelima undang-undang di atas, permasalahan dalam disertasi ini hanya difokuskan pada butir a. dan butir b. saja.
Dalam hukum pajak setelah reforrnasi pajak (tax reformation) tahun 1983 tersebut di atas, kedudukan hukum wanita kawin walaupun tidak secara eksplisit dijelaskan, cenderung untuk mengikuti ketentuan-ketentuan dalam Burgerlijk Wetboek Indonesia. Hal ini dapat dilihat terutama dalam Pasal Pasal 105, 108, 109 dan 110 dari Burgerlijk Wethoek Indonesia, yang menekankan ketidakmampuan seorang isteri untuk melakukan tindakan-tindakan hukum tanpa izin dari suaminya. Akibatnya yang menjadi wajib pajak adalah suaminya, walaupun suaminya tidak berpenghasilan sama sekali, sedangkan isterinya adalah seorang pengusaha. Kedudukan mereka sebagai wanita kawin di dalam dunia usaha memang dikecualikan seperti yang disebutkan?"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
D171
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Arifin Sari Surungalan
"Dalam peraturan perundang-undangan terdapat empat istilah yang bermaksud menguraikan fungsi DPR yaitu fungsi, wewenang, tugas, kekuasaan. Sebutan fungsi DPR terdapat dalam Pasal 32 beserta Penjelasannya dalam Undang-undang No. 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD (LN 1969 No. 59, TLN No. 2915) sebagaimana telah tiga kali diubah dengan Undang-undang No. 5 Tahun 1975 (LN 1975 No. 39, TLN No. 3064), Undang-undang No, 2 Tahun 1985 (LN 1985 No.2, TLN No. 3282) dan Undang-undang No.5 Tahun 1995 (LN 1995 No. 36, TLN No. 3600). Pasal itu menguraikan bahwa fungsi DPR (selanjutnya disebut DPR saja) berdasarkan UUD 1945 adalah (1) membuat undang-undang bersama dengan Pemerintah, (2) menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bersama-sama Pemerintah, dan (3) mengadakan pengawasan terhadap kebijaksanaan Pemerintah. Kemudian DPR dalam Keputusannya No. 1O/DPR-RI/82-83 tanggal 26 Februari 1983 tentang Peraturan Tata Tertib yang masih beriaku sampai sekarang, menyebutnya tidak sebagai fungsi DPR tetapi sebagai wewenang dan tugas DPR. Tetapi UUD 1945 dalam Pasal 5 ayat (1) menggunakan istilah kekuasaan membentuk undang-undang. Jadi, empat istilah itu dianggap sinonim. Yang oleh undang-undang No. 16 dinamakan sebagai fungsi oleh DPR diubah menjadi wewenang dan tugas, sedangkan UUD 1945 sendiri menyebutnya sebagai kekuasaan. Menurut kamus pengertian fungsi tidaklah sama dengan wewenang, tugas atau kekuasaan.. Tidaklah mengherankan kalau dalam masyarakat baik dalam masyarakat umum maupun dalam masyarakat cendekiawan timbul kesimpangsiuran mengenai pengertian fungsi DPR ini."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
D407
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library