Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Toelle, Samantha Antoinette Fedora
"Pada tahun 2018, pemerintah Indonesia menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dengan pemerintah Tiongkok yang menandakan peresmian kerja sama Indonesia-Tiongkok dalam kerangka kerja Belt and Road Initiative (BRI). Inisiatif ini digagas oleh pemerintah Tiongkok untuk memberi insentif ekonomi (pendanaan, faktor produksi, tenaga kerja dan ahli, asistensi) guna mendukung pembangunan infrastruktur negara mitra dan memperkuat konektivitas di sepanjang jalur BRI (Silk Road Economic Belt dan 21st Century Maritime Silk Road). Kendati sokongan yang disediakan untuk merealisasikan agenda Global Maritim Fulcrum (GMF) Indonesia, terdapat berbagai risiko multisektoral yang mengikuti penerimaan BRI. Terlebih lagi, latar belakang persaingan geopolitis yang menjadi preseden kemunculan BRI semakin menambah daftar ancaman pada tingkat nasional, regional dan internasional. Keresahan tersebut menghadirkan pertanyaan yang diangkat dalam skripsi ini; mengapa Indonesia tetap melakukan penerimaan Belt and Road Initiative Tiongkok? Dengan menggunakan kerangka analisis economic statecraft, penulis menemukan terdapat beberapa faktor yang mendorong sebuah negara untuk menerima economic statecraft, yakni; tingkat stateness Indonesia yang tinggi sehingga mampu merumuskan kebijakan yang sesuai kepentingan eksekutif dan mengabaikan risiko dan/atau penolakan pada tingkat domestik; keterbatasan fiskal Indonesia dalam memenuhi ekspektasi pembangunan dalam negeri; keselarasan antara kepentingan pembangunan Indonesia dengan benefit yang dapat BRI sediakan; kekuatan Tiongkok sebagai emerging major power yang meningkatkan kredibilitas BRI; dan adanya ancaman geopolitis yang lebih besar apabila Indonesia menolak sebagai konsekuensi dari relasi asimetris antara Tiongkok-Indonesia.

In 2018, the Indonesian government signed a Memorandum of Understanding (MoU) with the Chinese government which marked the inauguration of Indonesia-China cooperation within the framework of the Belt and Road Initiative (BRI). This initiative was initiated by the Chinese government to provide economic incentives (funding, production factors, labor and experts, assistance) to support partner countries' infrastructure development and strengthen connectivity along the BRI route (Silk Road Economic Belt and 21st Century Maritime Silk Road). Despite the support provided to realize Indonesia's Global Maritime Fulcrum (GMF) agenda, there are multisectoral risks that follow BRI's acceptance. Moreover, the background of geopolitical rivalry that precedes the emergence of the BRI further adds to the list of threats at the national, regional and international levels. This unrest presents the question raised in this thesis; why does Indonesia continue to accept China's Belt and Road Initiative? By using the economic statecraft analysis framework, the author finds that there are several factors that encourage a country to accept economic statecraft, namely; Indonesia's high level of stateness so that it is able to formulate policies that suit executive interests and ignore risks and/or rejection at the domestic level; Indonesia's fiscal limitations in meeting domestic development expectations; alignment between Indonesia's development interests and the benefits that BRI can provide; China's strength as an emerging major power that increases the credibility of BRI; and the existence of a greater geopolitical threat if Indonesia refuses as a consequence of asymmetrical relations between China-Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jonathan William
"Proliferasi perdagangan bebas telah mendorong perpajakan internasional menjadi isu yang semakin penting. Selagi aktor-aktor swasta berlomba-lomba untuk memanfaatkan keuntungan yang disediakan oleh dunia yang semakin terglobalisasi, pemerintah-pemerintah lazimnya ingin memastikan bahwa transaksi lintas yurisdiksi tersebut tidak luput dari pemajakan. Tulisan ini menelaah isu perpajakan internasional dan mencoba menggambarkan seluk beluk isu-isu yang terkait melalui tinjauan literatur. Terdapat 36 literatur terpilih yang dipaparkan, dibahas, dan kemudian diolah untuk menunjukkan konsensus serta perdebatan yang ada. Menggunakan metode taksonomi, tinjauan pustaka ini menemukan bahwa topik perpajakan dalam ekonomi politik internasional dapat dikategorikan menjadi tiga tema utama: (1) konseptualisasi perpajakan internasional; (2) tantangan-tantangan; serta (3) ragam aktor yang mempengaruhi dan dipengaruhi dalam tatanan perpajakan internasional. Tulisan ini mengidentifikasi bahwa perpajakan internasional merupakan topik yang menjadi ranah utama ilmu hukum, terutama hukum perpajakan internasional, sementara pengkajian pajak melalui kaca mata hubungan internasional masih belum banyak ditemukan. Perdebatan dalam literatur meliputi perbedaan pendapat mengenai kebijakan mana yang ideal serta konseptualisasi koordinasi. Terakhir, tinjauan literatur ini memberi rekomendasi dalam ranah akademis berupa pendalaman studi perpajakan internasional menggunakan kerangka hubungan internasional, serta rekomendasi bagi Indonesia untuk memperkuat kerja sama bilateral dan multilateral, serta meningkatkan kerja sama ranah pajak di tingkat regional.

The proliferation of free trade has propelled international taxation into newfound significance. As private actors rush to exploit the benefits of a world more globalized than ever, governments often, but not always, proactively try to make sure that these cross-jurisdiction transactions do not go untaxed. This paper examines the issues surrounding international taxation and attempts to portray the intricacies through a literature review. A total of 36 selected literature sources are presented, discussed, and analysed to reveal existing consensus and debates. Using the taxonomy method, the literature review identifies three main themes in the field of international political economy of taxation: (1) the conceptualization of international taxation, (2) challenges, and (3) the various actors that influence and are influenced within the international taxation landscape. This study highlights that international taxation is predominantly studied within the domain of legal scholarship, particularly in the field of international tax law, while the examination of taxation through the lens of international relations is relatively limited. Meanwhile debates in the literature include disagreements on which policy (or policies) is ideal and the conceptualization of coordination. Lastly, this literature review provides recommendations in the academic realm, including deeper exploration of international taxation studies using an international relations framework. Furthermore, practical recommendations for Indonesia involve strengthening bilateral and multilateral cooperation and enhancing tax-related collaboration at the regional level."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Benedicta Nathania
"Skripsi ini mengangkat fenomena pergeseran kebijakan energi Jerman setelah invasi Rusia ke Ukraina pada tahun 2022 di bawah kepemimpinan Kanselir Olaf Scholz. Dengan memanfaatkan Teori Permainan Dua Tingkat (Two-Level Game Theory) karya Robert Putnam, penelitian ini mengkaji interaksi antara negosiasi internasional, khususnya sanksi pembatasan harga minyak, dan negosiasi domestik yang berfokus pada percepatan transisi energi. Melalui penelitian ini, ditemukan bahwa bahwa win set yang tumpang tindih dalam perundingan internasional dan domestik memungkinkan keberhasilan kesepakatan dan ratifikasi sanksi pembatasan harga minyak. Peristiwa ini menandakan perubahan penting dalam kebijakan energi Jerman, menyoroti langkah menuju pengurangan ketergantungan pada energi Rusia dan mempercepat transisi ke sumber energi terbarukan.

This thesis investigates the shift in Germany's energy policy following the Russian invasion of Ukraine in 2022 under Chancellor Olaf Scholz. Utilizing Robert Putnam's Two-Level Game Theory, the study examines the interplay between international negotiations, specifically the oil price cap sanction, and domestic negotiations focusing on accelerating the energy transition. The analysis concludes that the overlapping win sets of international and domestic negotiations enabled the successful agreement and ratification of the oil price cap sanction. This event signifies a pivotal change in Germany's energy policy, highlighting a move towards reducing dependency on Russian energy and hastening the transition to renewable energy sources."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joshua Glorius Hasiholan
"Penelitian ini menganalisis dominasi dolar Amerika Serikat (USD) sebagai mata uang internasional, mengeksplorasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap posisi dominannya dan implikasinya terhadap ekonomi global. USD telah lama menjadi mata uang utama dalam perdagangan internasional, cadangan devisa, dan pasar keuangan global. Penelitian ini mengkaji sejarah evolusi USD sebagai mata uang cadangan utama, peran lembaga keuangan internasional, serta kebijakan ekonomi dan moneter Amerika Serikat yang memperkuat dominasi ini. Selain itu, penelitian ini membahas dampak dari dominasi USD terhadap stabilitas ekonomi global, termasuk keuntungan dan risiko bagi negara-negara pengguna serta tantangan bagi mata uang lain yang berusaha memperoleh status internasional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun ada tantangan dari mata uang lain seperti Euro dan Renminbi, USD tetap dominan karena kombinasi kekuatan ekonomi, kebijakan yang stabil, dan kepercayaan global terhadap sistem keuangan Amerika Serikat.

This study analyzes the dominance of the United States dollar (USD) as an international currency, exploring the factors contributing to its dominant position and its implications for the global economy. The USD has long been the primary currency in international trade, foreign exchange reserves, and global financial markets. This research examines the sources of power for USD as the main reserve currency, the role of international financial institutions, and the economic and monetary policies of the United States that reinforce this dominance. Additionally, the study discusses the impact of USD dominance on global economic stability, including the benefits and risks for user countries and the challenges faced by other currencies striving to attain international status. The findings indicate that despite challenges from other currencies such as the Euro and the Renminbi, the USD remains dominant due to a combination of economic strength, stable policies, and global confidence in the U.S. financial system."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ignatius Jonathan Marceleon
"Pada tahun 2001, Indonesia dinilai sebagai negara dengan inisiatif anti-pencucian uang yang lemah oleh Financial Action Task Force (FATF) dan mengkategorikannya ke dalam blacklist. Indonesia merespons dengan mengambil berbagai langkah reformasi tata kelola domestik sehingga pada tahun 2015 dikeluarkan dari blacklist FATF, menyoroti hubungan Indonesia yang membaik dengan institusi tersebut. Tulisan ini menganalisis mengapa Indonesia melakukan tindakan demikian walaupun bukan termasuk negara yang terlibat dalam pembentukkan FATF maupun sebagai anggotanya di saat itu. Penelitian ini akan menggunakan metodologi penelitian kualitatif berbasis studi literatur dan menggunakan konsep teori rezim sebagai landasan argumen. Ditemukan bahwa sikap yang diambil Indonesia dipengaruhi oleh latar belakang FATF sebagai badan khusus yang dibentuk Group of Seven dengan melihat peran dan perspektifnya terhadap tata kelola global. Langkah Indonesia untuk memperkuat kebijakan anti-pencucian uang dalam negeri merupakan penyesuaian negara terhadap Rekomendasi FATF yang semakin diakui sebagai konsensus internasional. Disimpulkan bahwa perkembangan yang terjadi di Indonesia menunjukkan hasil atau outcome dari kehadiran rezim anti-pencucian uang internasional yang berdasarkan pada FATF.

In 2001, Indonesia was assessed as a country with weak anti-money laundering initiatives by the Financial Action Task Force (FATF) and categorized it into its ‘blacklist’. Indonesia responded by taking various steps to reform domestic governance so that in 2015 it was removed from the FATF blacklist, highlighting Indonesia's improving relations with the mentioned institution. This paper analyzes why Indonesia took such actions even though it was not one of the countries involved in the formation of the FATF or as a member at that time. This research will use a qualitative research methodology based on literature studies and uses the concept of regime theory as a basis for argument. It was found that the attitude taken by Indonesia was influenced by FATF’s background as a special agency formed by the Group of Seven through looking at its role and perspective on global governance. Indonesia's move to strengthen its domestic anti-money laundering policy is the country's adjustment to the FATF Recommendations which is increasingly recognized as an international consensus. It is concluded that developments in Indonesia show the results or outcomes from the presence of an international anti-money laundering regime based on FATF."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library