Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shasti Salsabila
"Serial TV terbaru yang ditayangkan oleh HBO, Big Little Lies, memiliki plot yang berfokus pada kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh seorang suami kepada istrinya. Serial tersebut berhasil meraih perhatian banyak orang dan mendapatkan banyak komentar dari pemirsa. Big Little Lies menyoroti kekerasan dalam rumah tangga tetapi tidak cukup mengungkap penyebab utama dari peristiwa kekerasan tersebut. Makalah ini menganalisis bagaimana konsep maskulinitas, sebagaimana didefinisikan oleh Connell (1995) sebagai bentuk praktik dan perilaku yang dilakukan oleh laki-laki, menjadi penyebab utama kekerasan dalam rumah tangga. Untuk mendukung argumen ini, makalah ini menyoroti contoh-contoh yang relevan dari serial TV tersebut dan membahas dua poin utama: (1) kehadiran maskulinitas, dan (2) efek maskulinitas pada individu dan interaksi sosial, khususnya pada wanita dan anak-anak. Serial film ini mendukung pandangan bahwa identitas maskulin yang beredar di masyarakat seperti memiliki perasaan superioritas dan dominasi memicu laki-laki untuk melakukan kekerasan demi mempertahankan kontrol atas pasangan mereka. Idealitas maskulinitas juga memengaruhi laki-laki untuk mengabaikan pengaruh maskulinitas terhadap lingkungan mereka, termasuk fisik dan mental perempuan serta anak-anak yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.

The recent release of the HBO series Big Little Lies, whose plot centers around the domestic violence of a wealthy husband and wife, has been accompanied by a great amount of social commentary and received a great deal of exposure. The series highlights domestic violence but does not quite expose the key root cause. This brief paper analyses how the concept of masculinity, as defined by Connell (1995) as a form of practice and behavior done by men, constructs the root causes of domestic violence. To support this argument, this paper highlights relevant examples from the movie and discusses two major points: (1) the presence of masculinity as the root cause of domestic violence, and (2) the effects of masculinity on individuals, particularly on women and children. The movie series supports the view that the socially constructed masculine identities such as the feeling of superiority and domination trigger men to be violent in order to maintain control over their partner. The ideality of masculinity also influences men to neglect its effects on their surroundings. This includes women and children who suffer physically and mentally for being the victims of domestic violence."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Novia
"Film merupakan sebuah produk budaya yang mewarisi nilai-nilai dan makna dari realitas hidup. Di antara banyak film yang diproduksi oleh industri film Hollywood, ada beberapa film yang dibuat untuk menggambarkan budaya dan nilai orang-orang Asia. Crazy Rich Asians (2018), disutradai dan ditulis oleh orang Amerika keturunan Asia, adalah salah satu dari film yang memiliki tujuan tersebut. Film tersebut, yang membuat kesuksesan box office, melibatkan sebagian besar pemeran orang Asia, dan banyak penelitian telah dilakukan tentang penggmbaran karakter wanita dalam film tersebut dan masalah dikotomi pada nilai Timur-Barat. Studi kualitatif ini bertujuan untuk memberikan wawasan tentang bagaimana tokoh laki-laki direpresentasikan dalam film, hubungannya dengan kenyataan, dan ideologi dibalik representasi tersebut berdasarkan teori Semiotik dari John Fiske yang berjudul `The Codes of Television`. Tulisan ini juga mengkaji bagaimana orientalisme menjadi salah satu ideologi utama yang tersirat dalam film tersebut. Studi tersebut mengungkapkan bahwa representasi tokoh laki-laki Asia dalam film ini telah bergeser dari stereotipe orang Asia pada zaman dahulu, namun masih tergambar secara parsial melalui sudut pandang Barat.

A film is a cultural product that inherits values and meanings from the reality of life. Among many films produced by the Hollywood film industry, there are a number of films that are made to portray Asian`s culture and values. Crazy Rich Asians (2018), directed and written by Asian Americans, is one of the films that serves the purpose. The film, which made a box office success, involved largely Asian casts, and many studies have been conducted on the portrayal of the female characters in the film and the issue of East-West values dichotomy. This qualitative study aims to further discuss the male characters in the film, which is still lacking. It aims to provide insights on how the male characters are represented in the film, its relation to the reality, and the ideology behind the representation based on a semiotic theory called `The Codes of Television` by John Fiske. It also examines how the orientalism becomes one of the major ideologies implied in the film. The study reveals that the representation of Asian male characters in this film have shifted from the old Asians` stereotypes, yet it is still partially portrayed through the Western`s point of view."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Erika Diki Permata Fridadixa
"My Name is María Isabel (1993) karya Alma Flor Ada merupakan sebuah kisah yang diceritakan dari sudut pandang seorang anak berlatar belakang budaya Hispanik bernama “María Isabel Salazar López” yang meninggalkan negara asalnya untuk tinggal di kota New York. Buku ini meningkatkan kesadaran tentang perlakuan diskriminatif atau tidak menyenangkan yang diterima oleh sang gadis Hispanik setelah pindah ke tempat baru. Penelitian ini menggunakan teori kekerasan simbolik Pierre Bourdieu dan teori relasi kuasa Michel Foucault guna menganalisis bagaimana kekerasan simbolik dan relasi kuasa antara guru dan murid di kelas memengaruhi identitas budaya dan harga diri María Isabel sebagai murid dari etnis minoritas, serta perkembangannya untuk mengatasi kekerasan tersebut. Hasil penelitian ini menemukan bahwa kekerasan simbolik yang disebabkan oleh ketidakseimbangan kekuasaan antara guru dan murid telah melemahkan harga diri María Isabel sekaligus membungkam suaranya. Namun demikian, penelitian ini juga menemukan bahwa terlepas dari efek negatif yang diakibatkan oleh kekerasan simbolik yang diterimanya, María Isabel telah menunjukkan ketahanan yang luar biasa terhadapnya dengan membela identitas budaya Hispanik melalui esainya.

Alma Flor Ada‟s y m is r s l (1993) is a story told from the perspective of a child of Hispanic background named “Mar a Isabel Salazar López” who left her country to live in New York City. The book raises the awareness of the discriminatory or unfavorable treatment received by the Hispanic girl upon her moving to the new place. This study uses Pierre Bourdieu‟s symbolic violence theory and Michel Foucault‟s power relation theory to analyze how the symbolic violence and the teacher-student power relation in the classroom affect Mar a Isabel‟s cultural identity and self-esteem as an ethnic minority student, and her development to cope with the violence. The result of this research finds that the symbolic violence caused by the teacher-student power imbalance has weakened Mar a Isabel‟s self-esteem and silenced her voice. Nevertheless, the research also discovers that despite the negative effects of the symbolic violence she receives, Mar a Isabel has demonstrated remarkable resistance towards it by standing up for her Hispanic cultural identity through her essay."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Zahara Almira Ramadhan
"“I can’t breathe” menjadi salah satu bentuk ekspresi atas rasisme semenjak kematian George Floyd yang tragis pada bulan Mei 2020. Pada bulan Juni 2020, H.E.R. merilis sebuah lagu yang terinspirasi dari ekspresi ini. Lagu tersebut berbicara tentang rasisme terhadap kulit hitam, terutama kasus kekerasan polisi. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati struktur ideologi dan komponen visual dalam lagu I Can’t Breathe karya H.E.R. dan mengamati bagaimana kedua aspek tersebut mendukung gerakan Black Lives Matter. Penelitian ini menggunakan analisis wacana multimodal untuk menganalisis lirik dan video klip dari lagu tersebut. Ditemukan bahwa lirik lagu I Can’t Breathe merepresentasikan orang kulit putih sebagai kelompok yang mendominasi dengan kekerasan, yang menimbulkan protes sosial dari kelompok kulit hitam. Video klip dari lagu ini juga merepresentasikan gerakan Black Lives Matter sebagai protes sosial atas isu rasis tersebut. Dengan analisis wacana modal, terutama dalam menganalisis visual, penelitian ini dapat mengkonfirmasi korelasi antara lagu I Can’t Breathe dengan gerakan Black Lives Matter. Lagu itu sendiri adalah sebuah protes yang sejalan dengan gerakan Black Lives Matter; struktur ideologi dan komponen visual dalam lagu ini menyampaikan konteks dari isu rasisme yang sedang berjalan dan nilai-nilai yang dipegang gerakan Black Lives Matter dalam menghadapi isu tersebut.

“I can’t breathe” has become an expression of racism since the tragic death of George Floyd in May 2020. H.E.R. released a song titled after this expression in June 2020, which speaks up about black racism, especially police brutality. This study aims to examine the ideological structures and visual components of the song I Can’t Breathe by H.E.R. and see how the two aspects support the Black Lives Matter movement. To achieve the aims, this study uses multimodal discourse analysis to analyze the song lyrics and its music video. This study finds that the song lyrics represent white people as dominating and violent, resulting in social protests from the black community. The music video further represents the Black Lives Matter movement as a protest against the racial issue. Through the use of multimodal discourse analysis, especially the visual analysis, this study confirms the correlation between the song and the Black Lives Matter movement. The song I Can’t Breathe by H.E.R. is indeed a protest which aligns with the Black Lives Matter movement; the ideological structures and visual components of the song convey the context of the issues, as well as the values of the Black Lives Matter movement in response to the issues."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Erika Diki Permata Fridadixa
"My Name is María Isabel (1993) karya Alma Flor Ada merupakan sebuah kisah yang diceritakan dari sudut pandang seorang anak berlatar belakang budaya Hispanik bernama “María Isabel Salazar López” yang meninggalkan negara asalnya untuk tinggal di kota New York. Buku ini meningkatkan kesadaran tentang perlakuan diskriminatif atau tidak menyenangkan yang diterima oleh sang gadis Hispanik setelah pindah ke tempat baru. Penelitian ini menggunakan teori kekerasan simbolik Pierre Bourdieu dan teori relasi kuasa Michel Foucault guna menganalisis bagaimana kekerasan simbolik dan relasi kuasa antara guru dan murid di kelas memengaruhi identitas budaya dan harga diri María Isabel sebagai murid dari etnis minoritas, serta perkembangannya untuk mengatasi kekerasan tersebut. Hasil penelitian ini menemukan bahwa kekerasan simbolik yang disebabkan oleh ketidakseimbangan kekuasaan antara guru dan murid telah melemahkan harga diri María Isabel sekaligus membungkam suaranya. Namun demikian, penelitian ini juga menemukan bahwa terlepas dari efek negatif yang diakibatkan oleh kekerasan simbolik yang diterimanya, María Isabel telah menunjukkan ketahanan yang luar biasa terhadapnya dengan membela identitas budaya Hispanik melalui esainya. Kata kunci: My Name is María Isabel, kekerasan simbolik, relasi kuasa, murid etnis minoritas, identitas budaya

Alma Flor Ada’s My Name is María Isabel (1993) is a story told from the perspective of a child of Hispanic background named “María Isabel Salazar López” who left her country to live in New York City. The book raises the awareness of the discriminatory or unfavorable treatment received by the Hispanic girl upon her moving to the new place. This study uses Pierre Bourdieu’s symbolic violence theory and Michel Foucault’s power relation theory to analyze how the symbolic violence and the teacher-student power relation in the classroom affect María Isabel’s cultural identity and self-esteem as an ethnic minority student, and her development to cope with the violence. The result of this research finds that the symbolic violence caused by the teacher-student power imbalance has weakened María Isabel’s self-esteem and silenced her voice. Nevertheless, the research also discovers that despite the negative effects of the symbolic violence she receives, María Isabel has demonstrated remarkable resistance towards it by standing up for her Hispanic cultural identity through her essay. Keywords: My name is María Isabel, symbolic violence, power relation, ethnic minority student, cultural identity"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Putri Ramadani
"Peran dan kehadiran pengasuh sangat dibutuhkan anak-anak imigran karena kelekatannya dapat membantu mereka untuk beradaptasi dengan kondisi kehidupan dan lingkungan yang baru. Kelekatan anak dengan lingkungan fisik tempat tinggal mereka juga dapat mempengaruhi proses adaptasi mereka. Dua novel bertema migrasi, Journey of the Sparrows (1991) dan Esperanza Rising (2000), mendukung teori kelekatan (attachment theory) yang dikemukakan oleh Bowlby (1969, 1973, 1980) dan dapat digunakan sebagai contoh bagaimana teori ini dapat diaplikasikan oleh imigran yang tinggal di lingkungan baru. Studi berbasis literatur ini menggunakan perspektif attachment theory untuk menganalisis bagaimana dua bentuk kelekatan, antar manusia dan tempat, mendukung perkembangan individu kedua karakter utama serta mengatasi situasi yang sulit dan mengancam. Studi ini juga membahas bagaimana kesedihan dan kehilangan dapat meningkatkan kebutuhan akan bentuk-bentuk kelekatan dan berperan sebagai pendorong pada perkembangan individu. Studi ini menemukan bahwa keterikatan pada figur dewasa dan tempat dapat mendorong adaptasi dan perkembangan seseorang di lingkungan baru. Tantangan yang dihadapi oleh karakter utama di dalam novel tersebut dapat memberikan wawasan dalam masalah sosial dan emosional yang dihadapi oleh anak-anak imigran diseluruh dunia dan bagaimana kita, sebagai masyarakat, harus mengatasi masalah tersebut.

Among migrant children moving to a new country, the role of the caregiver is important because attachment to parental or familiar figures can help children to adapt to the new living conditions in another country. The attachment of the children to their home and hometown can also be powerful drivers of adaptation among migrant children in a new environment. Journey of the Sparrows (1991) and Esperanza Rising (2000) are two novels about young adults emigrating from their home country to the United States to look for a better life outside their troubled homeland. These two stories are in accordance with Bowlby’s theory of attachment (1969, 1973, 1980) and can be used as examples of how the theory might work for real-life migrants in a new environment. This literary-based study adopts psychological perspectives to analyze how the two forms of attachment, attachment to people and place, supported the main characters’ individual development in the new country, i.e., how they were able to overcome and recover from difficult and threatening situations in pursuit of better lives for them and their family. In addition, this paper also explores how grief and loss can foster the need for those forms of attachment and act as boosters for individual development. The study finds that attachment to parental or adult figures and places can encourage individual’s adaptation and development in the new environment. The challenges faced by the main characters in the novels may provide valuable insights to the social and emotional problems faced by migrant children worldwide and how we, as global citizens, should approach the problems."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Amadhea Naidriya Putri
"ABSTRAK
Salah satu bentuk populer strategi berkomunikasi adalah menggunakan humor. Meskipun telah banyak studi yang meneliti hubungan antara humor dan semantik dalam konteks periklanan, masih sedikit yang mendiskusikan hubungan antara cuitan (tweet) humor, komunikasi bisnis, dan pragmatik. Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) menginvestigasi konstruksi cuitan humor berdasarkan delapan knowledge resources dan (2) mendiskusikan fungsi pragmatiknya. Penelitian ini menggunakan versi panjang dari General Theory of Verbal Humor oleh Attardo (Tsakona, 2013), yang dilengkapi dengan analisis fungsi teks oleh Brinker. Data penelitian terdiri dari 111 cuitan humor dari akun twitter resmi Burger King dari tahun 2016 hingga tahun 2018 yang telah diseleksi berdasarkan teori Style Humor Used (Martin, Puhlik-Doris, Larsen, Gray, & Weir, 2003). Pemilihan tahun tersebut didasarkan pada adanya korelasi positif antara penggunaan strategi humor di media sosial dengan peningkatan performa penjualan Burger King. Hasil penelitian ini adalah: (1) Burger King menggunakan konstruksi humor yang berbeda di akun cuitannya, terutama pada Script Opposition, Language Mechanism, Target, dan Konteks; dan (2) Cuitan humor yang digunakan Burger King mempunyai fungsi yang berbeda-beda, yaitu untuk mempersonalisasikan merek (2016), meminta pelangganan untuk melakukan sesuatu (2017), dan mempromosikan produk (2018).

ABSTRACT
One of the most popular forms of communication strategy is humor. Although various studies have accounted the relation of humor and semantics in advertisement context, relatively little has discussed the link between humor tweets, business communication, and pragmatics. Therefore, the main aim of this study is to (1) investigate the construction of humor tweets based on eight knowledge resources and (2) discuss its pragmatic function. The study applies the extension version of Attardos General Theory of Verbal Humor (Tsakona, 2013), complemented with Brinkers text functional analysis. Selected based on style humor used (Martin et al., 2003), the data for the study consist of 111 humor tweets from Burger King Twitter account between the year 2016 and 2018. The three years are selected because there seems to be a positive corellation between the use of humor strategy in social media and Burger Kings sales during those years. A key finding is that Burger King: (1) applies different construction of humor in Burger Kings Twitter account, especially in Script Opposition, Language Mechanism, Target, and Context; and (2) uses different function of the humor tweets for personalizing the brand (2016), asking the customer to do some act (2017), and promoting the products (2018)."
Lengkap +
2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Galih Bramantyo
"

Duka adalah perasaan kehilangan yang intens yang dapat terjadi pada pria dan wanita. Studi tentang duka sering dilihat dari perspektif gender dan psikologis. Penelitian ini secara khusus melihat bagaimana reaksi orang terhadap duka dalam film Three Billboards Outside Ebbing, Missouri (2017). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis intensitas kemarahan yang digambarkan melalui simbolisme dan cara berduka melalui kekerasan di antara tokoh-tokoh utama film ini. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Data dikumpulkan dari beberapa situasi dalam konteks tertentu dan beberapa simbol di beberapa adegan dalam film. Makna dari symbol-simbol tersebut dianalisis dengan menggunakan teori makna denotatif dan konotatif Barthes (1964). Penelitian ini telah menemukan bahwa tidak seperti stereotip gender di mana laki-laki sering digambarkan sebagai lebih tenang dan tidak seterbuka wanita dalam mengekspresikan kesedihan mereka, karakter pria dan wanita dalam film digambarkan untuk berperilaku di luar stereotip. Perbedaan gender dalam menangani kesedihan merupakan indikasi akan hal ini. Misalnya, ada perubahan dalam gaya duka dari karakter wanita utama, dari tidak keras dan intuitif menjadi lebih agresif dan destruktif. Sebagai perbandingan, karakter laki-laki bersifat tetap statis dalam gaya berduka mereka. Selain itu, duka dalam film ini dilambangkan melalui kehadiran rusa dan adegan berdiam diri dari karakter utama wanita di salah satu adegan. Sementara itu, elemen api dan rasa sakit dalam film melambangkan kemarahan, keberanian, dan pemurnian. Terakhir, telah ditemukan bahwa ada dua kesamaan antar gender dalam reaksi terhadap kesedihan. Kesamaan ini adalah tindakan kekerasan dan pemicu menangis, yang dapat dikategorikan ke dalam beberapa penyebab, seperti perpisahan dan kehilangan, kegagalan, kemarahan, dan rasa bersalah. Dengan kata lain, penggambaran duka film ini menunjukkan bahwa industri film tidak lagi bergantung pada stereotip gender dalam penggambarannya tentang berduka.


Grief is an intense feeling of loss that can happen to men and women. Studies on grief have often been seen from gender and psychological perspectives. This study specifically looks at how people react toward grief in the movie Three Billboards Outside Ebbing, Missouri (2017). It aims to analyse tensions of anger as portrayed through symbolism and violent grief among the major characters of the movie.  This study uses the qualitative research method. The data are collected from the context of the situation and several signs in some scenes in the movie, and meanings of the signs are analysed by using Barthes’ (1964) denotative and connotative meanings theory. This study has found that unlike the gender stereotype in which men are often described as more composed and not as open as women in expressing their grief, the male and female characters in the movie are portrayed to behave beyond the stereotype. The gender differences in dealing with grief are an indication of this. For example, there is a change in the grieving style of the main female character, from being inoffensive and intuitive to becoming more aggressive and destructive. In comparison, the male characters remain static in their grieving style. In addition, grief in this movie is symbolized through the presence of the deer and the numbness of the main female character in one of the scenes. Meanwhile, fire and pain in the movie symbolize anger, courage, and purification. Lastly, it has been found that there are two similarities across gender in the reactions to grief. These commonalities are the violent actions and the triggers of crying, which can be categorized into several causes, such as separation and loss, failure, anger, and guilt. In other words, this movie’s portrayal of grief indicates that the movie industry no longer relies on clear-cut gender stereotypes in its depictions of bereavement.

"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Natasya Abrinta Debora
"Film sebagai wacana sinematik dapat menjadi media untuk membahas hasil kerja sistem linguistik, fitur audio-visual, dan efek visual lainnya dengan menggunakan pendekatan pragmatik. Makalah ini bertujuan menganalisis wacana sinematik sebuah film dokumenter berjudul Audrie and Daisy, yang menggambarkan kronologi perundungan dan kekerasan seksual yang dialami oleh dua siswi sekolah menengah bernama Audrie dan Daisy, dengan menggunakan pendekatan pragmatik. Makalah ini menjelaskan bagaimana sistem linguistik yang berkaitan dengan penggunaan bahasa pada wawancara dan investigasi, sinematografi, dan mise-en-scene pada film berhubungan satu dengan yang lain sehingga menjadikan pesan dan isi cerita menjadi bermakna. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif untuk mendapatkan gambaran dan pemahaman mengenai unsur-unsur penting dalam film. Tujuan dari penelitian ini tidak hanya untuk menunjukkan fitur-fitur wacana sinematik tetapi juga untuk menjelaskan makna tersirat dari fitur-fitur tersebut dalam film dan menganalisis tata organisasi film. Dalam pendekatan pragmatik dan wacana sinematik, gagasan mengenai verbal (suara diegetik) dan non-verbal (suara non-diegetik) berkaitan dengan multimodalitas film yang menjadikan pesan menjadi bermakna. Selain itu, hasil penelitian memperlihatkan bahwa film ini menggunakan pendekatan monochronicity untuk menyusun dokumen sinematografi.

This study aimed to determine whether A movie as a cinematic discourse can be a medium for examining the work of linguistic system, audio-visual features, and other visual effects by using the pragmatic approach. This paper aims to analyze the pragmatic and cinematic discourse in a documentary movie Audrey and Daisy, which portrays the chronology of bullying and sexual assault experienced by high school students, Audrie and Daisy. This paper describes how the linguistic system which are related to the language use in the interview and investigation, the cinematography, and mise-en-scene of the movie can link to one another to make the message and the content of the story meaningful. This study employs a qualitative research method to gain insight and understanding of the significant elements of the movie. The purpose of this research is not only to point out the features of cinematic discourse but also to explain the meaning of the features in the movie and analyze the organization of this movie. Within the framework of pragmatic and cinematic discourse, the notion of verbal (diegetic sound) and non-verbal (non-diegetic sound) are connected to the multimodality of the movie to make a message purposeful. Also, the findings show that this movie utilizes the monochronicity approach to compose the cinematography document."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Elsa Verina
"Sebuah iklan memainkan peran penting dalam bisnis untuk mencapai pasar targetnya dan membuat pembeli potensial membeli produknya. Namun, dibutuhkan berbagai pendekatan untuk menyampaikan pesan di balik suatu produk. Procter & Gamble (P&G) mengambil pendekatan yang berbeda dalam membuat iklan yang membahas isu rasisme terhadap orang kulit hitam. Iklan yang dirilis pada tahun 2017 dengan judul "The Talk" merupakan iklan advokasi yang menunjukkan sikap perusahaan terhadap isu-isu tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menguji bagaimana P&G menggambarkan diskriminasi rasial dan kekerasan terhadap orang kulit hitam dengan mengungkapkan strategi yang disebut "the talk". Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini menggunakan tindakan ilokusi oleh Searle (1979) untuk menemukan tindakan ilokusi dominan yang diucapkan oleh ibu-ibu kulit hitam di dalam iklan. Penelitian ini juga menganalisis komponen visual dengan menggunakan analisis wacana multimodal dari Kress dan van Leeuwen (2006), dengan tujuan memahami bagaimana mereka menggambarkan perjuangan orang kulit hitam dari satu era ke era lainnya. Penelitian ini menemukan bahwa tindakan ilokusi yang dominan adalah ketegasan karena dalam percakapannya, para ibu berusaha mengingatkan anak-anak mereka tentang apa yang benar dan salah dalam hidup. Penggunaan analisis wacana multimodal dalam penelitian ini, terutama analisis visual, mengkonfirmasi bahwa isu-isu diskriminasi rasial dan kekerasan memiliki dampak besar pada para ibu karena mereka merasa cemas tentang keselamatan dan kesejahteraan emosional anak-anak mereka.

An advertisement plays a significant role in the business in order to reach its target market and make their potential buyers purchase the products. However, it needs various approaches to communicate the message behind a product. Procter & Gamble (P&G) takes a different approach to making an advert that speaks out on the issues of racism against black people. The ad released in 2017 called The Talk is an advocacy advertisement, showing the company's stance toward the issues. This study aims to examine how P&G portrays the racial discrimination and violence against black people by revealing the strategy called “the talk.” To achieve the aim, this study uses illocutionary acts by Searle (1979) to find the dominant illocutionary act uttered by black mothers. This research additionally analyzes the visual components employing Kress and van Leeuwen’s (2006) multimodal discourse analysis, aiming to understand how they depict the struggles of black people from one era to another. This study finds that assertiveness is the dominant illocutionary act since in their talk, the mothers try to remind their children about what is right and wrong in life. The use of multimodal discourse analysis in this study, especially the visual analysis, confirms that the issues of racial discrimination and violence have huge impacts on the mothers as they feel anxious about their children’s safety and emotional well-being. "
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>