Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 88 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Sunandari
Abstrak :
Secara umum, pemikiran para filsuf muslim merupakan sintesa sistematis antara ajaran-ajaran Islam, Aristotelianisme dan Neo-Platonisme yang dipelopori oleh al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina dan Ibn Rusyd. Namun, sejak serangan yang dilakukan oleh al-Ghazali melalui Tahafut al-Falasifat, pemikiran filsafat di dunia Islam Barat, Sunni, mengalami pergantian suasana dari alam filosofis ke mistis, tasawwuf. Sedangkan di dunia Islam belahan Timur, Syi'i, pemikiran filsafat dan mistis tetap eksis berkembang bahkan keduanya saling melengkapi. Harmonisasi yang sempurna dapat ditemui pada tokoh Suhrawardi yang bergelar Syaikh al-Isyraq. Suhrawardi memandang dirinya sebagai penyatu kembali apa yang disebutnya al-hikmar al-laduniyyat (kebijaksanaan Ilahi) dan al-hikmat al-'atigat (kebijaksanaan kuno), dengan menggabungkan dua metode yang telah mapan, yaitu metode diskursif filosofis yang diwakili oleh Aristotelianisme dan metode dzawq mistis, yang diwakili oleh Platonisme, ke dalam satu metode komprehensif yang bersifat teosofis. Dengan ajaran teosofinya, Suhrawardi mampu membangun suatu cabang aliran yang baru dalam tradisi filsafat Islam, sehingga wajar jika digelari pendiri filsafat iluminasi. Pada tataran ontologis, Suhrawardi menawarkan suatu temuan baru dengan memperkenalkan istilah-istilah tersendiri dalam mengungkapkan seluruh pemikirannya. Melalui terminologi cahaya, Suhrawardi menumbangkan teori emanasi akal sepuluh yang menjadi acuan umum hampir seluruh filsuf Muslim dan menawarkan suatu bentuk baru dengan menggunakan istilah cahaya dan tidak membatasi jumlah pancarannya. Inilah iluminasionisme, suatu pancaran cahaya yang berasal dari Nur al-Anwdr membentuk suatu bangunan utuh yang merupakan kesatuan penyinaran yang disebut wahdat al-Isyraq. Sementara dalam tataran epistemologis, Suhrawardi mampu menunjukkan kelemahan metode pengetahuan diskursif filosofis dan mempelopori munculnya metode baru yaitu 'ilmu hudhuri (knowledge by presence).
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T10930
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kholisuddin
Abstrak :
Salah satu realitas yang tidak bisa terbantahkan saat ini ialah adanya berbagai macam agama. Hampir setiap kota dan negara di dunia saat ini dihuni oleh masyarakat dari berbagai agama. Kehidupan multiagama itu seringkali menimbulkan pergesekan dan konflik. Sebagai negara plural berdasarkan agama, Indonesia juga tak luput dari kondisi semacam itu. Berbagai kekerasan dan kebringasan antarpemeluk agama telah terjadi di negeri ini. Konflik horisontal antarumat beragama ini juga merusak sendi-sendi persatuan dan kesatuan nasional. Al-Qur'an sebagai sumber utama ajaran agama Islam diyakini oleh para pemeluknya memiliki petunjuk kehidupan yang sesuai untuk setiap tempat dan waktu. Ia laksana gudang yang tersimpan di dalamnya mutiara dan permata. Namun tidak setiap orang dapat memasuki gudang tersebut. Tafsir merupakan kunci guna membuka pintu gudang mutiara dan permata itu. Salah seorang putra terbaik bangsa ini, yaitu Hamka, telah melahirkan karya monumentalnya berupa Tafsir al-Azhar. Melalui kitab tafsir inilah kita ingin mengetahui wawasan al-Qur'an, yang diinterpretasikan oleh Hamka, tentang bagaimana seharusnya toleransi agama bisa dibangun di tengah keragaman komunitas umat beragama itu. Dengan menggunakan pendekatan tematik atas Tafsir al-Azhar karya Hamka, ditemukan bahwa toleransi agama tidak hanya menyangkut bidang muamalah antarpemeluk agama, namun juga menyangkut segi keimanan (teologis). Di bidang keimanan, Hamka memberikan ruang kebebasan beragama, mengakui adanya jalan-jalan keselamatan bagi kaum beriman, dan memberi tempat khusus bagi golongan Ahli Kitab. Sedang di bidang muamalah, Hamka menganjurkan suatu kehidupan harmoni penuh kedamaian antarumat beragama, membolehkan pernikahan antara seorang pria Muslim dengan wanita yang baik dari golongan Ahli Kitab, dan mengharuskan umat Islam untuk ikut memelihara dan melindungi rumah-rumah suci dan tempat-tempat peribadatan agama lain dari tindakan destruktif. Namun, di sisi lain Hamka melarang adanya persahabatan akrab dan persekutuan antara kaum Muslim dengan umat beragama lain.
Religious Tolerance in Al-Qur'an Thematic Method on Tafsir al-Azhar by HamkaThe presence of various religions is one of today's facts that unarguable. Almost every city and country in the world had been inhabited by multi religious communities in recent time. The multi-religious life often causes friction and conflict. Indonesia, as a plural state based on religions, could not avoid from the condition. Violence and wildness between religious communities happened in the country. The horizontal conflicts between religious communities also damaged pillars of national unity and union. Al-Qur'an as a prime source of Islamic teachings is claimed by its followers contained life guidance that adapts to anywhere and everywhere. It is like a depot saves pearls and jewels. However, not everybody could come in. Tafsir is a key to open the depot's door where pearls and jewels kept in. One of the best sons of the country, Hamka, has produced his monumental book, namely Tafsir al-Azhar. To look through the tafsir we wish to know Quranic conception, interpreted by Hamka, on how religious tolerance should be built among various religious communities. After having examined Hamka's Tafsir al-Azhar by thematic method, we found that religious tolerance involved muamalah or fellowship aspects, as well as theological or faith aspects. In theological aspects Hamka allows space for freedom to have religion, admits sorts of salvation paths for religious believers, and gives a special place for Ahli Kitab. In muamalah or fellowship aspects Hamka suggests a harmony life peacefully between religious communities, permits marriage between a Moslem man and a woman of Ahli Kitab, and requires Muslim people to protect and defend holly houses and places of worship of other religions from destructive action. Even though, Hamka does prohibits a close friendship and association between Muslim people and other religious communities.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T 11396
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vincia Quintari
Abstrak :
Undang-undang mempengaruhi kehidupan setiap anggota masyarakat. RUU Terapan Peradilan Agama bidang Perkawinan yang ditujukan untuk merevisi UU nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan ini mengundang kontroversi, karena draf RUU Hukum Terapan itu isinya berdasarkan pada Kompilasi Hukum Islam (KHI) 1 fiqih yang sangat bias jender, tidak lagi sesuai dengan kenyataan di masyarakat. Pasal-pasal yang mendikotomikan sektor publik yang identik dengan laki-laki, dan sektor domestik yaitu rumah tangga sebagai tempat perempuan menjadi sumber relasi yang tidak setara antara laki-laki dan perempuan. Dikotomi publik dan domestik harus diganti bila ingin menghasilkan UU yang lebih adil untuk suami dan isteri. Kata kunci : Ajaran agama (fiqih) merupakan salah satu faktor penghambat yang paling dominan. Implikasi langsung dari ajaran ini adalah, hak kaum perempuan menjadi lebih sedikit dan kewajibannya lebih besar. Oleh karena itu, harus dilakukan usulan-usulan mengenai kemungkinan-kemungkinan dilakukannya perubahan (dekonstruksi) atas ajaran-ajaran fiqih. Dari Al Qur'an didefinisikan kembali jenis-jenis hubungan perkawinan yang sudah ada, tujuan dari Al Qur'an (magashid syari'ah) yang memiliki prinsip-prinsip universal lentang keadilan, kesetaraun, demokrasi dan pergaulan yang baik, maka pembentukan fiqih Munakahah Indonesia haruslah mengemban keempat prinsip tersebut dalam Undang-Undang Perkawinan di Indonesia. State civil laws greatly influence society life. Draft on Applied Marriage Law for Moslem, which is intended for revision to current Marriage Law No. 1 year 1974 has raised controversies for the fact that the law is compilation of Islamic law on marriage that is considered gender-biased. Some articles rigorously segregate public roles for men and domestic ones for women are no longer observant to the conditions of modern society life. The basic imbalance of the sex positioning is the primary issue to weed out for a law that strongly reflects justice. Key Words: Islamic religion teaching that evolves among us Moslems is one of the predominant obstructions in addition to culture, politics and economy. This implies that socially women posses less right with more responsibilities. It is in the light that deconstruction of fiqih teachings are recommendable. Re-definitions of different concepts of marriage relationship are already adopted from the Holy Qur'an. Based upon the universal marriage principles in the Al Qur'an (maqashid syari 'ah) the reformulation of fiqih munakahah for the marriage law in Indonesia must intrinsically bequeath the four principles of justice (equality), harmony, democracy and quality relationship.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11397
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Kurniawan
Abstrak :
Tema pemikiran Islam sebagai ideologi politik, dalam konteks wilayah dan kurun waktu yang tak terbatas, merupakan bagian dari pergulatan wacana gerakan kebangkitan Islam. Ketika gerakan Islam itu sendiri telah berwujud kedalam sebuah kekuatan praksis politik, maka nilai-nilai politis dalam dimensi keagamaan dengan sendirinya pula menjadi bagian yang tak terpisahkan. Secara sederhana, pergulatan "wacana hegemonik" dan "nilai-nilai fundamental" dalam faham keislaman terus beradu dalam praksis gerakan Islam di dua wilayah: "Negara" dan "Agama" Di satu sisi, negara seringkali memperkuat struktur yang deskriminatif dan melegitimasi ketidakadilan terhadap realitas pergerakan. Di sisi lain, interpretasi dan pemahaman terhadap teks-teks normatif keagamaan menjadi sebuah keharusan untuk diterjemahkan dalam tataran praksis aplikatif. Penelitian ini berbentuk studi fenomenologis yang bersifat kualitatif dengan tipe penelitian "deskriptif-analitik". Dalam perspektif historis, peneliti mencoba untuk memahami secara komprehensif mengenai fundamentalisme Islam yang dipahami sebagai ideologi politik dalam realitasnya. Penelitian ini berawal dari fenomena merebaknya aksi Hizbut Tahrir sebagai gerakan kontra-hegemoni dan kontrabudaya dalam upaya untuk menterjemahkan konsep Islam secara aplikatif di Indonesia. Peneliti berusaha mereduksi realitas ideologi dan tradisi Islam pada praksis gerakan Hizbut Tahrir, yang menampilkan corak dinamikanya tersendiri. Untuk itu, praksis gerakan Islam-politik Hizbut Tahir merupakan realitas gerakan yang menjadi objek penelitian di sini. Pemaknaan negatif masyarakat luas, serta dominasi yang berwujud intervensi negara terhadap praksis gerakan Islam-politik, merupakan faktor penghambat yang turut diteliti dalam aktualisasi gerakan Islam Hizbut Tahrir semenjak kelahirannya di Timur Tengah. Jika dicermati lebih mendalam, tampaknya pola eksperimentasi pergerakan Hizbut Tahrir Indonesia dalam konteks politik di Tanah Air, menyisakan persoalan bagi konsep "Negara Kebangsaan" dalam bingkai "Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)". Pergulatan hegemoni tidak dapat dihindari ketika dalam pandangan politik Hizbut Tahrir terdapat upaya untuk mengganti sistem yang sedang berlaku tersebut. Pola pergerakan Islam-politik ini pada gilirannya memunculkan respon tersendiri bagi kalangan aktifis pergerakan di Indonesia, dalam menyikapi pergeseran wacana Islamisme dari teologis-religius menuju praksis ideologis-politis. Pergulatan pemikiran dalam penelitian ini merangsang interpretasi lebih jauh terhadap perjuangan penerapan syariat Islam di Indonesia, yang bagi Hizbut Tahrir harus dimulai dari penegakan kembali sistem khilafat Islam, sebagai sebuah doktrin perjuangan yang telah mereka gariskan.
The Reality of Hizbut Tahrir Movement in Indonesia: Hegemonic Discourse and Ideological Praxis (A Study of Middle Eastern Islamic Thinking within the Political Islamic Fundamentalist Movement in Indonesia) The theme of Islamic thinking as political ideology, in an unlimited territorial context and period of time, represent a part of the discourse of the Islamic Revivalism Movement. When the Islamic Movement became a political force, political and religious values became inseparable. In other words, the "hegemonic discourse" and "fundamental values" of Islam, continue to crop up in the Islamic movement in two areas: "State" and "Religion". On one hand, the state strengthens a discriminative structure and legitimizes injustice against the movement. On the other hand, understanding of an interpretation of normative texts has become a necessity to be translated into applicative practical level. This research is a qualitative phenomenological study, using the descriptive-analytical technique of the political Islam ideology of the Hizbut Tahrir Islamic movement. In a historical perspective, the researcher will try to comprehend Islamic fundamentalism as a political ideology with the existence of the Hizbut Tahrir movement as a part of its political-ideological reality. This Research begins with the phenomenon of spread of the Hizbut Tahrir movement actions as a "counter-hegemony" and "counter-culture" movement, which trying to apply its concept of Islam to Indonesia. The researcher will attempt to detail the ideological reality and Islamic traditions in the Hizbut Tahrir movement, which has shown itself, to be unique within their dynamics pattern. So, the Hizbut Tahrir political Islam movement is a reality, which is the subject of the research. Widely held negative views from the community as well as state intervention towards the political Islam movement as obstacles will to the actualization of the Hizbut Tahrir Islamic movement since its birth in the Middle East, will be researched. If further examined, it seems that the experimental model of the Indonesian Hizbut Tahrir movement raises questions about the concept of "the Nation State" and "the Unitary State of the Republic of Indonesia (NKRI)". However, hegemonic struggle can not be avoided because Hizbut Tahrir's political view includes an attempt to alter the current system. In turn, the model of the political Islam movement has drawn a response from the movement's activist in Indonesia, regarding the shift of Islamic discourse from religious-theological issues to political-ideological ones. The ideological polemic in the research has stimulated various interpretations of the struggle for the implementation of Sharia Law in Indonesia, which for Hizbut Tahrir, must begin with the reestablishment of an Islamic Caliphate systems, as the basic doctrine of their struggle.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11034
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saeful Bahri
Abstrak :
Penelitian ini berbentuk studi fenomenologis yang bersifat kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif-analitik terhadap peran Fatayat Nahdatul Ulama dalam membangun kesadaran perempuan atas budaya yang mengungkung mereka. Al-Qur'an mengakui adanya perbedaan (distinction) antara laki-laki dan perempuan, tetapi perbedaan tersebut bukanlah pembedaan (discrimination) yang menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lainnya. Perbedaan tersebut dimaksudkan untuk mendukung misi pokok Al-Qur?an, yaitu terciptanya hubungan yang harmonis yang didasari oleh rasa kasih sayang (mawadah wa rahmah) di lingkungan keluarga, sebagai cikal bakal terwujudnya komunitas ideal dalam suatu negeri. Ini semua bisa terwujud manakala ada pola keseimbangan dan keserasian antara keduanya. Kualitas individu laki-laki dan perempuan di mata Tuhan tidak ada perbedaan. Aural dan prestasi keduanya sama-sama diakui Tuhan, keduanya sama-sama berpotensi untuk memperoleh kehidupan duniawi yang layak, dan keduanya mempunyai potensi untuk mendapat kebahagiaan ukhrawi. Bagi Fatayat NU kesetaraan gender harus dipahami sebagai upaya untuk menghormati dan menghargai perempuan sebagai manusia yang mempunyai hak dan kebebasan. Fatayat juga tidak menginginkan perempuan menjadi "makhluk super" yang bias melakukan aktifitas domestik dan publik dalam waktu yang bersamaan. Sebaliknya laki-laki pun seperti itu. Yang mereka inginkan antara laki-laki dan perempuan saling memahami posisi masing-masing, perempuan harus memiliki daya tawar (bargaining power.) Telah lama disadari bahwa salah satu faktor yang membentuk dan menghambat kesetaraan gender adalah pemahaman agama. Oleh karena itu salah satu proyek penting dari gerakan penyadaran ini adalah penilaian dan penafsiran kembali, bahkan pada tingkat tertentu melakukan dekontruksi, terhadap tafsir-tafsir yang selama ini mempunyai tendensi tidak adil terhadap perempuan Salah satu yang sulit adalah ketika ide dan gagasan-gagasan itu terbentur pada budaya patriarkis yang telah mengakar kuat. Jika patriarkis telah berwujud budaya, maka nilai-nilai yang dibawanya pun telah merasuk ke berbagai sendi dan struktur kehidupan dan dimensi agama menjadi bagian tidak terpisahkan. Maka pertarungan wacana dan.nilai-nilai beradu dalam dua wilayah yakni kebudayaan dan agama.
This study learn about fenomenologic of qualitative through the analysis-descriptive experiment type, which explain about role of Fatayat NU in built women awareness into hegemonic culture. Al-Qur'an admit there was distinction between man and women, but the distinction not means discrimination which can more beneficial to the other. Reverse, the distinction intend to carry of Al-Qur'an fundamental mission, that is tangible restore harmonious relations based on love and affection (mawaddah wa rahmalr) in the circle of the family, as source real ideal .community in a country. However, this situation could be happen which is invent equilibrium and compatible relationship both of them. In the God sight, quality of individual man and woman indifferent. Charity and achievement both them equally admitted to the God. They also potentially to have a proper worldly life, happiness for according to Fatayat NU, equal of gender should be minded as serious efforts to show mutual respect and appreciate woman as human which have the right and freedom. Moreover, Fatayat want unexpected woman to become "superior creatures" who can do domestic and public activity in the same time. In spite of man. Fatayat want that man and woman understanding respective their position. And of course, woman should have bargaining power. In fact, for a long time consciused that one of the factor that can form even blocked gender equally is comprehension of religion. Consequently, an important project of action of awareness is reevaluation and reinterpretation instead on certain level to make decontruction concerning to the exegesis all this time have unfair tendension toward woman. A complicated situation come while ideal and so many cencept collide with partriarch culture structure which became deeply rooted in society. When the partriarch has been formed, it'll takes appraisal then possessed to many structure and principal life and the dimension of religion unseparated. Simply, struggle of discourse and appraise fight in emancipation spot. There are happen in two area such as culture and religion.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T13225
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Limbong, Priscila Fitriasih
Abstrak :
Fath al-Rahman (W9 code as in the National Library) is a translation from Arabic to Malay language. It is the work of Zakariyya al-Ansari, who became the inspiration for the writing of Malay Sufi from the 17th century to the 19th century. This research aims to analyze the von de Wall text kept at the National Library in Jakarta. The text was completed in 1280 H or in 1863 M in Tanjung Pinang, Riau. This text discusses Sufism, which believes in maqamat, eternity, syariat, tarikat, and hakikat. This thesis argues that contain sufi, teachings to direct one's life towards eternity based on Koran and hadits. The thesis compares Sufism in Fath al-Rahman to Kitab Patahulrahman. The result of the research shows some similarities and differences. The similarities lie on the discussion of the eternity issue referring to syar'i teaching. The difference is on the focus of the narrative. Fath al Rahman basically describes the way of shaping good morale and spiritual guidance based on syar'i teaching, while the text of Kitab Paturahman elaborates the universe creation based on the teaching of Ibn Arabi who followed falsafi teaching.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2005
T15368
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhlis Hadrawi
Abstrak :
Penelitian ini adalah sebuah kajian filologis terhadap naskah Bugis Assikalaibineng (ASK), sebuah jenis lontara yang secara khusus berbicara tentang hubungan seksual. Ada delapan teks ASK menjadi objek penelitian ini, tiga dipilih sebagai bahan edisi. Edisi teks dilakukan menggunakan metode edisi kritis.

Tiga aspek yang dilakukan dalam penelitian ini: menyajikan edisi teks ASK A, ASK B, dan ASK C; menganalisa isi teks-teks ASK; dan meninjau pola relasi suami-istri menurut Assikalaibineng.

Penelitian menghasilkan edisi teks disertai terjemahan. Teks ASK mengandung dua aspek yaitu tatacara rnelakukan hubungan suami-istri dan pengetahuan-pengetahuan yang berkaitan aktivitas hubungan suami-istri. ldentitas dan peran seksual antara laki-laki dan perempuan berbeda, akan tetapi Assikalaibineng melihatnya bukan ketimpangan peran, melainkan sebagai keserasian pasangan seksual untuk mencapai tujuan yang sama. Assikalaibineng merupakan teks pendidikan etika seks yang mengajarkan laki-laki menjalankan peran seksualnya dengan baik.
This research is a philological study on Bugis manuscript Assikalaibineng (ASK), a kind of lontara which specially talks about sexual relationship. There are eight texts of ASK observed here, three texts are chosen for editing. In working on the texts edition applied the critical editing method.

There are three aspects of this research: to provide text edition of ASK A, ASK B, and ASK C; to analyze the content of ASK texts; and to observe the sexual relation pattern on Assikalaibineng.

This research result text editions and translations. The ASK texts contain of two main aspects: a practical guide on sexual relationship between husband and wife and and the knowledge is relevant to it. ASK shows that identities and roles of sexuality differ between husband and wife, though it does not judge the differential roles, instead of showing the difference as an unbalance, the considers it as a harmony a gain the same purpose. In fact, ASK is sexual ethic education which teaches husband to perform well their sexual role.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
T17574
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Kamaluddin Nashir
Abstrak :
Pada prinsipnya, konsep kekuasaan politik Imam Khomeini berdasarkan pada undang-undang pasal 107- 112 yang menjadikan Iran sebagai sebuah pemerintahan Ulama (wilayah al -faqih). Sebagai tokoh reformis Muhammad Khatami khususnya pada tahun 1997-2001, mencoba mengimbangi otoritas mutlak pada konsep wilayah al-faqih tersebut dengan berbagai kebijakan yang bersifat moderat dan dialogis fenomena inilah yang menggugah penulis untuk mentuk mengkaji, meneliti dan membandingkan beberapa kebijakan internal yang mempengaruhi pelaksanaan konsep wilayah al fagih.
In formal sense, the power politik of Imam Khomeini has been defined by article 107 to 112 of the Islamic Republic of Iran .which incorporate the key political principle of the " "governance of the faqih" (wilayah al fagih). As a figure of reform and President, Muhammad Khatami (I997-2001) has been tried to balanced out the authority of wilayah al-faqih by many global policies. Observing the exisiting fenomenom, I am interested to observe, research and compare some internal fundamental factors that influence the implementation of wilayah al-faqih.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14930
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridwan
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
T6577
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfan Avias
Abstrak :
Sejak negara Israel berdiri pada tahun 1948, bangsa Palestina hidup dalam penjajahan dan penindasan. Karena terns mengalami penindasan, maka rakyat Palestina pun bangkit melawan. Mereka kemudian mendirikan organisasi-organisasi perlawanan guna melawan penjajahan yang di lakukan oleh Israel. Perlawanan tersebut pada awalnya dilandasi oleh semangat kebangsaan (Nasionalisme) dan paham-paham seperti sosialis-marxis, yang sekuler. Tahun 1960-an tercatat munculnya organisasi-organisasi seperti Arab Nationalist Movement (ANM) yang di pimpin oleh George Habbash, dan Palestine Liberation Organization (PLO) pads tahun 1964 yang dipimpin oleh Ahmad Syuqairi. Dengan meredupnya popularitas PLO sebagai sebuah organisasi terbesar di Palestina, muncullah Hamas sebagai rival utama PLO. Hamas kemudian kian popular di mata rakyat Palestina. Masa depan bangsa Palestina yang tidak menentu, pemerintahan PLO yang korup, membuat rakyat palestina kemudian bersimpati dengan apa yang diperjuangkan oleh Mamas. Maka puncak dari itu semua adalah sebuah hal yang tidak di duga-duga khususnya oleh dunia Internasional,-dimana ketika itu Hamas memenangkan secara mutlak pemilu yang diadakan secara demokratis pads tanggal 25 Januari tahun 2006, dimana llamas mengalahkan Fatah secara telak. Kemenangan Hamas ini kemudian direspon dengan negatif terutama oleh Israel, Amerika Serikat (AS), Inggris dan Uni Eropa (UE). Hal ini disebabkan Hamas selama ini telah di bed citra yang buruk sebagai sebuah organisasi teroris. Ditolakya perjanjian Oslo 1993 (Declaration of Principles) oleh Hamas, dilakukannya berbagai aksi born jihad yang inenewaskan banyak warga Israel oleh Hamas, menyebabkan Israel dengan keras menolak dan menentang kemenangan pemilu llamas walaupun terbukti demokratis. Bagi Israel, Hamas adalah teroris, garis keras, fundamentalis, ekstrim, dan radikal. Karenanya, Hamas hares dihancurkan. Disamping itu Hamas juga mempunyai agenda untuk mernusnahkan Israel. Hamas juga tidak mau mengakui Israel sebagai sebuah negara. Oleh karena pets konflik yang kian merumit, maka pasca kemenangan gerakan Hamas pada pemilu tahun 2006, perdamaian di Palestina menjadi semakin jauh dad harapan. Bukan di sebabkan oleh Mamas yang keras kepala tidak mau berdarnai, tapi karena Israel juga tidak pemah mau berubah. Seandainya PLO yang memenangkan pemilu pada saat itupun perdamaian hakiki belum tentu akan terwujud. Hamas siap berdamai dan meletakkan senjata, asalkan keadilan ditegakkan. Perdamaian yang halaki adalah apabila penyelesaian atas konflik yang berlarut-larut itu dapat diiakukan secara adil dan komprehensif, sehingga dapat di terima oleh semua pihak. Bukan sebalikaya, hanya menguntungkan satu pihak saja.
Since the state of Israel was created in 1948, the Palestinians have been living under colonization and oppression. This condition makes them rise and fight against the colonizers and oppressors. They, then founded organizations in opposition to the Israel. The opposition was in the beginning based on the spirit of nationalism and other isms like socialism, marxism; the secularism. In 1960s rose the opposing organizations like the Arab Nationalist Movement (ANM) led by George Habbash, and in 1964 the Palestine Liberation Organization (PLO) led by Ahmad Syuqairi. By the weakening popularity of the PLO as the biggest organization in the Palestine, rose Hamas as the first competitor against the PLO. Hamas gains more and more popularity from the Palestinians. The uncertainty of the Palestinian future, corruption in the government of PLO, turn the Palestinians to the Hamas. As the result of their support for the Hamas was the unpredictable event when llamas became the absolute winner against al-Fatah in the general election held democratically on January 25, 2006. This Hamas big victory was internationally unpredicted. The Hamas victory, how ever, was responded negatively mostly by the Israel, the U.S.A., the British, and the United Europe (UE). To them the Hamas is no other than a bad organization; as a terrorist organization. The Hanias's rejection upon the Oslo Agreement 1993 (The Declaration Of Principles), the suicide bombings that killed many Israelis, cause the Israel reject strongly the victory of the llamas in the election, though democratically held. For the Israel, the llamas is terrorist, extreme loyalist, fundamentalist, and radicalist Therefore it must be crushed-up. On the other hand the llamas also has the agenda to terminate the Israel. The Hamas, similary never acknowledge the Israel as a state. In the post general election 2006 in which the llamas got its absolute victory peace will fall short of expectations due to aggravating conflicts. It is not only because of the stubborn llamas who are not willing to negociate but also the Israel who will never change their position. Even if the PLO had won the general election 2006 the real peace might not be achieved. The Hamas are ready to negociate and to cease fire on condition that justice is in store. The real peace will be achieved if the peace making process is held comprehensively and justily and be agreed by all parties.
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17716
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9   >>