Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ahmad Risyad Hanafiah
"Latar Belakang: Asimetri wajah merupakan ketidakseimbangan yang terjadi pada bagian yang homolog pada wajah dalam hal ukuran, bentuk dan posisi pada sisi kiri dan kanan. Karena wajah yang asimetri sering disertai ketidaksimetrisan dental, maka keadaan ini merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam merawat suatu maloklusi. Asimetri wajah dapat terjadi pada bagian sepertiga atas, sepertiga tengah, dan sepertiga bawah wajah karena pertumbuhan kranial, maksila, dan mandibula saling berhubungan satu sama lain. Pemeriksaan asimetri wajah penting dilakukan karena ada tidaknya asimetri wajah dapat menggambarkan adanya masalah dental yang dialami oleh pasien. Ada tidaknya asimetri pada wajah ini juga merupakan salah satu kriteria daya tarik, yang memiliki efek penting pada kesejahteraan psikologis dan sosial seseorang.
Pembahasan: Pemeriksaan asimetri wajah penting untuk dilakukan karena asimetri wajah dapat menggambarkan adanya masalah kesehatan yang dialami oleh pasien. Pemeriksaan asimetri wajah dapat dilakukan menggunakan pemeriksaan jaringan lunak menggunakan foto ekstraoral pasien dengan metode pengukuran sudut dan pengukuran linear dan juga pemeriksaan jaringan keras menggunakan foto radiograf sefalometri postero-anterior pasien dengan metode Rickket’s analysis dan Grummon’s Analysis.
Kesimpulan: Untuk mendapatkan hasil dan detail yang lebih baik dalam pemeriksaan asimetri wajah, kedua metode pemeriksaan asimetri wajah dapat dilakukan.

Background: Facial asymmetry is an imbalance that occurs in homologous parts of the face in terms of size, shape, and position on the left and right sides. Because facial asymmetry is often accompanied by dental asymmetry, it is a condition that needs to be considered in treating a malocclusion. Facial asymmetry can occur in the upper, middle, and lower third of the face because the cranial, maxillary, and mandibular growths are related to one another. Examination of facial asymmetry is important because the presence or absence of facial asymmetry can indicate the presence of dental problems experienced by the patient. The presence or absence of facial asymmetry is also a criterion of attractiveness, which has an important effect on a person’s psychological and social well-being.
Disscusions: Examination of facial asymmetry is important to do because facial asymmetry can describe the existence of health problems experienced by patients. Examination of facial asymmetry can be done using soft tissue examination using extraoral photos of the patient using the angle measurement and linear measurement methods and hard tissue examination using postero-anterior cephalometric radiographs of the patient using the Rickket's analysis and Grummon's analysis methods.
Conclusion: To get better results and details in examining facial asymmetry, both methods of examining facial asymmetry can be performed.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Merry Natalia Martina Duwiri
"Latar Belakang: Hal dasar dalam penentuan rencana perawatan ortodonti ialah melihat posisi dan inklinasi dari gigi insisif rahang atas dan rahang bawah, akan tetapi penempatan posisi dan inklinasi gigi insisif yang sesuai dengan kriteria parameter sefalometri normal tidak menjamin bahwa jaringan lunak di atasnya akan menghasilkan tampilan wajah yang harmonis. Hal ini disebabkan karena adanya variasi jaringan lunak antar etnis atau ras.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara inklinasi gigi insisif dan posisi bibir berdasarkan analisis sefalometri pada pasien ras Deutro-Melayu di klinik ortodonti RSKGM FKG.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode penelitian analitik restropektif cross sectional pada 64 radiograf sefalometri pasien di klinik ortodonti RSKGM FKG UI. Uji korelasi Spearman dilakukan antara nilai parameter inklinasi gigi insisif (UI-Mx, IMPA, Interincisal Angle) dengan nilai parameter posisi bibir berdasarkan E-line.
Hasil: Terdapat korelasi signifikan positif yang lemah antara UI-Mx dan posisi biibr bawah (r=0,294*). Terdapat korelasi signifikan negatif yang lemah antara Interincisal Angle dan posisi bibir bawah (r=-0,323*). Namun tidak terdapat korelasi antara UI-Mx, IMPA dan Interincisal Angle dengan bibir atas, serta IMPA dengan bibir bawah.
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara inklinasi gigi insisif (UI-Mx, IMPA, Interincisal Angle) dan posisi bibir berdasarkan E-line.

Background: The basic thing in an orthodontic treatment plan is to look at the position and inclination of the maxillary and mandibular incisors, but the placement and inclination of the incisors according to the criteria for normal cephalometric parameters does not guarantee that the overlying soft tissues will produce a harmonious facial appearance. This is due to soft tissue variations between ethnicities.
Objective: To determine the relationship between incisor teeth and lip position based on cephalometric analysis in Deutro-Malay patients at the orthodontic clinic of RSKGM FKG.
Method: This study is a quantitative study using a cross-sectional retrospective analytic research method on 64 patients with cephalometric radiographs at the orthodontic clinic of RSKGM FKG UI. Spearman correlation test was performed between the incisor inclination parameter values ​​(UI-Mx, IMPA, Interincisal Angle) and the lip position parameter values ​​based on the E-line.
Results: The correlation test showed that there was weak positive significant between UI-Mx and lower lip position (r=0.294*). There was a weak negative significant correlation between Interincisal Angle and lower lip position (r=-0.323*). However, there was no correlation between UI-Mx, IMPA and Interincisal Angle with the upper lip, and IMPA with the lower lip.
Conclusion: There is no relationship between incisor inclination (UI-Mx, IMPA, Interincisal Angle) and lip position based on E-line.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angeline Pandora Djuhadi
"Latar Belakang: Inklinasi gigi insisivus merupakan titik utama dalam menentukan rencana perawatan demi mewujudkan hasil yang estetis dan seimbang. Profil wajah seseorang sangat mempengaruhi persepsi estetika dan penampilan. Di Indonesia, penelitian mengenai hubungan inklinasi gigi insisivus dengan profil jaringan keras dan lunak wajah masih sangat jarang dilakukan, terutama pada pasien dengan maloklusi kelas II. Di sisi lain, pasien dengan maloklusi skeletal kelas II seringkali memiliki masalah pada inklinasi gigi dan profil wajah sehingga penelitian ini sangat penting untuk dilakukan. Tujuan: Mengetahui korelasi inklinasi gigi insisivus rahang atas dan bawah terhadap profil jaringan keras dan lunak wajah pada pasien maloklusi skeletal kelas II.Metode: Pengambilan sampel penelitian berupa radiograf sefalometri lateral digital pasien dengan skeletal kelas II yang diperiksa dengan alat yang terstandarisasi dari suatu klinik yang sama kemudian dilakukan identifikasi landmark dan analisis sudut dengan aplikasi OneChep untuk diperoleh data berupa besar sudut inklinasi insisivus dari analisis Eastman, profil jaringan keras wajah dari analisis Down, dan profil jaringan lunak wajah dari analisis Holdaway. Analisis data dengan uji korelasi Pearson. Hasil: Uji korelasi Pearson antara inklinasi insisivus rahang atas maupun rahang bawah terhadap seluruh parameter uji profil jaringan keras dan lunak wajah menunjukkan angka signifikansi lebih besar dari 0,05. Maka diperoleh hasil bahwa tidak terdapat korelasi antara inklinasi gigi insisivus rahang atas terhadap profil jaringan keras wajah yang ditunjukkan dengan parameter sudut wajah dan kecembungan wajah serta terhadap profil jaringan lunak wajah yang ditunjukkan dengan parameter sudut wajah jaringan lunak pada pasien dengan skeletal kelas II. Tidak terdapat korelasi antara inklinasi gigi insisivus rahang bawah terhadap profil jaringan keras wajah yang ditunjukkan dengan parameter sudut wajah dan kecembungan wajah serta terhadap profil jaringan lunak wajah yang ditunjukkan dengan parameter sudut wajah jaringan lunak pada pasien dengan maloklusi skeletal kelas II. Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat korelasi antara inklinasi gigi insisivus rahang atas maupun rahang bawah terhadap profil jaringan lunak dan keras wajah pada pasien dengan maloklusi skeletal kelas II.

Background: Incisors inclination is one of the main point on deciding the treatment plan to bring an aesthetic and balanced result. Facial profile also have a great impact on the perception of aesthetic and appearance. In Indonesia, research about the correlation of incisors inclination with facial profile is rarely done, especially in patient with class II skeletal malocclusion. On the other hand, patient with class II skeletal malocclusion usually have problems regarding incisors inclination and facial profile. Hence, research about the correlation on incisors inclination with soft and hard tissue facial profile is really important to conduct. Objective: Determine the correlation of incisors inclination with soft and hard tissue facial profile in patient with class II skeletal malocclusion. Method: 52 sample of lateral cephalometric radiograph from patient with class II skeletal malocclusion from standardized lab were analyzed with an application called OneChep to gain the data of incisors inclination from Eastman analysis, hard tissue facial profile from Down analysis, and soft tissue facial profile from Holdaway analysis. Then, the data was tested for correlation using Pearson Correlation test. Result: Pearson correlation test on class II skeletal malocclusion patient showed the significance value between maxillary and mandibular incisors inclinations towards hard and soft tissue facial profile were >0.05 on each of the parameter. The parameters used on hard tissue facial profile were facial angle and angle of convexity from Down analysis. The parameter used on soft tissue facial profile was soft tissue facial angle by Holdaway analysis. Thus, there were no correlation between maxillary incisors inclination and facial angle, angle of convexity and soft tissue facial angle, also no correlation between mandibular incisors inclination and facial angle, angle of convexity and soft tissue facial angle in patient with class II skeletal malocclusion. Conclusion: There were no correlation between maxillary and mandibular incisors inclination toward soft and hard tissue facial profile in patient with class II skeletal malocclusion.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Putri Secoria
"Latar Belakang : Pada sebagian besar kasus maloklusi skeletal kelas III terdapat kombinasi antara elemen dental dan skeletal yang bervariasi. Beberapa elemen tersebut diantaranya adalah pola kerangka vertikal wajah dan inklinasi insisivus mandibula. Hubungan antara gigi insisivus mandibula dan posisinya terhadap bidang mandibula seringkali menjadi pedoman dasar dokter gigi untuk merencanakan perawatan ortodontik, karena dianggap sebagai salah satu kunci dalam diagnostik ortodontik. Tujuan : Mengetahui perbedaan inklinasi insisivus mandibula pada kasus maloklusi skeletal kelas III dengan pola kerangka vertikal wajah Hipodivergen, Normodivergen, Hiperdivergen. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian analitik komparatif numerik secara potong lintang. Penelitian dilakukan pada 54 sefalomeri lateral pasien ortodontik sesuai kriteria inklusi. Digunakan uji komparasi One-Way ANOVA dan uji Post Hoc Bonferroni untuk melihat perbedaan inklinasi insisivus mandibula antar kelompok. Hasil : Uji komparasi One-Way ANOVA menunjukkan terdapat perbedaan bermakna secara statistik inklinasi gigi insisivus mandibula pada kasus maloklusi skeletal kelas III antara ketiga kelompok wajah tersebut. Selanjutnya berdasarkan uji Post Hoc Bonferroni menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna inklinasi insisivus mandibula pada kasus maloklusi skeletal kelas III dengan pola wajah Hipodivergen. Kesimpulan : Terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik antara inklinasi gigi insisivus mandibular pada kasus maloklusi skeletal kelas III dengan pola kerangka vertikal wajah Hipodivergen, Normodivergen, dan Hiperdivergen.

Background : There are various combinations of dental and skeletal elements in most cases of class III malocclusion. Some of these elements include the vertical facial patterns and the mandibular incisors inclination. The relationship between the mandibular incisors and their position towards the mandibular plane is often the basic guideline for dentists to plan orthodontic treatment, because it is considered as one of the keys in orthodontic diagnostics. Objective : To compare the difference of mandibular incisor inclination in class III malocclusion cases with a Hypodivergent, Normodivergent, Hyperdivergent vertical facial patterns. Methods : This research was a comparative numerical analytic study with cross-sectional design. It was conducted on 54 lateral cephalometrics of orthodontic patients according to the inclusion criteria. One-Way ANOVA comparison test and Bonferroni Post Hoc test were used to see differences in the inclination of the mandibular incisors between groups. Results : One-Way ANOVA comparison test showed that there was a stastically significant difference in the mandibular incisor inclination in class III malocclusion cases between three facial groups. Furthermore, based on the Bonferroni Post Hoc test, it showed that there was a significant difference in the mandibular incisor inclination in class III malocclusion with a Hypodivergent facial pattern. Conclusion : There was a statistically significant difference between the inclination of the mandibular incisor in class III malocclusion with a Hypodivergent, Normodivergent, Hyperdivergent vertical facial patterns.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Dean Indah Ayyu
"Latar Belakang: Memprediksi tahap pertumbuhan struktur kraniofasial dapat menjadi tantangan pada subjek dengan pola wajah yang berbeda. Maturasi vertebra servikalis merupakan salah satu indikator dalam menentukan tahap pertumbuhan. Perbedaan waktu tercapainya tahap maturasi dianggap berkaitan dengan karakteristik intrinsik pertumbuhan vertikal wajah dengan pola dimensional yang berbeda. Tujuan: Mengetahui distribusi tahap maturasi vertebra servikalis berdasarkan pola vertikal wajah dan perbedaan usia tercapainya tahap pubertal pada subjek perempuan dengan pola vertikal wajah yang berbeda. Metode: Studi deskriptif dan analitik komparatif retrospective cross sectional pada pasien di Klinik Ortodonti RSKGM FKG UI. Tracing dilakukan pada sefalometri lateral untuk mengetahui pola vertikal wajah berdasarkan sudut SN-GoGn dan tahap maturasi vertebra servikalis dengan analisa Baccetti et al. (2005). Hasil: Terdapat perbedaan bermakna rata-rata usia tercapainya tahap pubertal pada subjek perempuan antara pola vertikal wajah hipodivergen dengan hiperdivergen dan normodivergen, namun tidak terdapat perbedaan bermakna rata-rata usia antara subjek dengan pola hiperdivergen dan normodivergen. Secara klinis, ditemukan bahwa subjek dengan pola vertikal wajah hiperdivergen mencapai tahap pubertal paling cepat, diikuti pola normodivergen, dan kemudian hipodivergen. Kesimpulan: Terdapat perbedaan rata-rata usia kronologis tercapainya tahap pubertal maturasi vertebra servikalis pada subjek perempuan dengan pola vertikal wajah yang berbeda.

Background: Predicting the craniofacial growth could be a challenge in subjects with different facial pattern. Cervical vertebrae maturation method can be used to determine an individual growth stage. The different time of attainment of a maturation stage is considered to be related to intrinsic characteristic of a vertical facial growth with different dimensional pattern. Objective: To determine the distribution of cervical vertebrae maturation in different vertical facial pattern and assess the difference in age of attainment of pubertal stage in different vertical facial pattern in female. Method: Retrospective cross sectional study is done on patients at RSKGM FKG UI Orthodontic Clinic. Cephalometric lateral radiograph is traced to determine vertical facial pattern based on SN-GoGn angle and cervical vertebrae maturation stage with the analysis of Baccetti et al. (2005). Result: Statistical analysis showed significant difference between the age of attainment of pubertal stage in female subjects with hypodivergent with hyperdivergent and normal vertical facial pattern, while no significant difference was found between hyperdivergent and normal vertical facial pattern. Clinically, hyperdivergent female subjects found to be the earliest to attain pubertal stage, followed by normal, then hypodivergent vertical facial pattern. Conclusion: Female subject’s mean age of attainment of pubertal stage in cervical vertebrae maturation differ according to vertical facial pattern."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Fathiyya Gabriella
"Latar belakang: Maloklusi skeletal menjadi salah satu etiologi asimetri mandibula karena dapat mengakibatkan distribusi tekanan yang abnormal pada permukaan kondilus mandibula. Asimetri mandibula sendiri adalah ketidakseimbangan atau disproporsionalitas antara sisi kanan dan kiri pada sepertiga bagian bawah wajah atau mandibula. Tujuan: Mengetahui perbedaan proporsi terjadinya asimetri mandibula antara pasien dengan pola skeletal yang berbeda. Metode: Studi analitik komparatif dengan desain cross-sectional pada 105 pasien di RSKGM FKG UI. Perhitungan menggunakan metode Kjellberg pada analisis radiograf panoramik secara digital melalui software EzOrtho. Hasil: Terdapat 55,2% subjek mengalami kejadian asimetri mandibula. Uji bivariat Pearson Chi Square menunjukkan terdapat perbedaan bermakna proporsi terjadinya asimetri mandibula antara pasien dengan pola skeletal kelas I, II dan III. Uji bivariat Continuity correction menunjukan terdapat perbedaan bermakna proporsi terjadinya asimetri mandibula pada kelompok pola skeletal kelas I dibandingkan dengan kelompok pola skeletal kelas III, dan terdapat perbedaan bermakna proporsi terjadinya asimetri mandibula pada kelompok pola skeletal kelas II dibandingkan dengan kelompok pola skeletal kelas III. Namun, tidak terdapat perbedaan bermakna proporsi terjadinya asimetri mandibula pada kelompok pola skeletal kelas I dibandingkan dengan kelompok pola skeletal kelas II. Kesimpulan: Terdapat perbedaan proporsi terjadinya asimetri mandibula pada pasien dengan pola skeletal yang berbeda.

Background: Skeletal malocclusion is one of the etiology of mandibular asymmetry because it caused abnormal pressure distribution on the mandibular condyle’s surface. Mandibular asymmetry is an imbalance or disproportionality between the right and left sides of the lower third of the face or mandible. Aim: The aim of this study was to assess the difference in the proportion of mandibular asymmetry between patients with different skeletal patterns. Methods: A comparative analytical study with a cross-sectional design on 105 patients at RSKGM FKG UI were conducted. Calculations were performed using the Kjellberg method on digital panoramic radiographic analysis using EzOrtho software. Results: The results of this study showed that 55.2% of subjects experienced mandibular asymmetry. The Pearson Chi-Square bivariate test showed that there was a significant difference in the proportion of mandibular asymmetry between patients with class I, II, and III skeletal patterns. The bivariate continuity correction test showed that there was a significant difference in the proportion of mandibular asymmetry in the class I skeletal pattern group compared to the class III skeletal pattern group, and there was a significant difference in the proportion of mandibular asymmetry in class II skeletal pattern group compared to the class III skeletal pattern group. However, there was no significant difference in the proportion of mandibular asymmetry in the class I skeletal pattern group compared to the class II skeletal pattern group. Conclusion: There was a difference in the proportion of mandibular asymmetry in patients with different skeletal patterns."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chika Rimira Milen
"Latar belakang: Maloklusi merupakan bentuk penyimpangan oklusi ideal dan menjadi masalah gigi dan mulut dengan prevalensi tertinggi ketiga di dunia. Berdasarkan data Riskesdas 2018, proporsi penduduk Indonesia yang melakukan perawatan ortodonti untuk mengatasi maloklusi masih sangat rendah yaitu hanya 0,3%. Rendahnya proporsi tersebut kemungkinan disebabkan berbagai faktor seperti pengetahuan, motivasi, dan hambatan. Tujuan: Mengetahui hubungan pengetahuan, motivasi, dan hambatan terhadap perawatan ortodonti pada mahasiswa Universitas Indonesia Metode: Studi analitik observasional potong lintang pada 318 mahasiswa Universitas Indonesia Angkatan 2017. Instrumen yang digunakan yaitu tiga buah kuesioner tentang pengetahuan, motivasi dan hambatan melalui adaptasi lintas budaya. Hasil: Lebih dari 50% responden memiliki pengetahuan, hambatan, dan kemampuan terhadap perawatan ortodonti dengan kategori sedang. Terdapat 36,2% responden yang memiliki motivasi terhadap perawatan ortodonti tinggi. Uji korelasi Spearman menunjukan terdapat hubungan yang bermakna (p≤0,05) antara pengetahuan dan motivasi terhadap perawatan ortodonti; antara pengetahuan dan hambatan terhadap perawatan ortodonti; serta antara motivasi dan hambatan terhadap perawatan ortodonti. Motivasi merupakan faktor yang memiliki nilai korelasi terbesar (r=0,798, p≤0,05)terhadap perawatan ortodonti. Kesimpulan: Mahasiswa Universitas Indonesia angkatan 2017 memiliki tingkat motivasi tinggi untuk melakukan perawatan ortodonti, tetapi memiliki tingkat pengetahuan, hambatan, dan kemampuan terhadap perawatan ortodonti sedang. Terdapat hubungan antara pengetahuan, motivasi, dan hambatan terhadap perawatan ortodonti. Motivasi memiliki nilai korelasi paling besar terhadap perawatan ortodonti.

Background: Malocclusion is a deviation from ideal occlusion and becomes a dental and oral health problem globally with the third-highest prevalence. According to Riskesdas 2018, the proportion of the Indonesian population who had undergone orthodontic treatment to treat malocclusion is still very low, only 0,3%. The low proportion is probably due to various factors such as knowledge, motivation, and barriers. Objective: To assess the relationship between knowledge, motivation, and barriers to orthodontic treatment among University of Indonesia students. Methods: An analytical cross- sectional study was conducted among 318 University of Indonesia students class of 2017. The instrument used was three questionnaires about knowledge, motivation, and barriers through cross-cultural adaptation. Results: More than 50% of the respondents have a moderate level of knowledge, barriers, and orthodontic treatment ability. There are 36.2% of respondents who have high motivation towards orthodontic treatment. The Spearman correlation test shows a significant relationship (p≤0,05) between knowledge and motivation to orthodontic treatment; between knowledge and barriers to orthodontic treatment; and between motivation and barriers to orthodontic treatment. Motivation shows the highest correlation to orthodontic treatment (r=0,798, p≤0,05). Conclusion: University of Indonesia students class of 2017 have a high level of motivation to perform orthodontic treatment but have a moderate level of knowledge, barriers, and ability to orthodontic treatment. There is a relationship between knowledge, motivation, and barriers to orthodontic treatment. Motivation has the greatest correlation value to orthodontic treatment."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library