Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Farahdila Virta Fauziah
"Kesadaran menjadi salah satu indikator suatu makhluk hidup. Tidak hanya itu, kesadaran memiliki jangkauan ruang yang luas dan kompleks dalam proses memahaminya. Hal ini membuat sulitnya akses kita sebagai manusia dalam memahami dan mendefinisikan bagaimana kesadaran ini bekerja. Permasalahan ini dibuktikan dengan hadirnya berbagai disiplin yang mulai menjajaki permasalahan kesadaran, yang sejatinya ini merupakan permasalahan mendasar dari filsafat tradisional. Begitu pula dengan pasangan filsuf asal Amerika ini, yaitu Patricia Churchland dan Paul Churchland. Mereka melahirkan disiplin baru dengan menggunakan pendekatan interdisiplin antara neuron dan filsafat, yaitu neurofilosofi. Neurofilosofi ini akan menjelaskan konsepsi kesadaran secara lebih kompleks dan komprehensif, melihat pendekatannya yang cukup luas dan berani. Namun, dalam hal ini neurofilosofi tidak dapat menjelaskan kesadaran sebagai qualia. Kesadaran disini hanya mengandalkan saraf aktif dalam membentuk sistematika kesadaran. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis komparatif antara disiplin ilmu saraf dan filsafat. Keeksistensian ilmu ini akan menjadi pertanyaan yang membuka cakrawala baru, karena pada dasarnya pendekatan interdisiplin yang digunakan pada ilmu ini sudah membuka ruang dan celah diskusi yang lebih kompleks. Ilmu ini nantinya akan memberikan celah dalam upayanya memaknai manusia pada masa mendatang.

Consciousness is an indicator of a living creature. Not only that, consciousness has a wide and complex spatial reach in the process of understanding it. This makes it difficult for us as humans to understand and define how this consciousness works. This problem is proven by the presence of various disciplines that are starting to explore the problem of consciousness, which is actually a fundamental problem of traditional philosophy. Likewise with this pair of philosophers from America, namely Patricia Churchland and Paul Churchland. They gave birth to a new discipline using an interdisciplinary approach between neurons and philosophy, namely neurophilosophy. This neurophilosophy will explain the concept of consciousness in a more complex and comprehensive way, considering its approach is quite broad and bold. However, in this case neurophilosophy cannot explain consciousness as qualia. Consciousness here only relies on active nerves in forming systematic consciousness. This research uses a qualitative approach with comparative analysis methods between the disciplines of neuroscience and philosophy. The existence of this science will be a question that opens new horizons, because basically the interdisciplinary approach used in this science has opened up space and gaps for more complex discussions. This knowledge will provide a gap in efforts to understand humans in the future."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Keisar Natanael
"Tulisan ini mengangkat tentang bagaimana musik dapat menjadi medium untuk menyingkap eksistensi subjek dengan menggunakan sudut pandang teori fenomenologi ontologi dari Martin Heidegger. Musik sendiri bukan hanya dikenal sebagai objek seni yang mampu menghibur, namun juga berkontribusi dalam sejarah. Musik berperan sebagai penanda waktu dan kultur di seluruh dunia sejak dahulu kala hingga saat ini, dan signifikansinya terhadap peradaban manusia sudah diakui oleh banyak budaya. Penulis menggunakan metode fenomenologi dengan mengkaji analisis dengan menggunakan sudut pandang fenomenologi Heidegger untuk mencari relevansi antara musik dan juga dampaknya untuk menjadi medium bagi seorang individu menyingkap eksistensinya. Dengan mengacu pada karya-karya Heidegger, penulis berusaha melihat bagaimana Heidegger melihat seni dan juga bagaimana ia menjelaskan eksistensi manusia dan bagaimana melalui teori Dasein, Heidegger menjabarkan cara untuk seorang individu menghidupi dirinya secara sepenuhnya. Melalui tulisan ini, penulis ingin menyampaikan bahwa dengan menerapkan konsep fenomenologi ontologis Heidegger dalam konteks musik, musik dapat menyediakan pengalaman eksistensial yang mendalam dan menghubungkan manusia dengan realitas ontologis.
This paper examines how music can be a medium to reveal the existence of a subject by using Martin Heidegger's ontological phenomenological point of view. Music itself is not only known as an art object that can entertain, but also contributes to history. Music has served as a marker of time and culture from the dawn of time to now, all around the world, and its significance to human civilization has been recognized by many cultures. The author uses a phenomenology method by examining the analysis using Heidegger's phenomenological viewpoint to discover the connection between music and also its path to become a medium for an individual to reveal his existence. By referring to Heidegger's works, the writer tries to see how Heidegger sees art and also how he explains human existence and how, through Dasein's theory, Heidegger describes how an individual can fully support himself. Through this paper, the writer would like to convey that by applying Heidegger's ontological phenomenological concept in the context of music, music can provide a deep existential experience and connect humans with ontological reality."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Eric Tiwa
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2009
T25892
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Harris Susanto
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T27658
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fio P Hasyim
"Konflik antara ilmu pengetahuan dan agama, berawal dari pencarian manusia akan kebenaran. Pemikiran manusia dalam mencari kebenaran diawali oleh bangsa Yunani dalam mitos mengenai alam semesta sebagai awal dari kegiatan berpikir secara filosofis. Kemudian, seiring dengan perkembangan pemikiran, terjadi pergeseran objek pemikiran tentang kebenaran, dari alam semesta menuju ke manusia itu sendiri sebagai ukuran kebenaran. Selanjutnya, manusia mulai berpikir, bahwa ada substansi lain yang melampaui dirinya dan alam semesta (rasionalisme). Pada tahapan ini, agama tradisional mulai berkembang, dan mempertanyakan tentang keberadaan Tuhan. Agama lalu menyingkirkan filsafat dengan kebenaran dogmatis-absolutnya, meng-klaim bahwa dirinya merupakan jalan keselamatan bagi manusia didukung dengan kepercayan akan wahyu. Pada periode yang berlangsung relatif lama, agama telah menjelma menjadi lembaga otoritatif dan sumber legitimasi bagi tindakan kekerasan terhadap mereka yang berada di luar agama. Tesis ini bertujuan untuk memahami landasan yang mendasar tentang kepercayaan terhadap agama secara filosofis, terkait dengan klaim terhadap kegagalan agama dalam kehidupan manusia yang pada akhirnya membuka jalan bagi ilmu pengetahuan untuk menggantikan fungsi atau peran agama bagi kehidupan. Fenomena konflik dan kekerasan antar umat beragama yang berbeda telah mengecewakan dan meruntuhkan harapan manusia terhadap fungsi agama dalam kemanusiaan. Manusia berpaling dari kebenaran agama kepada kebenaran ilmu pengetahuan yang objektif dan universal (empirisme). Ilmu pengetahuan berhasil membantu membangun peradaban manusia dengan dahsyat, melalui teknologi canggih. Namun, pada akhirnya, teknologi tidak memuaskan kebutuhan manusia akan kebenaran, melainkan membuat manusia terasing dalam lingkungannya sendiri. Filsafat pragmatisme kemudian hadir untuk menengahi konflik kebenaran antara rasionalisme dan empirisme yang telah berlangsung sepanjang peradaban manusia itu sendiri. Menurut pragmatisme, William James, konsep kebenaran terletak pada manfaat dari gagasan apapun, baik rasional maupun empiris, sejauh memberikan kegunaan praktis yang mendorong manusia melakukan tindakan positif dalam menciptakan kehidupan yang teratur dan damai. Pragmatisme, dengan metode empirisme radikalnya, membuka seluas-luasnya realitas yang dapat membuktikan kebenaran dari sebuah gagasan, yaitu dalam pengalaman individu. Pengalaman dalam metode empirisme radikal, meliputi pengalaman inderawi dan perasaan, serta kecenderungan non-inderawi, sebagai upaya melepaskan diri dari konflik pemahaman kebenaran yang dikotomis.

Conflict between science and religion originated from the human, search for the truth. Human thought in the search for truth begins by Greeks in the myth about the beginning of the universe as philosophically thinking activities. Then, along with the development of thought, there was a shift objects of thought about the truth of the universe toward the man himself as the measure of truth. Subsequently, humans began to think that the other substances that exceed himself and the universe (rationalism). At this stage, traditional religion began to flourish questioned about the existence of God. Religion removes philosophy with its absolutes dogmatic of truth, claiming that he is the way of salvation for mankind is supported by the belief in revelation. In the period that lasted a relativity long time, religion has been transformed into an authoritative institution and source of legitimacy for acts of violence against those who are outside of religion. This thesis aims to understand the fundamental basis of religious belief is philosophically related to claims against the failure of religion in human life which eventually paved the way for science to replace the function or role of religion in our lives. The phenomenon of conflict and violence between different religious communities have been disappointing and undermined human expectations about the functions of rand religion in humanity. Humans turned away from religious truth to the truth of science as objective and universal (empiricism). Science has helped build human civilization with the sweeping, trough advanced technology. However, in the end, the technology does not satisfy the human need for truth, but makes a man isolated in his own environment. Pragmatism philosophy then present to accompany the conflict between rationalism and empiricism truth which has lasted throughout human civilization itself. According Pragmatism of William James, the concept of truth lies in the benefit of any idea either rational or empirical as far as providing a practical usability that encourages people to positive action in creating an orderly and peaceful life. Pragmatism by the radical empiricism method, the widest opening of reality that can prove the truth of an idea, namely the individual?s experience. Experience in the method of radical empiricism, including sensory experience and feeling, and non-sensory tendencies, as an effort to break away from understanding the dichotomous conflict."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2010
T27902
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library