Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 28 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hendra Dernatra
Abstrak :
ABSTRAK
Background One of the highest mortality rates among all cancer types is colon cancer. In 2011 statistic data, colon cancer is placed on the 3rd mortality rate. Inflammation has been considered an etiology for the development of colon cancer thus knowing the pathogenesis and development of inflammatory related colon cancer, further diagnosis method and treatment can be developed.Method Administration of Dextran Sodium Sulfate 1 during the first week and continued with peritoneal injection of Azoxymethane on mice strain C3H and BALB C. The mice are sacrificed on 2 months, 4 months, and 6 months after AOM injection. Mice colons are then taken in the middle part of the colon for 1 cm. The specimens are analyzed using HE staining with high magnification. Inflammatory foci counting are done in all microscopic fields of the specimen. The result of which are tabulated and further analyzed using Kolmogorov Smirnov Test and ANOVA Test to check the significancy.Results Macroscopically, the colonic mucosa of the mice shows a lot of proliferating nodules in the 4 months and 6 months specimen. Microscopically, we found that the inflammatory foci have a tendency of decrease in number throughout the months. Based on the analytical data, the progression of inflammatory foci is constant among all three different months. Conclusion Inflammatory foci development in colon carcinogenesis AOM DSS mice model is strongly correlates with the administration of DSS. 1 week of DSS administration has a constant inflammatory foci number in 6 months of colon carcinogenesis development.
ABSTRACT
Kanker kolon merupakan salah satu jenis kanker yang menyebabkan angka kematian tinggi. Menurut data statistik tahun 2011, angka kematian kanker kolon mencapai urutan ke-3 dibanding dengan kanker lainnya. Inflamasi pada kolon adalah salah satu penyebab terjadinya kanker kolon, sehingga dengan mengetahui proses patogenesis kanker kolon yang beretiologi inflamasi dapat menjadi dasar untuk pengembangan metoda diagnosis dan penyembuhan.Metode: Pemberian mencit dengan Dextran Sodium Sulfate 1 selama satu minggu pertama yang dilanjutkan dengan injeksi Azoxymethane pada jenis mencit C3H dan BALB/C. Mencit kemudian dikorbankan pada bulan ke 2, 4, dan 6 setelah injeksi AOM. Bagian tengah kolon mencit diambil sepanjang 1 cm. Setelah itu, specimen dianalisa menggunakan pewarnaan HE dengan lapang pandang besar pada mikroskop. Fokus inflamasi dihitung pada seluruh area lapang pandang pada setiap specimen. Data hasil focus inflamasi kemudian dianalisa menggunakan tes Kolmogorov-Smirnov dan ANOVA untuk mengetahui signifikansi data.Hasil: Pada hasil makroskopik, terlihat mukosa kolon mencit bernodul banyak pada specimen bulan ke 4 dan ke 6. Pada hasil mikroskopik, fokus inflamasi cenderung menurun seiring dengan waktu. Sedangkan, analisa data menunjukkan bahwa perkembangan fokus inflamasi terlihat konstan pada seluruh spesimen.Kesimpulan: Perkembangan fokus inflamasi pada proses karsinogenesis kolon sangat berhubungan dengan pemberian DSS. Pada eksperimen ini, pemberian 1 minggu DSS pada awal bulan memperlihatkan perkembangan fokus inflamasi yang konstan selama 6 bulan.
2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ray Sugianto
Abstrak :
Mencegah terjadinya massa tulang puncak rendah merupakan salah satu dari sekian banyak strategi pencegahan osteoporosis. Suatu penelitian yang melibatkan 25 kasus dengan massa tulang puncak rendah dan 25 kontrol telah dilakukan untuk meneliti faktor risiko yang memengaruhi kejadian tersebut. Kelompok kasus memiliki indeks riwayat kalsium (IRK) yang lebih rendah dibanding kontrol (median 160 (1−2361) vs 965 (19−3185), p =0,001). Seseorang dengan nilai IRK<1000 memiliki risiko lebih tinggi mengalami massa tulang puncak rendah dibanding IRK lebih tinggi (odds ratio10,61, 95% CI: 2,05; 54,95). Riwayat konsumsi teh atau kopi, serta data komposisi tubuh dan aktivitas fisik saat penelitian bukan merupakan faktor risiko. Sehingga, penghitungan IRK dengan nilai batas 300 dan 1000 dapat digunakan untuk mengidentifikasi perempuan yang lebih berisiko dan modifikasi kebiasaan hidup dapat disarankan lebih dini. ...... Preventing the occurrence of low peak bone mass is one of the many strategies of osteoporosis prevention. A study involving 25 cases with low peak bone mass and 25 controls was conducted to examine the risk factors of low peak bone mass. The cases had a lower historical calcium index (HCI) compared to controls (median of 160 (1-2361) vs. 965 (19-3185), p =0.001). Someone with HCI <1000 had risk of having low peak bone mass compared to those with higher HCI (odds ratio 10.61, 95% CI: 2.05; 54.95), and some with HCI <300 had a higher risk. History of tea or coffee consumption, as well as body composition and physical activity acquired during the study were not known as risk factors. Therefore, HCI calculations with cut-off of 300 and 1000 can be used to identify those at risk and earlier lifestyle modifications should be recommended.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pande Putu Agus Mahendra
Abstrak :
ABSTRAK
Pisang merupakan buah yang sering dikonsumsi saat berolahraga, memiliki kandungan pati resisten. Kandungan pati resisten pisang berperan terhadap nilai indeks glikemik serta respon glikemik pisang pada konsumsi pisang. Penelitian dengan uji eksperimental desain crossover, tersamar tunggal dan alokasi strata, pada 12 pelari rekreasional putra usia 20−22 tahun dilakukan untuk melihat pengaruh kematangan pisang yang dikonsumsi dua jam sebelum berlari 10.000 m terhadap kadar glukosa darah, respon kelelahan serta waktu tempuh berlari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan pati resisten pada pisang mentah dan matang berturut-turut sebesar 1,15 g/100g dan 0,42 g/100g. Pada perlakuan didapatkan perbedaan bermakna antara pisang mentah dibandingkan pisang matang pada hasil gula darah sewaktu (GDS−I, GDS−II dan GDS−III, p<0,001), asam laktat (La−II dan La−III, p<0,001), serta performa berlari 10.000 m (p<0,001) yang dinilai dengan VAS dan waktu tempuh. Hasil ini menunjukkan konsumsi pisang mentah dapat menjadi pilihan asupan nutrisi pada dua jam sebelum berlari untuk meningkatkan performa.
ABSTRACT
Banana is a fruit which is often consumed during exercise and contain resistant starch. The content of banana resistant starch contributes to the impact of banana glycemic index and glycemic values on consumption. This experimental study with crossover design, single blind and strata allocation, in 12 recreational runners aged 20−22 years old, was conducted to determine the effect of the maturity of banana that is consumed two hours before 10.000m running on blood glucose level, fatique responses and time. The result showed that the content of resistant starch in banana raw and banana ripe in row is 1,15 g/100g and 0,42 g/100g. There are significant differences in banana raw treatment compared to ripe banana on blood glucose level (GDS−I, GDS−II dan GDS−III, p<0,001), lactic acid (La−II dan La−III, p<0,001), and running performance (p<0,001) assessed with VAS scale for fatique and time. This study shows that consumption of raw bananas can be an option for nutrition intake two hours before running to improve running performance.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardesy Melizah Kurniati
Abstrak :
Bayi membutuhkan ASI sebagai makanan tunggal terbaik pada enam bulan pertama kehidupan. Lemak dalam ASI menyumbang bagian terbesar energi bayi yang dipengaruhi berbagai faktor, termasuk faktor ibu. Penelitian potong lintang ini dilaksanakan untuk mencari korelasi antara kadar lemak ASI dengan komposisi tubuh dan asupan energi dan zat gizi makro pada 48 orang ibu menyusui di RSIA Budi Kemuliaan Jakarta. Penelitian ini tidak menemukan adanya korelasi yang bermakna antara kadar lemak ASI dengan massa lemak tubuh, cairan tubuh total, massa otot, serta asupan energi, lemak, karbohidrat, protein, dan air. ......The infant needs breast milk as the best sole food for the first sixth month of life. Breast milk fat content accounted for the largest part of infant energy that influenced by many factors, including maternal factor. This cross-sectional study was conducted to find correlation between the breast milk fat content and maternal body composition, and also energy and macronutrient intake among 48 nursing mothers in RSIA Budi Kemuliaan, Jakarta. This study did not find significant correlation between the fat content of breast milk and body fat, total body water, muscle mass, intake of energy, fat, carbohydrate, protein, and water.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T58650
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widia Sari
Abstrak :
Ketidakseimbangan asupan dan pengeluaran energi dapat menyebabkan terjadinya obesitas yang merupakan faktor risiko utama terjadinya noncommunicable disease (NCD). Latihan fisik dapat menurunkan berat badan penderita overweight dan obesitas melalui penekanan terhadap asupan makanan. HIIT merupakan salah satu bentuk latihan fisik yang dapat mempengaruhi regulasi asupan makanan melalui efek yang dikenal dengan exercise induced anorexia. Efek ini dapat dimediasi oleh IL-6 dan laktat yang meningkat setelah melakukan HIIT. IL-6 dan laktat bekerja secara langsung di hipotalamus untuk menurunkan sekresi AgRP yang merupakan neuropeptida oreksigenik. Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengaruh HIIT terhadap asupan makanan yang dilihat dari perubahan kadar IL-6, laktat, dan AgRP. Penelitian menggunakan bahan baku tersimpan (serum darah) dari penelitian payung yang dilakukan sebelumnya pada subjek laki-laki overweight yang diberikan HIIT selama 12 minggu. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan kadar IL-6 serum yang signifikan segera setelah HIIT di minggu ke-12 (p<0,05), peningkatan signifikan kadar laktat segera setelah HIIT di minggu ke-1 dan minggu ke-12 (p<0,05) serta ditemukan tidak ada perubahan kadar AgRP (p>0,05). Selain itu, juga tidak ditemukan korelasi antara IL-6 dan AgRP serta laktat dan AgRP. Dapat disimpulkan pelaksanaan HIIT selama 12 minggu belum dapat menekan asupan makanan jika ditinjau dari kadar IL-6, laktat, dan AgRP. ......Imbalance of energy intake and expenditure can induce obesity, a main risk factor of noncommunicable disease. Physical exercise can aid weight loss in overweight and obese patients by decreasing food intake. HIIT is a form of physical exercise that causes exercise-induced anorexia, which reduces food intake. This effect may be mediated by the increase of IL-6 and lactate following HIIT. IL-6 and lactate directly regulate the expression of AgRP, an orexigenic neuropeptide, in the hypothalamus. This study aims to investigate the effect of HIIT on food intake as seen from changes in IL-6, lactate, and AgRP. This study used blood serum from previous study conducted on overweight males who participated in HIIT for 12 weeks. This study showed a significant increased in serum IL-6 concentration immediately after HIIT at 12th week (p<0,05), a significant increased in serum lactate concentration immediately after HIIT at 1st and 12th week (p<0,05), and no change in AgRP concentration (p>0,05). In addition, no correlation was found between IL-6 and AgRP as well as lactate and AgRP. It can be concluded that the implementation of HIIT for 12 weeks has not been able to suppress food intake based on the concentration of IL-6, lactate, and AgRP
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puji Rahman
Abstrak :
Latar Belakang. Kesintasan 3 tahun pasien KNF stadium lokal lanjut di Indonesia lebih rendah dibandingkan luar negeri. Prediktor alternatif dari rasio hemoglobin-trombosit (RHT) lebih sederhana, murah, dan stabil nilainya dibanding rasio dari komponen sel leukosit, namun belum ada studi yang meneliti perannya dalam memrediksi mortalitas tiga tahun pasien KNF stadium ini. Tujuan. Mengetahui peran RHT sebelum terapi dalam memrediksi kesintasan tiga tahun pasien KNF stadium lokal lanjut. Metode. Studi kohort retrospektif yang meneliti 289 pasien KNF stadium lokal lanjut yang diterapi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dalam rentang waktu Januari 2012 - Oktober 2016. Nilai RHT optimal didapatkan menggunakan receiver operating curve (ROC). Subjek penelitian dibagi menjadi 2 kelompok, di bawah dan di atas titik potong. Kurva Kaplan-Meier digunakan untuk menilai kesintasan tiga tahun dan dilakukan uji regresi Cox sebagai uji multivariat terhadap variabel perancu (usia > 60 tahun, stadium, jenis kelamin, dan indeks massa tubuh) untuk mendapatkan nilai adjusted hazard ratio (HR). Hasil. Nilai titik potong RHT optimal adalah 0,362 (AUC 0,6228, interval kepercayaan (IK) 95% : 0,56-0,69, sensitivitas 61,27%, spesifisitas 60,34%). 48,44% pasien memiliki nilai RHT <0,362 dan memiliki mortalitas tiga tahun lebih besar dibandingkan kelompok lainnya (50%vs31,54%). RHT < 0,362 secara signifikan memrediksi kesintasan tiga tahun (p = 0,003; HR 1,75; IK 95% 1,2-2,55). Pada analisis multivariat, RHT < 0,362 sebelum terapi merupakan faktor independen dalam memrediksi kesintasan tiga tahun pada pasien KNF stadium lokal lanjut (adjusted HR 1,82; IK 95% 1,25-2,65). Simpulan. RHT < 0,362 sebelum terapi dapat memrediksi kesintasan tiga tahun pasien KNF stadium lokal lanjut. ......Background. The 3-year survival of locally advanced nasopharyngeal cancer (NPC) patients in Indonesia is lower than in foreign countries. Alternative predictors from the hemoglobin-platelet ratio (HPR) as single variable are easier, cheaper, and stable in value than the ratio of leukocyte cell components, but there are no study conducted to know its potential in predicting three-year survival in locally advanced nasopharyngeal cancer. Objective. To determine the role of pre-treatment hemoglobin to platelet ratio in predicting three-year survival of locally advanced nasopharyngeal cancer patients. Method. Retrospective cohort study that examined 289 locally advanced NPC patients who underwent therapy at the National Government General Hospital-Cipto Mangunkusumo from January 2012 to October 2016. HPR cut-off was determined using ROC, and then subjects were divided into two groups according to its HPR value. The Kaplan-Meier curve was used to determine the three-year survival of the patients and cox regression test used as multivariate analysis with confounding variables in order to get adjusted hazard ratio (HR). Results. The optimal cut-off for HPR was 0,362 (AUC 0,6228, 95% CI: 0,56-0,69, sensitivity 61,27%, specificity 60,34%). Patients with HPR < 0,362 occurred in 48, 44% and had higher three-year mortality (50% vs. 31, 54%). HPR <0.362 significantly predicted the three years of survival (p = 0,003; HR 1, 75; CI 95% 1, 2-2, 55). In multivariate analysis, it was concluded that pre-treatment HPR < 0,362 was an independent factor in predicting three-year survival in locally advanced NPC patients (adjusted HR 1, 82; CI 95% 1, 25-2, 65). Conclusion. Pre-treatment HPR < 0, 362 could predict the three-year survival of locally advanced nasopharyngeal cancer patients.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yuliana Suryati
Abstrak :

Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindrom metabolisme yang ditandai oleh peningkatan glukosa darah (hiperglikemia). Keadaan ini disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin atau penurunan sensitivitas sel target terhadap insulin. Mekanisme pengaturan kadar glukosa darah oleh insulin dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah Glucagon like peptide 1 (GLP-1) yang beraksi di pankreas sehingga meningkatkan sekresi insulin. Saat ini, ada beberapa penelitian yang menggunakan GLP-1 sebagai target terapi dalam pengobatan diabetes. Beberapa hasil penelitian menunjukkan tanaman herbal seperti H. sabdariffa dapat menurunkan kadar glukosa darah, tetapi mekanismenya melalui GLP-1 belum diketahui. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran H. sabdariffa terhadap sekresi GLP-1 si sel L ileum dan aksi GLP-1 di pankreas serta dampaknya pada kadar insulin dan glukosa darah tikus diabetes melitus. Penelitian ini menggunakan tikus Sprague-Dowley jantan, usia 8-10 minggu, berat 200-250g yang dibagi dalam 6 kelompok: (1) kelompok kontrol normal (C), (2) kelompok kontrol yang diberi H, sabdariffa 200 mg/kgBB/hari (C-Hib2), (3) kelompok kontrol yang diberi H. sabdariffa 500 mg/kgBB/hari (C-Hib5), (4) kelompok kontrol DM (C-DM), (5) kelompok DM yang diberi H. sabdariffa 200 mg/kgBB/hari (DM-Hib2), (6) kelompok DM yang diberi H. sabdariffa 500 mg/kgBB/hari (DM-Hib5). Hasil perediksi molecular docking menunjukkan terjadi imteraksi antara senyawa aktif H. sabdariffa dengan transporter SGLT1 dan senyawa aktif H. sabdariffa dengan reseptor GLP-1R, yang berperan sebagai activator. Pemberian H. sabdarifa pada tikus diabetes memiliki potensi untuk meningkatkan kadar GLP-1 yang memberi makna secara klinis dengan meningkatkan kadar insulin dan menurunkan kadar glukosa darah.


Diabetes Mellitus (DM) is a metabolic syndrome characterized by hyperglycemia. It is due to impairment of insulin secretion or decreased insulin sentivitity of insulin cell target. Insulin in regulating blood glucose level is influenced by various factors, such as Glucagon like peptide 1 (GLP-1), which have action in pancreas that can increase insulin secretion. Currently, there are several studies that use GLP-1 as the target of therapy in the treatment of diabetes. Several studies have shown that herbal plants such as Hibiscus sabdariffa Linn.. (H. sabdariffa) can lower blood glucose levels, but the mechanisms of GLP-1 have not yet been determined. This study aims to determine the potential of H. sabdariffa against secretion of GLP-1 in cell L ileum and action of GLP-1 in pancreas tissue and affect to insulin and blood glucose level in DM rats. This study was an experimental study in vivo using the male Sprague-Dowley rats, age 8-10 weeks, initial weight 200-250 g. Rats were randomly assigned to 6 groups: (1) normal control (C), (2) control group given H. sabdariffa 200mg/kgBW/day (C-Hib2), (3) control group given H. sabdariffa 500 mg/kgBW/day (DM-Hib2), (4) control DM (C-DM), (5) DM group given H. sabdariffa 200 mg, (6) DM group given H. sabdariffa 500mg/kgBW/day (DM-Hib5). Prediction of molecular docking showed that there is interaction of H. sabdariffa active compound against SGLT1 transporter and H. sabdariffa active compound against GLP-1R receptor and have function as activator. Administration of H. sabdarifa in diabetic rats can stimulate increased of GLP-1 level in pancreas, which gives clinical significance by increasing insulin levels and lowering blood glucose levels.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afifa Radhina
Abstrak :
Prevalensi obesitas meningkat dan menjadi masalah kesehatan global yang perlu mendapatkan perawatan yang tepat. Pengobatan obesitas menggunakan Hibiscus sabdariffa Linn. telah banyak digunakan. Namun, potensinya untuk proses pencoklatan jaringan adiposa sebagai penanganan obesitas masih belum diketahui. Proses pencoklatan yang diupregulasi gen UCP1 ditandai oleh jalur pensinyalan faktor transkripsi PRDM16. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menentukan potensi H. sabdariffa dalam PRDM 16 sebagai faktor transkripsi untuk gen UCP1. Penelitian eksperimental menggunakan 24 tikus Sprague Dawley jantan berusia 6-10 minggu dengan berat badan antara 110-160 g yang dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu kontrol (C), obes (O), obes dengan H. sabdariffa 200mg/KgBW (O -200) dan obes dengan H. sabdariffa 400mg/KgBW (O-400). Tikus obes diinduksi dengan pemberian pakan tinggi lemak (19%) selama 17 minggu dilanjutkan dengan pemberian ekstrak H. sabdariffa selama 5 minggu. Kadar PRDM16 diukur pada jaringan adiposa menggunakan teknik ELISA. Hasil penelitian menunjukkan penurunan indeks Lee pada kelompok obes yang diberikan H. sabdariffa O-200 dan O-400, mencapai level di bawah 310, meskipun hasil tes ANOVA oneway menunjukkan tidak ada perbedaan dalam kelompok dengan kelompok obes (p> 0,05). Penurunan indeks Lee diikuti oleh peningkatan PRDM 16 pada kelompok O-200 dan O-400 bila dibandingkan dengan kelompok obes (p <0,05). H. sabdariffa berpotensi menurunkan berat badan pada tikus obes. Mekanisme pengurangan ini adalah melalui peningkatan kadar PRDM16. Pemberian dosis H. sabdariffa 400mg/kg/hari meningkatkan kadar PRDM16 lebih baik daripada kadar 200mg/kgBB. ......The obesity prevalency is increasing and becoming a global health problem which needs to get the right treatment. Obesity treatment using Hibiscus sabdariffa Linn. has been widely used. However, its potential for browning process for treatment of obesity is still unknown. Browning process by UCP1 gene upregulation characterized by PRDM16 transcription factor signaling pathway. Therefore, this study aims to determine the potential of H. sabdariffa in PRDM 16 as transcription factor for UCP1 gene. The experimental study used 24 male Sprague Dawley rats aged 6-10 weeks with body weight between 110-160 g which were divided into 4 groups, namely control (C), obese (O), obese with H. sabdariffa 200mg/KgBW (O-200) and obese with H. sabdariffa 400mg/KgBW (O-400). Obese rats induced by giving high-fat diet (19%) for 17 weeks continued with administration of H. sabdariffa for 5 weeks. PRDM16 levels were measured from adipose tissue using ELISA technique. The results showed a decrease in Lee index in the obese group given H. sabdariffa O-200 and O-400, reaching levels below 310, although oneway ANOVA results test showed no difference in group with the obese group (p> 0.05). The decrease in Lee index was followed by an increase in PRDM 16 in the O-200 and O-400 groups when compared to obese group (p <0.05). H. sabdariffa has potential to lose weight in obese rat. The mechanism of this reduction is through increasing PRDM16 level. The administration of H. sabdariffa dose of 400mg/kg/day increases PRDM16 levels better than the levels of 200mg/kgBW.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Made Ridla Nilasanti Parwata
Abstrak :
Overtraining syndrome adalah menurunnya kapasitas fisik, emosi dan imunitas akibat pelatihan yang terlalu sering tanpa periode istrahat yang cukup. Overtraining berdampak pada penurunan kadar BDNF dan memori pada atlet. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh latihan fisik aerobik overtraining terhadap kadar brain derived neurotrophic factor (BDNF) dan memori pada tikus. Metode penelitian eksperimental dengan subjek penelitian tikus (Rattus norvegicus) galur Wistar jantan dewasa, 8-10 minggu, berat badan 200-250 gr. Terbagi atas kelompok kontrol, aerobik dan overtraining. Hasil pengukuran ditemukan kadar BDNF pada kelompok overtraining lebih rendah daripada kelompok aerobik dan kontrol. Terdapat perbedaan kadar BDNF pada kelompok Aerobik dan overtraining (p = 0,002). Hasil uji memori dengan water-E maze menunjukkan peningkatan durasi waktu dan jumlah kesalahan yang dilakukan oleh kelompok overtraining (p = 0.03). Dari penelitian ini disimpulkan latihan fisik aerobik overtraining dapat menurunkan kadar BDNF dan memori pada tikus. ...... Overtraining syndrome is the reduced capacity of the aspects of the physical work, emotions and immunity as a result of the type, intensity, duration and frequency of training too often without sufficient resting period. Overtraining impact on BDNF levels and memory decline in athletes. This study aimed to examine the effect of aerobic physical exercise overtraining on BDNF levels and memory in the rat brain. Experimental research methods to study. Subjects were rats (Rattus norvegicus) adult male Wistar strain, aged 8-10 weeks, initial body weight between 200-250g. Divided into 3 groups: control, aerobic and overtraining. The test results mean BDNF levels are the lowest seen in the group of overtraining. The results of statistical tests are the most significant differences in the mean levels of BDNF Aerobic and overtraining group with p = 0.002. The results of the memory test with a water-maze E showed increased duration and the number of errors made by the overtraining group (p = 0:03). This study suggests that overtraining can affect the decrease in BDNF levels and memory in mice.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pittara Pansawira
Abstrak :
ABSTRAK
Hiperglikemia sering terjadi pada pasien sakit kritis dan dapat menimbulkan volume residu lambung tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status hiperglikemia dengan status volume residu lambung tinggi pada pasien dewasa sakit kritis dalam 24 jam I dan II di ICU. Rancangan studi potong lintang, consecutive sampling, pada 96 subjek. Hasil penelitian, terdapat 45,8% subjek mengalami hiperglikemia pada 24 jam I dan 35,4% pada 24 jam II. Terdapat 28,1% subjek mengalami volume residu lambung tinggi pada 24 jam I dan 25% pada 24 jam II. Kesimpulannya, pada penelitian ini tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara status hiperglikemia dengan status volume residu lambung tinggi.
ABSTRAK
Hyperglycemia commonly occurs in critically ill patients and can cause high gastric residual volume. The aim of this study is to determine the relationship between hyperglycemia status and high gastric residual volume status in adult critically ill patients within the first and second 24 hours of admission in ICU. The design was cross sectional with consecutive sampling in 96 subjects. There were 45.8% subjects who had hyperglycemia in the first 24 hours and 35.4% in the second. There were 28.1% subjects who had high gastric residual volume in the first 24 hours and 25% in the second. In conclusion, there was no significant relationship between hyperglycemia status and high gastric residual volume status in this study.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>