Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Endah Wulandari
Abstrak :
Ruang Lingkup dan Cara : Gel cincau hijau memiliki sifat seperti agar sehingga menimbulkan pemikiran apakah dapat dipakai sebagai medium elektroforesis. Kenyataan ba,h a gel dapat terbentuk tanpa melalui proses pemanasan dianggap sebagai suatu keunggulan. Namun terdapat masalah apakah warna hijau disebabkan klorofil dapat dibuang, dan karakteristik gel belum diketahui dengan baik. Gel cincau dibuat dari daun Stephania hernandifolia, dan beberapa karakteristiknya dipelajari seperti : kondisi pembuatan, daya tahan /perubahan dalam penyimpanan pada berbagai suhu, dan upaya untuk menghilangkan klorofil. Kekuatan gel dinilai dari kemampuannya menahan beban (buatan sendiri) dan dengan curdmeter. Analisis kualitatif terhadap bubuk gel dilakukan untuk menentukan karbohidrat pembentuk gel serta monomernya (uji Molisch, jodium, Benedict, Barfoed, Bial, Tauber, osazon). Dilakukan pula upaya untuk menilai adanya enzim pektin esterase (produk : asam asetat), yang dilaporkan memegang pcranan dalam pembentukan gel. Hasil dan kesimpulan : Gel dengan konsistensi yang baik diperoleh dari 5 g daun segar dan 50 ml air. Pada suhu kamar (30°C) gel dapat bertahan sampai 3 hari; selanjutnya terjadi pengeluaran cairan (sineresis) yang berlangsung lebih cepat pada suhu lebih tinggi. Gel mampu menahan beban 20 g, dan dengan alas curdmeter 95,93 g (nilai untuk agar swallow 1% : 45 g dan 154,72 g). Etanol absolut dapat dipakai untuk mengekstraksi kiorofil dari gel, yang setelah dikeringkan, meninggaikan bubuk berwarna keabu-abuan yang tidak lagi mampu membentuk gel (ireversibel). Gel yang dikeringkan sampai berat konstan (3 hari , 70°C) menunjukkan kandungan bahan padat 0,147% (0,35731242,0815 g). Analisis kualitatif menyatakan karbohidrat pembentukan gel mengandung heksosa, pentosa dan asam uronat. Aktivitas enzim pektin esterase tidak berhasil diidentifikasi. Gel cincau belum berhasil digunakan sebagai medium elektroforesis antara lain disebabkan warna hijau belum dapat dihilangkan tanpa merusak sifat dan kemampuan membentuk gel, dan gel mengecil akibat panas yang terbentuk pada saat elektroforesis.
Cincau Gel (Stephania hernandifalia) : Some Characteristics and The Possibility for use as Medium for ElectrophoresisScope and methods: It was thought that green cincau gel, on account of its agar-like property, could be used as a medium for electrophoresis. The fact that cincau gel could form without involving heat treatment., in contrast with agar, is considered an advantage. However, the properties of green cincau have not been well characterized, and the green color due to the presence of chlorophyll has to be removed. The gel, prepared from the leaves of Stephania hernandifolia, was studied for : preparative c9ndition, stability/changes during storage at different temperatures, and method for removing chlorophyll. Gel strength was evaluated from its ability to hold weight and by the use of curdmctcr. The gel powder, after removal of chlorophyll and drying to constant weight, was analysed for its carbohydrate constituents (test : Molisch, iodine, Benedict, Barfoed, Bial, Tauber, ozason). The presence of pectin esterase, which has been reported to be involved in the gelling process, was also examined (product : acetic acid). Findings and Conclusion: Green gel of good consistency was made from 5 g of leaves and 50 ml water. The gel was stable under storage for 3 days at room temperature (34°C). Water loss (syneresis) was observed during longer storage, and was more pronounced with increasing temperatures. The gel could withstand 20 g weight, or 95,93 by using a curdmotor (respective findings for 1% agar, 45 g and 154,72 g) Absolute ethanol was use to remove chlorophyll from the gel, however, the powder let after drying the gel was grayish in color and could no longer be reconstituted (irreversible). The decolorized gel, dried to constant weight (3 days, 70°C) conteined 0.147% solid (0.3573/242.0815). Qualitative analyses indicate the presence of hexose, pentose and uronic acid. Pectin esterase activity could not be detected. The gel could not yet be used as support material for electrophoresis due others, failure to remove chlorophyll without loss of the gel-forming ability, and shrinkage caused by the heat produced during an electhroporetic run.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13673
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frans Ferdinal
Abstrak :
ABSTRAK Ruang Lingkup dan Cara Penelitian : Pesatnya kemajuan bioteknologi menyebabkan peningkatan kebutuhan akan enzim sebagai agen biologi. Khususnya enzim proteinase kebutuhannya akan semakin meningkat karena fungsinya yang sangat luas. Akan tetapi pemakaian enzim secara konvensional dalam industri, selain tidak efisien dan efektif, juga berarti tidak menggunakan kemampuannya dengan optimum. Salah satu cara untuk memecahkan masalah stabilitas dan kebutuhan enzim tersebut ialah dengan menggunakannya dalam bentuk amobil. Dengan teknik ini, enzim dapat digunakan berulang kali atau terus menerus, sehingga peranannya dalam bidang biomedik; analisis; industri dan riset akan lebih luas. Pada penelitian ini telah dilakukan proses amobilisasi kovalen, menurut metoda modifikasi Porath dick, dengan bahan utama bromelain batang, bahan matriks CNBr-Sepharose 4B, kasein dan BApNA. Prosedur amobilisasi dilakukan dengan reaksi rangkai selama 16 jam pada suhu 4°C antara 10 mg protein enzim dengan 1 g bahan matriks, dalam larutan NaHC03 0,1 M pH 8,0, yang mengandung merkaptoetanol, EDTA dan NaCl. Pengamatan dilakukan terhadap : jumlah, kadar protein, aktivitas dan stabilitas enzim amobil. Hasil dan Kesimpulan : Enzim amobil diperoleh dalam bentuk bubuk kering sebanyak 426,5 mg (rendemen 42,2% ), yang mengandung 5,1 mg protein enzim. Aktivitas relatif terhadap kasein dan BApNA, didapatkan masing-masing sebesar 34,7% dan 62,4%. Pada uji stabilitas terhadap pemakaian berulang ( N=10 ), diperoleh aktivitas-sisa 79,3% dan kadar proteinnya menurun sekitar 10%. Terhadap pengaruh pemanasan dan penyimpanan, enzim amobil memperlihatkan stabilitas yang lebih tinggi dibanding enzim bebas. Pra-inkubasi pada suhu 60°C selama 1 jam menyebabkan aktivitas-sisa 88,5%, sedangkan enzim bebas aktivitasnya tinggal 63,8%. Penyimpanan dalam bentuk suspensi selama 6 minggu pada suhu 4°C menyebabkan aktivitas-sisa 80,8%, sedang pada suhu kamar aktivitasnya menjadi 46,1%. Sementara kondisi yang sama menyebabkan aktivitas-sisa larutan enzim bebas, masing-masing menjadi 44,8% dan 9,1%.
ABSTRACT The Effect Of The Stem Bromelain Immobilization By Covalent Attachment Onto CNBr-Sepharose 4B Towards Enzymatic Activities And StabilitiesScope and Method of Study: The rapid progress in biotechnology brings about the increase in needs for enzymes as a biological agent. The need for proteinase in particular, will increase much more because of its broad range in functions. However, the conventional use of enzyme in the industry, besides inefficient and ineffective, but also is not utilizing its potential as biocatalyst optimally. One way to solve the problem of the stability and the need for enzyme is by using them in immobilized form, through an immobilization process. With this technique, the enzymes can be use repeatedly or continuously, and hence its role in the field of biomedical, analysis, industry and research can be more extended. In this study a covalent-immobilization process has been carried out, according to the modification method of Porath et al, by using stem bromelain, CNBr- Sepharose 413, casein and BApNA as main materials. The immobilization procedure was carried out through a coupling reaction for 16 hours at 4°C, between 10 mg enzyme and I g matrix in a solvent of 0.1 M NaHC03 , pH 8.0 that contains mercaptoethanol, EDTA and NaCl. The immobilization process was evaluated with respect to: the yield, protein concentration, activity and stability of the immobilized enzymes. Finding and Conclusions: The immobilized enzymes were obtained in a dry powder form of 426.5 mg (yield of 42.2%) that contains 5.1 mg of protein. The relative activity towards casein and BApNA were obtained at 34.7% and at 62.4%, respectively. At reuse stability test (N=10), the activity is seen retained at 79.3 % and its protein content diminished about 10%. Under the influence of heat and storage, the immobilized enzymes, showed a higher stability compared to free enzymes: A pre-incubation at 60°C for 1 hour caused a residual activity of 88.5%, whereas for the free enzymes activity remains at 63.8%. The storage in a suspension form during 6 weeks at 4°C caused a residual activity of 80.8%, whereas at a room temperature the activity became 46.1 %. The corresponding activities of the free enzymes were 44.8% and 9.1%, respectively.
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jemima Nurani Jacobs
Abstrak :
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Peneliti di Indonesia sering mengalami kesulitan memperoleh bahan baku seperti petanda protein untuk menentukan 'berat molekul'. Salah satu petanda protein adalah inhibitor tripsin kacang kedelai (ITK). Penelitian ini bertujuan mengisolasi dan memurnikan ITK dari biji kacang kedelai (Glycine max), Isolasi dilakukan dengan cara ekstraksi asam, diikuti 'salting out, dialisis dan pengendapan aseton. Pemurnian dilakukan dengan kromatografi kolom pertukaran ion. Aktivitas ITK fraksi 'kasar' dan 'murni' diperiksa dengan mengamati pengaruh hambatan terhadap aktivitas enzimatik tripsin, dengan substrat azokasein (proteolitik) dan BAPA/BAPNA (amidase). Azokasein yang dipakai sebagai substrat reaksi tripsin disintesis sendiri. Penilaian kemurnian ITK ?kasar? dan 'murni', juga tripsin dilakukan dengan elektroforesis gel 'slab' SDS-poliakrilamid. Sebagai pembanding pada penelitian ini digunakan inhibitor tripsin produk Sigma. Hasil dan Kesimpulan : Dari 100 g biji kacang kedelai kering panen, diperoleh 1,16 g isolat (ITK 'kasar') setara dengan 418,46 mg protein. Pemurnian lewat kolom pertukaran ion menghasilkan 2 fraksi dengan 'recovery' protein total minimal 63,7 %. Azokasein yang disintesis hasilnya berbeda bila jenis alkohol yang digunakan juga berbeda. Pada penelitian ini baik ITK 'kasar` maupun 'murni' memperlihatkan hambatan terhadap reaksi enzimatik tripsin. Hambatan 50 % terjadi pads rasio inhibitor/enzim yang bervariasi; ITK `murni' 1 memperlihatkan angka yang paling tinggi. Elektroforetogram menunjukkan bercak ITK 'murni' II identik dengan SBTI (Sigma).
Scope and Method of Study: The chemicals required for laboratory investigations are quite often difficult to obtain, e. g. the standard protein markers for molecular weight determination. Among the markers used for that purpose is the soybean trypsin inhibitor. This work was carried out to isolate and purify trypsin inhibitor from soybean (Glycine max) seeds (SBTI). The procedure included an acid extraction, followed by salting-out, dialysis and an acetone precipitation. Purification was carried out by ion-exchange column chromatography. The protein content of the isolate and of the purified substance was determined by spectrophotometer. The activities of the crude and of the purified soybean trypsin inhibitor were tested against trypsin activity. The trypsin used was obtained commercially. Trypsin's proteolytic activity was performed on azo-casein while its amidase activity was tested on BAPA/BAPNA. The azo-casein was synthesized in the laboratory. The purity of the crude and of the purified soybean trypsin inhibitors, and of the trypsin itself was examined on a slab SDS-polyacrylamide gel electrophoresis (SDS-PAGE). Findings and Conclusions: From 100 g of dried soy-bean seeds, 1.16 of product was isolated (= 418.46 mg protein). Further purification on an ion-exchange column yielded two fractions, with a minimum of 63.7% protein recovered. The azo-casein synthesis revealed two different products depending on the grade of alcohol used in the process. The crude and the purified soybean trypsin inhibitors showed inhibitory effects towards trypsin. The fifty percent inhibition occurred at varied inhibitor/enzyme ratios, the highest was shown by the purified SBTI I. The electrophoretogram showed that the purified SBTI II was identical to the SBTI (Sigma).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulkarnain Edward
Abstrak :
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Enzim fosfatase alkali antara lain digunakan dalam teknik ?enzyme immunoassay?, untuk mengukur kadar sesuatu zat dalam cairan tubuh dalam jumlah yang sangat kecil. Dalam penelitian ini diusahakan isolasi dan pemurnian enzim fosfatase alkali dari E. coli. Identifikasi kuman dilakukan dengan agar Endo, agar darah, tes pewarnaan Gram, sifat-sifat biokimia, dan tes serologik. Untuk pemurnian enzim digunakan sonikator, kromatografi pertukaran ion dengan DEAE Biogel, dan kromatografi gel dengan Sephadex G-100. Kemurnian enzim diperiksa dengan elektroforesis pada membran selulosa asetat. Aktivitas enzim secara kuantitatif ditentukan dengan spektrofotometer, dan secara kuaLitatif dapat dilihat dengan agar substrat. Kadar protein diukur dengan metoda Lowry. Terhadap fraksi gel diteliti pengaruh suhu, pH, ion logam, dan jenis bufer atas aktivitas enzim. Demikian pula ditentukan nilai Km dan Vmax, serta reaksi hidrolisis tanpa dan dengan transfosforilasi. Hasil dan Kesimpulan: Kuman diidentifikasi sebagai E. coli non-patogen. Enzim diperoleh setelah fraksi gel dengan ,pemurnian 242 kali dan hasil 59%. Pada eLektroforesis ditemukan kadar protein enzim 52,8%. Enzim memiliki pH optimum 8,0, dan tidak stabil bila diinkubasi selama 1 jam diluar pH optimum. Aktivitas enzimeningkat secara Linier sampai suhu 45° C, dengan koefisien suhu 1,49. Enzim stabil pada inkubasi selama 20 menit pada suhu 25 - 45° C. Aktivitas enzim tidak dipengaruhi penambahan ion Mg dan Zn (0,01 M). Aktivitas meningkat dengan meningkatnya molaritas bufer, Vmax terbesar didapatkan dalam buffer Tris dan Km terkeciL pada bufer AMP. Reaksi hidrolisis dan transfosforilasi berlangsung pada bufer Tris dan AMP, sedangkan pada bufer glisin hanya terjadi reaksi hidrolisis.
Scope and Method of Study: The enzyme alkaline phosphatase is used among others in enzyme immunoassay, to enable the quantitation of a small amount of substances in body fluids. In this study, an attempt was carried out for the isolation and purification of the enzyme from E. coli. The bacteria was identified through culture on Endo and blood agar, Gram staining, biochemical tests, and serology. The bacteria were disrupted by ultrasonication, and the enzyme purified by ion exchange chromatography on DEAE Biogel followed by gel chromatography on Sephadex G-100. Enzyme purity was examined by electrophoresis on cellulose acetate. Enzyme activity was determined by spectrophotometry, and protein concentration was measured by the method of Lowry. The gel fraction was tested for the effect of pH, temperature, metal ion, and type of buffer. The Km and Vmax was measured, for hydrolysis with and without transphosphorylation. Findings and Conclusions: The bacteria was identified as non-pathogenic E. coli. After gel chromatography the enzyme was purified 242 fold, at 59%, yield. Electrophoresis revealed that the enzyme content was 52.8 %. The enzyme has a pH optimum of 8.0, and it was unstable on standing for 1 hour outside the pH optimum. Enzyme activity increased Linearly with temperature (to 45° C), with a temperature coefficient of 1.49. The enzyme is stable for 20 minutes at 5° - 45++ C, and the activity not influenced by Mg++ and Zn++ ions (0.01 M). The activity increased with increased molarity of the buffer, the highest Vmax was observed with Tris buffer, and the Lowest Km with AMP buffer. Hydrolysis and transphosphorylation occurred in Tris and AMP buffer, while in glycine buffer only hydrolysis was observed.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1986
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ekky M. Rahardja
Abstrak :
ABSTRAK Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Data statistik menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, jumlah manula di Indonesia meningkat dari 6,9 juta pada tahun 1980 menjadi 11.5 juta pada tahun 1990. Pada manula, berkurangnya gigi-geligi dan atrofi tunas pengecap dapat menyebabkan berkurangnya masukan energi dan zat gizi lainnya, termasuk seng. Defisiensi seng dapat menyebabkan gangguan ketajaman pengecap. Telah diketahui bahwa seng terdapat dalam berbagai bahan makanan. Seng dari bahan makanan asal nabati sukar diserap karena adanya asam fitat dan serat yang membentuk senyawa tidak larut dengan seng. Sebaliknya, bahan makanan asal hewani sebagai sumber seng, relatif lebih mahal. Oleh karena itu, suplementasi seng dipertimbangkan sebagai cara lain untuk meningkatkan masukan seng. Tujuan penelitian ini ialah menilai pengaruh suplementasi seng terhadap perbaikan gangguan ketajaman pengecap manula yang mengalami defisiensi seng. Seng dalam bentuk kapsul seng sulfat a 220 mg diberikan per oral setiap hari selama 4 minggu. Penelitian dilakukan secara acak sederhana tersamar ganda terhadap 60 manula. Manula dibagi dalam 2 kelompok, masing-masing 30 orang. Kelompok kontrol diberi kapsul plasebo dan kelompok perlakuan diberi kapsul seng sulfat buatan PT Kimia Farma. Data 10 manula kelompok perlakuan dikeluarkan karena diketahui meminum kapsul tidak sesuai ketentuan. Hasil dan Kesimpulan: Nilai rata-rata (X) kadar seng plasma kelompok kontrol dan perlakuan sebelum dilakukan suplementasi adalah berturut-turut 75,0 ± 9,33 μg/dL dan 78,3 ± 8,23 , μg/dL. Hasil uji Anova dan Perbandingan Multipel menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol, kadar seng plasma sebelum dan sesudah diberi plasebo tidak berbeda bermakna walaupun intervensi dilakukan 7 - 8 bulan kemudian. Sesudah suplementasi ternyata kadar seng plasma kelompok perlakuan (113,5 ± 20,19 μg/dL) meningkat secara bermakna dibandingkan kelompok kontrol (83,23 ± 10,37 μg/dL). Hasil tes kecap Smith menunjukkan bahwa 5 (16,7%) manula kelompok kontrol dan 9 (45%) manula kelompok perlakuan mengalami perbaikan ketajaman pengecap. Uji Chi-square menunjukkan bahwa perbaikan tersebut berbeda bermakna (p < 0,05). Kesimpulannya ialah suplementasi seng mampu memperbaiki ketajaman pengecap manula.
ABSTRACT Scope and Method of Study: The statistical data showed that within the last 10 years, the number of the elderly in Indonesia increased from 6.9 millions in 1980 to 11.5 millions in. 1990. In the elderly, the missing of the teeth and the atrophy of the taste buds may cause inadequate intake of the energy and other nutrients, including zinc. Zinc deficiency has been associated with depressed taste acuity. Zinc is found in many foodstuffs. The absorption of zinc from plant products is difficult due to the presence of phytic acids and fibers which form an insoluble complex with zinc. In contrast, animal proteins as the source of zinc are relatively more expensive. Thus, the supplementation of zinc is considered as an alter-native way to increase the zinc intake. The aim of this study is to assess the effect of zinc supplementation on the improvement of the taste acuity of the elderly. The zinc supplement was given orally once a day for 4 weeks in the form of capsule containing 220 mg zinc sulfate. A double-blind study was designed on 60 zinc deficient subjects who showed depressed taste acuity. The subjects were divided into 2 groups, each consisted of 30. The placebo and zinc sulfate capsules prepared by PT Kimia Farma were given to the control and treatment groups, respectively. Due to the history of not taking the capsule regularly as it was required, data of 10 subjects of the treatment group were excluded from statistical analysis. Findings and Conclusions: The mean plasma zinc concentration of the control and treatment groups before the supplementation period were 75.0 ± 9.33 μg/dL and 78.3 ± 8.23μg/dL, respectively. Statistical analysis using Anova and Multiple comparison showed no significant change in the plasma zinc level of the control group be-fore and after supplementation of placebo, although the intervention was conducted 7 - 8 months thereafter. After 4 weeks, the plasma zinc level of the treatment group (113.5 ± 20.19 μg/dL) were significantly higher than those of the control group (83.23 1-10.37 μg/dL). The Smiths's test showed the improvement of the taste acuity on 5 (16.7%) subjects of the control group and 9 (45%) of the treatment group. Chi-Square's test showed that the improvement was significant (p < 0.05). It can be concluded that the effect of zinc supplementation on the improvement of the taste acuity of the aged was significant.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosmalena
Abstrak :
Ruang lingkup dan cara penelitian: Vitamin C merupakan antioksidan yang banyak terdapat dalam sayuran dan buah-buahan. Jus dari buah mengkudu dilaporkan dapat memberikan perlindungan terhadap hati tikes yang diberi CCL, sifat hepatoprotektif ini diduga karena mengkudu banyak mengandung berbagai antioksidan dengan kandungan vitamin C yang tertinggi. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui efek perlindungan vitamin C terhadap kerusakan jaringan hati akibat stress oksidatif yang ditimbulkan oleh induksi CCl4. Penelitian ini menggunakan 30 ekor tikus putih galur Wistar jantan dengan berat sekitar 200 gram per ekor. Tikus dibagi secara random menjadi 5 kelompok dan masing-masing kelompok terdiri dari 6 ekor tikus. Kelompok I (KK) adalah kelompok kontrol yang mendapat makan dan minuet ad libitum. Kelompok II (KP1) adalah kelompok yang diracuni dengan 0,55 mgCCl4/g berat badan diberikan per oral sebagai dosis tunggal pada hari ke 11. Kelompok III (KP2), IV (KP3), dan IV (KP4), adalah kelompok yang diberi vitamin C dosis rendah (0,03 mg/g berat badan ), dosis sedang (0,06 mg/g berat badan), dan dosis tinggi (0,2 mg/berat badan) yang diberikan per oral selama 11 hari. Pada hari kesebelas 2 jam setelah pemberian vitamin C tikus kelompok III, IV dan V diinduksi CCl4 0,55 mg/g berat badan per oral. Pada hari keduabelas tikus dikorbankan, kemudian dibedah diambil darah dan hatinya untuk pemeriksaan glutation eritrosit dan glutation jaringan hati Berta pemeriksaan histopatologik jaringan hati. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan uji ANOVA searah. Hasil dan Kesimpulan: Kadar glutation eritrosit kelompok I (2,389 ± 0,716mg/g Hb); kelompok H (1,832 ± 0,320 mg/g Hb); kelompok III (3,131 ± 0,682 mg/g Hb); kelompok IV (2,425 ± 0,488mg/g.Hb); dan kelompok V (3,497 ± 0,488 mg/g Hb). Kadar glutation eritrosit pada kelompok III, IV dan V yaitu kelompok yang dilindungi vitamin C sebelum diinduksi CCLI lebih tinggi dibanding dengan kelompok I maupun H dan secara statistik berbeda bermakna (p0.05). Hasil pemeriksaan jaringan hati secara histopatologik didapatkan derajat kerusakan jaringan hati pada kelompok I (1,000 ± 0,000); kelompok II (3,000 ± 0,632); kelompok III (2,833 ± 0,408); kelompok IV (3,167 ± 0,408); dan kelompok V (2,833 ± 0,408). Meskipun derajat kerusakan jaringan hati pada kelompok III dan V lebih rendah dibanding dengan kelompok II, yaitu kelompok yang diberi vitamin C sebelum induksi CCI4, namun perbedaan ini tidak berbeda bermakna secara statistik (p>0.01).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T17675
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noviana Ingrid R.S.
Abstrak :
Ruang lingkup dan Cara penelitian: Pengembangan metoda kontrasepsi pria Cara medikamentosa yang aman, efektif clan reversibel sekarang ini adalah penyuntikan intramuskular kombinasi hormon. Penyuntikan ini dapat menekan sekresi testosteron melalui penekanan gonadotropin hipofisis. Penyuntikan ini diharapkan tidak mempengaruhi fungsi hematopoietik, fungsi ginjal dan antigen spesifik prostat relawan yang turut berpartisipasi pada penelitian ini. Kombinasi hormon yang dipergunakan adalah kombinasi dosis rendah 100 mg TE + 100 mg DMPA dan kombinasi dosis tinggi 250 mg TE + 200 mg DMPA, disuntikkan setiap bulan dalam jangka waktu 12 bulan dan pemeriksaan fungsi hematopoietik, fungsi ginjal dan antigen spesifik prostat setiap 3 bulan. Penelitian ini dibagi dalam 3 We, yaitu fase kontrol atau pra-perlakuan (1 bulan), face penekanan (6 bulan) dan fase pemeliharaan (6 bulan). Pada fase kontrol atau pra-perlakuan dipilih 20 pria sehat dan subur yang memenuhi syarat pemeriksaan fisik dan laboratorium darah sebanyak 2 kali pemeriksaan normal, kemudian dibagi secara acak ke dalam 2 kelompok (masing masing kelompok 10 orang). Kelompok pertama mendapat penyuntikan kombinasi hormon dosis rendah dan kelompok kedua penyuntikan hormon kombinasi dosis tinggi. Parameter yang diteliti adalah: (a) fungsi hematopoietik, meliputi hematokrit, hemoglobin, leukosit, trombosit; (b) fungsi ginjal, meliputi ureum dan kreatinin darah; (c) antigen spesifik prostat. Hasil penelitian: Pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa hasil kedua kelompok berada diantara batas normal: Ht. 41.67 - 47.46 %; Hb. 14.5 - 15.58 gldl; leukosit 7.48 - 11.54 (103/ul); trombosit 234.78 - 300.11 (103/ul); ureum 21.6 -- 28 mg/dl; kreatinin 0.92 - 1.21 mg/dl dan PSA 0.32 - 0.71 mg/dl. Setara keseluruhan penyuntikan hormon kombinasi dosis rendah 100 mg TE + 100 mg DMPA dan kombinasi dosis tinggi 250 mg TE + 200 mg DMPA tidak mempengaruhi fungsi hematopoietik, fungsi ginjal dan antigen spesifik prostat. Kesimpulan: Penyuntikan hormon kombinasi dosis rendah 100 mg TE + 100 mg DMPA dan kombinasi dosis tinggi 250 mg TE + 200 mg DMPA setiap bulan selama 12 bulan penelitian dan setiap 3 bulan pemeriksaan laboratorium tidak menimbulkan atau mengakibatkan perubahan bermakna pada fungsi hematopoietik, fungsi ginjal dan antigen spesifik prostat, sehingga kemungkinan aman sebagai slat kontrasepsi hormonal pria. ...... The Influence of Monthly Injection both a Low Dose and a High Dose Combination of TE + DMPA on the Hematopoietic and Kidney Functions and PSAScopes and methods of study: The medicinal approach to male contraception which is safe, effective and reversible is currently being investigated using a combination of hormones. The hormones, given by intramuscular injection, will suppress testosterone secretion through the suppression of gonadotropin release by the hypophysis. This study is carried out to investigate if there is any adverse effect on hematopoiesis (hematocrit, hemoglobin, leucocyte and thrombocyte as parameters), kidney functions (serum urea and creatinine), and prostate apecific antigen (serum) PSA during the use of this contraceptive means. Two hormonal combinations being evaluated are 1) a low dosage of 100 mg TE + 100 mg DMPA, and 2) a high dosage of 250 mg TE + 200 mg DMPA. The study is divided into 3 consecutive phases: control phase (1 month), suppression (6 months) and maintenance (6 months). The selected volunteers are twenty healthy and fertile males who show normal laboratory findings during the control period, which is carried out twice at a biweekly interval. They are then divided randomly into two groups of ten subjects each. Throughout the suppression and maintenance phases each member of the group receives a monthly injection of the low and high dosage hormonal combination, respectively. Venous blood samples are obtained every three months, the hematological and kidney parameters are examined at the Clinical Laboratory Department of the Cipto Mangunkusumo Hospital, and PSA measured by immunoassay (Abbott, IMx) at the Immunoendocrinology Laboratory of the Indonesia School of Medicine. The laboratory findings are analyzed by two-way anova, using a spreadsheet program (Lotus 123 or Exe1). Fidings and Conclusion: The laboratory parameters of the two groups are within the normal ranges throught out the study period: Ht. 41.67 - 47.46 %, Hb. 14.5 - 15.58 gldl, leucocyte 7.48 - 11.54 x 103/ul, thrombocyte 234.78 - 300.11 x 103/ul, ureum 21.6 - 28 mg/dL, creatinine 0.92 - 121 mg/dL and PSA 0.32 - 0.71 mg/dL. It is there for concluded that the administration of the combination of TE and DMPA, at both low and high dosages, has no adverse effect on hematopoiesis, kidney function and the prostate, and could therefor be considered safe for use in male contraception.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000
T11455
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmawati Ridwan
Abstrak :
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian : Talasemia merupakan penyakit kelainan darah herediter yang disebabkan oleh terjadinya kerusakan pada sintesis salah satu rantai globin sehingga terjadi ketidak seimbangan pembentukan rantai globin α dan β yang menyebabkan berbagai kelainan pada membran. Pada talasemia-β, yang penderitanya terbanyak di Indonesia, terlihat fenomena pendeknya usia sel darah merah dibandingkan dengan normal (120 hari). Berdasarkan penelitian yang melaporkan terjadinya perubahan-perubahan pada lipid dan protein akibat ketidakseimbangan rantai globin pada Talasemia-β yang menyebabkan terganggunya keseimbangan homeostasis, maka ingin dilakukan penelitian terhadap aktivitas enzim Na+,K+-ATPase pada darah normal dan Talasemia-β, untuk melihat hubungan aktivitas enzim membran dengan pendeknya usia sel darah merah. Penelitian ini merupakan eksplorasi awal dari segi membran molekuler terhadap kemungkinan diperpanjangnya usia sel darah merah pada talasemia-β agar transfusi dapat lebih jarang diberikan. Aktivitas enzim ditentukan berdasarkan Pi inorganik yang dilepaskan dari reaksi enzim dan substrat, tanpa dan dengan penambahan ouabain, dan secara kwantitatif diperiksa dengan metode Fiske Subbarow pada panjang gelombang 660 nm. Pengukuran protein "ghost" dilakukan dengan metode Lowry. Dilakukan juga pengamatan terhadap sel "ghost" dengan teknik perbedaan fase sebagai langkah awal kearah mempelajari bentuk dan perubahan eritrosit yang diinduksi oleh berbagai keadaan. Sebelum metoda yang memberi hasil maksimal dipilih, dilakukan terlebih dahulu pengembangan metoda untuk memilih yang terbaik yang disesuaikan dengan kondisi yang ada. Hasil dan Kesimpulan : Dari penetapan aktivitas spesifik enzim Na+, K+ -ATPase, diperoleh hasil yang lebih rendah secara bermakna (p>0,05) pada penderita talasemia-β, yaitu 0,096 ± 0,06 p.mol/mg protein/jam dibandingkan dengan eritrosit normal yaitu 0,324 ± 0,20 p.mol/mg protein/jam. Bentuk "ghost" terlihat "resealed" tapi teknik mikroskopik yang dipakai kurang memberikan hasil yang baik pada pengembangan teknik pemeriksaan aktivitas, hasil yang terbaik diperoleh apabila enzim terlebih dahulu diinkubasi pada 37° C selama 20 menit dengan ouabain (inhibitor) pada tabung-tabung tertentu, sebelum direaksikan dengan substrat.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T58872
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irma Herawati Suparto
Abstrak :
ABSTRAK
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Penelitian biomedik yang menggunakan hewan percobaan makin meningkat dan di Indonesia mencit adalah hewan percobaan yang paling populer. Hewan percobaan yang akan dipakai dalam penelitian harus bebas dari penyakit; antara lain penyakit yang sering menjangkiti mencit adalah virus Sendai. Virus Sendai banyak menimbulkan masalah di Jepang, Rusia, Cina dan Amerika Serikat pada awal tahun 1950 sampai akhir 1970-an, selain menyebabkan angka kematian yang tinggi juga mempengaruhi hasil penelitian-penelitian di bidang imunologi dan karsinogenesis paru-paru.

Penelitian ini bertujuan mendapatkan data seroepidemiologi infeksi virus Sendai pada mencit laboratorium di 4 lokasi pemeliharaan hewan percobaan: di Jakarta, Bogor dan Bandung. Mencit dikelompokkan a) 3 minggu, b) 8 minggu, c) 12 minggu, setiap kelompok berjumlah 50 ekor terdiri dari 25 jantan dan 25 betina. Pemeriksaan yang dilakukan adalah uji hambatan hemaglutinasi untuk mengetahui adanya antibodi hembatan hemaglutinasi dalam serum. Sebelum diuji serologik, serum harus diolah terlebih dahulu untuk menghilangkan inhibitor tidak spesifik yang dapat mengganggu hasil uji tersebut. Pengolahan serum memakai cara modifikasi yaitu serum yang tidak diencerkan 1 bagian, filtrat kolera 1 bagian, dan kaolin 25% 3 bagian, dibandingkan dengan pengolahan serum 1 bagian dan filtrat kolera 4 bagian.

Hasil dan Kesimpulan: Uji hambatan hemaglutinasi terhadap serum yang diolah dengan cara modifikasi memberikan hasil yang baik dibandingkan dengan pengolahan serum dengan perbandingan I : 4. Hasil pemeriksaan terhadap ke 600 sampel dari 4 lokasi menunjukkan bahwa titer antibodi hambatan hemaglutinasi terhadap virus Sendai kurang dari 20, berarti tidak ada anti hemaglutinin. Maka infeksi virus Sendai tidak ditemukan dan pemakaian mencit laboratorium dari Jakarta, Bogor dan Bandung tidak perlu dikhawatirkan terinfeksi virus Sendai.
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Martiem Mawi
Abstrak :
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Ruang di sistem pernafasan yang tidak ikut dalam pertukaran gas disebut ruang rugi. Ruang rugi fisiologik terdiri dari ruang rugi anatomik dan ruang rugi alveolar. Pengukuran ruang rugi fisiologik mempunyai arti penting di klinik antara lain, rasioruang rugi fisiologik (V0) dan volume alun nafas (VT) merupakan indikator sensitif untuk gangguan perfusi paru, misalnya emboli paru. Penelitian ini bertujuan untuk menilai V pada orang normal dan penderita penyakit paru obstruksi menahun (PPOM), serta faktor yang mempengaruhinya. Penelitian dilakukan pada 30 pria sehat berumur 40 tahun ke atas dan 30 pria penderita PPOM dengan umur yang sama. Penderita PPOM terdiri dari kelompok bronkitis kronik dan asma kronik, serta kelompok bronkitis-emfisema dan emfisema. Dilakukan pengukuran volume alun nafas, tekanan CO2 darah arteri (P C02) dan tekanan CO2 rata-rata udara ekspirasi (PECO2). Pengukuran PEC02 dilakukan dengan cara baru, yaitu berdasarkan analisis kapnogram. Nilai VD diperoleh berdasarkan persamaan Bohr dari ketiga parameter di atas dikurangi dengan besarnya ruang rugi alat. Hasil dan Kesimpulan: Nilai VD kelompok PPOM adalah 361,6 ± 91,6 ml (X ± SD), dan pada kelompok kontrol 201,03 ± 26,83 ml. Pada kelompok bronkitis kronik dan asma kronik, VD 381 ± 21,24 ml, tidak berbeda dari kelompok bronkitis-emfisema dan emfisema yaitu 344,43 ± 26,43 ml. Tidak ada hubungan antara VD dengan lama sakit maupun dengan FEV1 pada kelompok PPOM. Demikian pula antara kelompok bronkitis kronik dan asma kronik dengan kelompok bronkitis-emfisema dan emfisema. Penyakit paru obstruksi menahun menyebabkan peningkatan ruang rugi fisiologik. Pengukuran PECO2 dengan analisis kapnogram lebih praktis, hanya menggunakan satu macam alat, waktu pemeriksaan lebih singkat, dan hasil yang diperoleh ekivalen dengan cara konvensional.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>