Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sinaga, Reindra Jasper H.
Abstrak :
Yurisprudensi tetap merupakan salah satu produk hukum dari Mahkamah Agung yang memiliki peranan penting dalam perkembangan ilmu hukum. Salah satu fungsi dari yurisprudensi tetap ialah sebagai rujukan hakim dalam mengadili perkara. Kendati demikian, yurisprudensi tetap sering diabaikan oleh hakim dalam mengadili suatu perkara. Hal ini terjadi dikarenakan, adanya pandangan bahwa yurisprudensi tetap, bukan merupakan suatu sumber hukum di civil law serta dianggap mencederai nilai-nilai kemerdekaan hakim. Meskipun demikian harus dipahami bahwa yurisprudensi tetap adalah norma undang-undang yang dikonkritkan, sehingga sebenarnya yurisprudensi tetap adalah salah satu sumber hukum tata negara di Indonesia. Oleh karenanya, yurisprudensi tetap tidak mencederai kemerdekaan hakim. ...... Precedent is one of the law products from Supreme Court that has important role in the development of the jurisprudence. One of the functions of the precedent is being a reference of the judges in adjudication. Nevertheless, precedent is often being ignored by the judge in adjudicating a case. This is happens because of some argument that said that the precedent is not a the source of law in civil law and considered wounded the judiciary independence. However it should be understood that the precedent is the norm of the statutes, that is being concreted, so the precedent is one of the sources of the constitutional law in Indonesia actually. Therefore, the precedent does not harm the judiciary independence.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S55634
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Joko Puruitomo
Abstrak :
Pada tahun 2013, terdapat sebuah kasus mengenai mekanisme pengangkatan hakim konstitusi oleh Presiden. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa peraturan perundang-undangan yang paling sesuai dengan Pasal 24C UUD 1945, serta mekanisme pengangkatan hakim konstitusi yang secara praktik dapat diterapkan di Indonesia. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah studi pustaka yang dilengkapi dengan wawancara terhadap narasumber. Berdasarkan penelitian ini, dapat diketahui bahwa peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan Pasal 24C UUD 1945 adalah UU Nomor 24 Tahun 2003 dan UU Nomor 8 Tahun 2011. Sifat transparan dan partisipatif juga sangat menentukan mekanisme pengangkatan hakim konstitusi yang diterima di masyarakat Indonesia. ...... In 2013, there is a case regarding the constitutional judges appointing mechanism by the President of Indonesia. This research is focused on analyzing the regulations according to Article 24C Constitution of Indonesia, and the most applicable mechanism on appointing a constitutional judge. The method that is used for this research are literature studies and interview with the informants. Through this research, it can be ascertained that regulations according to Article 24C Constitution of Indonesia are Law Number 24 Year 2003 and Law Number 8 Year 2011. Transparancy and participative mechanism are needed to be applied on appointing constitutional judge that can be accepted by the citizens of Indonesia.
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S55607
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adnan Mubarak
Abstrak :
Tujuan awal kehadiran Militer adalah sebagai alat pertahanan negara untuk melindungi kedaulatan wilayah, kewibawaan pemerintahan, serta melindungi seluruh rakyat dari ancaman fisik yang membahayakan. Pergeseran konstelasi global menjadikan peran militer bergeser ke ranah non-militer, sehingga melahirkan konsep Operasi Militer Selain Perang yang kini dilaksanakan oleh TNI sebagai alat negara di bidang pertahanan dan keamanan. Di Indonesia dimana masyarakat mengalami trauma persepsi atas penyimpangan dwifungsi ABRI pada masa lalu, konsep Operasi Militer Selain Perang merupakan salah satu bentuk perluasan peran militer di bidang non-perang yang masih dapat diterima masyarakat. Skripsi ini akan membahas Operasi Militer Selain Perang dari segi historis dan teoritis serta mengkaji nya melalui tinjauan hukum secara menyeluruh dengan menginventarisasi hukum-hukum positif terkait dengan Operasi Militer Selain Perang di Indonesia.
...... The initial purpose of a military institution is to be the national defense tool that meant to protect the sovereignty of the territory, the authority of government, and to protect all the people of serious bodily harm. Shifting global constellation make Military role shifts to the non-military sphere, thus giving birth to the concept of Military Operations Other Than War that now being implemented by the military as an advanced instrument of the state in the field of defense and security. In Indonesia, where people are traumatized by the perception of irregularities ABRI's dual function in the past, the concept of Military Operations Other Than War in Indonesia is one of the expansion of the military's role in the field of non-war can still be accepted by society today. This paper will elaborate the Military Operations Other Than War in Indonesia in terms of historical and theoretical as well as reviewing it through a legal review thorough inventory of positive laws related to Military Operations Other Than War in Indonesia.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S58733
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Farrera Lutfiano
Abstrak :
Indonesia mengakui keberadaan daerah istimewa dan daerah khusus sesuai dengan yang tercantum pada pada 18B Undang-Undang Dasar 1945. Daerah tersebut adalah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Daerah Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Daerah Istimewa Aceh. Daerah-daerah tersebut memiliki kewenangan-kewenangan tersendiri yang khusus dan berbeda dengan kewenangan daerah otonomin lain pada umumnya di Indonesia. Penerapan kebijakan desentralisasi asimetris ini dilatarbelakangi oleh kebutuhan politis dan juga kebutuhan efisiensi pemerintahan atau administratif. Indonesia mengatur mengenai daerah-daerah khusus tersebut melalui undang-undang masing-masing yaitu Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 Tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Yogyakarta dan Undang-UndangNomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh. Indonesia yang menyatakan dengan tegas bahwa dirinya adalah negara kesatuan menerapkan kebijakan ini selaras dengan unsur-unsur negara kesatuan sesuai dengan teori tata negara mengenai negara kesatuan. Seluruh kewenangan khusus yang dimiliki daerah-daerah tersebut mengikuti teori-teori negara kesatuan yaitu kewenangan legislatif terdapat pada satu badan legislatif nasional, daerah tidak memiliki karakter kedaulatan, dan hanya ada satu pemerintahan yaitu pemerintah pusat. Terdapat pula negara kesatuan lain di dunia yang memiliki daerah dengan kewenangan khusus yaitu United Kingdom dengan Wales, Skotlandia dan Irlandia Utara, Cina dengan Hong Kong dan Makau serta Tanzania dengan Zanzibar. Daerah-daerah khusus di Indonesia adalah yang paling ideal dengan teori negara kesatuan dibandingkan dengan daerah-daerah khusus di negara lain. Daerah khusus di Indonesia juga sesuai dengan asas desentralisasi yaitu diserahkannya wewenang pemerintah kepada daerah otonom atau pendelegasian kekuasaan kepada tingkatan yang lebih rendah dalam suatu hirarki teritorial melalui ketentuan legislatif berdasarkan konstitusi. Seluruh daerah khusus di Indonesia didelegasikan kekuasaan khusus melalui ketentuan legislatif nasional sehingga sesuai dengan asas desentralisasi, berbeda dengan negara lain yaitu Cina dan Tanzania. ......Indonesia recognizes the existence of special areas or special autonomus areas in accordance with those stated in article 18B in the Constitution of 1945. The area is a Special Capital Region of Jakarta, the Special Autonomous Region of Papua and West Papua, Yogyakarta and Aceh. These areas have their own authority which is special and different from other autonomus regions authority in general in Indonesia. Application of asymmetric decentralization policy is based on political needs or the needs of governmental or administrative efficiency. Indonesia regulating these areas with each of their own Act which is Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 Tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Yogyakarta dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh. Indonesia, which is a unitary state, is well-suited with the elements of a unitary state in accordance with the theory of the unitary state when applying this policy. All of the special Areas authority follow the unitary states theory which is the legislative power should be held by one national body, the local areas doesn?t have sovereignity characteristic, and the power should be held only by the central government. There is also another unitary state in the world that has a region with a special authority, namely the United Kingdom with Wales, Scotland and Northern Ireland, China with Hong Kong and Macao as well as Tanzania with Zanzibar. Special regional authority in Indonesia when compared to these areas is the most ideal when analized by the theory of unitary state. The Special Region in Indonesia is also ideal when analyzed with the theory of decentralization where the power is being transfer to autonomous region and delegating the power to the lower level in a territorial hierarchy through regulations by national legislation.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S59350
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taufik Nur Romadhon
Abstrak :
Penelitian ini membahas mengenai mekanisme pemilihan Kepala Daerah secara langsung di Indonesia yang selanjutnya dikaitkan dengan teori Imam al-Mawardi. Dalam teorinya, Imam al-Mawardi menyebutkan bahwa Kepala Daerah diangkat oleh Kepala Negara. Terdapat dua pokok permasalahan dalam penelitian ini. Pertama, dari mekanisme pengisian jabatan Kepala Daerah yang pernah berlaku di Indonesia adakah yang sejalan dengan teori Imam al-Mawardi. Kedua, apakah pemikiran Imam al-Mawardi dapat diterapkan di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu penelitian yang menggunakan data sekunder. Hasil penelitian ini adalah diantara mekanisme pengisian jabatan Kepala Daerah di Indonesia, yang sejalan dengan teori Imam al-Mawardi yaitu ketika masa berlakunya UU No. 22 Tahun 1948; UU No. 18 Tahun 1965; Penetapan Presiden No. 6 Tahun 1959; serta UU No. 5 Tahun 1974. Salah satu sifat yang dimiliki oleh fiqh yaitu muranah yang berarti bersifat luwes, fleksibel, atau lentur yang dapat berkembang seiring berubahnya tempat, waktu, situasi, dan kondisi. Karena sifat muranah dari fiqh tersebut, memungkinkan berkembangnya fiqh baru di bidang politik yang boleh jadi berbeda dengan teori Imam al-Mawardi. Karena itu, memaksakan penerapan suatu pemikiran fiqh lama atau bahkan usang, tidak sejalan dengan sifat hakekat dari fiqh itu sendiri. Akan tetapi, fakta historis di Indonesia menunjukkan bahwa pernah diterapkannya peraturan perundang-undangan yang sejalan dengan teori Imam al-Mawardi. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa teori Imam al-Mawardi dimungkinkan untuk diterapkan di Indonesia. ......This research deals with the mechanisms of the Regional Head election directly in Indonesia that is associated with the theory of Imam al-Mawardi. In theory, the Imam al-Mawardi mentioned that Regional Head appointed by the Head of State. There are two principal problems in this research. First, mechanisms of position filling of Regional Head in Indonesia is that in accordance with the theory of Imam al-Mawardi. Second, how the application of the thinking of the Imam al-Mawardi in Indonesia. The research method used was the normative juridical, namely the research using secondary data. The results of this research are among the mecanishm of position filling of the Regional Head in Indonesia, which is in accordance with the theory of Imam al-Mawardi among them when the enactment of Law Number 22 Year 1948; Law Number 6 Year 1965; Presidential Determination Number 6 Year 1959; as well as Law Number 5 Year 1974. One of the characteristic by the fiqh that is muranah which means are supple, pliable or flexible, which can grow as a centralized place, time, and conditions. Because fiqh are muranah, allowing the development of a new fiqh in the politics that may be different from the theory of Imam al-Mawardi. Therefore, impose the application of a thought-provoking event long or even obsolete, inconsistent with the nature of the substance of the event itself. However, the historical facts in Indonesia shows that ever applied the legislation in line with the theory of Imam al-Mawardi. So, it can be concluded that the theory of Imam al-Mawardi made possible for applied in Indonesia.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S62083
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Belinda Gunawan
Abstrak :
Pasal 24 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD 1945) yang telah mengalami perubahan menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman di Republik Indonesia adalah ?kekuasaan kehakiman yang merdeka?. Hakim disini memegang peran sentral dalam peradilan sebagai personifikasi dari peradilan, sehingga kedudukan hakim dan kemerdekaan hakim harus dijamin dalam sebuah undang-undang (UU). Saat ini, kekuasaan kehakiman diatur dalam UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, oleh karena itu tujuan utama dari penulisan skripsi ini adalah untuk menganalisis materi UU No. 48 Tahun 2009 dalam melindungi kemerdekaan hakim di Republik Indonesia berdasarkan prinsip-prinsip kekuasaan kehakiman yang terdapat pada UUD 1945 dan instrumen-instrumen internasional. Penelitian ini merupakan penelitian normatif yang dilengkapi dengan pendekatan sejarah, perbandingan dengan negara lain dan pendekatan kasus. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa UU No. 48 Tahun 2009 telah memiliki norma-norma yang mengatur kemerdekaan hakim, namun tetap masih terdapat kekurangan dan ketidaklengkapan dari materi UU No. 48 Tahun 2009 dalam melindungi kemerdekaan hakim, sehingga perlu diadakan perbaikan terhadap UU No. 48 Tahun 2009.
Article 24 of The 1945 Amended Constitution of Republic of Indonesia stated that "The judicial power branch shall be independent". In here, judge has a central role on the judiciary, that judge as the personification of judiciary, therefore judge's status and independence shall be secured by law. Now, the judicial power is regulated on Act No. 48 Year 2009 (The Judical Power Act), so then the purpose of this writing is to analyze the substance of Act No. 48 Year 2009 in accomodating judge's independence in the Republic of Indonesia based on the judicial principles on the 1945 Constitution and international instruments. This is a normative study and also be improved by historical approach, comparative approach and case study method. The result of this study showed that the Act of No. 48 Year 2009 has contained the general norms to protect judge?s independence, but still has to be revised because of its material incompleteness in order to protect judge's independence.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S62602
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patio Alfredo
Abstrak :
Skripsi ini membahas tentang ?hak menguasai negara?, terutama mengenai penguasaan terhadap sumber-sumber kemakmuran meliputi minyak dan gas bumi yang dilakukan melalui suatu badan pelaksana. Penelitian hukum ini akan difokuskan kepada konsep dan dasar hak Negara untuk menguasai sumber-sumber kemakmuran dan tujuannya berdasarkan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 serta perbandingan peranan BP Migas dan SKK Migas sebagai pelaksana kegiatan pengelolaan dan pengendalian kegiatan hulu di bidang minyak dan gas bumi. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah yuridis-normatif. Penulis akan menjelaskan lebih dalam berdasarkan bahan-bahan yang ada, atau disebut juga tipe penelitan eksplanatoris. Penelitian hukum ini bertujuan untuk membuktikan konstitusionalitas keberadaan SKK Migas. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa SKK Migas telah inkonstitusional dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. ......This study contains the ?right of the State to control?, in terms management of the sources of prosperity which include oil and gas through an executive agency. This legal research will be focused on the concept and the basic right of the State to control the sources of prosperity and purpose based on Article 33 of the Constitutional Law of 1945 and a comparison of the role of BP Migas and SKK Migas as implementing management and control of upstream activities in the field of oil and gas. The author use juridical-normative method. The author will explain deeper based on existing materials, also called explanatory type of research. This legal research?s purpose is to prove the existence and constitutionality of SKK Migas. The result of this research shows that the SKK Migas has unconstitutional with Article 33 of the Constitutional Law of 1945.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S62467
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gitta Nur Wulan
Abstrak :
Kewenangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam bidang transportasi merupakan salah satu urusan pemerintahan konkuren yang didapatkan secara atribusi dengan bersumber pada UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Atas dasar hal tersebut, Kewenangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam bidang Transportasi pada pelaksanaannya dapat dibagi dalam kewenangan perencanaan; kewenangan penyelenggaraan dan kewenangan evaluasi. Dalam perkembangannya, permasalahan transportasi Jakarta yang kompleks dan terhubung dengan daerah sekitarnya membutuhkan penanganan yang terpadu dan komprehensif, sehingga pemerintah pusat membentuk Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) melalui Perpres No. 103 Tahun 2015 tentang Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek. BPTJ melaksanakan tugas dengan mengacu pada Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ). Oleh karena kewenangan BPTJ yang lintas daerah dalam wilayah Jabodetabek, maka kewenangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam bidang transportasi tidak mengalami perubahan secara substansial, melainkan hanya terdapat perubahan terkait koordinasi pelaksanaan kewenangan. Dalam hal ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tetap berwenang dalam pengelolaan transportasi di lingkup wilayahnya yang didasarkan atas kewenangan atributif dari pembagian urusan pemerintahan di bidang perhubungan dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan jenis eksplanatoris, sehingga akan menghasilkan suatu penelitian yang menggambarkan atau menjelaskan secara mendalam terkait suatu gejala atau permasalahan dengan menggunakan data sekunder berupa norma hukum tertulis. Dalam praktik pelaksanaannya masih terdapat potensi tumpang tindih kewenangan antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan BPTJ, sehingga diperlukan peraturan perundang-undangan yang mengatur secara jelas mengenai hubungan kerja dan pembagian urusan di bidang transportasi antara pemerintah daerah di wilayah Jabodetabek dengan BPTJ yang mengacu pada RITJ. ...... Jakarta Provincial Government Authority in the field of transportation is one of the concurrent authority obtained by attribution, referring to The Law of The Republic of Indonesia Number 23 of 2014 concerning Local Government. On that basis, Jakarta Provincial Government Authority in the field of Transport on its implementation can be divided into the planning authority; organizing authority and the authority of the evaluation. In its development, the transportation problems in Jakarta was complex and connected with the surrounding area in need of an integrated and comprehensive treatment, so that the central government established the Transportation Management Agency of Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang and Bekasi (BPTJ) through Presidential Regulation Number 103 of 2015 concerning Transportation Management Agency of Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang and Bekasi (BPTJ). BPTJ duties referred to the Transportation Master Plan for Jabodetabek (RITJ). Therefore BPTJ authority which cross the area in Greater Jakarta, the Jakarta Provincial Government authorities in the field of transport did not change substantially, but there are only related to changes in coordinating the implementation of the authority. In this case, Jakarta Provincial Government retains authority in the management of transport in the scope of its area are based on the attributive authority of the division of government affairs in the sector of transportation in The Law of The Republic of Indonesia Number 23 of 2014 concerning Local Government. The method used in this research is normative juridical with the kind of explanatory, so it will produce a study that depicts or describes in depth related to a problem with using secondary data in the form of a written legal norms. In practical implementation, there is still potential overlapping authority between the Government of Jakarta with BPTJ, so that the necessary legislation clearly regulating the relationship and the division of affairs in the field of transport between local authorities in the Greater Jakarta area with BPTJ which refers to RITJ.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S63076
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harga Adi Prabawa
Abstrak :
Sebagaimana diatur dalam Pasal 24(C) ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, bahwa hakim konstitusi dalam proses pengisian jabatan dipilih oleh lembaga negara yaitu Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat dan Mahkamah Agung. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan antara mekanisme pengisian jabatan hakim konstitusi dengan independensi hakim konstitusi. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu mengacu kepada norma hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan. Undang-Undang No. 24 tahun 2003 jo Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2011 telah mengatur bahwa pelaksanaan pengisian jabatan hakim konstitusi harus memperhatikan asas tranparansi dan partisipatif dengan diatur oleh masing-masing lembaga yang mengisi jabatan hakim konstitusi, namun saat ini aturan tersebut belum dibuat,sehingga diperlukan sebuah aturan yang memastikan asas-asas itu dilaksanakan dalam rangka menjamin independensi hakim konstitusi. ...... As regulated in Article 24 (C) of paragraph (3) of the Constitution of 1945, that Constitutional judges in the process of filling the positions chosen by state institutions, namely the Supreme Court (Mahkamah Agung), House of Representatives and President. This thesis aims to determine how the relationship between the filling position with the independence of the constitutional judges. The method used is a normative juridical that refers to the legal norms contained in legislation. Law No. 24 2003 jo Law No. 48 of 2011 has mandated that the implementation of filling the post of constitutional judges should observe the principle of transparency and participatory regulated by each institution to fill the post of constitutional judge, but this time the regulation has not been made , so we need a rule that ensure the principles are carried out in order to guarantee the independence of the constitutional judges.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S63196
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Catur Alfath Satriya
Abstrak :
Sebagai kamar kedua, DPD seharusnya memiliki peran yang fundamental dalam proses demokrasi yang ada di Indonesia. Lahir dari semangat reformasi, DPD seharusnya mampu menyuarakan aspirasi daerah di tingakt pusat. Namun, hal tersebut bertolak belakang dengan desain kelembagaan DPD di dalam UUD 1945 yang tidak mencerminkan hal tersebut. Hal ini terlihat dari kewenangan yang dimiliki DPD hanya bersifat subordinatif terhadap DPR. Permasalahan ketimpangan kewenangan tersebut tidak hanya terjadi dalam legislasi dan pengawasan, namun juga terhadap keterlibatan DPD dalam proses pemberhentian Presiden. Di dalam penelitian ini, penulis akan menjelaskan bagaimana keterlibatan DPD dalam proses pemberhentian Presiden di dalam UUD 1945 ...... As a second chamber, DPD should have a fundamental role in the democratic process in Indonesia. Born from the spirit of reform, the DPD should be able to voice the aspirations, as a regional representation, at the center level. However, it is contrary due to the institutional design of DPD in the 1945 Constitution that does not reflect it. Based on the authority of DPD in 1945 Constitution, DPD is merely subordinate to DPR as a first chamber. The problem is not only in legislation and supervision authority, but also in the involvement of DPD in the process of presidential impeachment. In this study, the author will explain how the involvement of DPD in the process of presidential impeachment in 1945 Constitution.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S65486
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>