Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ika Kristiana Widyaningrum
Abstrak :
ABSTRAK
Sustainable financing atau pembiayaan berkelanjutan untuk kawasan konservasi telah menjadi bahan perdebatan bagi para ahli konservasi. Sebagian besar kawasan konservasi termasuk taman nasional, dalam pengelolaannya didanai oleh pemerintah. Namun, tren global saat ini menunjukkan kondisi yang berlawanan dimana meningkatnya jumlah taman nasional dihadapkan pada dana pemerintah yang terbatas, serta menurunnya pendanaan eksternal. Menyadari hal tersebut, pemerintah Indonesia mendorong taman nasional untuk memiliki pendanaan mandiri melalui penetapan 21 taman nasional model pada tahun 2006. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme pendanaan untuk konservasi taman nasional di Indonesia, dan melihat peluang untuk mengembangkan pendanaan mandiri bagi taman nasional tersebut. Study yang lebih mendalam di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dilakukan untuk mencari kemungkinan kekurangan anggaran, dan efektivitas serta efisiensi dalam penggunaan dana konservasi. Studi ini menggunakan data dari sumber resmi, dan dianalisis melalui pendekatan kuantitatif dengan teknik Exploratory Data Analysis (EDA). Hasil studi ini menunjukkan bahwa dengan meningkatnya jumlah taman nasional, pemerintah Indonesia tidak serta merta menurunkan besarnya pendanaan. Namun, proporsi dana yang dialokasikan untuk taman nasional terhadap GDP, serta terhadap total belanja negara relatif rendah. Data dari TNGHS menunjukkan adanya kekurangan anggaran, dan adanya penggunaan dana yang tidak tepat waktu yang dapat menyebabkan in-efektivitas dan in-efisiensi dalam penggunaan dana. Meskipun demikian, inisiatif di tingkat lokal seperti komitmen untuk melakukan kerjasama program atau partnership, penyusunan rencana bisnis dan mekanisme pendanaan yang jelas dalam skema trust fund melalui lembaga independen dan terpercaya dapat membantu menyelesaikan beban keuangan di taman nasional.
ABSTRACT
Sustainable financing for protected areas (PAs) has currently become the subject of debates. Most of PAs including national parks (NPs) were financed by the governments. Nevertheless, current global trends contrast the increasing number of NPs with the limited government budget as well as the decreasing trend of external funds. Realizing such issue, Indonesian government promoted NPs to be self-financed through designation of 21 NP models in 2006. This paper aimed to look at the financing mechanism for conservation of NPs in Indonesia, and see the potentials to support for self-financing. A more focus study in GHSNP is also discussed to look at the likely budget shortfall, and the effectiveness and efficiency use of the funds. The study uses a set of secondary data from official sources, and chooses Exploratory Data Analysis (EDA) technique as a quantitative approach to reveal the data. The results indicate that by increasing the number of parks, Indonesian government does not necessarily lessen the budget support. However, the proportion of budget allocated for NPs to GDP and to total government expenditure is relatively low. There were budget shortfalls in GHSNP, and it is not allocated in timely manner, which somehow led to ineffective and inefficiency use of the funds. Even so, local initiatives such as commitment to cooperation programs or partnerships, creating a business plan and a clear financing mechanism through an independent and trustworthy institution, seem help to solve the financial burden.
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunardi
Abstrak :
[ABSTRAK
Selain itu, desentralisasi fiskal berpengaruh beragam pada ketimpangan. Menurut indikator desentralisasi fiskal 1 dan 2, itu menunjukkan efek positif namun tidak signifikan. Ini berarti bahwa peningkatan pada pendapatan dan pengeluaran tidak berpengaruh pada ketimpangan. Hal ini berbeda dengan efek pada indikator desentralisasi fiskal 3 dimana semakin meningkat cenderung meningkatkan ketimpangan. Selain itu, analisis menggunakan variabel tingkat defisit yang tidak dapat menjelaskan efek terhadap kemiskinan dan ketimpangan. Studi kasus dari Nusa Tenggara Provinsi menunjukkan bahwa kemiskinan desentralisasi fiskal menurun, sedangkan ketimpangan cenderung berfluktuatif dan cenderung meningkat. Desentralisasi fiskal diyakini memiliki peran penting dalam rangka pembangunan yang telah dicapai. Karakteristik Indonesia dengan keragaman telah mendorong pemerintah untuk melaksanakan desentralisasi fiskal. Selain itu, masalah kemiskinan dan ketimpangan masih dihadapi Indonesia dalam dekade terakhir. Tantangan bagi pemerintah adalah bagaimana menghasilkan kebijakan untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan. Memahami hubungan antara desentralisasi fiskal terhadap kemiskinan dan ketimpangan bisa menjadi pertimbangan untuk kebijakan yang lebih baik pada pembangunan.
ABSTRACT
The aim of this research is to examine the effect of fiscal decentralization on inter-provincial of poverty and inequality in Indonesia. The analysis uses a panel data of 32 provinces in Indonesia for the period 2006 ? 2012. Different types of fiscal decentralization indicator are used to examine the potential effect of fiscal decentralization on poverty and inequality. The result from panel data estimation shows that fiscal decentralization has different effect on poverty and inequality. Fiscal decentralization with revenue approach as the indicator (FD1) seems to have negative significant relation, where increase on revenue lead to decrease poverty. It is similar to the effect of fiscal decentralization on comparison of expenditure and growth approach. In contrast, approaching on expenditure cannot explain its relationship due to insignificant result. Furthermore, the effect fiscal decentralization on inequality is also mixing. According to fiscal decentralization indicator 1 and 2, it shows positive effect but insignificant. It means that increasing on both revenue and expenditure cannot precisely effect on inequality. It is different with the effect on fiscal decentralization indicator 3 that its increasing tends to increase inequality. Moreover, the analysis using deficit rate notices that it cannot explain the effect on poverty and inequality. The case study of Nusa Tenggara Provinces shows that during fiscal decentralization poverty is decreasing, while the inequality is fluctuates and tend to increase.;Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh desentralisasi fiskal terhadap kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia. Analisis ini menggunakan data panel dari 32 provinsi di Indonesia untuk periode 2006 - 2012. Berbagai indikator desentralisasi fiskal yang digunakan untuk menguji pengaruh potensi desentralisasi fiskal terhadap kemiskinan dan ketimpangan. Hasil dari estimasi data panel menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal memiliki efek yang berbeda pada kemiskinan dan ketimpangan. Desentralisasi fiskal dengan pendekatan pendapatan sebagai indikator (fd1) memiliki hubungan yang signifikan negatif, dimana kenaikan pada pendapatan utama untuk mengurangi kemiskinan. Hal ini mirip dengan efek desentralisasi fiskal dengan pendekatan perbandingan pengeluaran dan pertumbuhan. Sebaliknya, dengan pendekatan pengeluaran tidak bisa menjelaskan hubungan antar variabel karena hasil yang tidak signifikan.
;Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh desentralisasi fiskal terhadap kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia. Analisis ini menggunakan data panel dari 32 provinsi di Indonesia untuk periode 2006 - 2012. Berbagai indikator desentralisasi fiskal yang digunakan untuk menguji pengaruh potensi desentralisasi fiskal terhadap kemiskinan dan ketimpangan. Hasil dari estimasi data panel menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal memiliki efek yang berbeda pada kemiskinan dan ketimpangan. Desentralisasi fiskal dengan pendekatan pendapatan sebagai indikator (fd1) memiliki hubungan yang signifikan negatif, dimana kenaikan pada pendapatan utama untuk mengurangi kemiskinan. Hal ini mirip dengan efek desentralisasi fiskal dengan pendekatan perbandingan pengeluaran dan pertumbuhan. Sebaliknya, dengan pendekatan pengeluaran tidak bisa menjelaskan hubungan antar variabel karena hasil yang tidak signifikan. Selain itu, desentralisasi fiskal berpengaruh beragam pada ketimpangan. Menurut indikator desentralisasi fiskal 1 dan 2, itu menunjukkan efek positif namun tidak signifikan. Ini berarti bahwa peningkatan pada pendapatan dan pengeluaran tidak berpengaruh pada ketimpangan. Hal ini berbeda dengan efek pada indikator desentralisasi fiskal 3 dimana semakin meningkat cenderung meningkatkan ketimpangan. Selain itu, analisis menggunakan variabel tingkat defisit yang tidak dapat menjelaskan efek terhadap kemiskinan dan ketimpangan. Studi kasus dari Nusa Tenggara Provinsi menunjukkan bahwa kemiskinan desentralisasi fiskal menurun, sedangkan ketimpangan cenderung berfluktuatif dan cenderung meningkat. Desentralisasi fiskal diyakini memiliki peran penting dalam rangka pembangunan yang telah dicapai. Karakteristik Indonesia dengan keragaman telah mendorong pemerintah untuk melaksanakan desentralisasi fiskal. Selain itu, masalah kemiskinan dan ketimpangan masih dihadapi Indonesia dalam dekade terakhir. Tantangan bagi pemerintah adalah bagaimana menghasilkan kebijakan untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan. Memahami hubungan antara desentralisasi fiskal terhadap kemiskinan dan ketimpangan bisa menjadi pertimbangan untuk kebijakan yang lebih baik pada pembangunan., Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh desentralisasi fiskal terhadap kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia. Analisis ini menggunakan data panel dari 32 provinsi di Indonesia untuk periode 2006 - 2012. Berbagai indikator desentralisasi fiskal yang digunakan untuk menguji pengaruh potensi desentralisasi fiskal terhadap kemiskinan dan ketimpangan. Hasil dari estimasi data panel menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal memiliki efek yang berbeda pada kemiskinan dan ketimpangan. Desentralisasi fiskal dengan pendekatan pendapatan sebagai indikator (fd1) memiliki hubungan yang signifikan negatif, dimana kenaikan pada pendapatan utama untuk mengurangi kemiskinan. Hal ini mirip dengan efek desentralisasi fiskal dengan pendekatan perbandingan pengeluaran dan pertumbuhan. Sebaliknya, dengan pendekatan pengeluaran tidak bisa menjelaskan hubungan antar variabel karena hasil yang tidak signifikan. Selain itu, desentralisasi fiskal berpengaruh beragam pada ketimpangan. Menurut indikator desentralisasi fiskal 1 dan 2, itu menunjukkan efek positif namun tidak signifikan. Ini berarti bahwa peningkatan pada pendapatan dan pengeluaran tidak berpengaruh pada ketimpangan. Hal ini berbeda dengan efek pada indikator desentralisasi fiskal 3 dimana semakin meningkat cenderung meningkatkan ketimpangan. Selain itu, analisis menggunakan variabel tingkat defisit yang tidak dapat menjelaskan efek terhadap kemiskinan dan ketimpangan. Studi kasus dari Nusa Tenggara Provinsi menunjukkan bahwa kemiskinan desentralisasi fiskal menurun, sedangkan ketimpangan cenderung berfluktuatif dan cenderung meningkat. Desentralisasi fiskal diyakini memiliki peran penting dalam rangka pembangunan yang telah dicapai. Karakteristik Indonesia dengan keragaman telah mendorong pemerintah untuk melaksanakan desentralisasi fiskal. Selain itu, masalah kemiskinan dan ketimpangan masih dihadapi Indonesia dalam dekade terakhir. Tantangan bagi pemerintah adalah bagaimana menghasilkan kebijakan untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan. Memahami hubungan antara desentralisasi fiskal terhadap kemiskinan dan ketimpangan bisa menjadi pertimbangan untuk kebijakan yang lebih baik pada pembangunan.]
2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sultandar Zulkarnain
Abstrak :
ABSTRAK
Kami mempelajari ekonomi korupsi melalui eksperimen berupa survey. Hubungan antara kecenderungan untuk terlibat dalam perilaku korupsi dan beberapa karakteristik diantaranya adalah jenis kelamin, usia, kebangsaan dan “pengalaman internasional” kemudian diteliti melaui kuesioner. Penelitian ini menggunakan mahasiswa program master tahun 2013-2014 di ISS. Penelitian ini menemukan bahwa, pertama, perilaku korup tidak hanya digerakkan oleh jumlah uang yang ada dalam “kegiatan” korupsi tersebut, tetapi juga dipengaruhi oleh seberapa besar kemungkinan tertangkap. Kedua, meskipun beberapa peneliti percaya bahwa perilaku korupsi adalah fenomena yang umum, namun demikian, tidak ada hubungan pasti antara kecederungan untuk terlibat korupsi dan jenis kelamin, usia, kebangsaan, ataupun “pengalaman internasional”. Ketiga, persepsi korupsi mungkin tidak mewakili seluruh fenomena realitas korupsi di Negara tertentu. Keempat, institusi-institusi memiliki pengaruh tertentu dalam membentuk pandangan hidup masyarakat.
ABSTRACT
We study the economics of corruption through survey experiment. The relationship between the likelihood to engage in corrupt behavior and several characteristics such as sex, age, nationality and international exposure is then examined through questionnaire. This study uses ISS students MA batch 2013-2014 as the respondents. This research finds that, firstly, corrupt behavior is not only driven by the amount of money involved in the corrupt activities, but also affected by the probability of being caught. Secondly, even though some scholars believe that corruption is a widespread phenomenon, there is no exact relationship between the propensity to engage in corruption and gender, age, nationality or international exposure. Thirdly, corruption perception may not represent the whole phenomena of corruption reality in a specific country. Fourthly, institutions have certain influences in shaping people’s way of life.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T42771
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meliala, Evry Biaktama
Abstrak :
Infrastruktur mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pembangunan infrastruktur air minum dan infrastruktur jalan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia dengan menggunakan data panel dari 26 provinsi tahun 2000-2009. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, dalam penelitian ini dipertimbangkan faktor tambahan yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu kualitas Pemerintah, kapasitas fiskal dan kondisi geografis. Menggunakan infrastruktur fisik sebagai variabel independen, penelitian ini menunjukkan bahwa infrastruktur air minum dan infrastruktur jalan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Pada penelitian ini terlihat juga bahwa desentralisasi mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi dimana pertumbuhan ekonomi cenderung lebih tinggi setelah penerapan desentralisasi di tahun 2001. Dengan mempertimbangkan kualitas Pemerintah, penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kualitas Pemerintah maka pertumbuhan ekonomi juga semakin tinggi. Ketika mempertimbangkan kapasitas fiskal, penelitian ini menunjukkan bahwa untuk infrastruktur air minum, kapasitas fiskal berkorelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan, untuk infrastruktur jalan, meskipun menunjukkan pengaruh positif dan signifikan dalam semua tingkat kapasitas fiskal, elastisitas infrastruktur jalan menunjukkan pengaruh yang lebih tinggi untuk provinsi dengan kapasitas fiskal menengah dan rendah dibandingkan dengan provinsi dengan kapasitas fiskal tinggi. Dengan membagi provinsi menjadi 5 kelompok besar berdasarkan kondisi geografis, penelitian ini menunjukkan bahwa infrastruktur air minum dan infrastruktur jalan mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap pertumbuhan ekonomi. Infrastruktur air minum menunjukkan pengaruh yang positif dan signifikan di wilayah Jawa-Bali, Kalimantan dan NTB, NTT, Maluku, Papua namun tidak signifikan di wilayah Sumatera dan Sulawesi. Sedangkan infrastruktur jalan menunjukkan pengaruh positif dan signifikan di semua wilayah. Lebih lanjut, penelitian ini menunjukkan bahwa infrastruktur jalan mempunyai pengaruh terbesar di Provinsi Kalimantan dan NTB, NTT, Maluku dan Papua.
This paper examines the impact of water supply infrastructure which is considered as public utilities and road infrastructure which considered as public works on economic growth in Indonesia. In this paper, I use balance panel data including 26 provinces from year 2000 to 2009. Using physical infrastructure as independent variable, the result provide clear evidence that water supply and road infrastructure are significant and positively impact on growth. The implementation of decentralization system in 2001 also shows positive result, which means that growth is higher after decentralization implemented. In this paper, I also look at the impact of these two infrastructure based on government quality, fiscal capacity and geographic condition. Considering for government quality, the result shows that high quality of government shows higher impact of these two infrastructures on growth. When considering for the fiscal capacity, this research found that higher fiscal capacity associated with higher impact of water supply infrastructure on growth. While, for road infrastructure, even though shows positive and significant impact in all level of fiscal capacity, the elasticity of road infrastructure are higher in medium and low fiscal capacity province than in high fiscal capacity provinces. Dividing province into 5 big regions based on geographic condition, it shows that the impacts of infrastructure are different across regions. Water supply sector shows significant impact only in region Java-Bali, Kalimantan and NTB, NTT, Maluku, Papua while it is not significant in region Sumatera and Sulawesi. Road infrastructure is positively and significantly impact on growth in all provinces. The highest road infrastructure impact is in Kalimantan and NTB, NTT, Maluku and Papua.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gede Gelgel Darma Putra Wirawan
Abstrak :
Walaupun usaha pelestarian alam telah meluas, namun masih terdapat perdebatan panjang apakah keberadaan kawasan konservasi, seperti Taman Nasional, berpengaruh terhadap pola penghidupan masyarakat pedesaan? Thesis ini bertujuan untuk menanggapi pertanyaan ini dengan melakukan pendugaan pengaruh penetapan Taman Nasional (TN) terhadap aktifitas perekonomian masyarakat pedesaan di Indonesia. Dua TN yaitu TN Gunung Ciremai (TNGC) dan TN Gunung Merapi (TNGM) terpilih sebagai lokasi penelitian karena memiliki kesamaan karakteristik. Kedua TN tersebut berlokasi di Pulau Jawa dan ditetapkan pada tahun 2004. Perkiraan terhadap dampak TN mengadopsi metode analisis pra-paska perlakuan-kontrol. Metode analisis ini menggunakan dua periode data crosssection, pendataan pertama pada tahun 2000 (empat tahun sebelum TN ditetapkan) dan pendataan kedua dilakukan pada tahun 2007 (tiga tahun setelah TN ditetapkan). Dua periode pendataan dilakukan terhadap group kontrol dan group yang mendapat perlakuan. Thesis ini membandingkan hasil pendugaan yang menggunakan metode OLS dan propensity-score-matching, dan menggunakan pendekatan common-support dalam pengitungan hasil regresi. Hasil regresi akan menampilkan perkiraan dampak penetapan TN terhadap perekonomian rumah tangga pedesaan di sekitar TN. Kombinasi dari metode analisis Difference-in-Difference dan matching estimator menunjukkan bahwa penetapan TN tidak secara signifikan mempengaruhi pola perekonomian masyarakat lokal, termasuk pengeluaran untuk pangan dan non-pangan. TN juga tidak secara signifikan mempengaruhi kegiatan pertanian masyarakat. Menurunnya pengeluaran rumah tangga setelah penetapan TN kemungkinan disebabkan oleh pengaruh faktor lain, seperti tingginya pembelian input pertanian yang disebabkan oleh inflasi. Menurunnya pengeluaran rumah tangga akibat kehilangan akses ke sumberdaya alam yang terdapat dalam TN berhubungan terbalik dengan peningkatan income rumah tangga dari sektor non-pertanian dan pengembangan sumberdaya manusia. Pengembangan sumber daya manusia menggunakan indikator rata-rata jam kehadiran di sekolah dan sebuah binary variable apakah anak-anak belajar ataukah bekerja pada jam sekolah? Pada akhirnya kami menyimpulkan bahwa aktivitas perekonomian masyarakat di sekitar kawasan konservasi tidak secara signifikan dipengaruhi oleh perubahan status kawasan menjadi kawasan konservasi. Walaupun penetapan kawasan konservasi pada umumnya memperkenalkan pembatasan akses masyarakat pada sumberdaya alam yang ada di dalamnya, pada kenyataannya pemangku kawasan tidak memiliki sumberdaya yang cukup untuk menerapkan aturan secara efektif. Selanjutnya, TN tetap memainkan peranan yang penting dalam menjaga keanekaragaman hayati dan bentang alam yang menguntungkan untuk kegiatan ecotourism, dan pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dari sektor non-pertanian. Thesis ini juga merekomendasikan penelitian lebih lanjut untuk menganalisis efek jangka panjang dan efek yang lebih luas dari penetapan kawasan konservasi, khususnya TN. ...... Notwithstanding the widespread effort to conserve the nature, there is still a long debate as to whether conservation areas, such as National Parks, have an impact on rural livelihood. This paper aims to fill this gap by estimating the impact of National Park (NP) establishment on economic activities of rural households in Indonesia. Two NPs which are Gunung Ciremai NP (GCNP) and Gunung Merapi NP (GMNP) have been selected since both shared comparable characteristics. Those two NPs are located in Java Island and are established in 2004. The estimation approach to examine the impact of NPs to rural economic activities adopted a pre-post treatment-control analysis design. This analysis utilized two periods cross-section data, the first was collected in 2000, four years prior to the NPs establishment, and the second was followed-up data collected in 2007, three years after the NP establishment, both for treatment and control groups. I compare the use of OLS regression and propensity score matching methods, and incorporate the role of 'common support.' These predictions provide an estimation of the impact of NPs establishment on rural economics. A combination of Difference-in-Difference (DD) analysis and matching estimator shows that NPs establishment does not significantly affect expenditures of local households, both for food and non-food spending. Proximity to the NPs has insignificant impact on local farming activities. Lower total household?s expenditure in post-establishment period was probably caused by other factors such as higher spending on farming input through inflation, but still the changing was not considerably different. The risk for reduced households expenditures due to lose access to natural resources after the NPs establishment was inversely correlated with the household revenue from non-farm activities and human development. Human development was simply indicated by average hours of school attendance and a binary variable whether children are working during schooling period or not. In general, we conclude that the current economic activities of local people at the edge of NPs are not significantly affected by NP establishment. Even though NPs establishment introduce strict rule to prohibit local people to enter and utilize resources in NPs, the NPs authorities do not have sufficient personnel and fund to implement the legislation. Furthermore, NPs play an important role to maintain biodiversity and landscape that are beneficial to ecotourism activities that in turn may improve the rural income from non-farming activities. This paper also suggests that further research is needed to examine the long term impact of NPs on adjacent household.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T39376
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nirasari Andriani
Abstrak :
ABSTRAK
Permasalahan kemiskinan dan lingkungan seringkali dipandang sebagai masalah yang berdiri sendiri. Namun pada kenyataannya, kemiskinan tidak luput dari masalah-masalah terkait lingkungan dan sebaliknya. Oleh karena itu tesis ini meneliti hubungan permasalahan kemiskinan dan lingkungan dalam hal penghidupan, kesehatan dan kerawanan terhadap bencana alam seperti kegagalan panen. Penelitian ini menggunakan data panel dari 32 propinsi antara kurun waktu 2001 sampai dengan 2010. Beberapa metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis korelasi, Granger causality, dan intertemporal indeks. Dengan menggunakan analisis korelasi, penelitian ini mengetahui: (1) hubungan yang erat antara tingkat kemiskinan di pedesaaan dengan tutupan hutan; (2) hubungan yang lemah antara kepadatan kemiskinan di pedesaan dengan tutupan hutan. Dengan menggunakan Granger causality, hubungan timbal balik antara kemiskinan dan permasalahan lingkungan dapat diketahui. Penelitian ini memberikan hasil bahwa hubungan kemiskinan dan permasalahan lingkungan adalah non-bidirectional causalities. Intertemporal indeks juga digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui nexus antara kemiskinan dan permasalahan lingkungan secara spesifik disetiap propinsi. Lebih lanjut, penelitian ini juga melihat hubungan antara poverty-enviroment vulnerability dan HDI.
ABSTRACT
Poverty and environment problems are often threated separately as an individual problem. However, there is huge of facts that the poor collectively could not be apart from the environment. Thus, several channels have been employed in this paper in order to investigate in which poverty and environment are associated. Those are livelihood, health and vulnerability links. Using a panel data set of 32 provinces ranged from 2001 to 2010, this study provides evidences on poverty and environment nexus by employing various methods. The findings verify: (a) high correlation on rural poverty rate and forest coverage; (b) weak correlation on rural poverty density and forest coverage. This paper also confirms on causality testing that results in non-bidirectional causalities. Rather, evidently it is causal relationship from rural poverty to forest. In order to find the nexus in each province, poverty-environment indices were constructed and result in various degree of poverty-environment vulnerability. Specifically, performance for each province across time also has been examined and results also in various poverty-environment vulnerability reductions. Finally, additional result on poverty-environment vulnerability and HDI relationship has given a meaningful insight that higher HDI constitute lower poverty-environment vulnerability.
2013
T39238
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Nur Rofiq
Abstrak :
Perkebunan kelapa sawit menjadi komuditas utama pertanian di Indonesia selama tiga dekade terakhir. Indonesia sebagai negara yang berada di garis katulistiwa dengan 147 juta hektar area hutan mempunyai potensi besar dalam pembangunan perkebunan kelapa sawit sebagai senjata dalam meningkatkan pendapatan per kapita terutama di daerah pedesaan. Namun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa perkebunan kelapa sawit memberi dampak negatif, terutama terhadap isu lingkungan dan konservasi keanekaragaman hayati. Studi ini dilakukan dalam rangka untuk memahami pengaruh dari perkebunan kelapa sawit dan produktivitasnya terhadap pendapatan perkapita di tingkat daerah dan tingkat nasional di Indonesia. Studi ini menggunakan data panel pada tingkat propinsi yang terdiri dari 23 propinsi di Indonesia menggunakan data tahunan dalam rentang waktu 9 tahun dari tahun 2003 sampai dengan 2011. Tingkat wilayah dibagi menjadi 5 berdasar atas kesamaan lokasi propinsi-propinsi pada pulau yang sama di Indonesia. Hasil menunjukkan bahwa perkebunan kelapa sawit tidak secara nyata mempengaruhi pendapatan perkapita di Indonesia. Di tingkat wilayah, perkebunan kelapa sawit memberi pengaruh yang nyata terhadap pendapatan perkapita dengan hubungan yang bertolak belakang dan pengaruh ini terlihat di semua wilayah. Produktivitas kelapa sawit memberi pengaruh yang nyata terhadap pendapatan per kapita di tingkat nasional dengan hubungan yang positif. Namun demikian, produktivitas kelapa sawit tidak menunjukkan memberi pengaruh yang nyata di masing-masing wilayah di Indonesia. Berdasar pada hasil tersebut, studi ini menyimpulkan bahwa perluasan perkebunan kelapa sawit tidak memberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan pendapatan perkapita. Peningkatan produktivitas kelapa sawit menjadi cara yang lebih memungkinkan dalam meningkatkan pendapatan per kapita di Indonesia.
Oil palm plantation was becoming the mainstay of agricultural commodities in Indonesia since last three decades. Indonesia as an equatorial country with 147 million hectares of forest area has a great potential in the development of oil palm plantations as a weapon in increasing per capita income especially in rural areas. However, it cannot be denied that expansions of oil palm plantations bring negative effects, especially in relation with environmental issues and conservation of biodiversity. This study conducted in order to understand the effects of oil palm plantation and oil palm productivity on per capita income in the region and national level in Indonesia. This study uses panel data at provincial level which consists of 23 provinces in Indonesia in the vulnerable period of 9 years from 2003 to 2011 in annually data. The region level is divided in 5 based on the similarity of provincial location in same island in Indonesia. The results showed that oil palm plantation did not significant in effect the per capita income in Indonesia. In region level, oil palm plantations gave significant effect on per capita income in the opposite relationship and this effect was represented by all across regions. Oil palm productivity is significant in effected on per capita income at national level with positive relationship. However, oil palm productivity did not give significant effect in representation across regions in Indonesia. According to these results, this study concludes that expansion of oil palm plantations do not significant in increasing per capita income. Increasing of oil palm productivity becomes more reasonable way in increasing per capita income in Indonesia.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T39024
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aldila Tjahjasari
Abstrak :
Tesis ini menganalisa pengaruh kebijakan anti dumping terhadap volume impor produk baja di Indonesia terutama pada produk Cold Rolled Coil/Sheet (CRC/S) menggunakan data bulanan volume impor Indonesia terhadap produk baja CRC dari bulan Januari 2008 sampai dengan bulan Maret 2015. Penelitian ini membandingkan pengaruh kebijakan anti dumping terhadap dua kelompok negara yaitu ?named countries? sebagai negara yang menjadi subjek kebijakan antidumping Indonesia terhadap produk Cold Rolled Coil/Sheet (CRC/S) dan ?nonnamed countries? sebagai negara yang bukan merupakan subjek dari kebijakan antidumping Indonesia terhadap produk Cold Rolled Coil/Sheet (CRC/S). Penelitian ini menggunakan dua metode penelitian yaitu metode ekonometri juga metode analisa grafik serta gambar. Selain itu, variabel duty, market share dan dummy dumping period adalah variabel utama untuk menemukan seperti apa efek pembatasan perdagangan maupun efek pengalihan perdagangan sebagai akibat kebijakan antidumping tersebut. Beberapa penelitian sebelumnya telah meneliti mengenai pengaruh kebijakan anti-dumping bagi negara berkembang. Namun, dalam penelitian ini penulis fokus untuk meneliti satu produk baja yaitu CRC/S dimana kasus dumping untuk produk ini merupakan kasus dumping terbaru di Indonesia. Hasil penelitian menunjukan bahwa kebijakan anti-dumping secara signifikan telah berhasil menurunkan volume impor produk CRC/S dari 5 negara "named countries" yaitu Jepang, Cina, Korea Selatan, Taiwan dan Vietnam, sementara impor volume dari negara "Non names countries" justru meningkat akibat kebijakan tersebut. Hal ini membuktikan bahwa efek pembatasan maupun efek pengalihan terbukti akibat dari kebijakan antidumping terhadap produk CRC/S di Indonesia. ......The present research study investigates the impact of anti-dumping policy on import volume of steel product in Indonesia specifically on Cold Rolled Coil/Sheet (CRC/S) using time series monthly data from January 2008 until March 2015. This study compare the impact of anti-dumping policy on two cluster countries namely "named countries" as the country who become the subject of anti-dumping policy and "non-named countries" who become non-subject of this policy. This research also employs two main research methods such as econometric method as well as descriptive analysis method. In addition, the variables namely duty, market share and dummy dumping period are the key variables to examine the trade restriction effect and trade diversion effect of anti-dumping policy. Several empirical studies have addressed the impact of anti-dumping policy in developing country. However, this research focuses to investigate specific product in steel industry namely CRC/S which is the newest dumping case in Indonesia. The empirical result shows that anti-dumping policy has negative significance to the import volume of Cold Rolled Coil/Sheet (CRC/S) from 5 (five) "named countries" namely Japan, China, South Korea, Taiwan and Vietnam, while it has found positive significance to the increase in the import volume from "nonnamed countries". The descriptive analysis method shows that both trade restriction effect as well as trade diversion effect proven from "named" to "non-named countries"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T45041
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library