Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 22 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arleni
"ABSTRAK
Ruang lingkup dan Cara penelitian: Keikutsertaan pria/suami dalam program Keluarga Berencana (KB) masih rendah, hal ini karena masih terbatasnya pilihan metoda kontrasepsi pada pria. Kombinasi Depo medroksiprogesteron enantat (DMPA) dan Testosteron enantat (TE) memiliki potensi sebagai kontrasepsi hormon pria karena dapat menekan spermatogenesis melalui mekanisme kerjanya pada poros hipotalamus-hipofisis-testis. Beberapa peneliti melaporkan azoospermia belum dapat dicapai oleh seluruh subjek penelitian yang disuntik dengan kombinasi DMPA dan TE, dengan demikian masih ada kemungkinan terjadi fertilisasi. Fertilisasi dapat mengalami kegagalan bila fungsi integritas membran plasma spermatozoa buruk, karena itu pada penelitian ini dilakukan penilaian terhadap integritas membran spermatozoa. Kelenjar prostat dan vesika seminalis juga mempengaruhi kesuburan pada pria, karena itu ingin pula diketahui efek penyuntikan DMPA dan TE terhadap kedua kelenjar asesoris tersebut. Penelitian ini dilakukan pada 10 pria fertil yang disuntik dengan kombinasi DMPA 250 mg dan TE 200 mg. DMPA disuntikkan setiap 6 minggu, mulai dari minggu ke 0 s/d minggu ke 18. TE mula-mula disuntikkan setiap minggu, mulai minggu ke 0 s/d minggu ke 6, selanjutnya disuntikkan setiap 3 minggu, mulai minggu ke 9 sampai dengan minggu ke 24. Fungsi integritas membran spermatozoa dinilai dengan uji HOS (Hypo Osmotic Swelling Test), fungsi kelenjar prostat dinilai dengan mengukur kadar asam sitrat dalam semen, dan fungsi kelenjar vesika seminalis dinilai dengan mengukur kadar fruktosa dalam semen. Pemeriksaan semen dilakukan setiap 3 minggu, mulai dari minggu ke 3 s/d minggu ke 24. Hasil penilaian selama perlakuan dibandingkan dengan penilaian sebelum perlakuan (penyuntikan).
Hasil dan Kesimpulan : Penyuntikan kombinasi DMPA dan TE menurunkan fungsi integritas membran plasma spermatozoa dengan bermakna (p<0,05) pada minggu ketiga, dan sangat bermakna (p<0,01) pada minggu ke-6 dan ke-9. Fungsi normal kelenjar prostat dan vesika seminalis masih dapat dipertahankan sampai akhir perlakuan, hal ini ditunjukkan dengan masih normalnya kadar asam sitrat dan fruktosa dalam semen walaupun secara statxstik memperlihatkan penurunan yang sangat bermakna (p 0,01). Dengan demikian seluruh hipotesis pada penelitian ini diterima.

Scope and Methodology : The participation of men/husband in family planning program is still low due to limited number of male contraceptive method available. The combination of DMPA and TE have potential capability to be male hormonal contraceptive since they are able to suppress spermatogenesis by their hypothalamus - pituitary - testis axis mechanism. Some scientist reported that azoospermia could not be covered by all subject of experiment whose given injection of combination of DMPA and TE. Therefore the fertilization are still possibly occur. The experiment of evaluation of sperm membrane integrity has been conducted since fertilization will not be successful when the functional integrity of sperm membrane is poor. The prostate and seminal vesicles gland may also influence the male fertility, so that effects of DMPA and TE injection to the two these accessories gland should also be determined. In this experiment 10 fertile men were given injections of DMPA (250 mg each) and TE (200 mg each). DMPA was given every 6 weeks, from the week of zero to 18. In the week zero to 6, TE was given every week, and followed by injection TE every 3 weeks up to week 24. The functional integrity of sperm membrane was evaluated with HOS (hypo osmotic swelling) test. The function of prostate gland was evaluated by content of citric acid in semen. The function of seminal vesicles gland was evaluated by content of fructose in semen. The semen was observed every 3 weeks, starting with the week of 3 to 24. The result, of observation during the treatment was compared to the result before the injection given (2 weeks before the treatment).
Results and Conclusions: The injection of the combination of DMPA and TE will decrease the functional integrity of sperm membrane on the third week (p < 0,05) and will decrease it very significantly on the 6th and 9th week (p <0,01). The normal function of prostate and seminal vesicles could be retained until the end of the experiment. It could be determined by the normal content of citric acid and fructose in semen even though it was statistically shown a very significant decrease (p<0,01). Therefore the overall hypothesis on the experiment could be accepted.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elsa Austin W.
"ABSTRACT
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang diderita oleh banyak orang di dunia termasuk Indonesia. Konversi sputum adalah salah satu cara untuk mengevaluasi respon pasien tuberkulosis, namun konversi sputum dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya adalah grading sputum yang tinggi. Pada penelitian ini dilakukan penelitian mengenai keberhasilan konversi sputum dihubungkan dengan sputum smear grading. Studi ini dilakukan di tiga puskesmas di Depok dan menggunakan 293 formulir TB.01. Terdapat 25 kejadian gagal konversi dimana 16 dari kejadian itu didapatkan pada kelompok dengan sputum smear grading yang tinggi. Analisis statistik dari data yang didapat menunjukkan bahwa ada hubungan antara sputum smear grading yang tinggi dengan kegagalan konversi dengan RR 3.380 yang memiliki indeks kepercayaan 95 1.549 hingga 7.375. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah sputum smear grading merupakan salah satu faktor penting yang memengaruhi keberhasilan konversi pada pasien TB.

ABSTRACT
Tuberculosis is an infectious disease suffered by many people in the world including Indonesia. Sputum conversion is an indicator to evaluate patient rsquo s response against Tuberculosis drug, but sputum conversion is influenced by many factors and high sputum grading is one of them. In this research, we seek the relation between sputum smear grading and the success of sputum conversion. This study is done in three public health center in Depok and using 293 TB.01 formulir. There are 25 incidence of failure in sputum conversion and 16 of it is from the group whose sputum smear grading is high. Statistical analysis from the data showed that there is a relation between high sputum smear grading and sputum conversion. The RR is 3.380 with 95 confidence interval 1.549 to 7.375. The conclusion from this study is that sputum smear grading is an important factor that influence success rate of conversion of sputum in tuberculosis patient."
Lengkap +
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Luthfi
"Tuberkulosis merupakan salah satu masalah kesehatan global. Terdapat banyak pasien tuberkulosis memiliki status gizi kurang saat awal diagnosis yang berdampak pada penurunan daya tahan tubuh pasien tersebut, sehingga meningkatkan risiko terjadinya kegagala dapn konversi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara status gizi pasien tuberkulosis pada awal diagnosis dengan keberhasilan konversi sputum.
Penelitian ini menggunakan desain kohort retrospektif dengan menggunakan data sekunder yang didapat dari Kartu Pasien TB.01 di UPT Puskesmas Sukmajaya, UPF Puskesmas Villa Pertiwi dan UPF Puskesmas Abadi Jaya n=131. Pada penelitian ini didapatkan 93,2 pasien dengan status gizi kurang BMI0,05 antara status gizi pasien tuberkulosis saat awal diagnosis dengan keberhasilan konversi sputum setelah pengobatan fase intensif dilakukan RR 1,016 ,95 CI,0,932-1,108.

Tuberculosis is one of global health problem. There is many tuberculosis patients who have low nutritional status in the initial of diagnosis that can lower the immune system of the patients and increase the risk of conversion failure. The aim of this study is to evaluate the correlation between the nutritional status of tuberculosis patient in the initial of diagnosis and the success of sputum conversion after an intensive phase of treatment been performed.
This study used a retrospective cohort design using secondary data which obtained from Kartu Pasien TB.01 in UPT Puskesmas Sukmajaya, UPF Puskemas Villa Pertiwi and UPF Puskesmas Abadi Jaya n 131. In this study, 93,2 patients with low nutritional status BMI 0,05 between the nutritional status of tuberculosis patients in the initial of diagnosis and the success of sputum conversion after an intensive phase of treatment been performed RR 1.016, 95 CI, 0.932 to 1.108.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miftahul Ulum
"Kasus Tuberkulosis di Indonesia masih tinggi dan menduduki peringkat kedua dunia. Di sisi lain, kasus DM yang dapat meningkatkan risiko TB semakin banyak. Pada DM terjadi penurunan dan abnormalitas sistem imun yang dapat memperparah infeksi TB. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan DM dengan kesembuhan pengobatan TB. Desain penelitian ini adalah cross-sectional dengan total sampel enam puluh data rekam medis pasien TB dan TB-DM yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi di RSCM tahun 2014.
Hasil menunjukkan terdapat pasien TB-DM sebesar 48.3 . Pasien TB-DM yang sembuh dalam enam bulan sebesar 27.6 dan tidak sembuh dalam enam bulan sebesar 72.4 . Analisis bivariat menunjukkan tidak terdapat hubungan bermakna antara DM dengan kesembuhan pengobatan TB OR 2.46; 95 CI 0.838-7.223. Selain itu, didapatkan pasien TB-DM dengan gula darah tidak terkontrol sebanyak 55.2. Pasien TB-DM terkontrol yang tidak sembuh dalam dua belas bulan sebesar 7.7, sedangkan pasien TB-DM tidak terkontrol yang tidak sembuh dalam dua belas bulan sebesar 68.8. Analisis bivariat menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara kontrol gula darah pada pasien TB-DM dengan kesembuhan pengobatan TB OR 26.4; 95 CI 2.653-262.695.

Indonesia still has high Tuberculosis cases and Indonesia placed second in the world in this matter. On the other hand, Diabetes Mellitus cases, that can increase Tuberculosis risk, is increasing. In DM, the immune system is reduced and became abnormal so it can make Tuberculosis infection worse. This study evaluate the relation between DM and Recovery of Adult Pulmonary Tuberculosis. This research is cross sectional, with total sample sixty medical record of TB and TB DM cases that fullfilled the inclusion and exclusion criterias in RSCM 2014.
In this research, there are 48.3 of TB DM cases in sixty TB cases in RSCM. TB DM patient that are cured in six months is 27.6 and TB DM patient that are not cured in six months is 72.4. Bivariate analysis showed that there is no significant correlation between DM and the recovery of Tuberculosis OR 2.461 95 CI 0.838 7.223. From glucose control perspective, the percentage of uncontrolled TB DM patient is 55.2. Controlled TB DM patient that are not cured in 12 months is 7.7 meanwhile uncontrolled TB DM patient that are not cured in 12 months is 68.8 . Bivariate analysis showed that there is a significant correlation between blood glucose control in TB DM patient and the recovery of Tuberculosis OR 26.4 95 CI 2.653 262.695.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Turnip, Andreas Billy Yoel
" ABSTRAK
Hipertensi merupakan kelainan yang menjadi masalah kesehatan di Indonesia dan seluruh dunia. Salah satu panduan yang umum digunakan dalam penanganan hipertensi adalah panduan Joint National Committee 8 JNC 8 . Selain penggunaan panduan JNC 8, Indonesia memiliki Formularium Nasional Fornas yang di dalamnya terdapat rekomendasi obat-obatan berbagai penyakit, termasuk obat-obatan antihipertensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi pasien hipertensi tingkat 1 dan 2 yang datang ke URJ RSUPN Ciptomangunkusomo dan mendapatkan obat antihipertensi yang sesuai dengan panduan JNC 8 dan Fornas. Penelitian dilakukan dengan mengamati pengobatan yang didapatkan pasien dalam rekam medis dan membandingkannya dengan panduan JNC 8 dan Fornas. Hasil penelitian menunjukkan 67,68 pasien mendapatkan pengobatan yang sesuai JNC 8 dan Fornas. Jenis obat antihipertensi yang sesuai dengan panduan JNC 8 didapatkan pada 82,83 pasien. Sedangkan 100 pasien mendapatkan obat antihipertensi yang sesuai dengan daftar obat Fornas. Dosis obat yang sesuai dengan JNC 8 ditemukan pada 81,82 pasien. Evaluasi hasil pengobatan yang sesuai dengan panduan JNC 8 ditemukan pada 100 pasien. Biaya pengobatan 99 pasien lebih murah Rp 30.588,50 /hari apabila pengobatan diberikan sesuai dengan panduan JNC 8 dan Fornas.

ABSTRACT
Hypertension is a prevalent medical problem in Indonesia or around the world. One commonly used guideline for hypertension treatment is the Joint National Committee 8 JNC 8 guideline. Aside from the JNC 8 guideline, Indonesia has Formularium Nasional Fornas which contains a list of recommended drugs for various diseases, including antihypertensive drugs. This study aims to know the proportion of grade 1 and 2 hyertensive patient who comes to outpatient department of RSUP Ciptomangunkusumo and receives antihypertensives drugs according to the JNC 8 guideline and Fornas. The study is conducted by observing the received medication of each patient in medical record and compares them to the JNC 8 guideline and Fornas. The study shows that 67.68 hypertensive patients received medication according to JNC 8 and Fornas. Antihypertensive drugs type selection which followed the JNC 8 guideline was found in 82.83 patients. While 100 patients received antihypertensive drugs which adhere to Fornas. The appropriate dosage was found in 81.82 patients. Treatment evaluation which adhere to JNC 8 was found in 100 patients. Treatment cost of 99 patients is cheaper by IDR 30,588.50 per day if the treatment was given according to JNC 8 guideline and Fornas."
Lengkap +
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuni Rukminiati
"Penyebaran Multidrug Resisten Tuberculosis (MDR TB) yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis merupakan perhatian untuk program penaoganan TB. Obat antituberkulosis lini kedua digunakan untuk pengobatan penderita MDR TB. Kami melakukao penelitian tentang Uji kepekaan obat antituberkulosis lini kedua menggunakan media Lowenstein Jensen dibandingkan dengan Mycobacterium Growth Indicator Tube (MGIT 960) sistem. Tiga puluh (30) isola!ba!cteri MDR TB di uji dengan oflokasin, amikasin, dan kanamisin menggunakan MGIT 960 dan baslinya dibandingkan dengan metode proporsi pada media Lowenstein Jensen. Dati basil penelitian didapat 27 isolat (90 %) sensitif teihadap ofloksasin , 21 isolat (70 %) sensitif terbadap antikasin dan 26 isolat (86,6 %) sensitif terhadap kanamisin. Dua isolat merupakan Extensively Drugs Resistance (XDR TB). Waktu untuk uji kepekaan dengan MGIT adalab 9 hari sedaogkan dengan metode proporsi 21 hari.

The emergence of multidrug resistant tuberculosis (MDR TB) caused by Mycobacterium tuberculosis is real threat for TB control program. Second line drogs was using for person who has MDR TB. The objective of this study was to evaluate the proportion method for testing of Mycobacterium tuberculosis susceptibility to second line drugs compared to the Mycobacterium Growth Indicator Tube (MGJT 960 )System. Thirty MDR TB Isolates were tested for susceptibility to ojloxacin, amikasicin, and kanamycin by MGJT 960, and the result were compared to those obtain with proportion method on Lowenstein Jensen media, considered a reference method. Result for ojloxacin were 27 isolate (90 %) sensitive,21 isolate (70 %) sensitive to amikacin and 26 isolate (86,6 %) sensitive to kanamycin. Two Isolate were Extensively Drug resistance (XDR TB)The time required to obtain result was an average of 9 days by the MGIT and 21days by the reference method."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
T29141
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yoel Asmida
"Latar belakang: Pengembangan kontrasepsi hormonal pria didasarkan pada penekanan gonadotropin sehingga mengbnmbat spermatogenesis dan berdampak pada penurunan konsentrasi spermatozoa. Pemberian depot medroksiprogesteron aselat (DMPA) efektif mengbambat spermatogenesis dan sekresi testosteron namun berakibat menurunnya libido dan potensi seksual. Berbagai tanaman yang dapat menstimulasi pembentukan androgen endogen telah ditemukan di dalam tanaman obat, salah satunya adalah cabe jawa (Piper retrofractum Vahl.). Secara tradisional buah cabe jawa digunakan untuk obat lemah syahwat dan telah terbukti dapat meningkatkan kadar hormon testosteron darah.
Tujuan: Mengetahui pengaruh komhinasi DMPA dan ekstrak cabe jawa terbadap konsent:rasi serta viabUitas spermatozoa vas deferenskadar hormon testosteron darah, berat badan, hernarologi, dan biokimia darah tikos (Rattus norvegicus L.).
Metode: Penelitian ini menggunakan rancangan acak 1engkap (RAL), equal size sample yaitu terdiri dari satu kelompok kontrol dan dua kelompok perlakuan yang menggunakan tikus jantan galur Sprague Dawley sebagal model. Kelompok perlakuan pertama adalah tikus kastrasi yang dicekok dengan ekstrak cabe jawa dosis 0 mg (plasebo), 0,94 mg, 1,88 mg, 2,82 mg, dan 3,76 mg. Kelompok perlakuan kedua adalah tikos yang disuntik dengan doais 1,25 mg DMPA dan dicekok dcngan ekstrak cabe jawa dosis 0 mg (plasebo), 0,94 mg, 1,88 mg, 2,82 mg, dan 3,76 mg. Penyuntikan DMPA dilakukan pada minggu ke-0 dan minggu ke-12 perlakuan, sedangkan pencekokan ekstrak cabe jawa dilakukan setiap hari dimulai dari minggu ke-7 sampai minggu ke-18 perlakuan.
Hasil: Terjadi penurunan konsentrasi spermatozoa yang siguifikan dibanding kontrol (p<0,05) pada kelompok DMPA + cabe jawa (0,94 mg dan 1,88 mg). Penurunan konsentrasi spermatozoa kelompok DMPA + cabe jawa (2,82 mg dan 3,76 mg) tidak berbeda signifikan dibanding kontrol (p>0,05). Terjadi penurunan viabililas spennatozoa pada kelompok DMPA + berbagai dosis ekstrak cabe jawa. Kadar hormon testosteron darah kelompok DMPA + cabe jawa 3,76 mg lebih tinggi dibandingkan kontrol (p>0,05) antara praperlakuan dan selama perlakuan. Penyuntikan dosis minimal DMPA dan pencekokan berbagai dosis ekstrak cabe jawa tidak mempengaruhi hemotologi dan biokimia darah tikus.

Background: The development of hormonal male contraception retied on suppression of gonadotropin so that inhibit spermatogenesis and reduced sperm concentration. 1njection of DMPA will inhibit spermatogenesis and testosterone secretion but also cause degradation of sexual potency and libido. Various plants able to stimulate forming of androgen endogen. one of them is javanese long pepper (Piper retrofractum Vahl.). Traditionally, the fruits of javanese long pepper was used to cure weaken lust and have been proven to improve blood testosterone level.
Purpose: Knowing the effect of combination of DMPA and javanese long pepper extract on concentration and viability of sperm in was deferens, blood testosterone level, haematology and blood chemistry level of rat (Rattus norvegicus L.).
Method: This research is using complete random device, equal size sample that is consisting of one group of control and two groups of treatment which is taking male rat strain Sprague-Dawley as a model. The fast group of treatment is castration rat that feed with javanese long pepper exiract dosis 0 mg (placebo), 0.94 mg, 1.88 mg, 2.82 mg and 3.76 mg. The second group of treatment is injected rat with DMPA dosis 1.25 mg and also feed with javaoese long pepper extract dosis 0 mg (placebo), 0.94 mg, 1.88 mg, 2.82 mgand 3.76 mg. Injection of DMPA done at week 0 aod 12 oftrealment while feed ofjavanese long pepper extract done every day started from week 7 until week 18 of treatment.
Result: There was decreasing of spenn concentrstion significantly (p<0.05) at group of DMPA + (0.94 mg and 1.88 mg) of javanese long pepper extract which compered to controL Sperm concentration in group ofDMPA + (2.82 mg and 3.76 mg) of javanese long pepper extract was decreased but not significantly differ to control (p>O,OS). The sperm viability was decreased in group of DMPA + various dosis of javanese long pepper extract. The blood testosterone level was higher than control in group of DMPA + 3.76 mg of javanese long pepper extract (p>0.05). The body mass index was increased significantly (p<0.05) between before and during treatment. In general, injection of minimal dosis of DMPA and feeding various dosis of javanese long pepper extract do not influence to the rat haemotology and blood chemistry level.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T32014
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rozi Abdullah
"Infeksi merupakan komplikasi serius dan umum terjadi pada pasien di ruang rawat intensif rumah sakit. Pasien di ruang rawat intensif sering mengalami kondisi kritis dan imunosupresi yang membuat mereka rentan terhadap berbagai infeksi, termasuk yang disebabkan oleh patogen yang resisten terhadap antibiotik. Seringkali, penyebab infeksi tidak dapat langsung diidentifikasi, sehingga pemberian antibiotik empiris harus dilakukan, di mana antibiotik diberikan berdasarkan pengalaman klinis dan pengetahuan tentang patogen yang kemungkinan besar terlibat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola kuman dan kesesuaian pemberian antibiotik empiris dengan hasil uji sensitivitas kuman, serta menganalisis hubungan kesesuaian hasil uji sensitivitas kuman dengan perbaikan klinis pada pasien yang mendapatkan antibiotik empiris di ruang rawat intensif rumah sakit Cipto Mangunkusumo periode 2022. an observasional yang dilakukan secara potong lintang (cross-sectional) pada penggunaan antibiotik empiris pada pasien ruang rawat intensif Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo selama periode 2022. Data yang diambil adalah data rekam medis pasien yang dirawat di ruang rawat intensif periode Januari- Desember 2022 yang terdiri dari ICU Dewasa (Kanigara) dan ICU IGD RSCM. Perbaikan klinis setelah pemberian terapi antibiotik empiris dinilai dari penurunan jumlah leukosit, penurunan kadar prokalsitonin, perbaikan skor National Early Warning Score (NEWS) pada 0-48 jam setelah antiobiotik empiris dihentikan. Analisis bivariat dilakukan dengan Uji Chi Square, dengan nilai p signifikansi <0,05. Analisis multivariat dilakukan pada faktor perancu dengan Uji Regresi Logistik.

            Pada penelitian ini didapatkan 107 penggunaan antibiotik empiris. Hasil uji sensitivitas kuman pada pasien yang mendapatkan antibiotik empiris menunjukkan bahwa Klebsiella pneumonia dan Acinetobacter sp. adalah kuman yang paling banyak ditemukan, dengan tingkat sensitivitas yang rendah terhadap antibiotik di bawah 40% pada sebagian besar hasil uji sensitivitas kuman. Didapatkan jumlah kesesuaian antibiotik empiris dengan hasil uji sensitivitas kuman lebih tinggi pada kategori tidak sesuai sebanyak 62,62% (n=67). Terdapat hubungan yang signifikan antara kesesuaian hasil uji sensitivitas kuman dengan perbaikan klinis pada pasien (p<0,05). Analisis multivariat menunjukkan kesesuaian penggunaan antibiotik empiris dengan hasil uji sensitivitas memiliki signifikansi secara statistik terhadap perbaikan klinis (OR 5,26 (1,46-18,95), p = 0,011).

            Penggunaan antibiotik empiris di ruang rawat intensif sebagian besar tidak sesuai dengan hasil uji sensitivitas kuman. Terdapat hubungan yang signifikan antara kesesuaian hasil uji sensitivitas kuman dengan perbaikan klinis pada pasien. Temuan ini menegaskan pentingnya pemilihan antibiotik empiris yang tepat berdasarkan pola kuman dan hasil uji sensitivitas kuman untuk meningkatkan efektivitas perawatan di ruang rawat intensif.


Infections are a serious and common complication in patients in hospital intensive care units. Patients in intensive care often experience critical conditions and immunosuppression, making them vulnerable to various infections, including those caused by antibiotic-resistant pathogens. Often, the cause of the infection cannot be immediately identified, necessitating the administration of empirical antibiotics, where antibiotics are given based on clinical experience and knowledge of the most likely involved pathogens. This study aims to determine the pattern of pathogens and the appropriateness of empirical antibiotic administration with the results of pathogen sensitivity tests, as well as to analyze the relationship between the appropriateness of pathogen sensitivity test results and clinical improvement in patients receiving empirical antibiotics in the intensive care unit of Cipto Mangunkusumo Hospital for the period of 2022.

            This study is an observational cross-sectional research on the use of empirical antibiotics in intensive care patients at Cipto Mangunkusumo Hospital during the 2022 period. The data collected were medical record data of patients treated in the intensive care unit from January to December 2022, consisting of the Adult ICU (Kanigara) and the Emergency Department ICU of RSCM. Clinical improvement after the administration of empirical antibiotic therapy was assessed from the decrease in leukocyte count, the decrease in procalcitonin levels, and the improvement of the National Early Warning Score (NEWS) within 0-48 hours after the empirical antibiotics were discontinued. Bivariate analysis was performed using the Chi-Square Test, with a significance value of p<0.05. Multivariate analysis was performed on confounding factors using Logistic Regression Test.

            In this study, 107 uses of empirical antibiotics were found. Pathogen sensitivity tests in patients receiving empirical antibiotics showed that Klebsiella pneumoniae and Acinetobacter sp. were the most commonly found pathogens, with a low level of sensitivity to antibiotics below 40% in most pathogen sensitivity test results. In addition, the number of appropriate empirical antibiotics with the results of pathogen sensitivity tests was higher in the inappropriate category by 62.62% (n=67). There was a significant relationship between the appropriateness of pathogen sensitivity test results and clinical improvement in patients (p<0.05). Multivariate analysis showed statistical significance (OR = 5,26 (1,46-18,95), p-value = 0.011).

            The use of empirical antibiotics in the intensive care unit was mostly not in accordance with the results of pathogen sensitivity tests. There was a significant relationship between the appropriateness of pathogen sensitivity test results and clinical improvement in patients. These findings affirm the importance of selecting the appropriate empirical antibiotics based on the pattern of pathogens and the results of pathogen sensitivity tests to enhance the effectiveness of care in the intensive care unit.

"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Wijaya
"ABSTRAK
Antipsikotika adalah golongan obat psikotropika yang digunakan sebagai terapi utama penatalaksanaan skizofrenia. Antipsikotika di bagi menjadi dua golongan yaitu antipsikotika generasi pertama (Tipikal) dan antipsikotika generasi kedua (atipikal). Di Indonesia, hingga saat ini sedikit penelitian yang membahas mengenai pola penggunaan obat, khususnya mengenai rasionalitas penggunaan antipsikotika sesuai indikasi pada pasien skizofrenia. Penelitian retrospektif ini bertujuan untuk menganalisis survai penggunaan antipsikotika pada pasien skizofrenia yang di rawat inap meliputi karakteristik pasien, karakteristik klinis dan rasionalitas penggunaan antipsikotika. Data di ambil dari rekam medik pasien skizofrenia yang masuk ruang rawat inap Departemen Kesehatan Jiwa RSCM periode Juli 2014 hingga Juni 2015. Pada penelitian ini, dari 113 pasien yang di analisis, terdapat sebagian besar pemberian antipsikotika pasien skizofrenia yang di rawat tidak rasional (73,4%). Multifaktorial yang menyebabkan pengobatan tidak rasional menurut analisis penelitian seperti ketidaktepatan indikasi, tidak monoterapi, kombinasi yang tidak tepat, dan terjadinya efek samping pemberian antipsikotika pada pasien tersebut. Adanya hubungan antara keluaran klinis dengan frekuensi rawat inap, lama rawat inap dengan mono atau kombinasi terapi dan rasionalitas penggunaan antipsikotika dengan jaminan kesehatan pasien.

ABSTRACT
Antipsychotics are the class of psychotropic drugs that are used as primary therapy treatment of schizophrenia. Antipsychotics divided into two groups, first generation typical) and second generation (atypical). In Indonesian, recent data few studies discussing the patterns of drug use, especially regarding the use antipsikotika rationality as indicated in schizophrenic patients. This retrospective study aimed to analyze the survey antipsychotics use in schizophrenic patients were hospitalized include patient characteristics, clinical characteristics and rationality antipsychotics. Data were obtained from the medical records of patients with schizophrenia who came to Department of psychiatry RSCM during the period of July 2014 to June 2015. In this study, out of 113 patients evaluated, the frequency is higher treated schizophrenia patients are not rational (73.4%). Multifactorial causes irrational treatment according to the imprecision of the analysis as inaccuracies indication, not monotherapy, inaccuracies combination, and the occurrence of adverse reactions. The relationship between clinical output with a frequency of hospitalization, duration of hospitalization with mono or combination therapy and rationality antipsychotics use by healthcare patients.
"
Lengkap +
2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>