Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 53 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nainggolan, Dorlina
"Ruang lingkup dan metode penelitian : Pesatnya perubahan gaya hidup di abad ini, terutama di negara berkembang, sangat berperan pada timbulnya penyakit degeneratif yang berhubungan dengan kerusakan sel akibat ketidakseimbangan antara radikal bebas dengan antioksidan endogen. Akhir-akhir ini banyak penelitian yang ditujukan untuk melihat aktivitas antioksidan yang bersumber dari bahan alam sebagai hepatoprotektor, seperti, Ginkgo biloba, Bauhinia rasemosa, Glycyrrhiza glabra dan Morine. Salah satu diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Puslit Kimia, LIPI, bahwa residu ekstrak Aspergillus terreus mempunyai aktivitas antioksidan (DPPH Scavenging effect) in vitro, dengan iCso sebesar 44 ppm. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah residu ekstrak Aspergillus terreus tersebut juga mempunyai aktivitas antioksidan in vivo seperti halnya in vitro. Untuk menilai aktivitas antioksidan in vivo tersebut, dilakukan pengukuran kadar MDA plasma dan jaringan hati, GPT plasma serta pemeriksaan histopatologis jaringan hati.
Penelitian ini menggunakan 24 ekor tikus putih galur Wistar, yang dibagi secara acak menjadi 4 .kelompok, masing-masing terdiri dari 6 ekor. Kelompok 1 (kontrol), diberikan akuades 600 µUl00 g berat badan, kelompok 2, 3, dan 4, masing-masing diberikan Tween-80, residu ekstrak Aspergillus terreus 100 mgi kg berat badan dan 300 mg/kg berat badan, selama 3 hari berturut-turut. Karbon tetraklorida 2 mL (3,2 mg) / kg berat badan diberikan pada hari ke 3, kecuali pada kelompok I. Seluruh hewan coba diterminasi dengan cara dekapitasi pada hari ke 4, yaitu 24 jam setelah pemerian CCIL4, sebelum diterminasi tikus dipuasakan selama 17 jam. Darah diambil untuk pengukuran kadar GPT, MDA plasma. Hati diambil untuk pengukuran kadar MDA dan pemeriksaan histopatologis. Data rerata (SB) kadar GPT dan MDA dianalisis dengan uji Anova satu arah dan dilanjutkan dengan multiple comparison metode Bonferroni dengan menggunakan komputer. Data histopatologis diuji dengan Kruskal-Wallis secara manual dan dilanjutkan dengan perbandingan prosedur Dunn. Hasil : Hasil uji statistik kadar MDA dan GPT plasma pada kelompok kontrol dan E-300 berbeda bermakna (p<0,05) dibandingkan dengan kelompok CC14 dan E-100.
Hasil uji statistik untuk menilai tingkat kerusakan hati secara histopatologis, kelompok kontrol dan E-300 lebih rendah secara bermakna (p<0,001) dibandingkan dengan CC14 dan E-100. Hasil uji statistik kadar MDA jaringan hati tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0,05). Bahkan kelihatannya kadar MDA jaringan hati pada kelompok kontrol dan E-300 lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok CCL4 dan E-100. Hai ini tidak sesuai dengan laporan penelitian yang sudah ada. Kesimpulan : Residu ekstrak Aspergillus ferreus 300 mg/kgBB sekali sehari, selama 3 hari menunjukkan aktivitas antioksidan in vivo secara bermakna (p<0,05) dibandingkan dengan kelompok CCI4. Kadar MDA pada jaringan hati pada kelompok kontrol dan E-300 lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok CCL4 dan tidak sesuai dengan laporan penelitian lain, yang mengemukakan kadar MDA jaringan hati kelompok CCL4 lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang diproteksi oleh antioksidan."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16197
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tissy Fabiola
"Penyakit tuberculosis (TB) telah dinyatakan sebagai salah satu permasalahan kesehatan dunia oleh WHO semenjak tahun 1993, danjumlahpenderita tuberkulosis kian meningkat setiap tahunnya. Mycobacterium tuberculosis, agen penyebab dari penyakit tuberkulosis telah bermutasi menjadi strain resistant erhadap lebih dari satu obat antituberkulosis, yang melahirkan sebuah penyakit yang disebut Multidrug-resistant Tuberculosis (MDR-TB). Studi ini bermaksud mengetahui pengaruh usia dan status pekerjaan pada pasien MDR-TB selama pengobatan inisial TB terhadap kepatuhan pasien dalam pengobatan. Data diambil di RS Persahabatan Jakarta (n=50), pada bulan Desember 2009 hingga Agustus 2010 dengan metode cross sectional. Sample diperoleh dengan metode convenient sampling method. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 34% pasien berusia 16-20 tahun dan 70% pasien memiliki pekerjaan saat pengobatan TB pertama, serta baik usia pasien maupun status pekerjaan pasien tidak ada hubungan yang signifikan dengan kepatuhan pasien.

Tuberculosis (TB) disease has been declared as a global emergency according to WHO since 1993 and the number of the people who become infected with this disease keeps increasing throughout the year. Mycobacterium tuberculosis, the causative agent of tuberculosis disease has mutated to be resistant to more than one antituberculosis drug, leading to a disease called Multidrug-resistant Tuberculosis (MDR-TB). This study aims to measure the influence between age and employment status during primary TB treatment and the development towards MDR-TB in relation to patient compliance. Data is collected in Persahabatan Hospital, Jakarta (n=50) on December 2009 until August 2010, using cross sectional method. Samples are obtained using convenient sampling method. The result shows that 34% patients were 16-20 years old and 70% patients were employed during their primary TB treatment, and neither age nor employment status has a significant association with patient compliance."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meutia Ayuputeri
"MDR-TB telah menjadi ancaman bagi masyarakat masa kini, dengan demikian, menambah beban akibat penyakit TB. Beberapa faktor resiko dapat menyebabkan kasus TB berkembang menjadi kasus MDR-TB, diantaranya adalah implementasi strategi (DOTS) yang buruk, terutama berkaitan dengan keberadaan Pengawas Minum Obat (PMO) dalam pengobatan TB pertama. Penelitian cross-sectional ini mengkaji 3 dari 5 komponen DOTS dalam pengobatan TB pertama yakni adanya pemeriksaan dahak, PMO, serta distribusi dan cakupan obat anti-TB dari program nasional penanggulangan TB. Penelitian ini membahas hubungan antara PMO dan kepatuhan pasien dalam meminum obat. Data untuk studi ini diambil dari hasil wawancara terhadap 50 pasien di Klinik MDR-TB, RS Persahabatan pada Desember 2009-Agustus 2010. Studi ini menunjukkan bahwa sebanyak 32% pasien mengetahui perlu adanya PMO selama pengobatan TB, namun sebanyak 40% pasien memiliki figur yang menjalankan fungsi sebagai PMO. Meskipun demikian, tidak ada perbedaan signifikan dalam kepatuhan minum obat diantara pasien yang memiliki PMO dan pasien yang tidak memiliki PMO.

MDR-TB poses as a growing threat to present society, further complicating the burden of TB. Various risk factors have been identified to contribute to the development towards MDR-TB from previous TB treatment, one of which is poor implementation of DOTS, especially in relation to the presence of DOTS observer (Pengawas Minum Obat or PMO). This cross sectional study assesses the implementation of 3 out of 5 components of DOTS during primary TB treatment; sputum check, PMO assistance, and coverage of free drug from NTP. Furthermore, this study investigates the association between the presence of PMO and patient compliance. Data is collected by deep interview with 50 patients in MDR-TB Clinic, Persabahatan Hospital during December 2009 to August 2010. This study shows that 62% subjects have their sputum check, and 52% subjects receive free drug. Only 32% subjects acquire the knowledge of PMO, yet 40% subjects are actually observed by PMO. There is no significant difference in patient compliance with the presence of PMO."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindya Pradipta Susanto
"Meningkatnya MDR-TB menambah beban pada kontrol TB. Beberapa faktor resiko dihubungkan dengan insiden MDR-TB pada pasien yang pernah menjalani pengobatan TB, termasuk pemilihan kombinasi obat yang salah oleh dokter. Penilitian ini ditujukan untuk mengetahui pemilihan obat yang diberikan kepada MDR-TB pasien sewaktu pengobatan TB yang pertama kali. Di samping itu, hubungan dengan tempat pengobatan juga diteliti.
Penilitian ini menggunakan metode cross sectional dengan interview pada pasien MDR-TB di RS Persahabatan, Jakarta (n=50) pada periode Desember 2009 sampai Agustus 2010. Hasil menunjukkan mayoritas pasien diberi OAT-KDT/Kombipak (68%) dan regimen kategori 1 (78%). Pengobatan di institusi pemerintah atau swasta membuat perbedaan bermakna pada pemberian OAT-KDT/Kombipak.

The increase of MDR-TB has saddled the TB control. Various risk factors are identified to contribute the development of MDR-TB from previous TB treatment, including mistake in giving drug combination in initial phase (i.e. error in prescription by physician). This study aims to measure the frequency of drug combination given to the MDR-TB patients during their primary TB treatment. In addition, its association with primary treatment place is investigated.
This is a cross-sectional study by interview to MDR-TB patients in Persahabatan Hospital, Jakarta (n=50) from December 2009 to August 2010. Results show that majority of the patients are given FDC/Combipack (68%) and Category 1 (78%) drug. This study suggests that going to public or private treatment place make differences on whether FDC/Combipack is prescribed.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Purnama Hidayat
"Bahan pangan darurat BPPT merupakan makanan padat gizi berbentuk biskuit yang dikemas secara tertutup untuk dikirimkan ke tempat-tempat bencana alam. Dalam bahan pangan tersebut terkandung polifenol yang telah terbukti secara invitro dapat meningkatkan respon imun. Untuk dapat mengaplikasikan dalam kehidupan masyarakat, bahan ini perlu melalui uji eksperimental hewan coba terlebih dahulu.
Uji eksperimental yang dilakukan terhadap 30 ekor mencit yang dibuat lapar. Setelah dua minggu berada dalam kondisi kelaparan, enam ekor mencit diambil datanya, mencit lainnya kemudian dibagi ke dalam dua kelompok perlakuan, yaitu kelompok yang diberi produk pangan darurat BPPT dan kelompok yang diberi imunomodulator Phyllanthus niruri, suatu produk imunomodulator yang telah di pasarkan di Indonesia. Enam mencit dari masingmasing kelompok diperiksa setelah mendapat perlakuan selama dua dan empat minggu.
Pada penelitian ini tidak ditemukan perbedaan yang bermakna (p>0,05) pada perbandingan perubahan jumlah leukosit, limfosit, netrofil segmen, dan jumlah IgG total antara mencit yang mendapat asupan pangan darurat BPPT dengan mencit yang mendapat asupan Phyllanthus niruri baik selama dua dan empat minggu. Oleh sebab itu, peneliti menyimpulkan bahwa produk pangan darurat BPPT memiliki efek yang sama baiknya dengan Phyllanthus niruri dalam meningkatkan respon imun mencit kelaparan dengan indikator jumlah leukosit, perubahan hitung jenis, dan jumlah IgG total setelah pemakaian dua maupun empat minggu.

BPPT emergency food is nutrient-rich cookies which are packaged in a closed session to be sent to places of natural disasters. This product contains polyphenol that has been shown to enhance immunity response in in-vitro experimentation. In order to be applicable in public life, this product needs to be experimented on animals.
Experimental tests were conducted on thirty mice which were made to be hungry. After two weeks in a state of starvation, six mice were taken to be examined, while the rest were divided into two groups, one group was given BPPT emergency food and the other group was given Phyllanthus niruri, an immunomodulator which has been marketed in Indonesia. After two weeks, six mice from each group were taken for examination and the rest were examined two weeks after the first test.
The result found no significant difference (p> 0.05) on changes number of leukocytes, lymphocytes, neutrophils segments, and total IgG between mice that received BPPT emergency food and mice that received Phyllanthus niruri after being treated for two and four weeks. Therefore, researchers concluded that the BPPT emergency food products has similar effect with Phyllanthus niruri in enhancing starving mice immunity response, indicated by the number of leukocytes, differential count of leukocyte, and total amount of IgG.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Natasya Puspita Tanri
"Secara geografis Indonesia sangat berpotensi sekaligus rawan bencana alam. Beberapa dampak bencana alam yang ditimbulkan terhadap masyarakat adalah timbulnya cedera, depresi, dan penyakit. Ketiga hal tersebut berkaitan erat dengan sistem imun manusia. Untuk menanggulangidampak bencana, pemerintah(BPPT) hendak mengeluarkan suatu produk pangan baru yang berasal dari ektrak buah delima yang secara in vitro terbukti meningkatkan respon imun tubuh manusia. Diperlukan penelitian toksisitas oral akut dan subkronik produk pangan darurat BPPT tersebut.
Penelitian ini menggunakan true experimental design dengan pemilihan sampel secara random alokasi. Pada uji toksisitas oral akut digunakan 5 ekor tikus jantan dengan pemberian dosis 9g/kg BB. Setelah 14 haritidak terdapat efek toksik yang bermakna dan tikus yang mati sehingga nilai LD50> 9 g/kg BB.Pada uji toksisitas oral subkronik digunakan 4 grup perlakuan (1 g/kg BB, 2 g/kg BB, 4 g/kg BB, kontrol) untuk tiap jenis kelamin dengan jumlah @10 ekor tikus. Pada setiap grup diberikan perlakuan, observasi, dan pengukuran berat badan secara berkala selama 90 hari.
Pada akhir periode perlakuan dibandingkan hasil observasi makroskopik dan mikroskopik antar kelompok. Secara umum grup tikus dengan dosis 1 g/kg BB tidak menunjukan tanda toksisitas yang bermakna, grup tikus dengan dosis 2 g/kg BB mulai menunjukan gangguan pada fungsi organ, dan grup tikus dengan dosis 4g/kg BB telah mengalami kerusakan jaringan berdasarkan pemeriksaan histopatologi. Berdasarkan hasil tersebut maka NOEL (No Observed Effect Level) pada tikus jantan dan betina adalah 1 g/kg BB.

Located in ?The Pacific Ring of Fire?, it is irrefutable that Indonesia is vulnerable to natural disasters. Indeed, countless severe catastrophes result inthe emergence of closely-related human immune system problems, such as: injury, depression and illness. To deal with the issues, the Government (BPPT) has been planning meticulously to launch a new food product derived from pomegranate fruit extracts that can improve the human immune response system. It is then necessary to have further research onacute oral toxicity and sub-chronicoral toxicity of BPPT's emergency food product.
The study employed true experimental designmethodology as its principal and using randomize allocation sampling. A dose of 9 g/kg BB was given to five male ratsin an acute oral toxicity test. After 14 days, there were no significant toxic effects and no rat died. As such, the value of the LD50is > 9 g/kg BB. Another analysis was done in a sub-chronicoral toxicity test by using four treatment groups (1 g/kg BB, 2 g/kg BB, 4 g/kg BB, control) @ 10 rats for each sex.Foreachgroup, there were stringent monitoringas well asregular periodical body weight measurement within 90 days.
At the end of the treatment period, the results gathered from macroscopic and microscopic measurements were compared among groups. In general, group1 g/kg BB dose rats did not show significant signs of toxicity. Group 2g/kg BB dose rats started to show interference with the organ functions. As for the group4 g/kg BB dose rats, theyhad damaged tissue in histopathological examination. Based from these outcomes, it is clear that NOEL (No Observed Effect Level) in male and female rats is 1 g/kg BB.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nicolaus Novian Wahjoepramono
"MDR-TB menjadi masalah yang penting di Indonesia karena besarnya angka kematian dan morbiditas. Dengan mencari tahu alasan perkembangan tuberculosis menjadi MDR-TB, insidensi dari penyakit mematikan ini dapat dikurangi. Pengumpulan data dilakukan di RS Persahabatan dalam jangka waktu dari Desember 2009 sampai Agustus 2010 dan bertujuan untuk mengukur angka kepatuhan dalam pengobatan tuberculosis primer dan efek dari pembagian OAT secara gratis terhadap kepatuhan pasien. Pasien MDR-TB akan diwawancara secara retrospektif untuk mencari tahu derajat kepatuhan mereka saat pengobatan primer dulu. Hasil wawancara menunjukkan bahwa 46% dari pasien MDR-TB tidak mematuhi regimen pengobatan primer dulu. Angka ini jauh lebih buruk dari data tuberculosis pada umumnya. Hasil juga menyimpulkan bahwa hubungan antara pembagian obat secara gratis dan kepatuhan pasien sebagai non-signifikan.

The problem of Multi-Drug Resistant Tuberculosis in Indonesia is of high importance due to its high mortality and morbidity rate. Finding clues as to how MDR-TB develops from susceptible strains of TB will help Indonesia in eliminating the menace that is MDR-TB. Data collection is done in RS Persahabatan, Jakarta during the period of December 2009 until August 2010, and aims to measure the rate of compliance in the primary TB treatment of confirmed MDR-TB patients. The study also looks at the effect of free medication on patient compliance. Interview sessions will be set for MDR-TB patients to look in retrospect towards their primary TB treatment. Results show that 46% of patients did not comply in their primary treatment, a lot higher than normal. It also proves of the relationship between compliance and the accessibility of free drugs to be non-significant."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Albert Sedjahteraa
"Kemunculan MDR-TB menghambat program pemberantasan TB dan berakibat pada meningkatnya angka kematian dan beban control TB. Tempat pengobatan TB, termasuk riwayat pengobatan, sangat mungkin merupakan predictor MDR-TB yang kuat. Tujuan dari studi ini ada untuk mengidentifikasi dan menganalisis tempat pengobatan TB primer sebagai salah satu factor yang mungkin berkontribusi dalam perkembangan TB menjadi MDR-TB. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Desember 2009 hingga Agustus 2010. Mengguanakan metode cross-sectional, data didapatkan melaui wawancara mendalam dengan 50 pasien MDR-TB yang sedang mendapatkan pengobatan di klinik MDR-TB RS Persahabatan. Dalam jumlah besar pasien MDR-TB mendapatkan pengobatan di puskesmas (38%) dan dokter praktik pribadi (28%). Tidak ditemukan adanya assosiasi antara tempat pengobatan TB pertama dan kepatuhan pasien sedangkan assosiasi terlihat antara tempat pengobatan TB pertama dan peresepan obat gratis.

The emergence of MDR-TB hampers TB eradication program which resulted in high fatality rate and increase burden of TB control. TB treatment place, including history of treatment, might be a strong predictor of MDR-TB. The purpose of this study is to identify and analyze primary TB treatment place as the contributing factor that may lead to the development of TB towards MDR-TB. The data collection was done from December 2009 to August 2010 at Persahabatan Hospital. Using cross-sectional method, data is obtained through thorough interview of 50 MDR-TB patients undergoing treatment in MDR-TB Clinic in Persahabatan Hospital. Large proportion of MDR-TB patient received their primary TB treatment at puskesmas (38%) and private Practice (28%). It is found that there is no association between primary TB treatment place and patient compliance while association appears between primary TB treatment place and free drug prescription."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Alberta Jesslyn Gunardi
"Kemunculan dari MDR-TB telah menjadi masalah kesehatan yang penting dan mengancam kontrol TB sedunia. Beberapa faktor resiko dihubungkan dengan perkembangan MDR-TB pada pasien yang pernah menjalani pengobatan TB, termasuk kepatuhan pasien meneruskan pengobatan. Penilitian ini ditujukan untuk mencari bagaimana kepatuhan pasien MDR-TB meneruskan pengobatan sewaktu pengobatan TB yang pertama kali. Selain itu hubungan dengan kepatuhan pasien makan obat sesuai jadwal juga diteliti. Penilitian ini menggunakan metode cross sectional dengan mewawancarai pasien MDR-TB di RS Persahabatan, Jakarta selama bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010 (n=50). Hasil menunjukan bahwa mayoritas pasien patuh meneruskan pengobatan terhadap pengobatan TB yang pertama kali. Penelitian ini menemukan bahwa tidak adanya hubungan antara kepatuhan pasien meneruskan pengobatan dan kepatuhan pasien makan obat sesuai jadwal sewaktu pengobatan TB yang pertama kali.

The emergence of MDR-TB has become an important health issue and threatens TB control worldwide. Various risk factors are identified to contribute the development of MDR-TB from previous TB treatment, including patient adherence. This study aims to find out how the MDR-TB patient adherence during their primary TB treatment. In addition, the association with patient compliance is analyzed. This is a cross-sectional study by interview to MDR-TB patients in Persahabatan Hospital, Jakarta during December 2009 until August 2010 (n=50). Results show that majority of the patients adhere to their primary TB treatment. This study finds there is no association between patient adherence and compliance during primary TB treatment."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Krisna
"Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama di seluruh dunia terlepas dari kemajuan ilmiah utama dalam diagnosis dan manajemen Dalam Laporan WHO 2012 Global Tuberculosis Pengendalian mengungkapkan diperkirakan 9 3 juta kasus insiden TB pada tahun 2011 secara global dengan Asia memimpin di bagian atas 59 Beberapa studi di masa lalu telah mengungkapkan hubungan antara kekayaan dan kondisi hidup dengan konversi TB dan mengurangi kejadian TB
Sasaran dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis berbagai tingkat ekonomi di masyarakat selama masa pengobatan sebagai faktor yang berkontribusi terhadap konversi TB Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan mewawancarai pasien TB yang diberi obat kategori pertama selama minimal 2 bulan n 106
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien pada kelompok pendapatan yang lebih tinggi memiliki persentase kesembuhan lebih besar 77 dari 57 pasien dibandingkan dengan kelompok berpenghasilan rendah 49 dari 49 pasien Hasil tambahan yang diperoleh adalah beberapa pasien masih menggunakan uang mereka sendiri untuk konsultasi dan obat obatan yang seharusnya ditanggung oleh pemerintah
Penelitian ini menegaskan hipotesis bahwa pendapatan memang terkait dengan konversi TB pada 2 bulan di RS Persahabatan selama pengobatan lini pertama obat Beberapa faktor yang berkorelasi dengan pendapatan yang lebih tinggi termasuk pendidikan transportasi dan makanan sehat berkontribusi terhadap konversi
Penelitian ini menyarankan bahwa pemerintah harus membayar lebih banyak perhatian terhadap konversi dan pengobatan TB sebagai studi ini menemukan bahwa tingkat tertentu pendapatan minimum perlu dipenuhi untuk mendapatkan konversi pada 2 bulan Kata kunci Tuberkulosis Program pengobatan Tuberkulosis Kategori satu obat Tuberkulosis Tingkat Penghasilan.

Tuberculosis remains a major public health problem worldwide in spite of major scientific advancements in its diagnosis and management In WHO Report 2012 ndash Global Tuberculosis Control reveals an estimated 9 3 million incident cases of TB in 2011 globally with Asia leading at the top 59 Several studies in the past have revealed the relationship between wealth and living condition with TB conversion and reducing TB incidence
The Aim of this study was to determine and analyze variety of economic level in society during the treatment period as a contributing factor towards TB conversion This study used cross sectional design by interviewing patients with TB who are given first category drugs for at least 2 months n 106
Results showed that patient in the higher income group had greater cure percentage 77 from 57 patients compared to the low income group 49 from 49 patients Additional result gained was some of the patient still use their own money for consultation and drugs which should have been covered by the government
This study confirmed the hypotheses that income indeed associated with TB conversion at 2 months in Persahabatan Hospital during first line drug treatment Some factors that correlate with higher income including education transportation and healthy foods contribute to the conversion
This study suggested that government should pay more attention towards TB conversion and treatment as the study found that certain level of minimum income needed to be fulfill in order to get the conversion at 2 months Keywords TB TB treatment programs TB drugs first category Income.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>