Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zayadi Zainuddin
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Setiap mahasiswa akan memilih gaya belajar yang menguntungkan untuk situasi belajar tertentu. Gaya belajar aktivis diduga lebih sesuai untuk aktivitas belajar mandiri dibandingkan dengan gaya belajar lain. Lingkungan belajar yang dirancang untuk pembelajaran mahasiswa akan memunculkan persepsi yang berbeda, baik persepsi positif maupun negatif. Persepsi ini diduga dapat mendorong atau menghambat belajar mandiri. Metode: Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan desain kasus kontrol. Populasi terdiri atas mahasiswa yang tidak siap (kasus) dan siap belajar mandiri (kontrol) dengan minimal sampel sebanyak 55 mahasiswa untuk masing-masing populasi. Pengumpulan data dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap pertama dengan pengisian kuesioner Self Directed Learning Readiness Scale (SLDRS) Fisher dan tahap kedua dengan pengisian kuesioner Learning Style Questionairre (LSQ) Honey-Mumford dan Dundee Ready Educational Environment Measure (DREEM). Data dianalisis dengan menggunakan program SPSS 13.00. Hasil: Gaya belajar aktivis tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan tingkat kesiapan belajar mandiri (p>0.05) namun persepsi mahasiswa mengenai lingkungan belajar memiliki hubungan yang bermakna (p<0.05). Mahasiswa yang kurang puas terhadap lingkungan belajar memiliki kemungkinan 3.852 kali tidak siap belajar mandiri dibandingkan dengan mahasiswa yang puas (p<0.05 dan OR=3.852). Kesimpulan: Gaya belajar aktivis tidak berpengaruh terhadap tingkat kesiapan belajar mandiri. Persepsi mahasiswa mengenai lingkungan belajar berpengaruh terhadap tingkat kesiapan belajar mandiri, sehingga perlu upaya peningkatan kesiapan belajar mandiri mahasiswa dengan memperbaiki lingkungan belajar.
ABSTRACT
Background: Each student will choose their own learning style that are more beneficial for one learning situation. Activist learning style has been expected more suitable for self directed learning than other learning style. Learning environment that designed for students’ learning will lead to different perceptions, either positive or negative. This perception could inhibit or encourage self directed learning. Method: This is a quantitative research using case control design. Population consists of students who are not ready (cases) and ready to self directed learning (control) with minimal sample of 55 students for each population. The data was collected using questionnaires in two stages. First’ stage for Self Directed Learning Readiness Scale (SLDRS) Fisher questionnaires and the second stage for Learning Style questionnaire (LSQ) Honey-Mumford and Dundee Ready Educational Environment Measure (DREEM) questionnaires. Data were analyzed using SPSS 13.00 program. Result: Activist learning style showed no significance relationship with self directed learning readiness levels (p>0.05) but students' perceptions of educational environment showed significant relationship (p<0.05). Students who are not satisfied to learning environment have the possibility of 3.852 times more unready to self directed learning than students who are satisfied (p<0.05 and OR = 3.852). Conclusion: Activist learning styles do not influenced the level of self directed learning readiness. Students’ perceptions of the educational environment influenced self directed learning readiness level, therefore an effort is needed to increase students' self directed learning readiness by improving the educational environment.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Damayanti Sekarsari
Abstrak :
Latar belakang: Pada proses pendidikan yang berlangsung di program pendidikan dokter spesialis (PPDS) radiologi terdapat beberapa masalah misalnya peserta didik tidak mampu menunjukkan performa akademik yang diharapkan. Banyak faktor yang mempengaruhi performa akademik, salah satunya adalah faktor non kognitif. Untuk menyikapi hal itu perlu proses seleksi yang menguji faktor non kognitif yang terstruktur seperti multiple mini interview (MMI) untuk dapat memprediksi performa akademik peserta didik. Tujuan penelitian: mengetahui korelasi MMI dengan performa akademik pada evaluasi rotasi bulanan peserta PPDS Radiologi. Metode: Penelitian potong lintang yang dilaksanakan di Departemen Radiologi FKUI-RSCM pada bulan Agustus 2014. Subjek penelitian adalah 30 orang peserta PPDS radiologi. Dilakukan wawancara terstruktur MMI dengan 7 stasiun berdasarkan blueprint yang ditentukan oleh Departemen Radiologi FKUI-RSCM serta skenario yang diadaptasi dari Universitas Calgary yang telah diteliti reliabilitas dan validitasnya. Pada tiap stasiun dilakukan wawancara selama 7 menit. Domain yang diteliti adalah kejujuran, berpikir kritis, empati, etika, kemampuan pemecahan masalah, percaya diri dan ketelitian. Hasil: Diperoleh 30 subjek penelitian peserta PPDS radiologi semester 2 sampai 6. Sebaran nilai faktor nonkognitif menunjukkan berpikir kritis mempunyai nilai rata- rata tertinggi (3,43) dengan standar deviasi 0,679. Nilai terendah untuk faktor nonkognitif adalah kejujuran (2,7) dengan standar deviasi 0,535. Hasil analisis korelasi diperoleh nilai significancy 0,383 yang menunjukkan bahwa korelasi antara hasil MMI total dengan nilai rotasi bulanan total peserta PPDS Radiologi tidak bermakna (p>0,05). Nilai bermakna secara statistik (p 0,033), diperoleh pada korelasi antara stasiun kejujuran dengan rotasi bulanan non kognitif dengan gambaran korelasi yang negatif (r -0,391). Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh subyektifitas pada evaluasi rotasi bulanan, pengetahuan tentang MMI yang kurang pada pewawancara, nilai rotasi bulanan yang hampir homogen dan bias penilaian karena pewawancara sudah mengenali peserta didik. Simpulan: MMI perlu dikembangkan agar dapat menjadi proses seleksi yang baik sehingga dapat menentukan performa akademik yang belum terlihat dalam penelitian ini. Faktor yang menjadi bias dalam penelitian seperti subyektifitas dan pemahaman mengenai MMI harus diperhatikan dan dihindari agar memperoleh hasil yang diharapkan. ......Background: In the educational process taking place in the education program specialist radiology, there are several problems such learners are not able to show the expected academic performance. Many factors affect academic performance, one of which is non-cognitive factors. To address this it is necessary to examine the selection process non-cognitive factors are structured as multiple mini interview (MMI) to be able to predict the academic performance of students. Objectives: Determine MMI in the correlation with academic performance on a monthly rotation evaluation of residents radiology. Material and method: A cross-sectional study was conducted in the Department of Radiology General Hospital National Center Cipto Mangunkusumo (RSCM) in August 2014. The subjects were 30 residents radiology. MMI as structured interviews were conducted with 7 stations based blueprint determined by the Department of Radiology Faculty of medicine-RSCM and scenarios taken from the University of Calgary who has studied the reliability and validity. At each station conducted interviews for 7 minutes. Domain studied were honesty, critical thinking, empathy, ethics, problem solving skills, confidence and accuracy. Results: Retrieved 30 research subjects residents radiology. The distribution of the value of noncognitive factors demonstrate critical thinking has the highest average value (3.43) with a standard deviation of 0.679. The lowest value for noncognitive factor is honesty (2.7) with a standard deviation of 0.535. Results of correlation analysis values obtained significancy 0.383 which shows that the correlation between the results of MMI total monthly rotation value total participants PPDS Radiology not significant (p> 0.05). Values statistically significant (p 0.033), obtained at the correlation between the station honesty with non cognitive monthly rotation with picture negative correlation (r -0.391). It is likely influenced by subjectivity in the evaluation of a monthly rotation, knowledge of the MMI is lacking in the interviewer, the value of monthly rotation is almost homogeneous and interviewer bias because it recognizes the assessment of learners. Conclusion: MMI need to be developed in order to be a good selection process so as to determine the academic performance that has not been seen in this study. Factors to be biased in research must be avoided in order to obtain the expected results.
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2015
T58718
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Ardinansyah
Abstrak :
Keselamatan pasien harus diajarkan sejak dini pada mahasiswa di bidang layanan kesehatan dan seharusnya menjadi bagian kurikulum. Penerapan pembelajaran keselamatan pasien berkaitan erat dengan manajemen pasien yang dihadapi, karena itu pembelajarannya perlu dilakukan pada tahap klinik pendidikan dokter gigi. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis proses pembelajaran keselamatan pasien di tahap klinik pendidikan kedokteran gigi FKG UNHAS. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan rancangan studi kasus dengan melakukan analisis dokumen terkait rancangan pengajaran modul-modul praktik klinik, wawancara mendalam terhadap pengelola pendidikan, pengelola modul dan staf pengajar serta Focus Group Discussion FGD pada kelompok mahasiswa tahap klinik kedokteran gigi. Penelitian dilakukan pada bulan Februari-Mei 2016. Didapatkan bahwa tidak ada dokumen kurikulum yang lengkap mencantumkan pembelajaran keselamatan pasien dalam modul. Pengelola pendidikan dan staf pengajar menyadari pentingnya pembelajaran keselamatan pasien sejak tahap preklinik kemudian diaplikasikan pada tahap klinik. Variasi metode pembelajaran dan evaluasi hasil pembelajaran saat ini sulit disimpulkan karena sasaran pembelajaran terkait keselamatan pasien tidak eksplisit. Mahasiswa memahami keselamatan pasien berdasarkan pengalaman menjalani proses kepaniteraan tahap klinik dan dapat diajarkan kepada mahasiswa dengan beragam metode. Mahasiswa membutuhkan evaluasi formatif untuk mengasah dan mengukur kemampuan keselamatan pasien. Peningkatan kapasitas bagi para staf pengajar khususnya mengenai pembelajaran keselamatan pasien dan penyusunan modul agar pembelajaran keselamatan pasien menjadi komponen tertulis dalam kurikulum perlu dilakukan. ......Patient safety must be taught early to all students of health professions and should be a part of learning process in formal curriculum. The practice of patient safety learning is very relevant with patient care therefore, patient safety learning must be conducted in clinical years of dental education. This research is carried out to assess the process of patient safety learning in clinical years of dental education in the Faculty of Dentistry, Hasanuddin University.This is a qualitative research with case study design. The study utilizes document analysis on clinical practice modules, deep interviews with faculty administrators, modules administrators, lecturers, and Focused Group Discussion with clinical years dental students. The research is held on February May 2016. We find that there is no curriculum document which includes clear patient safety learning in the clinical modules . Faculty administrators and lecturers realize about the importance of patient safety learning since the preclinical year to be applied in the clinical years. Variety of the learning methods and the evaluations of leaning outcomes are inconclusive due to that the learning outcomes related to patient safety are not explicit. The students identified patient safety subjects through experience during their clinical years and the subjects are taught to them in many methods. The students also need formative evaluation to measure and sharpen their abilities in patient safety. Capacity building for academics on patient safety learning and explicitly written patient safety curriculum are needed.
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rukman Abdullah
Abstrak :
Latar belakang: Selama proses pendidikan, mahasiswa pendidikan dokter diharapkan mampu mengembangkan kemampuan critical thinking berpikir kritis , clinical reasoning penalaran klinis dan problem solving penyelesaian masalah . Perangkat kognitif tersebut ditopang oleh kemampuan metakognisi. Mahasiswa dengan metakognisi yang baik mampu mensinergikan pengetahuan yang dimiliki saat ini dengan strategi refleksi diri agar mencapai target belajar yang dikehendaki. Salah satu cara untuk mengetahui tingkat metakognisi mahasiswa adalah dengan Metacognition Awareness Inventory MAI . Sebelum menggunakan MAI dalam konteks pendidikan dokter, instrumen tersebut perlu divalidasi terlebih dahulu. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan uji validitas dan reliabilitas MAI hasil adaptasi Bahasa Indonesia. Metode: Penelitian potong lintang untuk menilai gambaran MAI adaptasi Bahasa Indonesia pada mahasiswa pendidikan dokter tahap akademik. Penelitian ini melalui 3 tahap yaitu adaptasi bahasa, uji coba, dan penelitian utama. Penelitian melibatkan seluruh mahasiswa FK Universitas Malahayati Bandar Lampung pada semester 2, 4, dan 6. Data diperoleh dengan menyebarkan 1200 kuesioner MAI hasil adaptasi Bahasa Indonesia selama bulan Mei 2014. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan SPSS dengan exploratory factor analysis EFA untuk mengetahui jumlah subskala baru sekaligus uji validitas dan reliabilitas. Hasil: Kuesioner yang memenuhi syarat analisis sebanyak 757 eksemplar. Hasil uji validitas konstruk bernilai bagus, dengan hanya 1 butir kuesioner yang drop out dari 52 butir. Nilai koefisien korelasi ke 51 butir berada pada rentang 0,158 s/d 0,561 diatas nilai ambang >0,074 df-2: 755 dengan taraf signifikansi 5 . Ekstraksi 5 komponen kognitif persiapan, pengawasan, pengelolaan, strategi, dan penilaian menggunakan analisis point of inflexion pada scree plots dengan metode ekstraksi principal component analysis PCA dan rotasi promax. Hasil koefisien alfa kuesioner MAI hasil adaptasi Bahasa Indonesia bernilai sangat baik pada 0.904. Kesimpulan: MAI hasil adaptasi Bahasa Indonesia memenuhi: 1 kriteria validitas konstruk, baik dari segi isi, proses respon, konsistensi internal, hubungan antar variabel, dan konsekuensi, 2 kriteria reliabilitas baik secara keseluruhan maupun persubskala. MAI hasil adaptasi Bahasa Indonesia valid dan reliabel untuk digunakan sebagai instrumen penilaian metakognisi dalam konteks pendidikan kedokteran tahap akademik. ......Background During educational process, medical students are expected to develop critical thinking, clinical reasoning, and problem solving. These cognitive attributes are supported by student rsquo s metacognition. Students with good metacognition are able to synergize the knowledge possessed today with a strategy of self reflection in order to achieve the desired learning targets. There are several ways to measure student rsquo s metacognition, one of which is Metacognition Awareness Inventory MAI . Before conducting research using MAI in the context of medical education, the instrument needs to be validated first. The purpose of this study was to test the validity and reliability of Indonesian version of MAI. Method A cross sectional study was conducted to assess Indonesian version of MAI in academic phase of medical student. This research divided into three stages language adaptation, pilot study, and main research. The study involved all students of the Faculty of Medicine University of Malahayati Bandar Lampung from semester 2, 4, and 6. Data obtained by distributing 1200 questionnaires May of 2014. The data were analyzed using SPSS with exploratory factor analysis EFA to know the number of factor extraction new subscale and at the same time to test the validity and reliability of the questionnaire. Result Remaining 757 questionnaires were eligible for analysis. Construct validity of the questionnaire are good. Only one item of the questionnaire was drop out. The correlation coefficient of the remaining 51 items are in the range of 0.158 to 0.561 which is beyond threshold value of 0.074 df 2 755 , significance level of 5 . A point of inflexion analysis on scree plots were used to decide the number of component to be extracted. Extraction method is principal component analysis PCA with promax rotation. The 5 extracted components are preparation, monitoring, regulation, strategy, and assessment of cognitive. Chronbach of the Indonesian version of MAI is very good at level of 0,904. Conclusion Indonesian version of MAI not only meet the criteria for selected construct validity content and internal structure but also the criteria for reliable questionnaire as a whole set and some subscales. Indonesian version of MAI is valid and reliable to be used as an instrument for metacognition assessment in the context of medical education at academic phase.
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Feni Fitriani Taufik
Abstrak :
ABSTRAK Latar belakang :Pendidikan dokter spesialis merupakan pendidikan orang dewasa adult learner untuk mencapai kompetensi klinis yang diharapkan Lingkungan pendidikan merupakan salah satu aktor yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum dan proses pendidikan Lingkungan pendidikan dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dirasakan oleh peserta didik yang dapat mempengaruhi proses pendidikan. Perlu lingkungan pendidikan yang mendukung untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran peserta didik. Penelitian ini bertujuan mengetahui persepsi peserta didik, pengelola program dan staf pengajar terhadap lingkungan pendidikan pada Program Pendidikan DokterSpesialis PPDS Paru, FKUI. Metode :Jenis penelitian yang digunakan adalah mixed methods dengan setting sequential explanatory design. Tahap pertama dilakukan penelitian kuantitatif dengan menggunakan kuesioner Postgraduate Hospital Educational Enviroment Measure PHEEM yang diisi oleh peserta PPDS Paru pada bulan Maret-Juni 2014.Hasil PHEEM ini dielaborasi lebih lanjut melalui penelitian kualitatif berupa Focus Group Discussion pada peserta PPDS Paru dan wawancara mendalam dengan pengelola program dan staf pengajar di Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, FKUI.Hasil :Sebanyak 87 89,7 peserta PPDS Paru periode Maret-Juni 2014 telah mengisi kuesioner PHEEM dan didapatkan sebanyak 74,7 peserta menilai lingkungan pendidikan lebih banyak positif dari pada negative dan memerlukan perbaikan 100,85; rentang nilai 81-120 . Peran otonomi dinilai positif oleh 79,3 peserta 36,93; rentang nilai 29-42 , pengajaran dianggap sudah bergerak kearah yang benar oleh 62,1 peserta 36,56; rentang nilai 31-45 dan 70,1 berpendapat bahwa dukungan social lebih banyak pro dari pada kontra 27,36; rentang nilai 23-33 .Pada penelitian kualitatif diperoleh hasil bahwa peran otonomi yang perlu diperbaiki adalah tersedianya panduan pengajaran dan protokol klinis yang informatif, diperlukan perbaikan system supervise dan pemberian umpan balik pada peran pengajaran, dan perbaikan budaya menyalahkan dan meningkatkan peran penasehat akademik dalam bimbingan dan konseling pada dukungan sosial. Kesimpulan :Lingkungan pendidikan pada PPDS Paru dinilai cukup baik dan kondusif. Perbaikan yang diperlukan untuk menjadikan lingkungan pendidikan lebih optimal adalah pembuatan Buku Rancangan Pengajaran yang informatif, optimalisasi logbook sebagai salah satu instrument evaluasi, peningkatan supervise oleh staf pengajar, keterampilan pemberian umpan balik dan peran pembimbing akademik dalam evaluasi peserta PPDS. Kata kunci :Lingkunganpendidikan, PHEEM, Mixed methods

ABSTRACT Background Educational environment is one of the most important factor should be considered in curriculum development. Educational environment is the condition that may affect education process in student. Specialty in medicine is adult learning process to gain define clinical competence. Process ofeducationcan be accelerated with proper educational environment. This study aims to Perception of resident, clinical teacher and study program manager to educational environment in Pulmonology dan Respiratory Medicine Residency Program, Faculty of MedicineUniversitasIndonesia. Methods This study using mixed methods with sequential explanatory design.Preliminary of this study is a quantitative study using Postgraduate Hospital Educational Environment Measure PHEEM questionnaire to Pulmonology residentsonMarch until June 2014. The results of the questionnaire will be elaborated with qualitative study based on Focus Group Discussionamong Pulmonology residents and deep interview to the study program manager and clinical teachers at the Department of Pulmonology and Respiratory Medicine FMUI. Result Eighty seven 89,7 pulmonology residents on March until June 2014 had filled in PHEEM questionnaire resulting in mean of perception of the educational environment total PHEEM mostly 74,7 positive and need to be improved score 100,85 81 120 . Positive perception of the autonomy role is 79,3 score 36,93 29 42 , perception that the teaching role performed in the correct way62,1 score 36,56 31 45 and 70,1 of perception stated pro to social support rather than cons score 27,36 22 33 . The qualitative study resulting an autonomy role which is need to be improved availability of teaching guideline and informative clinical protocols. Based on several aspect of teaching role, we need toimproved the supervision system and feedback giving. The blamming culture, supervision and counseling are the factors that need toimproved on social supporting role. ConclusionEducational environment in Pulmonology and Respiratory Medicine Residency Program is positive and condusive. Theimprovement need of the informative ldquo BukuRancanganPengajaran rdquo and optimalizationof logbook as one of the evaluation instrument.Role of staffs in supervising resident skills, feedback and the role of the academic mentor in evaluating residents still need improvement foroptimalization educational environment that may lead to support the adult learning process in students.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vinia Ardiani Permata
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2008
T59078
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wenny Waty
Abstrak :
Bimbingan keterampilan klinik dasar (KKD) memungkinkan program pelatihan yang terstruktur bagi mahasiswa preklinik untuk dapat menguasai keterrunpilan klinik. Mahasiswa dapat mempunyai pendekatan pembelajaran yang berbeda: mendalam, pemukaan, dan strategis. Belum terdapat penelitian yang dipublikasikan untuk mengetahui hubungan antara efek pembelajaran mahasiswa dalam KKD dengan hasil ujian OSCE. Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan antara persepsi mahasiswa tentang bimbingan KKD, pendekatan pembelajaran dalam KKD dan hasil yang didapatkan dalam OSCE. Respenden merupakan 142 mahasiswa tahun pertama dan 170 mahasiswa tahun kedua dari masa 5 tahun pendidikan dokter di Universita Maranatha. Pendekatan pembelajaran mahasiswa dinilai melalui 21 pertanyaan dari kuesioner Approaches to Learning and Studying Inventory (ALSI) yang sudah direvisi dan divalidasi. Responden menjawab 14 pertanyaan mengenai persepsi mereka terhadap bimbingan KKD. Nilai OSCE masing-masing mahasiswa dibandingkan dengan persepsi tentang bimbingan KKD dan pendekatan pembelajaran mereka, Hasil OSCE berhubungan dengan bimbingan KKD (OR = I ,524) pada mahasiswa tahun pertarna, tetapi tidak berhubungan dengan pendekatan pembelajaran mahasiswa. Hasil OSCE juga berhubungan dengan belajar berkelompok (OR= 3,49), sesi OSCE (OR= 3,299), lama waktu persiapan menghadapi OSCE (OR= 2,056), dan rasa stres (OR= 1,933). Untuk mahasiswa tahun kedua, hasi! OSCE berhubungan dengan pendekatan pembelajaran mahasiswa (OR"'· 7,244), tetapi tidak berhubungan dengan bimbingan KKD, Selain itu juga berhubungan dengan lama waktu persiapanmenghadapi OSCE (OR = 6,185). Dengan adanya bibingan KKD yang baik, mahasiswa mempunyai kecendrungan mempunyai pendekatan pembelajaran yang diharapkan, terutama untuk mahasiswa tahun pertama. Pada mahasiswa tahun pertama, hasil OSCE dipengaruhi oleh bimbingan KKD. Sedangkan pendekatan pembelajaran berhubugan dengan hasil OSCE mahasiswa tahun kedua. ......Basic clinical skills training allows a structured training programme for preclinical students in the acquisition of clinical skills. Students can take different approaches to learning: deep, surface and strategic. There is a Jack of published studies about the relationship between students' learning effects in skills laboratory and their performance in an undergraduate OSCE. This study aims to assess the relationship between students' perceptions about basic clinical skills training, students' teaming approaches in learning basic clinical skills and their performance in an undergraduate OSCE Participants are 142 students from year one and 170 students from year two of a 5-year undergraduate medical curriculum in Maranatha University. Students' learning approaches are measured using 21 questions from a revised and validated Approaches to Leeming and Studying Inventory (ALSI). Students answer 14 questions about their perceptions about the clinical skills training. The OSCE's marks of individual students are compared with their perceptions about the basic clinical skills training and their learning approaches. For year one students, performance in OSCE is related to clinical skills training (OR = 1.524), but not to students? learning approaches. It is also related to collaborative learning (OR3,49), OSCE session (OR3,299), preparation time for study (OR2,056), and stress (OR I ,933). For year two students, performance in OSCE is related to students' learning approach (OR7,244), but not to clinical skills training. It is also related to preparation time for study (OR6,185). Conclusion with good clinical skills training, students will have expected learning approaches, especially for year one students. Clinical skills training enables students to perform better in an OSCE for year one students. Students learning approaches are related to OSCE?s performance for year two students.
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2010
T20901
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rinadewi Astriningrum
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan faktor risiko vaginosis bakterial pada populasi wanita penjaja seks di Tangerang. Faktor risiko vaginosis bakterial pada WPS penting diketahui untuk dapat menyusun strategi pencegahan terhadap vaginosis bakterial. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan rancangan studi potong lintang. Subyek penelitian adalah wanita penjaja seks di kabupaten Tangerang, provinsi Banten. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi vaginosis bakterial di Tangerang tergolong tinggi (131 dari 189 subyek didiagnosis vaginosis bakterial; 69.31%). Semakin banyak jumlah pasangan, tindakan bilas vagina, dan semakin muda usia wanita penjaja seks meningkatkan risiko vaginosis bakterial. ......This study aim to determine the prevalence of bacterial vaginosis and analyze risk factors of bacterial vaginosis in female sex workers in Tangerang. Knowledge about risk factor of bacterial vaginosis in high-risk population is important to formulate prevention strategies against bacterial vaginosis. The study design is analytical cross-sectional study. The study subjects are female sex workers in Tangerang district, Banten province. Result shows that prevalence of bacterial vaginosis in Tangerang is high (131 out of 189 subjects were diagnosed as bacterial vaginosis; 69.31%). The higher the number of sexual partners, vaginal douching, and the younger the age group of female sexual workers increase the risk of bacterial vaginosis.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faizatun
Abstrak :
Bahan alam menjadi alternatif yang potensial untuk terapi hiperpigmentasi atau pencerah kulit dan juga mempunyai aktifitas sinergis sebagai tabir surya. Salah satunya dari tanaman murbei yang mengandung oksiresveratrol yang bekerja sebagai tyrosinase inhibitor dalam proses melanogenesis. Oksiresveratrol diketahui memiliki kemampuan penghambatan 32 kali lebih kuat daripada asam kojat. Oksiresveratrol larut dalam air dan mudah terdegradasi. Hal tersebut adalah suatu kendala dalam pengembangan sediaan topikal. Penelitian ini akan mempelajari formulasi Nanostructured Lipid Carrier NLC untuk memperbaiki stabilitas zat aktif ekstrak murbei terhadap degradasi, dan sekaligus NLC sebagai sistem penghantaran guna peningkatan penetrasi perkutan dan efektifitasnya sebagai tabir surya dan pencerah kulit. Simplisia akar murbei diekstraksi menggunakan beberapa jenis dan konsentrasi pelarut, ekstrak yang diperoleh dikarakterisasi, penetapan kadar oksiresveratrol, uji penghambatan tirosinase dan aktivitas antioksidan. Ekstrak diformulasi dalam NLC menggunakan optimasi dua metode yaitu mikroemulsi dan evaporasi penguapan pelarut dan pemilihan formula didasarkan pada ukuran partikel NLC, indeks polidispersitas, persen penjeratan, aktifitas penghambatan tirosinase dan antioksidan. Karakterisasi dilanjutkan untuk NLC yang dipilih meliputi zeta potensial, DSC, Difraksi sinar X, dan morfologi. NLC dibuat dalam sediaan gel dan dilakukan karakterisasi gel, uji penetrasi melalui perkutan dan uji stabilitas pada tiga suhu berbeda. Sediaan gel NLC dilanjutkan dengan uji iritasi metode Draize, penentuan SPF metode Petro dan aktifitas perlindungan kulit secara in vivo, uji iritasi metode HET CAM, dan uji iritasi metode patch test pada subjek. Subjek yang memenuhi syarat uji iritasi mengikuti uji efektifitas gel NLC secara in vivo dan dilakukan pengukuran indeks melanin menggunakan Dermalab. Hasil menunjukkan bahwa ekstraksi menggunakan metanol 100 memberikan kadar oksiresveratrol paling tinggi, sedangkan ekstraksi menggunakan etanol 96 memberikan aktifitas penghambatan tirosinase dan antioksidan paling tinggi. Ekstrak etanol 96 diformulasi menjadi NLC dengan konsentrasi surfaktan 7 dan metode evaporasi penguapan pelarut. Tingkat penetrasi gel NLC dan stabilitas oksiresveratrol lebih tinggi dibandingkan sediaan gel ekstrak akar murbei. Gel NLC tidak memberikan efek iritasi pada hewan kelinci yang diabrasi maupun yang tidak diabrasi, tidak ada iritasi membran mukosa menggunakan uji HET CAM dan pada subjek. Gel NLC memiliki aktifitas perlindungan kulit dari sinar UV dibandingkan gel ekstrak akar murbei (p< 0.05.) ......Natural ingredients become potential alternatives as hyperpigmentation or skin lightening agents and also have synergistic activities as sunscreen. One of natural ingredients is mulberry plant possessing oxyresveratrol that acts as a tyrosinase inhibitor for melanogenesis. This research studied the formulation of Nanostructured Lipid Carrier NLC to improve the stability of the active ingredient of mulberry extract against degradation and as a delivery system to enhance percutaneous penetration and its effectiveness as sunscreen and skin lightening. Mulberry roots were extracted using several solvents with variuos ratios. The extracts were characterized for oxyresveratrol content, tyrosinase inhibition activity and antioxidant activity. The extract was then formulated into NLC using two optimized methods ie microemulsion and solvent evaporation. The resulting particles of NLC were selected based on particle size, polydispersity index, tyrosinase inhibitory activity and antioxidant activity. The characterization of the particles performed for further selection included zeta potential, DSC profile, X-ray diffraction profile, and the entrapment efficiency. The selected NLC was formulated into topical gel characterized for percutaneous penetration and stability at three different temperatures. In addition, the gel was further evaluated for SPF value by Petro method and in vivo skin UV protection activity, and irritation on human volunteers, rabits and eggs with HET CAM method. The volunteers eligible for the irritation test were topically administered the gel for in vivo efficacy as lightening agent by determination of melanin index using Dermalab. The results showed that the extraction using 100 methanol gave the highest oxyresveratrol content, whereas the extraction using 96 ethanol gave the highest tyrosinase inhibitory activity and antioxidant activity. The 96 ethanol extract was formulated into NLC with 7 surfactant concentration using solvent evaporation method. The penetration rate and oxyresveratrol stability of the gel containing the selected NLC were higher than those of the gel containing the extract. The gel demonstrated no irritating effect on both skin abration and non-abration rabbits, no mucosal membrane irritation on eggs and human volunteers. The gel containing the selected NLC displayed better skin-protection activity from UV rays and skin lightening activity compared to the gel containing the extract (p<0.05).
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
D2445
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library