Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nabila Hasan
Abstrak :
Latar Belakang. Striktur bilier ditemukan pada 70-90% kasus keganasan pankreatobilier dan menimbulkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi terutama pada stadium lanjut yang unresectable. Pada stadium tersebut, tata laksana paliatif bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan memperbaiki kesintasan. Tata laksana paliaitf yang dapat dilakukan adalah dengan pemasangan sten bilier perendoskopik dan operasi pintas saluran bilier. Sehingga, perlu diketahui perbedaan kesintasan satu tahun pasien dengan striktur bilier maligna yang mendapatkan terapi paliatif dengan prosedur biliodigestive double bypass dan pemasangan sten bilier perendoskopik di RSCM. Tujuan. Mengetahui perbedaankesintasan antara pasien striktur bilier distal maligna yang menjalani prosedur double bypass dan prosedur pemasangan sten bilier per endoskopik. Metode. Penelitian dilakukan dengan metode kohort retrospektif dengan subyek penelitian pasien striktur bilier maligna distal yang menjalani prosedur pemasangan sten perendoskopik atau prosedur double bypass di RSCM pada periode 1 Januari 2015 – 31 Desember 2019 dan dilakukan pengamatan selama 1 tahun sejak pasien menjalani prosedur tersebut. Kesintasan dinilai dengan metode Kaplan-Meier dan dilanjutkan dengan analisis multivariat terhadap faktor-faktor yang dinilai dapat menjadi faktor perancu. Hasil. Penelitian ini berhasil mengumpulkan 119 subjek pada kelompok sten endoskopik dan 39 subjek pada kelompok double bypass. Pada pengamatan kesintasan satu tahun, didapatkan median kesintasan 93 hari pada kelompok sten endoskopik dan 140 hari pada kelompok double bypass [HR 0,871 (IK95% 0,551-1,377; p = 0,551)]. Tidak ditemukan perbedaan kurva kesintasan pada kedua kelompok. Pada analisis multivariat, didapatkan Charlson Comorbidity Index, usia, dan bilirubin adalah variabel perancu. Kesimpulan. Tidak terdapat perbedaan kesintasan antara pasien striktur bilier distal maligna yang menjalani prosedur double bypass dan prosedur pemasangan sten bilier perendoskopik. Usia, CCI 34, dan kadar bilirubin merupakan faktor perancu terhadap kesintasan kesintasan antara pasien striktur bilier distal maligna yang menjalani prosedur double bypass dan prosedur pemasangan sten bilier per endoskopik. ......Background. Biliary strictures are observed in 70-90% of cases of pancreatic malignancy and cause high morbidity and mortality, especially in advanced, unresectable stage. At this stage, palliative management aims to improve the patient's quality of life and survival. Palliative management can be done is by placing an endoscopic biliary stent and biliary tract bypass surgery. Thus, it is necessary to know the one-year survival of patients with malignant biliary stricture who received palliative therapy with billio-digestive double bypass procedures and perendoscopic biliary stent placement in RSCM. Objective. To determine the survival between patients with distal malignant biliary stricture who underwent a double bypass procedure and an endoscopic biliary stent placement procedure. Methods. This is a restrospective cohort study with the subjects being patients with distal malignant biliary strictures who underwent endoscopic stenting procedures or double bypass procedures at RSCM in the period 1 January 2015 – 31 December 2019 and was observed for one year since the patient underwent the procedure. Survival was done using the Kaplan-Meier method and followed by multivariate analysis using the cox regression test. Result. We collected 119 subjects in the endoscopic stent group and 39 subjects in the double bypass group. After one year, median survival was 93 days in the endoscopic stent group and 140 days in the double bypass group [HR 0,871 (95%CI 0,551-1,377; p = 0,551)]. In multivariate analysis, it was found that Charlson Comorbidity Index, age, and bilirubin were confounding variables. Conclusion. There was no difference in survival between patients with malignant distal biliary stricture who underwent a double bypass procedure and an endoscopic biliary stent procedure. Age, CCI 4, and bilirubin levels were confounding factors for survival among patients with malignant distal biliary stricture who underwent a double bypass procedure and an endoscopic biliary stent placement procedure.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elisabet Lana Astari Kinanthi
Abstrak :
Infeksi daerah operasi (IDO) merupakan salah satu komplikasi pembedahan. Hal tersebut menjadi beban untuk pasien dan penyedia kesehatan. Sebagian besar IDO dapat dicegah, dengan salah satu upaya pencegahan yaitu pemberian antibiotik profilaksis sesuai pedoman. Namun, pemberian antibiotik tersebut dapat tidak sesuai dengan pedoman yang ada yang dapat memicu IDO. Di rumah sakit penulis, terdapat pedoman yang dibuat untuk pemberian antibiotik profilaksis yang tepat. Studi ini menganalisis kepatuhan pemberian antibiotik profilaksis berdasarkan pedoman yang ada dan hubungannya dengan IDO. Pasien yang menjalani operasi elektif di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo pada bulan Maret - Agustus 2019 diinklusikan dalam studi ini. Data mengenai pemberian antibiotik profilaksis dan karakteristik pasien dikumpulkan. Insidens IDO dievaluasi dalam waktu 30-90 hari pascaoperasi sesuai dengan definisi durasi waktu terjadinya IDO. Analisis data menggunakan uji Chi square. Insidens IDO dalam studi ini yaitu 11,3%. Tingkat kepatuhan pemberian antibiotik profilaksis sesuai pedoman rumah sakit yaitu 55%. Secara statistik, tidak ada hubungan yang bermakna antara kepatuhan pemberian antibiotik profilaksis sesuai pedoman terhadap IDO (p = 0,225). Jenis luka operasi (p = 0,001) dan penggunaan drain (p = 0,046) adalah dua faktor yang memiliki hubungan bermakna terhadap IDO. Analisis multivariat terhadap faktor risiko IDO menyatakan bahwa dua faktor memiliki hubungan bermakna terhadap IDO, yaitu jenis luka operasi (p = 0,003; OR 6,30[IK95% 1,90-20,83]) dan penggunaan drain (p = 0,032; OR 3,45[IK95% 1,12-10,67]). Sebagian besar subjek yang menjalani operasi elektif memiliki kepatuhan pemberian antibiotik sesuai pedoman yang baik. Namun, secara statistik, studi ini menemukan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kepatuhan pemberian antibiotik profilaksis sesuai pedoman terhadap IDO. ......One of surgical procedure complications is surgical site infection (SSI). It is a burden on both patients and health care providers. Most of SSIs are preventable, with prophylactic antibiotics administration as one of the interventions to control the incidence of SSI. However, it is prone to non-compliance leading to SSI. For this reason, our hospital created guideline about antibiotics administration. In this study, we analyze the compliance of prophylactic antibiotics administration and its relation to surgical site infection. Patients who underwent elective surgery at dr. Cipto Mangunkusumo Hospital in March-August 2019 were included. Prophylactic antibiotics administration and patient medical characteristics were recorded. We evaluated SSI incidence in 30–90 days postoperatively according to the type of surgery. Analysis was performed using Chi square. The incidence of SSI was 11.3%. The compliance of prophylactic antibiotics administration to hospital guideline was 55%. There was no significant association between the prophylactic antibiotics administration adherence to hospital guideline with SSI (p = 0.225). The type of surgical wound (p = 0.001) and the usage of drains (p = 0.046) were two significant factors related to SSI. Based on multivariate analysis of risk factors affecting SSI, there were two factors, the type of surgical wound (p = 0.003; OR 6.30[95CI 1.90-20.83]) and the usage of drain (p = 0.032; OR 3.45[95CI 1.12-10.67]). More than half of our subjects underwent elective surgery has good compliance of prophylactic antibiotics administration according to hospital guideline. However, statistically in this study, we found no significant association between the compliance of prophylactic antibiotics administration and SSI.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Asih Lestari
Abstrak :
Latar belakang dan tujuan: Karsinoma sel hati merupakan keganasan primer hati yang paling sering dan menempati urutan kelima sebagai kanker tersering di seluruh dunia. Meskipun faktor risiko karsinoma sel hati sudah diketahui, namun insidensnya tetap tinggi dengan angka kesintasan yang tetap rendah. Bedah merupakan terapi definitif untuk pasien karsinoma sel hati. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka kesintasan pascareseksi dan faktor-faktor yang memengaruhi. Metodologi: Penelitian ini merupakan suatu penelitian kohort dengan analisis kesintasan di Departemen Klinik Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RSCM. Data diperoleh dari rekam medis pasien karsinoma sel hati di RSCM selama periode Januari 2010 hingga Desember 2020. Variabel bebas yang diteliti adalah jenis kelamin, jumlah lesi, ukuran tumor, invasi vaskular, kadar AFP, sirosis hati, skor Child-Pugh, derajat histopatologi. Uji chi-square dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan terikat. Analisis multivariat dilakukan dengan Cox Proportional Hazard Regeresion test. Metode Kaplan Meier digunakan untuk menentukan tingkat kesintasan. Hasil: Sebanyak 86 subjek dikumpulkan pada penelitian ini. Terdapat 17 subjek dieksklusi karena data penelitian yang tidak lengkap. Median usia keseluruhan subjek adalah 54 tahun (33-76). Tingkat kematian subjek secara keseluruhan adalah 62,3%. Kesintasan subjek 6 bulan, 1 tahun, dan 3 tahun masing-masing adalah 66,6%; 56,5%; dan 37,6%. Pada penelitian ini tidak didapatkan satupun faktor risiko yang berhubungan dengan kesintasan. Kesimpulan: Dari hasil penelitian ini belum didapatkan faktor-faktor risiko yang signifikan memengaruhi kesintasan pasien karsinoma sel hati pascareseksi,.Perlu dilakukan penelitian dengan jumlah subjek lebih besar agar dapat diketahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi kesintasan pada pasien karsinoma sel hati pascareseksi. ......carcinoma is the most common primary liver cancer and the fifth most common cancer in the world. Despite the risk factors of hepatocellular carcinoma have been identified, its incidence is still high and survival rate is still low. Surgery is thought to be a definitive treatment for hepatocellular carcinoma patients. This research focuses on postresection survival rate and its associated factors. Method: This cohort retrospective data study was conducted at DR Cipto Mangunkusumo National General Hospital between January 2010 and December 2020. Information about sex, number of tumor, tumor size, vascular invasion, Alpha fetoprotein level, hepatic cirrhosis, Child-Pugh Score, and histopathologic stage were collected from medical record. Chi square analysis was done to investigate relationship between independent variables and dependent variable. Multivariate analysis was performed by using Cox Proportional Hazard Regression test. Kaplan Meier method was used to calculate survival rate. Result: A total of 86 subjects were recruited in this study, 17 subjects were excluded due to incomplete medical record. The median age of subjects in this study was 54 years old (33-76). The overall mortality in this study was 62.3%. Six months, 1 year, and 3 years survival rate were 66.6%; 56;5%; and 37.6% respectively. Our study showed that none of the factors analyzed associated with survival rate. Conclusion: We had not found any risk factors which associated with survival of patients with hepatocellular carcinoma. We suggest future research with larger number of subjects to identify any factors associated with survival of hepatocellular carcinoma subjects following resection.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library