Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 24 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nur Hayati
Abstrak :
Angka bedah sesar di Indonesia tergolong tinggi, sebesar 29,6 . Hal ini juga berdampak pada tingginya komplikasi luaran klinis dan pembiayaan. Bedah sesar dipengaruhi berbagai faktor yaitu alasan klinis, pilihan pasien, dan tenaga kesehatan. Bagaimana sikap tenaga kesehatan di Indonesia merupakan faktor yang belum diteliti.Penelitian bertujuan mengetahui perbedaan sikap dokter kebidanan di RS pendidikan dan non-pendidikan Jakarta mengenai pilihan jenis persalinan, pengaruh jenis RS, dan tipe pembayaran terhadap sikap dokter serta perbedaan pengetahuan terkait etik dan pengaruhnya terhadap sikap.Digunakan desain potong lintang dengan alat bantu kuesioner. Responden dipilih secara acak. Pengambilan data untuk proses validasi kuesioner berlangsung tiga kali mulai Desember 2016 hingga Maret 2018.Didapat 30 dokter kebidanan RS pendidikan dan 31 non-pendidikan. Sebagian besar sikap dokter adalah baik p=1,0 . Terdapat perbedaan sikap saat berpraktik di RS tipe berbeda p=0,004 , dengan tipe pembayaran berbeda, baik pada kelompok RS pendidikan p=0,032 maupun non-pendidikan p=0,004 . Pengetahuan terkait etik kedua kelompok adalah baik p=0,59 dan memiliki efek protektif terhadap sikap dokter RS pendidikan OR=0,043; 95 CI 0,003 ndash;0,564 dan non-pendidikan OR=0,076; 95 CI 0,006 ndash;0,889 .Disimpulkan sikap dokter kebidanan adalah baik dengan tidak ada perbedaan sikap maupun pengetahuan terkait etik antara dokter kebidanan RS pendidikan dan non-pendidikan Jakarta.
Indonesia rsquo s cesarean section CS rate is high, 29,6 . This has impact to clinical outcome and health expenses. CS determination is due to several factors such as clinical reason, patient preference, and health care provider. Research on obstetrician attitude toward delivery mode choices in Indonesia is not found yet.Research aim is knowing the difference of obstetrician attitude toward delivery mode rsquo s choice at teaching and non teaching hospital in Jakarta, the influence of hospital type and payment type to the obstetrician rsquo s attitudes, and ethical related knowledge as well as its effect on obstetrician rsquo s attitude.Cross sectional study was conducted using questionnaire. Respondents were randomized. Data retrieval was done three times for questionnaire validation since December 2016 to March 2018.The majority attitude of 30 respondents in teaching hospital and 31 in non teaching hospital is good p 1.0 . There is attitude difference while obstetrician work in different hospital type p 0.004 and different payment rsquo s type, both for obstetrician in teaching hospital p 0.032 and non teaching hospital p 0.004 . Ethical related knowledge is good p 0.59 and has protective effect to obstetrician rsquo s attitude in teaching hospital OR 0,043 95 CI 0,003 ndash 0,564 and non teaching hospital OR 0,076 95 CI 0,006 ndash 0,889 .In summary, obstetrician rsquo s attitude in Jakarta toward delivery mode choices is good. There is no attitude difference nor ethical knowledge difference between obstetricians whose work in teaching and non teaching hospital.
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Loho, Ditha Adriana
Abstrak :
Latar Belakang: Kanker ovarium merupakan kanker yang menduduki peringkat kedelapan untuk angka kejadian dan peringkat ketujuh untuk mortalitas pada perempuan di seluruh dunia. Mayoritas pasien akan mengalami rekurensi, terutama pada tiga tahun pertama setelah terapi. Terdapat beragam faktor prognostik klinikopatologis yang mempengaruhi luaran dan rekurensi kanker ovarium, namun hasil penelitian yang telah ada menunjukkan hasil yang tidak konsisten mengenai pengaruh faktor-faktor tersebut. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah mempelajari kejadian rekurensi 3 tahun pasien kanker ovarium epitelial di RSCM dan faktor klinikopatologis yang mempengaruhinya. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif pada 102 pasien yang menjalani terapi untuk kanker ovarium epitelial di RSCM. Dilakukan pemantauan hingga 3 tahun pasca terapi atau hingga terjadi rekurensi yang didapatkan secara klinis atau radiologis. Dilakukan analisis kesintasan terhadap faktor klinikopatologis yaitu usia, stadium, keberhasilan sitoreduksi, sitologi asites, histopatologi, derajat diferensiasi dan keterlibatan KGB. Faktor yang didapatkan memiliki hubungan bermakna dengan kejadian rekurensi kemudian dianalisis dengan metode regresi Cox. Hasil: Pada penelitian ini didapatkan bahwa rekurensi kanker ovarium epitelial di RSCM pada 1 tahun adalah 17,7%, pada 2 tahun adalah 30,6%, dan pada 3 tahun adalah 36,3%. Median waktu hingga rekurensi adalah 94 minggu. Analisis kesintasan menunjukkan bahwa usia, histopatologi dan derajat diferensiasi tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian rekurensi 3 tahun. Di sisi lain, didapatkan bahwa stadium berdasarkan FIGO, keberhasilan operasi sitoreduksi, sitologi asites dan keterlibatan KGB memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian rekurensi 3 tahun. Setelah dilakukan analisis multivariat, keterlibatan KGB ditemukan sebagai faktor prognostik terhadap kejadian rekurensi 3 tahun pada kanker ovarium epitelial dengan hazard ratio 3,066 (IK 95% 1,186-7,923). Kesimpulan: Angka kejadian rekurensi 3 tahun untuk kanker ovarium epitelial adalah 36,3%. Faktor klinikopatologis yang mempengaruhi rekurensi adalah stadium, keberhasilan operasi sitoreduksi, sitologi asites, dan keterlibatan KGB. ......Background: Ovarian cancer is a cancer that ranks eighth for the incidence and ranks seventh for mortality in women around the world. The majority of patients will experience recurrence, especially in the first three years after therapy. There are a variety of clinopathologic prognostic factors that influence the outcome and recurrence of ovarian cancer, but the results of existing studies show inconsistent results regarding the influence of these factors. Objective: The purpose of this study was to study the 3-year recurrence rate of epithelial ovarian cancer patients in Cipto Mangunkusumo Hospital and the influencing clinicopathologic factors. Methods: This study was a retrospective cohort study of 102 patients undergoing treatment for epithelial ovarian cancer in the RSCM. Monitoring is carried out up to 3 years after therapy or until recurrences are obtained clinically or radiologically. Survival analysis of the clinicopathologic factors including age, stage, success of cytoreduction, ascites cytology, histopathology, degree of differentiation and involvement of lymph node was performed. The factors which were found to have a significant relationship with the recurrence event were then analyzed using the Cox regression method. Results: In this study it was found that the recurrence of epithelial ovarian cancer in the RSCM at 1 year was 17.7%, at 2 years was 30.6%, and at 3 years was 36.3%. The median time to recurrence is 94 weeks. Survival analysis showed that age, histopathology and degree of differentiation did not have a significant relationship with the incidence of recurrence at 3 years. Conversely, it was found that stage based on FIGO, successful cytoreductive surgery, ascites cytology and lymph node involvement had a significant relationship with the incidence of recurrence at 3 years. After multivariate analysis, lymph node involvement was found as a prognostic factor for the incidence of 3-year recurrence in epithelial ovarian cancer with a hazard ratio of 3.066 (95% CI 1.186-7.923). Conclusion: The 3-year recurrence rate for epithelial ovarian cancer is 36.3%. Clinicopathologic factors that influence recurrence are stage, success of cytoreductive surgery, ascites cytology, and lymph node involvement.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfian
Abstrak :
Hipertensi dalam kehamilan merupakan salah satu masalah kesehatan yang merupakan penyebab kematian maternal pada ibu hamil dengan prevalensi di negara maju sekitar 10–20%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar magnesium serum dan korelasinya dengan tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, serta dengan asupan magnesium. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai bulan April 2013 dengan menggunakan desain potong lintang pada 47 subyek ibu hamil usia 20–35 tahun trimester kedua dan ketiga. Data diperoleh dari wawancara, pengukuran tekanan darah, pengukuran antropometri, penilaian asupan makanan dengan menggunakan Food Frequency Questionnaire (FFQ) semikuantatif serta pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kadar magnesium serum. Sebanyak 93,6% subyek berusia 20–30 tahun, dan sebanyak 56,3% berada pada trimester ketiga serta tidak didapatkan riwayat hipertensi dalam keluarga sebesar 89,4%. Status gizi subyek penelitian sebesar 70,2% adalah normal. Sebanyak 68,1% asupan magnesium subyek adalah kurang dengan rerata 237,42 ± 5,183. Kadar magnesium serum subyek penelitian sebesar 89,4% termasuk normal dengan rerata 1,92 ± 0,2. Berdasarkan nilai tekanan darah sistolik sebanyak 74,5% termasuk ke dalam kategori prehipertensi dengan median 120(110-160) dan median tekanan darah diastolik adalah 80(70-100). Dengan uji korelasi tidak ditemukan korelasi antara kadar magnesium serum dengan tekanan darah sistolik (r = -0,249, p = 0,091) dan tekanan darah diastolik (r = -0,257, p = 0,081) serta dengan asupan magnesium (r = 0,119, p = 0,424). ......Hipertension in pregnancy is one of the health problem and may cause maternal mortality with the prevalence is 10–20%. The aim of this study was to know serum magnesium level in primigravida and its correlation with sistolic and diastolic blood pressure and magnesium intake. This study is conducted in March–April 2013, it was a cross sectional study of 47 primigravida subjects aged 20–35 years old. Data were obtained from interview, dietary assessment using semiquantitative Food Frequency Questionnaire (FFQ), blood pressure and anthropometric measurement, and blood test to obtain serum magnesium levels. Of the subjects, 93.6% in 20−35 years old, and 56.3% in 3nd trimester, 89.4% with no history of hypertension in family, and 70.2% body mass index is normal. 68.1% had low magnesium intakes with mean 237.42 ± 5.183 mg/day and 89.4% had normal serum magnesium levels with mean1.92 ± 0.2 mg/dL. Based on systolic blood pressure, there were 74.5% was categorized as prehypertension, with median of systolic blood pressure was 120(110-160) mm Hg and median of diastolic blood pressure was 80(70-100) mm Hg. There was no correlation between serum magnesium levels and systolic blood pressure (r = -0.249, p = 0.091) and between serum magnesium levels and diastolic blood pressure (r = -0.257, p = 0.081) and also with magnesium intakes (r = -0.119, p = 0.424).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Adya Firmansha Dilmy
Abstrak :
Latar Belakang: Spektrum Plasenta Akreta (SPA) merupakan salah satu komplikasi obstetri dengan tingkat morbiditas yang tinggi. 3D Power Doppler telah banyak digunakan untuk meningkatkan diagnosis SPA, seperti menggunakan Plasenta Akreta Indeks, tetapi hanya mengukur secara kualitatif. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk memahami hubungan kuantitatif indeks vaskularisasi plasenta terhadap temuan makroskopik, grading histopatologi, dan perdarahan intraoperatif pada kasus SPA. Tujuan: Mengetahui hubungan indeks vaskular (vascular index / VI), indeks aliran (flow index / FI), dan indeks aliran vaskular (vascular flow Index / VFI) dengan diagnosis klinis, jumlah perdarahan dan temuan histopatologi SPA di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Metode: Sebuah studi cross-sectional dilakukan pada 34 wanita, yang secara klinis didiagnosis dengan SPA. Power Doppler 3D yang dikombinasikan dengan perangkat lunak VOCAL II digunakan untuk mengukur tingkat indeks vaskularisasi (VI), indeks aliran (FI), dan indeks aliran vaskularisasi (VFI). Gambaran gross anatomy dan hasil histopatologi yang dikategorikan sebagai akreta, inkreta, dan perkreta. Tingkat kehilangan darah intra-operatif diukur dan diklasifikasikan sebagai perdarahan masif diatas 1500 ml. Data kemudian dianalisis menggunakan Statistical Package for Social Sciences (SPSS) versi 25. Hasil: Median (min-max) untuk semua indeks vaskularisasi sebagai berikut: VI = 44,2 (23,7-74,9), FI = 35,4 (24,9-57), dan VFI = 15,3 (8,5-41,7). Nilai FI ditemukan signifikan dalam membandingkan tahap makroskopis (p =0,015) dan memiliki korelasi positif sedang dalam kaitannya dengan perdarahan (r =0,449). hasil analisa AUC of ROC VI, FI, dan VFI nilai batas terbukti sangat terkait dengan kehilangan darah 1500cc yaitu dengan hasil FI dengan nilai AUC of ROC 0.784, nilai cut off ≥38.9, OR: 10.00 (IK95% [1.58-63.09], p =0.014), VI dengan nilai AUC of ROC 0.712, nilai cut off ≥60.4, OR: 7.00 (IK95% [1.23-39.56], p =0.031), dan VFI dengan nilai AUC of ROC 0.779, nilai cut off ≥23.2, OR: 9.16 (IK95% [1.53-54.59], p =0.015). Kesimpulan. Indeks Vaskularisasi Plasenta (FI) yang diukur dengan Power Doppler 3 dimensi dapat menjadi pemeriksaan tambahan Diagnostik SPA yang berpotensi dapat memprediksi kedalaman invasi SPA secara intra-pembedahan, jumlah perdarahan dan kemungkinan akan didapatkannya perdarahan masif pada pembedahan SPA Kata Kunci. Plasenta akreta, 3D Power Doppler, indeks vaskular, indeks aliran, indeks aliran vaskular, perdarahan intraoperasi, histologi akreta ......Background: Placenta Accreta Spectrum (PAS) is an obstetrical complication with a high level of morbidity. The 3D Power Doppler method has been widely used to improve the PAS diagnosis, such as using Placenta Accreta Index, but it only measures qualitative features. Therefore, this study aims to understand the relationship of quantitative placental vascular indices towards macroscopic findings, histopathological grading, and intra-operative blood loss in cases of PAS disorder. Objectives: Knowing the relationship between vascular index (VI), flow index (FI), and vascular flow index (VFI) with clinical diagnosis, amount of bleeding and histopathological findings of SPA at Cipto Mangunkusumo Hospital. Methods: A cross-sectional study was conducted in 34 women, who were clinically diagnosed with PAS. The 3D Power Doppler in combination with VOCAL II software was used to measure the level of vascularization index (VI), flow index (FI), and vascularization flow index (VFI). Gross anatomical appearance and histopathology results were categorized as accreta, increta, and percreta. Intra-operative blood loss level was measured and classified as massive hemorrhage if it was≥1500 ml. Data were then analyzed using Statistical Package for Social Sciences (SPSS) version 25. Results: The median (min-max) for all vascularity indexes as follows: VI = 44.2 (23.7-74.9), FI = 35.4 (24.9-57), and VFI = 15.3 (8.5-41.7). FI value was found to be significant in comparing gross pathological stages (p=0.015) and had a moderate positive correlation in relation to blood loss (r= 0.449). the results of the AUC of ROC VI, FI, and VFI analysis above the cut-off values were shown to be strongly associated with blood loss ≥1500cc the results obtained: FI with AUC of ROC value of 0.784, cut off value 38.9, OR: 10.00 (IK95% [1.58-63.09], p = 0.014), VI with AUC of ROC value of 0.712, cut off value 60.4, OR: 7.00 (IK95% [1.23-39.56], p = 0.031), and VFI with AUC of ROC value of 0.779, cut off value 23.2, OR: 9.16 (CI95% [1.53-54.59], p = 0.015). Conclusion: Flow index (FI) value from 3D Power Doppler ultrasound may become a potential diagnostic marker to predict the depth of PAS invasion prior to surgery, along with the level of blood loss intra-operatively. Keywords: Placenta accreta spectrum (PAS), Ultrasound markers, Vascularization, Macroscopic, Histopathology, Blood loss, 3D Power Doppler Biopsy, Vascular Index, Flow Index, Vascular Flow Index
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mega Diasty Rahayu
Abstrak :
Kelimpahan relatif dan rasio Firmicutes/Bacteroidetes mikrobiota usus dipengaruhi oleh asupan makan dan mempengaruhi kesehatan anak dan dewasa. Namun, penelitian pada ibu hamil di daerah urban masih terbatas dan hasil yang dihubungkan dengan pola makan masih berbeda-beda, terutama di negara berpenghasilan rendah-menengah. Penelitian ini menilai hubungan antara pola makan dengan kelimpahan relatif mikrobiota usus (filum dan genus) dan rasio Firmicutes/Bacteroidetes. Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang dilakukan di Puskesmas di empat kota di Jakarta (Pusat, Tengah, Barat dan Utara) merekrut 90 ibu hamil yang datang pada kunjungan Ante Natal Care (ANC). Data asupan makan ibu dengan menggunakan semi quantitative food frequency questioner (SQ-FFQ) diambil oleh enumerator yang sudah ditraining. Data asupan makan dianalisis menggunakan principal component anlysis (PCA) yang akan membentuk pola makan. Sampel feses diambil dan dianalisis dengan Next Generation Sequencing (NGS) 16S rRNA untuk mendapatkan hasil kelimpahan relatif mikrobiota usus . Terbentuk 4 pola makan yaitu pola makan tinggi sumber protein, pola makan tinggi sumber susu dan produk susu, pola makan tinggi sumber karbohidrat dan serat serta pola makan tinggi sumber buah-buahan. Dua filum terbesar yaitu (Firmicutes dan Bacteroidetes) dan 3 genus terbanyak yaitu Prevotella, Faecalibacterium dan Blautia dengan rerata kelimpahan relatif berurutan 69,5%, 12,6%, 5,98%, 8,59% dan 6,59%. Pola makan tinggi karbohidrat dan serat, namun tidak dengan pola makan lain, memiliki nilai p signifikan dengan kelimpahan relatif Faecalibacterium setelah disesuaikan dengan Pendidikan dan suku pada analisis multivariat (β 1,01, CI 95% 0,27-1,73 dan p=0,008). Kesimpulannya, setiap kenaikan pola makan tinggi sumber karbohidrat dan serat dapat menaikkan kelimpahan relatif dari Faecalibacterium sebesar 1,01%. Edukasi tentang pemilihan pola makan yang sehat dan baik untuk serta asupan karbohidrat dan serat yang bervariasi sangat penting dilakukan. ......Relative abundance influenced by diet and affect children and adults’ health. However, evidence among urban pregnant women is limited and results on the link of this outcome with dietary pattern is conflicting especially in low-middle income nations. We assessed the relationship between maternal dietary pattern and the relative abundance of gut microbiota and Firmicutes/Bacteroidetes ratio. A cross-sectional study was conducted in primary health care in four districts in Jakarta (Central, East, West and North areas) recruiting 90 pregnant women during their ante natal care visits. Maternal food intake was assessed using a semi-quantitative food frequency questionnaire by trained enumerators and analyzed using principal component analysis to form a dietary pattern. Fecal samples were collected and analyzed with the Next Generation Sequencing (NGS) 16S rRNA to obtain the relative abundance of gut microbiota results. Four eating patterns were formed, namely a high protein sources diet, a high milk and dairy products sources diet, a high carbohydrates and fiber sources diet and a high fruit sources diet. Two largest phyla (Firmicutes and Bacteroidetes) and three largest genera (Prevotella, Faecalibacterium and Blautia) were identified with an average relative abundance value of 69.5%, 12.6%, 5.98%, 8.59% and 6.59%, respectively. High carbohydrate and fiber sources diet, not the other patterns, had a significant value with Faecalibacterium abundance after adjusting for education and ethnicity in multivariate model (β 1.01, CI 95% 0.27- 1.73 and p=0.008). In conlussion, increase high carbohydrate and fiber source diet could increase the relative abundance of Faecalibacterium by 1.01%. Education to choose healthy diet and variety carbohydrate and fiber sources will be needed.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widyastuti
Abstrak :

Latar Belakang: Perdarahan masif merupakan komplikasi paling banyak pada kasus spektrum plasenta akreta. Penyebab perdarahan terutama tergantung dari derajat keparahan spektrum plasenta akreta yang dapat diprediksi dari USG dan secara klinis dibuktikan pada saat operasi. Meskipun banyak faktor yang memengaruhi jumlah perdarahan saat operasi, namun memprediksi jumlah perdarahan melalui jumlah aliran darah yang masuk ke uterus adalah suatu patut diperhatikan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk memahami hubungan volume flow arteri uterina dan iliaka interna terhadap perdarahan, temuan intraoperasi dan histopatologi pada kasus SPA.

Tujuan: Mengetahui hubungan volume flow dan diameter arteri uterina dan iliaka  interna dengan perdarahan dan temuan intraoperasi serta histopatologi pada pasien spektrum plasenta akreta.

Metode: Sebuah studi cross-sectional dilakukan pada 31 wanita, yang secara klinis didiagnosis dengan SPA. Pengukuran volume flow dan diameter arteri uterina dan iliaka interna dilakukan dengan USG Doppler sebelum operasi dilakukan. Temuan intraoperasi dan hasil histopatologi dikategorikan sesuai kriteria klinis dan histopatologi FIGO. Jumlah perdarahan intraoperasi diukur dan dicatat. Data kemudian dianalisis menggunakan Statistical Package for Social Sciences (SPSS) versi 25.

Hasil: Dari 31 subjek penelitian didapatkan jumlah perdarahan intraoperasi sebanyak 1500 (1000-3000) mL. Sebagian besar tindakan yang dilakukan bersifat elektif (n=18; 58,1%) dengan seksio sesarea diikuti oleh histerektomi sebanyak 19 kasus (61,3%). Temuan klinis intraoperasi yang paling sering ditemukan adalah kriteria klinis FIGO 1 sebanyak 15 kasus (48,4%). Hasil histopatologi terbanyak adalah kriteria histopatologi FIGO 2 sebanyak 19 kasus (61,3%).

Rerata volume flow Arteri Iliaka Interna (p=0,002) berkorelasi dengan jumlah perdarahan intraoperasi dengan koefisien korelasi sebesar 0,525, sedangkan rerata volume flow Arteri Uterina tidak berkorelasi dengan jumlah perdarahan intraoperasi. Rerata diameter arteri uterina (p=0,034) berkorelasi positif dengan jumlah perdarahan intraoperasi dengan koefisien korelasi sebesar 0,383. Hal ini menunjukkan semakin besar volume flow arteri Iliaka Interna, semakin besar jumlah perdarahan intraoperasi. Ditemukan bahwa rerata diameter arteri iliaka interna memiliki perbedaan secara statistik dengan temuan klinis intraoperatif (p=0,044). Tidak ditemukan hubungan antara rerata volume flow dan diameter arteri uterina dan arteri iliaka interna dengan hasil histopatologi.

Kesimpulan. Pengukuran volume flow arteri iliaka interna dan diameter arteri uterina dapat memberikan gambaran perkiraan jumlah perdarahan saat operasi kasus spektrum plasenta akreta. ......Background: Massive bleeding is the most common complication in cases of the placenta accreta spectrum (PAS). The cause of bleeding largely depends on the severity of the PAS, which can be predicted through ultrasound (USG) and clinically confirmed during surgery. Although many factors influence the amount of bleeding during surgery, predicting the amount of bleeding through the measurement of blood flow into the uterus is noteworthy. Therefore, this study aims to understand the relationship between the volume flow of the uterine and internal iliac arteries and bleeding, intraoperative findings, and histopathology in PAS cases.

Objective: To determine the Relationship between Volume Flow and Diameter of Uterine and Internal Iliac Arteries with Intraoperative Bleeding and Findings, as well as Histopathology in Patients with Placenta Accreta Spectrum.

Methods: A cross-sectional study was conducted on 31 women clinically diagnosed with PAS. Measurement of volume flow and diameter of the uterine and internal iliac arteries was performed using Doppler ultrasound before surgery. Intraoperative findings and histopathological results were categorized according to clinical and FIGO histopathological criteria. The amount of intraoperative bleeding was measured and recorded. The data were then analyzed using Statistical Package for Social Sciences (SPSS) version 25.

Results: From 31 study subjects, the amount of intraoperative bleeding was found to be 1500 (1000-3000) mL. Most procedures were elective (n=18; 58.1%), with cesarean section followed by hysterectomy in 19 cases (61.3%). The most common intraoperative clinical finding was FIGO clinical criteria 1 in 15 cases (48.4%). The majority of histopathological results were FIGO histopathological criteria 2 in 19 cases (61.3%). The mean volume flow of the Internal Iliac Artery (p=0.002) correlated with the amount of intraoperative bleeding with a correlation coefficient of 0.525, while the mean volume flow of the Uterine Artery did not correlate with the amount of intraoperative bleeding. The mean diameter of the uterine artery (p=0.034) positively correlated with the amount of intraoperative bleeding with a correlation coefficient of 0.383. This indicates that the larger the volume flow of the Internal Iliac Artery, the greater the amount of intraoperative bleeding. It was found that the mean diameter of the internal iliac artery differed statistically with intraoperative clinical findings (p=0.044). No relationship was found between the mean volume flow and diameter of the uterine and internal iliac arteries with histopathological results.

Conclusion: Measurement of the volume flow of the internal iliac artery and the diameter of the uterine artery can provide an estimate of the amount of bleeding during surgery in cases of the placenta accreta spectrum.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Better Versi Paniroi
Abstrak :

Latar Belakang: Preeklamsia merupakan gangguan hipertensi dalam kehamilan yang disebabkan oleh plasentasi abnormal dengan penyebab pasti yang belum diketahui. Perubahan pola makan dan pola makanan berubah drastis selama dekade terakhir baik di negara maju maupun berkembang terutama peningkatan konsumsi gula tambahan diantaranya fruktosa. Fruktosa memegang peranan penting pertumbuhan janin pada trimester pertama. Namun, konsumsi berlebih fruktosa dapat menyebabkan disfungsi endotel yang dapat mengakibatkan hipoksia plasenta sehingga terjadi preeklamsia. PRPP sebagai metabolit antara pada metabolisme fruktosa diduga meningkat pada kondisi preeklamsia yang diakibatkan oleh konsumsi fruktosa berlebih. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kadar PRPP pada kondisi preeklamsia dan korelasinya dengan konsumsi fruktosa meternal serta jumlah leukosit.

Metode: Penelitian potong lintang pada 60 perempuan hamil yang dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok preeklamsia dan hamil normal, masing-masing sebanyak 30 subjek yang dilakukan pemeriksaan kadar PRPP pada leukosit dan jumlah leukosit dari darah vena. Seluruh subjek dilakukan wawancara sFFQ (semiquantitative Food Frequent Questionnaire)konsumsi gula maternal.

Hasil: Kadar PRPP leukosit pasien preeklamsia lebih tinggi bermakna pada kelompok preeklamsia (7.015,67 vs 5.577,63, p=0,003). Jumlah leukosit pada kelompok preeklamsia lebih tinggi dibandingkan kelompok normal (15.905 (5.014,10) vs 8.078,33 (1.141,74) /mm3, p=0,000). Konsumsi fruktosa kelompok preeklamsia lebih tinggi dibandingkan kelompok normal namun tidak bermakna secara statistik (6,25 (0,6 – 10,54) vs 4,65(0,60 – 19,4) g/hari, p=0,32). Korelasi positif lemah kadar PRPP dengan jumlah leukosit (r=0,327, p=0,035). Tidak ada korelasi kadar PRPP dengan konsumsi fruktosa maternal (r=-0.013, p=0.923). Tidak ada korelasi jumlah leukosit dengan konsumsi fruktosa maternal (r=0.122, p=0.352).

Kesimpulan: Terdapat perbedaan bermakna kadar PRPP leukosit kelompok preeklamsia dibandingkan kelompok normal. Terdapat korelasi positif lemah kadar PRPP leukosit dengan jumlah leukosit. Tidak terdapat korelasi kadar PRPP leukosit dengan konsumsi fruktosa maternal dan jumlah leukosit dengan konsumsi fruktosa maternal. ...... Preeclampsia is a hypertensive disorder in pregnancy caused by abnormal placentation with an unknown exact cause. Changes in diet pattern and diet composition have changed dramatically over the past decade, in both developed and developing countries, especially the increase in consumption of added sugars including fructose. Fructose plays an important role in fetal growth in the first trimester. However, excessive consumption of fructose can cause endothelial dysfunction which can result in placental hypoxia resulting in preeclampsia. PRPP as an intermediate metabolite in fructose metabolism is thought to increase in preeclampsia conditions caused by excess fructose consumption. This study aims to determine the increase in PRPP levels in preeclampsia conditions and its correlation with meternal fructose consumption and leukocyte count.

Method: Cross-sectional observational study on 60 pregnant women divided into two groups. The preeclampsia and normal pregnancy groups, each as many as 30 subjects were examined for PRPP levels in leukocyte and leukocyte counts from venous blood. All subjects were interviewed with sFFQ (semiquantitative Food Frequent Questionnaire) on maternal sugar consumption.

Results: Leukocyte’s PRPP levels in preeclampsia patients were significantly higher in the preeclampsia group (7,015.67 vs 5,577.63, p=0.003). The number of leukocyte in the preeclampsia group was higher than in the normal group (15,905 (5,014.10) vs 8,078.33 (1,141.74) /mm3, p=0.000). The fructose consumption of the preeclampsia group was higher than in the normal group but not statistically significant (6.25 (0.6 - 10.54) vs 4.65 (0.60 - 19.4) g / day, p=0.32). Weak positive correlation of PRPP levels with leukocyte count (r=0.327, p=0.035). There was no correlation between PRPP levels and maternal fructose consumption (r =-0.013, p=0.923). There was no correlation between leukocyte count and maternal fructose consumption (r=0.122, p=0.352).

Conclusion: There was a significant difference in PRPP leukocyte levels in the preeclampsia group compared to the normal group. There is a weak positive correlation of leukocyte PRPP levels with leukocyte count. There was no correlation between leukocyte PRPP levels with maternal fructose consumption and leukocyte counts with maternal fructose consumption.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alexander Mukti
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Deteksi ovulasi sangat berguna ada kasus infertilitas. Dampak masalah ini di negara berkembang lebih berat daripada negara maju, karena selain menyebabkan penderitaan fisik juga dampak masalah psikososial. Ada berbagai metode sederhana untuk mendeteksi ovulasi diantaranya suhu basal tubuh dan lendir serviks. Berbagai data sensitivitas dan spesifisitas yang cukup baik pada kedua metode tersebut, sehingga bisa menjadi alternatif bagi pasien infertilitas di sarana kesehatan lini pertama. Penelitian ini bertujuan untuk menjadikan pemeriksaan suhu basal tubuh dan lendir serviks sebagai pemeriksaan alternatif dalam mendeteksi ovulasi terutama pada fasilitas kesehatan yang tidak mempunyai ultrasonografi.Metode: Penelitian potong lintang ini dilakukan di poliklinik RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo pada tahun 2016-2017. Sebanyak 49 pasien perempuan infertilitas yang mempunyai siklus menstruasi yang normal diminta untuk berpartisipasi dan dilakukan pengukuran suhu basal tubuh, pengambilan sampel lendir serviks dan pemeriksaan ultrasonografi transvaginal. Dan data dikelompokkan menjadi 3 Hari Perkiraan Ovulasi HPO yaitu HPO-2, HPO dan HPO 2. Dilakukan uji diagnostik dan dilakukan perbandingan akurasi antara suhu basal tubuh, lendir serviks dan kombinasi keduanya.Hasil: Didapatkan hasil yang paling baik adalah akurasi lendir serviks dan kombinasi keduanya dengan hasil 65 . Dan yang paling rendah adalah suhu basal tubuh dengan hasil 59 Dengan suhu basal tubuh dalam mendiagnosis ovulasi memiliki sensitivitas 46,7 , spesifisitas 78,9 , dan akurasi 59 . Lendir serviks dalam mendiagnosis ovulasi memiliki sensitivitas 70 , spesifisitas 57,8 , dan akurasi 65 . Kombinasi suhu-lendir serviks dalam mendiagnosis ovulasi memiliki sensitivitas 46,67 , spesifisitas 94,73 , dan akurasi 65 .Kesimpulan: Pemeriksaan lendir serviks memiliki akurasi yang lebih baik dibanding dengan pemeriksaan suhu basal tubuh dalam mendeteksi ovulasi. Diperlukan penelitian mengenai validasi alat diagnostik ini pada masyarakat yang lebih luas dan bukan hanya pada kelompok yang mengalami infertilitas sehingga dapat diterapkan pada masyarakat umum.
ABSTRACT
Background Ovulation detection is particularly useful in cases of infertility. The impact of this problem in developing countries is more severe than developed countries, because in addition to physical suffering is also the impact of psychosocial problems. There are various simple methods to detect ovulation including measurement of basal body temperature and cervical mucus. Various data are sensitive and specific enough for both methods therefore these might act as alternative for infertility patients in primary health facilities. This study aims to make basal body temperature examination and cervical mucus as an alternative examination in detecting ovulation, especially in health facilities that do not have ultrasound.Methods This cross sectional study was conducted at outpatient clinic of RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo in the year 2016 2017. A total of 49 infertile female patients who had normal menstrual cycles were asked to participate and performed basal body temperature measurements, cervical mucus sampling and trans vaginal ultrasound examination. The data are subsequently grouped into 3 Days Estimated Ovulation DEO DEO 2 days, DEO and DEO 2 days. Diagnostic tests were performed and accurate comparison between basal body temperature, cervical mucus and a combination of both were later assessed.Results The best accuracy was found on cervical mucus and combination of both with 65 in detecting ovulation, whilst the lowest was basal body temperature 59 with sensitivity 46,7 , and specificity 78,9 . Cervical mucus in diagnosing ovulation has a sensitivity of 70 and specificity 57.8 . The combination of temperature cervical mucus in diagnosing ovulation has sensitivity of 46.67 and specificity of 94.73 .Conclusion Cervical mucus examination has better accuracy compared with basal body temperature examination in detecting ovulation. A further research for validating these diagnostic tools to the wider community and not only in patients with infertility is needed.Keywords Ovulation Detection, Body Basal Temperature, Cervical Mucus, Ultrasound, Infertility
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ilham Utama Surya
Abstrak :
LATAR BELAKANG : Gangguan implantasi pada awal kehamilan menyebabkanIskemia plasenta dan dapat berakibat preeklamsia pada kemudian hari. Pada tahapselanjutnya iskemia plasenta menghasilkan radikal bebas dan berakibat stres oksidatif.Preeklamsia merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara produksi radikal bebasdengan antioksidan sehingga terjadi reaksi inflamasi berlebihan pada kehamilan yangberakibat disfungsi endotel. Antioksidan dan inflamasi dalam tubuh ditentukan oleh statusgizi seseorang yang dinilai dari kadar serum ibu seperti seng, selenium, besi dan tembaga.Oleh karena itu perlu penelitian untuk menilai status gizi mikro dengan preeklamsia. TUJUAN : Diketahuinya perbedaan kadar seng, selenium, besi tembaga, danrasio tembaga seng serum maternal pada preeklamsia dibandingkan kehamilan normal. METODE : Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan jumlah sampel30 preeklampia dan 30 normal yang melakukan persalinan di RS Cipto Mangunkusumodan RSUD Tangerang. Pasien diambil darah untuk kemudian diproses menjadi serum danlalu diukur kadarnya. Setelah itu data disajikan dalam tabel dan dianalisis dengan uji ttidakberpasangan. Penelitian ini sudah lolos kaji etik dan mendapat persetujuanpelaksanaan dari Komite Etik Penelitian Kesehatan FKUI-RSCM. HASIL : Kadar serum seng pada preeklamsia dan normal adalah 45,03?10,84dan 41,37?10,59 ?g/dl dengan p=0,868, IK 95 3,66 -1,87-9,21 . Kadar seleniumadalah 84,93?13,67 dan 65,03?15,28 ?g/l dengan p=0,445, IK 95 19,9 12,4-27,39 .Kadar besi 115,77?49,14 dan 75,63?43,79 ?g/dl dengan p=0,409, IK 95 40,13 16,0964,17 .Kadar tembaga 219,85?45,92 dan 207,98?47,66 ?g/dl dengan p=0,73 IK 95 118,63 -123,25-360,52 dan rasio tembaga seng 5,15?1,54 dan 4,96?1,62 dengan p=0,803 1,9 IK 95 -6,25-10,06. KESIMPULAN : Terdapat perbedaan rerata kadar selenium dan besi pada preeklamsiadengan kehamilan normal namun tidak berbeda bermakna secara statistik. Tidak terdapatperbedaan rerata kadar seng, tembaga dan rasio tembaga seng pada preeklamsia dengankehamilan normal. ...... BACKGROUND: Poor implantation in early pregnancy lead to placental ischemia wasthe pathogenesis of preeclampsia. On further stage, placenta ischemia generated oxidativestress. Preeclampsia was a manifestation of the free radical and antioxidant imbalanceresulting inflammation and endothelial dysfunction. Antioxidant dan inflammation wasdetermined by nutrition status that measured in maternal serum such zinc, selenium, ironand copper. Therefore, measuring micronutritional status in preeclampsia was needed. OBJECTIVE: Investigate the mean difference of zinc, selenium, iron, copper, andcopper zinc ratio of maternal serum in preeclampsia comparing healthy pregnancy. METHOD: This was a cross sectional study enrolled 30 preeclampsia patientsand 30 healthy pregnancy visiting Cipto Mangunkusumo and Tangerang Hospital. Bloodwas withdrawed from vein for further processed. Data was presented in table and wasanalyzed by unpaired t test. This study had been granted ethical clearence and approvedby Ethical Committee for Health Research Faculty of Medicine University of IndonesiaCipto Mangunkusumo Hospital. RESULTS: The zinc maternal serum level in preeclampsia and healthypregnancy were 45.03 10.84 and 41.37 10.59 g dl, p 0.868, 95 CI 3.66 1.87 9.21 respectively. Selenium level were 84.93 13.67 and 65.03 15.28 g l, p 0.445, 95 CI19.9 12.4 27.39 . Iron level were 115.77 49.14 and 75.63 43.79 g dl, p 0.409, 95 CI40.13 16.09 64.17 . Copper level were 219.85 45.92 dan 207.98 47.66 g dl, p 0.7395 CI 118.63 123.25 360.52 and copper to zinc ratio were 5.15 1.54 and 4.96 1.62dengan p 0.803, 1.9 95 CI 6.25 10.06. CONCLUSION: Selenium and iron level in preeclampsia and healthy pregnancy weresignificantly difference. However, it was not significance statistically. Zinc, copper andcopper to zinc ratio were not significantly different.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Vetta Fegitalasky
Abstrak :
Latar belakang: Memberikan edukasi dan memberikan kesempatan pasien untuk berpartisipasi pada pengambilan keputusan merupakan kunci keberhasilan hubungan dokter dengan pasien. Oleh karena itu diperlukan komunikasi antar dokter dan pasien untuk mendiskusikan tatalaksana medis. Untuk menilai pemahaman pasien terhadap suatu prosedur, diperlukan alat bantu misalnya dalam bentuk kuesioner. Saat ini belum ada kuesioner standar di Indonesia maupun internasional untuk menilai pemahaman pasien mengenai seksio sesarea. Untuk itu peneliti merasa perlu untuk membuat suatu kuesioner untuk menilai pemahaman pasien terhadap prosedur seksio sesarea Tujuan: (1) Membuat kuesioner yang dapat menilai pemahaman pasien terhadap edukasi pra tindakan operasi seksio sesarea, (2) kuesioner dapat dipakai sebagai sarana untuk mengetahui pemahaman pasien sebelum dilakukan edukasi pratindakan seksio sesarea, (3) Kuesioner ini akan digunakan untuk penelitian selanjutnya yaitu untuk membandingkan pemahaman pasien yang diberikan edukasi dengan alat bantu video edukasi dan pasien yang diberikan edukasi standar. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan, yaitu membuat suatu kuesioner baru. Validasi dilakukan dengan uji validasi isi oleh panel expert, uji face validity dan uji validitas konstruk. Kuesioner terdiri atas 28 butir pertanyaan pilihan ganda. Pengujian validitas konstruk dengan menilai item discimination dan item difficulty. Analisis uji validitas penelitian ini menggunakan korelasi Bivariat Pearson yang diolah dengan program SPSS versi 20. Hasil: Penelitian dikatakan valid apabila r-hitung > r-tabel. Pada perhitungan rtabel didapatkan nilai koefisien 0,207. Hasil penelitian kami, berdasarkan nilai rhitung >0,207 yaitu sebanyak 19 dari 28 butir soal kuesioner dinyatakan valid. Tingkat reliabilitas yang kami dapatkan sebesar 0,551. Kesimpulan: Kuesioner pemahaman pasien terhadap tindakan seksio sesarea menghasilkan 19 butir kuesioner yang valid dan dapat digunakan sebagai alat untuk menilai pemahaman pasien sebelum operasi seksio sesarea.
Background: Patients education prior cesarean section is a success key in doctorpatient relationship. Therefore, good communication to discuss medical procedure is needed. An instrument such as questionnaire is important to evaluate patients knowledge of medical procedure. Nowadays, theres no standard tool to evaluate patients knowledge of cesarean section, neither here in Indonesia, nor in abroad. Hence, we need to create a new questionnaire to evaluate it. Objective: (1) To make a questionnaire that can evaluate patients knowledge of cesarean section, (2) The questionnaire can be use as a tool before doctors educate patients during informed consent, (3) The questionnaire could be use again in the next research, to compare patient with standard informed consent and with educational video. Method: This is a pilot study to create a new questionnaire about patients knowledge of cesarean section. We conduct a validation test which are content validity, face validity and construct validity. The questionnaire has 28 item, with multiple choice questions type. To measure construct validity, we analyze item discrimination and item difficulty. Data was processed using SPSS version 20 to analyze pearson bivariate correlation. Result: This questionnaire is valid if pearsons r-count > r table. We determine the r-table is 0.207. Hence, the value was valid if the coefficien is >0.207. Using SPSS version 20, there are 19 from 28 items which are valid. The reliablity of this questionnaire is 0.551. Conclusion: This questionnaire result in 19 valid items and it can be use as a tool to evaluate patient knowledge before cesarean section.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>