Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Johari
"Tujuan dari sistem pemasyarakatan ialah untuk mengembalikan narapidana ketengah-tengah masyarakat agar menjadi masyarakat yang baik, berguna dan bertanggungjawab, pembinaan narapidana tersebut sesuai dengan konsep reintegrasi dimana pembinaan dilakukan dengan menggunakan konsep Community Based Correction seperti pada Lapas Terbuka Gandul-Cinere Jakarta.
Oleh karena itu penelitian ini difokuskan kepada analisis terhadap proses reintegrasi narapidana dengan menggunakan konsep Community Based Correction pada Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Gandul-Cinere Jakarta, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses reintegrasi narapidana dengan menggunakan konsep Community Based Correction pada Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Gandul-Cinere Jakarta, untuk mengetahui sejauh mana keterlibatan , peran serta masyarakat dalam reintegrasi narapidana, dan untuk mengetahui dampak positif dan negatif bagi narapidana.
Metode dalam penelitian ini menggunakan metode hukum normatif dengan cara pendekatan kualitatif, dalam penelitian in keterlibatan peneliti sangat erat dalam usaha memahami dan melihat gejala yang ada. Selain itu juga peneliti mengadakan studi banding -ke Lapas klas I Cirebon, guna mendapati gambaran implementasi dan penerapan konsep Community Based Correction antara Lapas Terbuka Jakarta dengan Lapas klas 1 Cirebon.
Hasil penelitian menunjukan proses reintegrasi narapidana dengan menggunakan konsep Community Based Correction pada Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Gandul-Cinere Jakarta, sudah berjalan tetapi masih belum maksimal hat ini bisa dilihat dari sedikitnya penghuni Lapas Terbuka. Keterlibatan peran serta masyarakat dalam narapidana .sangat minim sekali, narapidana hanya mengunjungi rumah dari pimpinan lapas'terbuka saja tidak secara bebas menyatu dengan masyarakat. Dampak positifnya narapidana merasakan suasana yang lebih bebas dibandingan pada Lapas sebelumnnya, dampak negatifnya narapidana masih merasa implementasi pembinaan masyarakat masih kurang karena orientasi masih di dalam Lapas Saja."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16607
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pardede, Salmon, author
"Keberadaan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual umumnya dan Hak Cipta khususnya diperlukan dalam rangka pengembangan industri yang dapat menunjang perekonomian nasional, namun disisi lain perlindungan HKI khususnya Hak Cipta menyebabkan harga produk yang dilindungi menjadi mahal. Sebagai akibatnya banyak terjadi pembajakan termasuk pembajakan Hak Cipta yang semakin hari semakin banyak, antara lain pembajakan rekaman dan musik 91 %, pembajakan buku yang diperkirakan oleh Ketua Umum IKAPI mencapai 79 % dan pembajakan software komputer menurut BSA (Business Software Alliance) sudah mencapai 85 % . Pembajakan HKI sangat merugikan negara dari sektor pajak maupun melanggar HAM Pemegang HKI.
Putusan Pengadilan untuk perkara pidana HKI khususnya Hak Cipta cenderung memutus dengan hukuman yang ringan, sehingga pembajak HKI khususnya Hak Cipta tidak jera melakukan pembajakan mengingat keuntungan yang begitu besar. Pembajak DVD dapat memperoleh keuntungan bersih Rp. 600 juta dari omzet Rp. 1,5 miliar dengan pasar yang jelas dan kuat.
Putusan pidana perkara HKI adalah hukuman penjara dan/atau denda, namun denda tersebut untuk negara, bukan untuk Pemegang HKI, namun demikian apabila putusan perkara pidana ini diganjar dengan hukuman berat dan ditambah dengan hulcuman denda yang besar kemungkinan para pelaku pembajak Hak Cipta ini akan jera, walaupun denda besar itu bukan untuk pemegang HKI akan tetapi secara moral sudah memenuhi HAM pemegang Hak.
Perkara perdata HKI diajukan di Pengadilan Niaga. Putusan perkara perdata lebih efektif dibandingkan dengan putusan perkara pidana, karena dalam perkara perdata, seperti pembatalan HKI dapat juga disertakan gugatan ganti rugi yang harus ditegaskan dalam posita gugatannya. Dengan adanya gugatan ganti rugi tersebut, apabila Hakim mengabulkan seluruhnya atau sebagian gugatan ganti rugi tersebut maka dapatlah dikatakan bahwa putusan tersebut telah memenuhi HAM Pemegang Hak.

Intellectual Equity Protection Existence generally and Copyrights is specially needed in order to industrial development which can support the national economy, but on the other side protection Intellectual Property Rights (IPR) specially Copyrights cause the product price protected to become costly. As a result a lot of happened by the piracy IPR include inclusive of Copyrights piracy which progressively day of more and more, for example piracy records & music 91 %, book piracy estimated by Head Leader of IKAPI reach 79 % and piracy of software computer of according to BSA (Business Software Alliance) have reached 85 %. Piracy IPR very harming of state from taxation and also impinge the Human Rights of Handle IPR.
Justice Decision to be criminal of IPR especially Copyrights tend to break with the light penalization, so that ploughman IPR specially Copyrights do not discourage to conduct the piracy remember the advantage which big so. Ploughman DVD can obtain; get the clean advantage of 600 million Rupiahs from 1,5 billion Rupiahs of piracy sale with the clear market and strength.
Decision of Crime of case IPR is imprisonment and/or fine, but the [penalty/fine] for the state of, non for the Handle of IPR, but that way if this crime verdict reward with the devil to pay and added with the big fine penalization of possibility of all this Copyrights ploughman perpetrator will discourage, although that big fine non for the handle of IPR of however morally have fulfilled the Human Rights of Rights handle.
Civil dispute of IPR raised in Commercial Justice. Civil Verdict more is effective compared to by a crime verdict, because in civil dispute, like cancellation MR earn is also figured in by a compensatory suing which must be affirmed in its suing. With the existence of the compensatory suing, if Judge grant entirely or some of the compensatory suing hence earn said that by the decision have fulfilled the Human Rights of Rights Handle.
"
Lengkap +
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20697
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Feroza
"Pelaksanaan hukuman cambuk merupakan implementasi disahkannya sistem pemerintahan syariat Islam di Nanggroe Aceh Darussalam. Hukuman cambuk dipandang sebagai hukuman yang sebanding untuk menjalankan roda pemerintahan syariat Islam, karena bernuansa islami dan sesuai dengan aturan agama Islam. Hukuman cambuk dijatuhkan bagi tindak pidana tertentu yang diatur dalam Qanun Nomor 12 tentang Minuman Khamar (minuman keras) dan sejenisnya, Qanun Nomor 13 tentang Maisir (perjudian) dan Qanun Nomor 14 tentang Khalwat (mesum). Tesis ini dilatarbelakangi oleh adanya pendapat pro dan kontra terhadap pelaksanaan hukuman cambuk. Hukuman cambuk dianggap melanggar Hak Asasi Manusia serta merupakan hukuman yang kejam.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif analisis, yaitu penelitian yang menggambarkan suatu keadaan di dalam masyarakat dan didukung oleh data-data di lapangan serta studi kepustakaan.
Penelitian ini berpegang pada 2 teori inti, yaitu teori detterence (teori yang menekankan pada tujuan untuk mempengaruhi atau mencegah orang lain agar tidak melakukan kejahatan) dan teori stimulus and respond (teori yang mengembangkan proses pengekalan untuk membentuk perilaku).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hukuman cambuk telah membawa perubahan pada sistem peradilan pidana. Hal ini ditunjukkan dengan adanya lembaga baru yaitu Dinas Syariah yang bertugas sebagai lembaga pengawas dan eksekutor hukuman cambuk. Hukuman cambuk menjadi hukuman alternatif prioritas dengan tetap mempertahankan hukuman penjara bagi kejahatan yang telah diatur di dalam KUHP. Hukuman cambuk hanya diberikan bagi masyarakat yang beragama Islam, sedangkan masyarakat di luar Islam tetap berpegang pada ketentuan KUHP.
Pelaksanaan hukuman cambuk menunjukkan bahwa hukuman ini dapat meminimalisasi pelanggaran HAM dan jauh dari kesan kejam dibandingkan pidana lainnya. Hukuman cambuk bertujuan memberikan penjeraan melalui efek malu karena pelaksanaannya dilakukan di depan umum. Selain menunjukkan transparansi dalam penegakan hukum, hukuman ini juga bersifat tunai dan langsung. Pembuat peraturan harus dapat memberikan kepastian hukum untuk mendukung pelaksanaan qanun sehingga tidak menimbulkan dualisme hukum di Nanggroe Aceh Darussalam.

The implementation of caning punishment was establishing the system of Islamic Law in the Government system of Nanggroe Aceh Darussalam. Caning punishment is declare as a worthy punishment due to the Islamic flair and accordance to the Islamic laws it self. It was sentenced to some certain crime which is order to Qanun Number 12 about Khamar (alcoholic), Qanun Number 13 about Maisir (Gambling) and Qanun Number 14 about Khalwat (immoral acts). The background of this research comes from community's pro and contra statement's about implementation of caning punishment, which is indulged as human rights violations and as a cruel punishment.
The research is using qualitative method with descriptive analytical approach which is describe a society condition and supported by field data and library research.
The research complied with two main theories, the theory of deterrence (a theory that stresses the purpose to influence or deter someone from committing crime) and the stimulus and respond theory (a theory that develop the process of deterrent in forming behavior).
The result of this research shows that caning punishment had given a change to the criminal justice system. It was established by the new institution named "Dinas Syariah", who acted both as a watch institution and the executor for caning punishment. Furthermore this punishment becomes a priority alternative within stick to prison as priority punishment in KUHP. The caning punishment was confected to Islamic criminals only.
By the caning punishment, the human right violation could be minimize and categorize as an un-cruel punishment. The caning punishment is aimed to teach offenders a lesson by embarrassing them in public as the punishment carried out by displaying to the public. Hence to show transparency in upholding law, this punishment also deemed instant and immediately. Therefore the lawmaker should give an assurance to the law of the Qanun implementation, so it won't make any law dualism.
"
Lengkap +
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20774
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Basuki Katono
"ABSTRAK
Perubahan sistem nilai dengan cepat menuntut adanya norma-norma kehidupan sosial baru untuk senantiasa mengikuti perkembangan masyarakat, termasuk ketentuan mengenai remisi. Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Bagi narapidana tindak pidana narkotika¬-psikotropika, korupsi, terorisme, dan kejahatan HAM berat, remisi diberikan setelah mereka menjalani sepertiga masa pidana dan berkelakuan baik. Hal ini berbeda dengan peraturan sebelumnya yang tidak membedakan jenis tindak pidana.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana fungsi remisi dalam pembinaan narapidana tindak pidana narkotika-psikotropika, korupsi, terorisme dan kejahatan HAM berat dan mengetahui langkah-langkah yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM DKI Jakarta dan Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang dalam pemberian remisi bagi mereka.
Penelitian ini bersifat deskriptif analisis dan dikategorikan sebagai penelitian kualitatif, dengan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan metode wawancara terhadap petugas Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang, Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM DKI Jakarta, dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang berkaitan secara langsung dengan bidang remisi, registrasi dan statistik maupun narapidana tindak pidana narkotika¬p-sikotropika, korupsi, terorisme dan kejahatan HAM berat.
Analisis penelitian menunjukkan bahwa pemberian remisi bagi narapidana tindak pidana narkotika-psikotropika, korupsi, terorisme dan kejahatan HAM berat belum berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006. Fungsi remisi maupun langkah-Iangkah yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Kantor Wilayah dan Lembaga Pemasyarakatan pada dasarnya sama seperti tindak pidana umum lainya dengan berdasar pada Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan dan Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun 1999 Tentang Remisi.
Untuk itu perlu direkomendasikan agar Pemerintah segera melakukan pengkajian untuk memberikan kejelasan terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, sehingga memberikan kepastian hukum bagi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Kantor Wilayah maupun Lembaga Pemasyarakatan dalam pelaksanaan pemberian remisi bagi narapidana tindak pidana narkotika-psikotropika, korupsi, terorisme dan kejahatan HAM berat.

ABSTRACT
This study aimed to determine whether Changes in evaluation system demands new norms in social life to always in track with development within society, including regulations about remission. Government passed Regulation Number 28/2006 about alteration to Government Regulation Number 3211999 about Conditions and Requirements of Inmates' Rights. For inmates granted with cases of drugs, corruption, terrorism and human rights violation, remission is granted after they have done one third of conviction time and recorded good behavior. This is different from the previous regulation which did not differentiate the nature of criminal cases.
This study is conducted to find how remission works inmates in drugs, corruption, terrorism and human rights violation cases, and various steps that need to be taken by Director General of Correction, Jakarta Regional Office of Law and Human Rights, and Correctional Institution of Class I Cipinang in granting remission for them.
This study is a descriptive analysis and categorized as qualitative research. Sources of information were obtained from interview with officers in Correctional Institution Class I Cipinang, Regional Officer of Law and Human Rights, and Director General of Correction who have direct access to area of remission, registration and statistic, as well as inmates with cases of drugs, corruption, terrorism and human rights violation.
This research also revealed that informants feel that remission for those inmates has not in accordance with government Regulation Number 2812006. Remission and other treatments conducted by Director General of Correction for those special inmates are basically the same as with other inmates, which is based on Government Regulation Number 3211999 about Conditions and Requirements of Inmates' Rights and Presidential Decree Number 174/1999 about Remission.
Therefore it is recommended that the government should do through examination to clarify Government regulation Number 28/2006 about alteration to Government Regulation Number 3211999 about Conditions and Requirements to give assurance to Director General of Correction, Regional Officer of Law and Human Rights and Correctional Institutional in granting remission for inmates with cases of drugs, corruption, terrorism and human rights violation.
"
Lengkap +
2007
T20838
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Agung Wibowo
"Banyaknya warganegara asing yang melakukan aktifitas keluar masuk dari dan ke Indonesia memberikan fakta baru bahwa diantara warganegara asing tersebut diduga melakukan tindak pidana keimigrasi berupa pelanggaran atau kejahatan, mengingat perkembangan tindak pidana keimigrasian semakin beragam maka Penyidik Pegawai Negeri Sipil Imigrasi dituntut untuk lebih peka dan profesional dalam melakukan pengawasan terhadap kegiatan dan keberadaan warganegara asing yang disertai dengan penegakan hukum keimigrasian baik yang bersifat administratif maupun pro justitia dengan melakukan penyidikan terhadap warganegara asing yang diduga kuat melakukan tindak pidana keimigrasian.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis apakah masa pendetensian yang telah dijalani warganegara asing di Rumah Detensi Imigrasi selama proses penyidikan tindak pidana keimigrasian dapat disamakan dengan penahanan sehingga dapat diperhitungkan dan dikurangkan dari putusan pidana yang dijatuhkan Hakim di Pengadilan, serta untuk mengetahui dan menganalisis penerapan Pasal 51 Undang-undang nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian terhadap anak dibawah umur warganegara asing yang lahir di Indonesia dan tidak melaporkan kelahirannya dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis normatif, yang bersumber dari data sekunder, data primer dan data tersier dimana data sekunder merupakan data utama yaitu dengan melakukan studi kepustakaan, kemudian data primer merupakan data pelengkap yaitu dengan melakukan penelitian lapangan dengan menggunakan teknik wawancara. Selanjutnya untuk melengkapi data tersebut diatas dilakukan study kasus mengenai tindakan administratif dibidang keimigrasian dan putusan pengadilan mengenai tindak pidana keimigrasian.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan penyidikan tindak pidana keimigrasian dengan ancaman pidana dibawah 5 (lima) tahun Penyidik Pegawai Negeri Sipil Imigrasi tidak dapat melakukan penahanan terhadap tersangka, karena dasar hukum untuk melakukan penahanan tersebut tidak diatur dalam Hukum Acara Pidana sehingga tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Imigrasi terhadap tersangka adalah dengan mengenakan tindakan keimigrasian berupa penempatan dalam Rumah Detensi Imigrasi, hal ini menjadi problema tersendiri karena masa pendetensian yang dijalani tersangka di Rumah Detensi Imigrasi tidak dapat diperhitungkan atau dikurangkan dari putusan pidana yang dijatuhkan hakim di pengadilan. Kemudian penerapan Pasal 51 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian terhadap anak dibawah umur warganegara asing, untuk penyidikannya mengalami kendala karena Penyidik Pegawai Negeri Sipil kesulitan untuk menentukan siapa yang dapat dijadikan tersangka karena belum adanya dasar hukum yang mengatur tentang hal tersebut, sehingga dalam penyelesaiannya dilakukan proses administratif dibidang keimigrasian, Yaitu dengan mengenakan tindakan keimigrasian berupa pengusiran (Deportasi)."
Lengkap +
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T25331
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library