Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yusra
"Dalam rangka penjualan rumah susun atas satuan-satuan rumah susunnya, dewasa ini banyak dilakukan dengan cara membuat perjanjian pengikatan jual bell satuan rumah susun. Hal ini dilakukan karena Undang-Undang Nomor I6 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (Undang Undang Rumah Susun) menetapkan persyaratan bagi rumah susun sebelum dapat diperjualbelikan. Pada prakteknya, dengan alasan ekonomis penjualan unit-unit satuan rumah susun sudah dilakukan, walaupun belum memenuhi persyaratan sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Rumah Susun, yaitu dengan cara membuat perjanjian pengikatan jual beli.
Perjanjian pengikatan jual beli satuan rumah susun ini pada umumnya sudah dibuat dalam bentuk standar (Kontrak Standar) yang sudah ditentukan oleh pihak pengembang selaku penjual. Konsumenlpembeii tinggal menyetujui atau tidak, tanpa bisa menegosiasikan isi perjanjian sesuai kehendak para pihak. Apabila setuju, "take it", tetapi kalau tidak setuju "just leave it".
Kontrak standar yang dibuat secara sepihak oleh pengembang yang mempunyai kedudukan lebih dominan tersebut seringkali memuat klausula-klausula yang sudah baku yang isinya lebih mengakomodir kepentingan pelaku usaha (dalam hal ini pengembang/penjual), tetapi mengeliminir kepentingan pihak konsumen/pembeli, sehingga pihak konsumen dirugikan.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Undang-Undang Perlindungan Konsumen), pada dasarnya sudah mengatur mengenai ketentuan klausula baku (dalam Pasal 18). Namun dalam pelaksanaannya, klausula-klausula baku yang dimuat dalam perjanjian pengikatan jual beli, khususnya pengikatan jual bell satuan rumah susun masih melanggar ketentuan baku sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T21406
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Indra Sanjaya
"Sepsis adalah gejala klinis akibat infeksi disertai respon sistemik yang dapat berupa hipotermia, hipertermia, takikardia, hiperventilasi atau letargi. Sepsis neonatorum adalah sepsis yang teijadi pads neonates, dan pada biakan darah didapatkan basil positif. Pada sepsis neonatorum sering disertai infeksi saluran kemih (ISK). ISK ini dapat menyebabkan kerusakan ginjal dan memperberat sepsis. Untuk menegakkan diagnosis ISK sebagai standar adalah hitting koloni kuman pada biakan urin. Pewarnaan Gram urin merupakan pemeriksaan yang cepat, dapat rnengetahui morfologi dan jumlah kuman dalam hari pertama, serta dapat mendeteksi adanya ISK. Dengan melihat basil pewarnaan Gram urin maka pemberian terapi antibiotika secara empiris dapat lebih terarah. Tujuan penelitian ini ialah mendapatkam metode yang cepat dan mudah untuk mendeteksi ISK pada sepsis neonatorum. Penelitian ini juga bertujuan mendapatkan data proporsi ISK, pola kuman penyebab ISK dan antibiogramnya pada sepsis neonatorum.
Subjek penelitian adalah 100 bayi secara klinis menderita sepsis neonatorum yang dirawat di bangsal Perinatologi dan NICU Bagian IKA RSCM. Bahan berupa darah vena dan urin kateterisasi, diperiksa di Bagian Patologi Klinik RSCM. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pewamaan Gram urin langsung dan urin sitospin, biakan min, dan biakan darah. Dinilai tingkat sensitivitas dan spesifisitas pewarnaan Gram urin terhadap biakan urin.
Pada penelitian ini didapatkan proporsi ISK pada sepsis neonatorum sebesar 8%. Pola kuman penyebab ISK terbanyak pada sepsis neonatorum adalah Pseudomonas sp dan Staphylococcus epidermidis. Tes sensitivitas antibiotika Pseudomonas sp resisten terhadap antibiotika yang diujikan. Staphylococcus epidermidis sensitif terhadap antibiotik Ampicillinsulbactam, Vancomycin, Meropenem, Imipenem, dan Oxacillin. Pada penelitian ini didapatkan tingkat sensitivitas pewarnaan Gram urin langsung 75% dan spesifisitas 100%, sedangkan pewarnaan Gram urin sitospin didapatkan sensitivitas 100% dan spesifisitas 98,9%. Pada kurva receiver operator curve (ROC) didapatkan sensitivitas dan spesitifitas terbaik pewamaan Gram urin sitospin untuk diagnosis ISK bila cut off point > 3 kuman per lapangan pandang imersi (pembesarkan 1000x). Pewarnaan Gram urin sitospin merupakan pemeriksaan yang dianjurkan untuk mendiagnosis ISK pada sepsis neonatorum secara rutin."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T58460
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuri Dyah Indrasari
"LATAR BELAKANG : Infeksi kaki diabetik (IKD) adalah salah satu penyulit diabetes melitus (DM) yang sangat ditakuti karena sulitnya perawatan dan sering berakhir dengan arnputasi kaki atau bahkan kematian. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengelolaan IKD adalah pemberian antibiotik empiris sebelum diketahui kuman penyebabnya. Asam lemak rantai pendek (ALRP) volatil adalah salah satu produk akhir fermentasi kuman yang memiliki kekhasan untuk kuman anaerob. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran jenis kuman penyebab IKD dan hasil kepekaan kuman terhadap antibiotik dan mengetahui profil ALRP volatil dari bahan biakan yang mengandung kuman aerob, anaerob dan campuran anaerob-aerob.
METODE : Rancangan penelitian potong lintang dengan 52 subyek penderita IKD yang berobat ke Poliklinik Metabolik Endokrin Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Instalasai Gawat Darurat (IGD) RSCM dan Instalasi Rawat !nap IRNA RSCM dari buldn Maret-Desember 2004. Semua subyek yang memenuhi kriteria penelitian dilakukan pengambilan bahan pus dengan cara aspirasi pus; bahan jaringan nekrotik diperoleh dengan cara eksisi/kuretase jaringan. Pada bahan pusfaringan dilakukan pemeriksaan ALRP volatil dan biakan kuman aerob dan anaerob. Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan menghitung proporsi kuman, kepekaan terhadap antibiotik dan ALRP volatil dari bahan biakan.
HASIL : Pada penelitian ini, gambaran jenis kuman penyebab yang didapat dari bahan biakan penderita IKD adalah kuman aerob saja ditemukan pada 55 bahan biakan (92%), kuman campuran anaerob-aerob ditemukan pada 5 bahan biakdn (8%) dari tidak ditemukan kuman anaerob saja pada bahan biakan (0%). Kuman adrob Gram negatif tersering E.coli sensitif terhadap antibiotik amikasin, sefepim, fosfomisin dan imipenem. Kuman Gram positif tersering Saureus sensitif terhadap antibiotik kotrimoksasol, moksilin-klavulanat dan imipenem. Kuman anaerob sensitif terhadap antibiotik amoksilin-klavulanat, ampisilin-sulbaktam dan metFbnidazol. Dari profil ALRP volatil didapatkan median kadar asam asetat pada baheh, bI kan yang mengandung kuman aerob dan campuran anaerob-aerob adalah 1,11 (0,00 - 6,67) mEg/lOOmL dan 1,00 (0,56 - 1,67) mEg1100mL; median kadar asam propionait (P) dan butirat (B) pada bahan biakan yang mengandung kuman aerob dan kuman campuran anaerob-aerob berturutturut adalah (P) 0,48 (0,00 - 1,98) mEg/100mL ; (P) 0,73 (0,31 - 1,67) mEg/100mL dan (B) 0,21 (0,0 - 1,00) mEg/100mL; (B) 0,88 (0,56 - 1,0) mEg/100mL.
KESIMPULAN : Berdasarkan hasil penelitian ini dibuktikan bahwa gambaran kuman penyebab yang diperoleh dari bahan biakan penderita IKD terdiri dari kuman aerob dan kuman campuran anaerob-aerob, Kuman E.coli sensitif terhadap antibiotik amikasin, sefepim dan fosfomisin. Kuman S.aureus sensitif terhadap kotrimoksasol, amolSsilinkiavulanat dan imipenem. Kuman anaerob sensitif terhadap antibiotik amoksilinkiavulanat, ampisilin-sulbaktam dan metronidazol. Didapatkan selisih median kadar yang cukup besar pada asam propionat dan butirat antara kelompok yang mengandung kuman aerob dan kuman campuran anaerob-aerob, namun kemaknaan selisih median kadar tersebut belum dapat ditentukan kemaknaannya oleh karena jumlah bahan biakan yang mengandung kuman anaerob belum mencukupi secara statistik.
SARAN : Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai ALRP volatil pada penderita IKD dengan jumlah sampel kuman anaerob yang mencukupi. Penelilian lanjutan untuk mengetahui prevalensi kuman ESBL pada kuman penyebab IKD mengingat kemampuan resistensi kuman yang banyak terhadap antibiotik.

BACKGROUND: Diabetic foot infection (DFI) is one of the most feared complication in diabetics due to the complicated management and often culminate in foot amputation even death. One of the factors affecting the success of DFI management is empirical antibiotic therapy before identification of causative organism. Volatile short chain fatty acid (SCFA) is one of the end product of bacterial fermentation which is specific for anaerobs. The aim of this study was to determine the pattern of causative bacteria in DFI and bacterial susceptibility pattern against antibiotics, and to know the volatile SCFA profile of the culture specimen containing aerobic, anaerobic and mixed bacteria.
METHODS : This was a cross sectional study on 52 DFI patients from Policlinic of Metabolic & Endocrine Sub Division of Department of Internal Medicine, Emergency Department and Internal Medicine Ward of RSCM from March until December 2004. Pus were obtained from all eligible subjects by aspiration; necrotic tissue by excision/tissue curetage. SCFA determination and culture was performed for each specimen. Data analysis was done descriptively by calculating the proportion of bacteria typ, susceptibility against antibiotics and volatile SCFA from culture specimen.
RESULT : in this study, the pattern of causative bacteria isolated from culture specimen of DFI patients was follow : aerobic organism only was found in 55 specimens (92%), mixed organism in 5 specimens (8%) and isolated anaerobic organism was not found (0%). The most prevalent negative Gram aerobic organism was Escherichia coil showed the highest sensitivity against amikacin, cefepime, fosfomycin, and imipenem. The most prevalent positive Gram aerobic organism was Staphylococcus aureus was most sensitive to cotrimoxazole, amoxycillin-clavulanic acid and imipenem, while the anaerobs was most sensitive to amoxycillin-clavulanic acid, ampicillin-sulbactam and metronidazole. Volatile SCFA profile showed median acetic acid concentration in cultures with aerobic and mixed organism of 1.11 (0.00-6.67) mEq/IOOmL and 1.00 (0.56-1.67) mEq/lOOmL; median propionic (P)and butyric (B) acid concentration in cultures with aerobic and mixed organism were (P) 0.48 (0.00 - 1.98) mEq/IOOmL ; (P) 0.73 (0.31 - 1.67) mEq/IOOmL and (B) 0.21 (0.0 -1.00) mEg/lOOmL; (B) 0.88 (0.56 - 1.0) mEq/IOOmL respectively.
CONCLUSION : The result of this study proved that the causative organism isolated from DFI patients consisted of aerobic and mixed organism with the high susceptibility of aerobic organism to the antibiotics imipenem; anaerobic specimen was sensitive to amoxycillin-clavulanic acid, ampicillin-sulbactam and metronidazole. We found a substantial difference between the medians of propionic and butyric acid concentration in cultures with aerobic and mixed organism, but he significance of the difference could not yet be determine as the number of cultures with anaerobic organism did not suffice statistically.
SUGGESTIONS : Further larger scale study on volatile SCFA in DF1 patients is necessary. We suggest to do a further research to know the prevalence of ESBL in the etiology of DFl as it possesses a resistance to a wide variably of antibiotics.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21437
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoersi
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1991
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Indrasanti
"Kandidiasis orofaring yang disebabkan oleh C. albicans merupakan infeksi oportunistik yang paling sering terjadi pada pasien HIV/AIDS. Flukonazol telah digunakan secara luas untuk terapi kandidiasis. Beberapa penelitian saat ini telah melaporkan terjadinya resistensi spesies Candida terhadap flukonazol terutama pada pasien HIV/AIDS. Tujuan penelitian ini untuk melihat besarnya resistensi spesies Candida yang diisolasi dari pasien HIV/AIDS juga ingin diketahui categorical agreement antara metode otomatik Vitek2 dengan metode manual difusi cakram dalam menguji kepekaan spesies Candida terhadap antijamur. Penelitian potong lintang ini terdiri dari 137 isolat Candida yang didapatkan dari 86 subyek HIV/AIDS dengan Kandidiasis Orofaring di RSCM. Data karakteristik subyek dicatat dan dilakukan pengambilan swab orofaring. Identifikasi spesies dilakukan menggunakan media CHROMagar dan YST Vitek2. Uji kepekaan dilakukan memakai metode otomatik Vitek2 dan manual difusi cakram, kemudian dicari interpretasi error dan categorical agreement antara kedua metode. Didapatkan 8 spesies Candida yaitu C.albicans sebesar 77 (55,3%), C.glabrata 21(15,3%), C.tropicalis 19 (13,9%), C.krusei 9 (6,7%), C.parapsilosis 5 (3,6%), C.dubliniensis 4 (2,9%), C.famata 1 (0,76%), C.magnoliae 1 (0,76%). Angka resistensi C.albicans dengan Vitek2 terhadap FCA,VOR,AMB, dan FCT berturut turut adalah 0; 1,3%; dan 2,6%; dan 0, C.glabrata 9,5%; 9,5%; 5%; dan 0, C.krusei 100%; 0; 11,1%; dan 0, C.dubliniensis 0; 0; 25%; dan 0. Angka resistensi C.albicans dengan difusi cakram terhadap FCA,VOR,AMB berturut turut adalah 2,6%; 2,6%; 0, C.glabrata 52,4%; 23,8%; 23,8%, C.tropicalis 5,3%; 5,3%; 0, C.krusei 100%; 0; 11,1%, C.parapsilosis 0; 0; 2%. Categorical agreement uji resistensi antara metode otomatik Vitek2 dengan manual difusi cakram terhadap FCA, VOR, dan AMB berturut turut untuk C.albicans yaitu 90,9%; 92,2%; dan 98,7%, C.glabrata 19,05%; 71,4%; dan 80,95%, C.tropicalis 89,5%; 89,5%; dan 89,5%, C.krusei 100%; 88,9%; dan 55,6%, C.parapsilosis 100%; 100%; dan 80%, serta C.dubliniensis 75%; 100%; dan100%. Kami menyimpulkan C.albicans masih merupakan penyebab kandidiasis tersering, dan angka resistensi isolat Candida yang didapatkan dari subyek HIV/AIDS dengan kandidiasis orofaring di RSCM cukup rendah, kecuali C.krusei dan C.glabrata. Total categorical agreement untuk seluruh spesies Candida antara Vitek2 dengan difusi cakram cukup baik, kecuali untuk C.glabrata.

Oropharyngeal candidiasis caused by C. albicans is the most common opportunistic infection in patients with HIV / AIDS. Fluconazole has been used widely for the treatment of candidiasis. Recent studies have reported the occurrence of fluconazole resistance to Candida species, especially in HIV / AIDS patients. The purpose of this study is to determine frequency of resistance of Candida species isolated from patients with HIV / AIDS to antifungal drugs. Further, to explore the categorical agreement between Vitek2 automatic with manual disc diffusion method to determine the sensitivity of Candida species. This cross-sectional study conducted between October 2012 and March 2013 yield on 137 Candida isolates from 86 oropharyngeal candidiasis HIV/AIDS patients at RSCM. Data on baseline characteristic were recorded and isolation of Candidia species was obtained by performing oropharyngeal swab. Species identification using CHROMagar media and YST Vitek2 and sensitivity test by automatic Vitek2 methods and manual disc diffusion was performed. The error interpretation and categorical agreement between the two methods was then calculated We identified total of eight Candida species, 77 (55.3%) C.albicans and non albicans included C.glabrata 21 (15.3%) ; C.tropicalis 19 (13.9%) ; 9 (6.7%) C.krusei; 5 (3.6%) C.parapsilosis; 4 (2.9%) C.dubliniensis and 1 (0.76%) for each C.famata and C.magnoliae. Vitek2 resistance rates against C.albicans with fluconazole (FCA), voriconazole (VOR), amphoterisin B (AMB), and flucytosin (FCT) were 0; 1.3%; 2.6% and 0 respectively, C.glabrata 9.5%; 9.5%; 5% and 0, respectively. C.krusei 100%; 0; 11.1%, and 0 respectively. C.dubliniensis 0; 0; 25%, and 0. Using disc diffusion the resistance of FCA, VOR, AMB was 2.6%, 2.6%, 0 for C.albicans, C.glabrata 52.4%, 23.8%, 23.8%, C. tropicalis 5.3%, 5.3%, 0, C.krusei 100%; 0; 11.1%, C.parapsilosis 0; 0; 2%. Total categorical agreement for all Candida species against FCA, VOR and AMB, Vitek2 and disc diffusion method Vitek2 was C.albicans 90,9%; 92,2%; and 98,7%, C.glabrata 19,05%, 71,4%, and 80,95%, C.tropicalis 89,5%, 89,5%, and 89,5%, C.krusei 100%, 88,9%, and 55,6%, C.parapsilosis 100%, 100%, and 80% C.dubliniensis 75%, 100%, and 100% respectively. C.albicans still found as the most common caused of oropharyngeal candidiasis and remained sensitive to antifungal treatment. Among the non albicans species, susceptibilities of C.krusei and C.glabrata to antifungal treatment was poor. Sensitivity test using Vitek2 and disc diffusion methods resulted in excellent to
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kusmardi Sumarjo
"Latar Belakang: Telah dilakukan penelitian dengan tujuan mengetahui gambaran klinis dan mikrobiologis penderita infeksi kaki diabetik derajat 3 dan 4 sesuai klasifikasi PEDIS. Penelitian prospektif terakhir pada ulkus/gangren kaki diabetik di RSCM dilakukan tahun 1984. Bahan dan Metode: Penelitian dilakukan prospektif potong-lintang di RSCM pada bulan Maret-Desember 2004 dan didapatkan 52 penderita infeksi kaki diabetik yang memenuhi kriteria inklusi. Gambaran klinis penderita meliputi luka (Iokal) maupun sistemik sesuai klasifikasi PEDIS (Perfusion, Extent, DeptMissue lose, Infection, Sensation), ditambah modifikasinya (bau luka dan krepitasilgas). Pemeriksaan mikrobiologis infeksi kaki diabetik dilakukan biakan kuman aeroblanaerob dan tes kepekaan antibiotik.

Background. This study aimed to recognize clinical pictures and microbiological pattern in 3rd and 4th degrees of the PEDIS classification of diabetic foot infection (OFI). The last prospective study on diabetic ulcer/gangrene in RSCM was conducted in 1984. Materials and Methods. The design was a prospective cross sectional study conducted in RSCM from March till December 2004. There were 52 OFl's patients fulfilled the inclusion criteria. The clinical pictures were included local wounds and systemic manifestations according to the PEDIS classification with additional modification (the wound's odour and crepitation/gas). Microbiological examination were done culture for aerobic/anaerobic microorganisms and the antibiotics sensitivity test."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Gardenia Partakusuma
"Untuk mengetahui aplikasi klinis pemeriksaan serologi dalam mendeteksi antibodi IgG spesifik terhadap Tuberkulosis ( TB ) dengan kit Pathozyme-TB yang menggunakan antigen 38 kDa, kit Pathozyme-Myco yang menggunakan antigen 38 kDa dan Lipopolisakarida ( LPS ), serta kit MycoDot yang menggunakan antigen Lipoarabinomanan ( LAM ) , dilakukan penelitian pada penderita TB paru di Jakarta. Bahan penelitian berupa 194 serum dari 79 orang penderita TB paru dengan BTA positip, 61 orang penderita TB paru dengan BTA negatip, 31 orang penderita penyakit paru non-TB dan 23 orang sehat yang kontak dengan penderita TB minimal 1 tahun, diperoleh dari Rumah Sakit Persahabatan Jakarta. Pada ke empat kelompok tersebut penelitian dilakukan secara crosssectional. Penelitian longitudinal dilakukan terhadap 39 penderita TB paru dengan BTA dan biakan positip selama terapi dengan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) 3 dan 6 bulan. Hasil penelitian didapatkan nilai batas diagnosis yang sebaiknya digunakan untuk kit Pathozyme-Myco adalah serapan kontrol positip rendah ( SKPR ) dibagi dengan 1,5 sedangkan untuk kit Pathozyme-TB adalah SKPR dibagi dengan 3. Menggunakan kit Pathozyme-Myco didapatkan nilai sensitivitas sebesar 78 % dan spesifisitas 78 % pada penderita TB dengan BTA positip dan negatip, sensitivitas 82 % dan spesifisitas 78 /o pada penderita TB paru dengan BTA positip, sensitivitas 72 % dan spesifisitas 78 % pada penderita TB paru dengan BTA negatip. Menggunakan kit Pathozyme-TB didapatkan sensitivitas sebesar 44 % dan spesifisitas 91 % pada pendenta TB paru dengan BTA positip dan negatip, sensitivitas 51 % dan spesifisitas 91 % pada penderita TB paru dengan BTA positip dan sensitivitas 34 % dan spesifisitas 91 % pada penderita TB paru dengan BTA negatip. Menggunakan kit Myco-Dot didapatkan sensitivitas sebesar 67,8 % dan spesifisitas 95,6 % pada penderita TB paru dengan BTA positip dan negatip, sensitivitas 75,9 % dan spesifisitas 95,6 % pada TB paru dengan BTA positip, sensitifitas 57,4 % dan spesifisitas 95,6 % pada penderita TB paru dengan BTA negatip. Sensitivitas kit Pathozyme-Myco dan MycoDot cukup tinggi terutama pada TB paru dengan BTA positip, sedangkan sensitivitas Pathozyme-TB kurang tinggi terutama pada TB paru dengan BTA negatip. Spesifisitas pemeriksaan menggunakan ketiga macam kit yaitu Pathozyme-Myco, Pathozyme-TB dan MycoDot cukup baik.Menggunakan kit Pathozyme-Myco dan Pathozymc-TB didapat nilai diagnosis dan interval kepercayaan cukup baik yaitu berturut-turut 0,847 (0,771-0,923) dan 0,725 (0,629- 0,821). Nilai prediksi positip pada kit Pathozyme-Myco, Pathozyme-TB dan MycoDot baik yaitu berturut-turut 74,6 - 88%, 70,8 - 88,9% dan 94,6 - 97,9%. Nilai prediksi negatip pada kit Pathozyme-Myco dan MycoDot cukup baik yaitu berturut-turut 56,5 - 75,0 % dan 53,6 - 85,2 %. Tetapi nilai prediksi negatip pada kit Pathozyme-TB tidak cukup baik, yaitu 35,9 - 54,0 % . Ketiga macam kit yaitu Pathozyme-Myco, Pathozyme-TB dan MycoDot dapat digunakan untuk serodiagnostik TB. Menggunakan kit Pathozyme-Myco dan Pathozyme-TB, tidak didapatkan perubahan kadar antibodi IgG terhadap TB setelah terapi OAT 3 bulan dan tidak didapatkan kadar antibodi IgG TB di bawah nilai batas diagnosis setelah terapi OAT 6 bulan, sehingga pemeriksaan ini tidak dapat digunakan pada pemantauan terapi dan tidak dapat membedakan penderita TB paru aktif dengan bekas TB paru yang baru sembuh. Pada penelitian ini tidak dijumpai adanya pengaruh status gizi pada hasil pemeriksaan dengan menggunakan kit Pathozyme-Myco, Pathozymc-TB dan MycoDot.

To determine the clinical application of serologic test by detection of IgG antibodies for tuberculosis (TB), researeh was done on TB patients in Jakarta, using 38 kDa antigen in Pathozyme-TB, 38 kDa and Lipopolysaccharides (LPS) antigens in Pathozyme-Myco and Lipoarabinomannan (LAM) antigen in MycoDot kit. One hundred and ninety four sera were collected from 79 pulmonary TB patients with positive sputum smears, 61 patients with negative sputum smears, 31 patients with pulmonary disease other than TB and 23 healthy persons who had minimal 1 year contact with TB patients. All patients were got from Persahabatan Hospital Jakarta. The study was done cross-sectionally. Longitudinal study was accomplished to 39 TB patients with positive sputum smears and culture, during their 3 months and 6 months oral anti tuberculosis therapy. The detection limit for diagnosis using Pathozymc-Myco and Pathozyme-TB kit are the absorbance oflow positive control devidcd by 1.5 and 3 repectivcly. Pathozyme-Myco kit had sensitivity of 78 % and 78 % specificity in pulmonary TB patients with either positive or negative sputum smears, 82 % sensitivity and 78 % specificity in positive sputum smears pulmonary TB patients, 72 % sensitivity and 78 % specificity in smearnegative pulmonary TB patients. Pathozyme-TB kit had 44 % sensitivity, 91 % specificity in pulmonary TB patients with either positive or negative sputum smears, 51 % sensitivity and 91% specificity in smear-positive pulmonary TB patients, 34 % sensitivity and 91 % specificity in smear-negative pulmonary TB patients. MycoDot kit had 67.8 % sensitivity and 95.6 % in either positive or negative sputum smears pulmonary TB patients, 75.9 % sensitivity and 95.6 % specificity in smear-positive pulmonary TB patients, 57.4 % sensitivity and 95.6 % specificity in smear-negative pulmonary TB patients. Pathozymc-Myco and MycoDot had a high sensitivity especially for pulmonary TB patients with positive sputum smears, while the sensitivity of Pathozyme-TB was lower especially for negative sputum smears pulmonary TB patients. All the kit had a good specificity. Pathozyme-Myco and Pathozyme-TB had a diagnosis value and confidence interval of 0.847(0.771-0.923) and 0.725(0.629-0.821) respcctivcly. Positive predietive value for PathozymeMyco, Pathozyme-TB and MycoDot are 74.6 - 88 %, 70.8-88.9 % and 94.6-97.9 %. Negative predietive value for Pathozyme-Myco and MycoDot (56.5- 75.0 % and 53.6 - 85.2 %) were better than Pathozyme-TB (35.9-54 %). From these results, it was concluded that the detection of IgG antibodies against 38 kDa, LPS and LAM are uscful for serodiagnosis of pulmonary TB. Pathozyme-Myco and Pathozyme-TB kits did not show IgG TB antibodies dccreased lower than detection limit for diagnosis after 3 and 6 months therapy, so it cannot be used for therapy monitoring and for differentiated the active TB from currently recovcrcd TB patients. There is no nutrional status effect to the result ofthe three kits. "
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library