Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 23 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Marini Stephanie
"ABSTRAK
Latar belakang. MMP (matrix metalloproteinase) merupakan protease yang memiliki peran yang sangat penting pada proses invasi dan metastasis, namun dengan berkembangnya pengetahuan mengenai akivitas MMP dan matriks esktraseluler, MMP dipikirkan ikut berkontribusi dalam lesi-lesi intraepithelial neoplasia serviks. MMP 2 dan MMP 9 merupakan anggota kelompok gelatinase yang sering dilaporkan kaitannya dengan progresifitas lesi kanker serviks, yang umumnya penelitian ini dilakukan pada jaringan. Berbagai penelitian berusaha menginvestigasi lebih lanjut kaitan HPV yang merupakan faktor etiologi utama dari kanker serviks dengan overekspresi MMP 2 dan MMP 9 pada kanker serviks. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan ekspresi MMP 2 dan MMP 9 dengan derajat neoplasia serviks dan infeksi HPV. Bahan dan cara. Penelitian ini dilakukan secara prospektif, menggunakan studi analitik potong lintang dengan mengumpulkan sediaan pap smear berbasis cairan yang telah didiagnosis sesuai dengan klasifikasi Bethesda 2001. Pada kasus yang terdapat kelainan akan dilanjutkan dengan pemeriksaan imunositokimia MMP 2 dan MMP 9. Data sekunder yang dikumpulkan antara lain usia dan hasil pemeriksaan HPV. Hasil. Terdapat hubungan bermakna antara ekspresi MMP2 dan MMP 9 dengan derajat neoplasia serviks (masing-masing p=0,001 dan p=0,000), sebaliknya tidak ditemukan hubungan bermakna antara ekspresi MMP 2 dan MMP 9 dengan infeksi HPV (masing-masing p=0,552 dan p=1,000). Kesimpulan. Ekspresi MMP 2 dan MMP 9 dapat ditemukan pada lesi atipikal, prekanker dan kanker serviks. Tampak proporsi positifitas ekspresi MMP 2 dan MMP 9 yang lebih tinggi pada lesi derajat tinggi dibandingkan pada lesi derajat rendah.

ABSTRACT
Background. MMPs (matrix metalloproteinase) are proteases that essential for invasion and metastatic process, but with knowledge development about MMPs’s activity and extracellular matrix, MMPs was also thought contributed in cervical intraepithelial lesions. MMP 2 and MMP 9 are the member of gelatinase that often reported associated with cervical cancer progressivity. A lot of studies tried to investigate further whether HPV as the main etiology factor was related with the overexpression of MMP 2 and MMP 9 in cervical neoplasia. The objective is to study the expression of MMP 2 and MMP 9 and its relationship with the degree of neoplasia cervical lesions and HPV infection. Material and methods. This is a prospective analytic cross-sectional study using Liquid base cytology slides that was diagnosed according Bethesda 2001 classification. Cases were reviewed and cases with abnormality were conducted MMP 2 and MMP 9 immunocytochemistry. Age and HPV examination results were also collected. Results. There were significantly association between MMP 2, MMP 9 and degree of neoplasia cervical lesion, with p=0,001 and p=0,000 respectively. There were no statistically association between MMP 2, MMP 9 and HPV infection with p=0,552 and p=1,000 respectively. Conclusion. MMP 2 and MMP 9 expression can occur in atypical, precancer and cancer lesions. It was shown that high grade cervical lesions had higher proporsion of MMP 2 and MMP 9 expression than low grade cervical lesions."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T33084
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Prisscila
"Keganasan pankreas merupakan keganasan dengan angka kematian yang tinggi, dengan Adenokarsinoma Duktal Pankreas/Pancreatic Ductal Adenocarcinoma (PDAC) mencakup 85-90% kasus. PDAC memiliki perjalanan penyakit yang sangat agresif, dan seringkali baru terdiagnosis pada stadium lanjut. Penegakan diagnosis pasti PDAC seringkali hanya dapat dilakukan melalui sediaan terbatas baik berupa biopsi maupun endoscopic ultrasound-guided fine-needle aspiration/EUS-FNA. Salah satu tantangannya adalah membedakan PDAC dari jaringan pankreas non-neoplastik/reaktif. Penelitian ini akan membahas mengenai peran von Hippel-Lindau gene product/pVHL dalam membedakan PDAC dengan jaringan pankreas non-neoplastik, serta hubungannya dengan profil klinikopatologiradira PDAC. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain cross-sectional pada kasus PDAC dan jaringan pankreas non-neoplastik yang dilakukan di RSCM pada sampel yang diperoleh pada bulan Januari 2012 hingga September 2023. Sampel penelitian dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu kelompok PDAC dan pankreas non-neoplastik. Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan simple random sampling dari kasus-kasus yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak termasuk dalam kriteria eksklusi. Dilakukan pulasan imunohistokimia pVHL dan perhitungan Histoscore/H-score serta penentuan cut-offnya untuk membagi ekspresi pVHL menjadi tinggi dan rendah dan hubungannya dengan PDAC dan non-neoplastik, serta profil klinikopatologi pada kelompok PDAC. Penelitian ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan ekspresi pVHL pada kelompok PDAC dan non-neoplastik, dan staging pN memiliki hubungan bermakna dengan ekspresi pVHL pada PDAC. Ekspresi pVHL yang rendah lebih banyak ditemukan pada PDAC berdiferensiasi sedang, tidak ditemukan invasi limfovaskular maupun invasi perineural, memiliki batas sayatan yang tidak bebas, memiliki staging pT2, pN0, M0, dan kesintasan > 7 bulan. Sebaliknya, ekspresi pVHL yang tinggi juga lebih banyak ditemukan pada PDAC berdiferensiasi sedang, ditemukan invasi limfovaskular, tidak ditemukan invasi perineural, status batas sayatan yang bebas, staging pT2 dan pT3, pN1 dan pN2, M0, dengan kesintasan ≤ 7 bulan. Temuan ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang mendapati hilangnya ekspresi pVHL pada tumor PDAC, dan sebaliknya pada duktus pankreas non-neoplastik. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan klon antibodi yang digunakan pada penelitian ini dibandingkan dengan penelitian sebelumnya. Klon antibodi yang digunakan adalah VHL40, sedangkan penelitian-penelitian sebelumnya menggunakan klon FL-181 yang berikatan dengan asam amino yang berbeda dan memiliki klonalitas yang berbeda pula. Selain itu, pada PDAC dapat terjadi mutasi pada gen VHL yang menghasilkan protein VHL yang non-fungsional yang kemungkinan masih dapat terdeteksi dengan ikatan antigen-antibodi pada penelitian ini. 

Pancreatic malignancy is a malignancy with a high mortality rate, with Pancreatic Ductal Adenocarcinoma (PDAC) accounting for 85-90% of cases. PDAC has a very aggressive disease course, and is often only diagnosed at an advanced stage. Establishing a definite diagnosis of PDAC can often only be done through limited sample from biopsy or endoscopic ultrasound-guided fine-needle aspiration/EUS-FNA. In such limited sample, differentiating PDAC from non-neoplastic/reactive pancreatic tissue can be challenging. This research will discuss the role of von Hippel-Lindau gene product/pVHL in PDAC and non-neoplastic pancreatic tissue, as well as their relationship with PDAC pathological factors. This research is an analytical observational study with a cross-sectional design on cases of PDAC and non-neoplastic pancreatic tissue conducted at RSCM on samples obtained from January 2012 to September 2023. The research samples were divided into 2 large groups, namely the PDAC and non-neoplastic pancreatic groups. Sample selection was carried out using simple random sampling from cases that met the inclusion criteria and were not included in the exclusion criteria. Immunohistochemistry of pVHL was performed along with calculation of Histoscore/H-score and determination of cut-offs to divide pVHL expression into high and low and its relationship with PDAC and non-neoplastic, as well as pathological factors in the PDAC group. This study shows that there is no difference in pVHL expression in the PDAC and non-neoplastic groups, and pN staging has a significant relationship with pVHL expression in PDAC. Low pVHL expression is more often found in moderately differentiated PDAC, no lymphovascular invasion or perineural invasion, non-free incision margins, staging pT2, pN0, M0, and survival > 7 months. In contrast, high pVHL expression was also found more frequently in moderately differentiated PDAC, lymphovascular invasion was found, no perineural invasion was found, free incision margin status, pT2 and pT3 staging, pN1 and pN2, M0, with survival ≤ 7 months. This finding is different from previous studies which found loss of pVHL expression in PDAC tumors, and vice versa. This difference in results is likely due to differences in the antibody clones used in this study compared to previous studies. The antibody clone used was VHL40, whereas previous studies used the FL-181 clone which binds to different amino acids and has different clonality. In addition, in PDAC there is a mutation in the VHL gene which may produce a non-functional VHL protein that still be detectable by antigen-antibody binding in this study."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Renaningtyas
"Latar Belakang: Pemeriksaan histopatologi pada apendisitis akut dianggap sebagai
pemeriksaan baku emas, walaupun tidak selalu dapat membuktikan adanya
peradangan akut. Hal tersebut menimbulkan dugaan adanya patogenesis lain yang
belum diketahui. Beberapa penelitian menemukan adanya korelasi antara sel mast
dengan saraf enterik pada apendisitis akut. Tujuan penelitian ini adalah melihat
kepadatan sel mast dan jaringan saraf, serta korelasi derajat kepadatan sel mast
dengan derajat kepadatan jaringan saraf pada dinding apendisitis akut. Bahan dan
cara kerja: Penelitian observasional analitik potong lintang dilakukan pada 97
sediaan histopatologi apendisitis akut yang dikelompokkan menjadi apendisitis akut
fokal, supuratif, gangrenosa dan perforatif. Penilaian sel mast menggunakan pulasan
Toluidine blue dan penilaian jaringan saraf menggunakan pulasan IHK S100.
Kemudian dilakukan penilaian korelasi derajat kepadatan sel mast dengan derajat
kepadatan saraf enterik yang masing-masing dikelompokkan menjadi 4 derajat, pada
lapisan submukosa dan muskularis, menggunakan uji Sommers'd. Hasil: Kepadatan
sel mast/lpb lebih tinggi pada apendisitis akut fokal (3,9±1,3) dibandingkan
apendisitis akut supuratif-gangrenosa. Sedangkan kepadatan jaringan saraf enterik/lpb
lebih tinggi pada apendisitis akut supuratif-gangrenosa (3,7±0,9). Terdapat korelasi
kuat antara derajat kepadatan sel mast dengan derajat kepadatan jaringan saraf enterik
pada lapisan muskularis apendisitis akut (p<0,05; r=0,733). Sedangkan pada lapisan
submukosa terdapat korelasi lemah antara kedua variabel tersebut (p>0,05; r=0,118).
Tidak terdapat perbedaan kepadatan sel mast dan kepadatan jaringan saraf yang
bermakna pada kelompok apendisitis akut (p>0,05). Kesimpulan: Kepadatan sel
mast tertinggi terdapat pada apendisitis akut fokal, sedangkan kepadatan jaringan
saraf tertinggi pada apendisitis akut supuratif-gangrenosa. Terdapat korelasi kuat
antara derajat kepadatan sel mast dengan derajat kepadatan jaringan saraf enterik
pada lapisan muskularis, sedangkan korelasi lemah terdapat pada lapisan submukosa apendisitis akut.

Background: Histopathologic examination is the gold standard for diagnosis of acute
appendicitis, although no obvious histopathological signs of acute inflamation shown.
Therefore other unknown pathogenesis is suspected. Several studies prove there is
correlation between mast cells and enteric nerve system on acute appendicitis. The
aims of this study are to see the density of mast cell and enteric nerve and to evaluate
correlation between grade of mast cell density and enteric nerve density on
histopathologically acute appendicitis. Material and methods: A cross-sectional
retrospective study was conducted on 97 histopathologically acute appendicitis which
grouped as acute focal, acute suppurative, gangrenous (phlegmonous) and
perforative. All sections were subjected to toluidine blue stain for mast cell and S100
stain for enteric nerve. The density of mast cell and enteric nerve were designed into
4 grades. A correlation test between grade of mast cell density and grade of enteric
nerve density were studied in submucosa and muscularis using Somers?d correlation
test. Results: The highest densities of mast cell/hpf (3,9±1,3) and enteric nerve/hpf
(3,7±0,9) were found in acute focal appendicitis and suppurative-gangrenous
appendicitis respectively. There was strong correlation between grade of mast cell
density and enteric nerve density in muscularis (p<0,05; r=0,733), whereas the
submucosal layer had the weak one (p>0,05; r=0,118). There was no significant
difference for mast cell and enteric nerve density on each group (p>0,05).
Conclusion: The highest densities of mast cell and enteric nerve were found in acute
focal appendicitis and suppurative-gangrenous appendicitis respectively. There was
strong correlation between grade of mast cell density and grade of enteric nerve
density in muscularis layer of acute appendicitis, meanwhile the weak correlation was
on submucosa.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Agnes Stephanie
"Latar belakang. Reseptor estrogen β (RE β) dapat berperan dalam progresi kanker payudara sesuai teori karsinogenesis multistep. Reseptor estrogen β berperan sebagai supresor tumor dan ekspresinya menurun seiring progresifitas tumor. Atypical ductal hyperplasia (ADH) adalah lesi proliferatif intraduktal payudara yang memiliki risiko 4-5 kali menjadi karsinoma payudara. Diperlukan penanda prediktif ADH yang dapat menjadi karsinoma atau tidak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penanda potensi ganas pada lesi ADH melalui ekspresi RE β.
Bahan dan cara. Penelitian menggunakan metode potong lintang, analitik dan deskriptif. Sampel terdiri atas 24 kasus ADH tanpa karsinoma dan 24 kasus ADH yang disertai karsinoma. Dilakukan pulasan RE β dan penilaian dilakukan menggunakan H score.
Hasil. H score RE β pada ADH yang disertai karsinoma lebih rendah secara bermakna dibandingkan ADH tanpa karsinoma (p 0,006). RE β dinyatakan tinggi bila H score ≥ 229,2.
Kesimpulan. REβ potensial dijadikan penanda prediktif ADH yang akan menjadi karsinoma.

Background. Estrogen receptor β (ER β) have a role in breast cancer progression through multistep carcinogenesis. ER β is a tumor supressor and its expression decreases during the tumor progression. Atypical ductal hyperplasia (ADH) is an intraductal proliferative lesion of the breast and has 4-5 times of a risk in becoming a carcinoma. The aim of this study is to obtain a marker that can predict malignant potential in ADH through expression of ER β.
Patients and methods. This is a descriptive-analytic cross-sectional study using 24 cases of ADH without carcinoma and 24 cases of ADH with carcinoma. Estrogen receptor β status were assessed by immunohistochemistry and the H score was calculated.
Results. Estrogen receptor β H score in ADH with carcinoma is significantly lower than ADH without carcinoma (p 0,006). ER β is catagorized as high if the H score ≥ 229,2.
Conclusion. ER β can potentialy be used as a malignant predictive marker in ADH.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T33083
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indri Windarti
"ABSTRAK
Latar belakang: Kemoterapi pilihan untuk Diffuse Large B Cell Lymphoma (DLBCL) adalah regimen yang mengandung doksorubisin. Doksorubisin merupakan obat kemoterapi golongan antrasiklin yang bekerja sebagai anti Topoisomerase II (Top2). Penelitian sebelumnya terhadap galur sel tumor menunjukkan bahwa ekspresi Topoisomerase IIα (Top2A) yang tinggi berhubungan dengan sensitifitas terhadap antrasiklin yang tinggi pula. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ekspresi protein Top2A pada DLBCL dan hubungannya dengan respon terapi.
Bahan dan cara kerja: Dilakukan studi analitik potong lintang terhadap 38 kasus DLBCL dengan pulasan CD20 positif dan telah mendapatkan kemoterapi minimal 4 siklus. Dilakukan pulasan imunohistokimia terhadap protein Top2A dan dinilai menggunakan H-score.
Hasil: Secara keseluruhan ekspresi Top2A ditemukan pada 37 dari 38 kasus (97,4%) dengan nilai H-score sangat bervariasi yaitu antara 101,5 sampai dengan 215,0 dan median 124,1. H-score Top2A digolongkan tinggi jika H-score lebih dari 124,1. Analisis statistik menunjukkan bahwa ekspresi Top2A pada DLBCL tidak berhubungan bermakna dengan respon terapi (p=0,670).
Kesimpulan: Tidak ditemukan hubungan bermakna antara ekspresi Top2A dengan respon terapi. Ekspresi Top2A tidak dapat dijadikan faktor prediktor respon terapi pada DLBCL.

ABSTRACT
Background: Standard of chemotherapy for Diffuse Large B Cell Lymphoma (DLBCL) is a regimen containing doxorubicin. Doxorubicin is a component of anthracycline based chemotherapy that work as anti Topoisomerase II (Top2). Previous study on tumor cell lines showed that high expression of Topoisomerase IIα (Top2A) was related to higher sensitivity to anthracycline. The aim of this study is to know the expression of Top2A and its relation to treatment response.
Material and methods: This is an analytic cross-sectional study on 38 CD20 positive DLBCL cases that have been treated with at least 4 cycles of chemotherapy. The immunohistochemical staining for Top2A protein was performed assesed using H-score.
Result: Expression of Top2A protein were found in 37 of 38 (97,4%) cases (H-score range: 101.5-215.0 and median 124.1). Top2A was defined as high if H-score was higher than 124.1. Statistical analysis showed that Top2A expression in DLBCL was not significantly related to treatment response (p=0.670).
Conclusion : There was no significant relation between Top2A expression to treatment response. Top2A expression in DLBCL cannot be used as a predictor of treatment response."
2012
T32509
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Widyawati
"ABSTRAK
Latar belakang: Endometriosis merupakan kelainan ginekologik yang paling sering ditemukan. Seperti halnya endometrium di uterus juga dapat terjadi berbagai perubahan pada epitel yang melapisi kista endometriosis di ovarium, antara lain metaplasia, hiperplasia, atipia bahkan perubahan ke arah keganasan. Saat ini banyak penelitian yang menghubungkan antara endometriosis dan kanker ovarium terutama jenis clear cell dan dikenal dengan istilah endometriosis-associated ovarian carcinoma (EAOC) dan dilaporkan adanya mutasi yang menginaktifkan gen supresor tumor (ARID1A), sehingga protein BAF250a tidak diekpresikan pada Clear cell carcinoma (CCC) ovarii.
Bahan dan cara: Dilakukan pulasan imunohistokimia ARID1A pada sampel 20 kasus endometriosis non atipik, 20 kasus atipik dan 20 kasus CCC ovarii tahun 2012 hingga Maret 2015. Dari kelompok kasus CCC didapatkan 9 kasus EAOC. Selanjutnya dilihat adakah perbedaan persentase ekspresi ARID1A pada endometriosis non atipik, atipik, CCC ovarii serta endometriosis disertai CCC (EAOC).
Hasil: Pada kelompok kasus endometriosis non atipik, atipik dan CCC ada perbedaan bermakna persentase ekspresi ARID1A (uji Kruskal-Wallis p=0,0035). Selanjutnya dilakukan analisis Post Hoc uji Mann-Whitney dan didapatkan perbedaan bermakna persentase ekspresi ARID1A antara endometriosis non atipik dan atipik dengan CCC ovarii (p=0,001 dan p=0,0015). Pada kelompok kasus endometriosis non atipik, atipik dan endometriosis pada EAOC, didapatkan ada perbedaan bermakna persentase ekspresi ARID1A (Uji Kruskal-Walis p=0,011). Selanjutnya dilakukan analisis Post Hoc uji Mann-Whitney dan ada perbedaan bermakna persentase ekspresi ARID1A antara endometriosis non atipik dan atipik dengan EAOC (p=0,005 dan p=0,008).
Kesimpulan: Ekspresi ARID1A pada endometriosis non atipik dan atipik lebih tinggi bermakna dibanding CCC ovarii dan EAOC. Sehingga ekspresi ARID1A kemungkinan dapat digunakan sebagai petanda adanya transformasi ganas pada endometriosis.

ABSTRACT
Background: Endometriosis is one of the most common gynecological abnormalities found. Endometriosis cyst in the ovary also exhibited changes in epithelial cyst just like endometrium in the uterus. Changes in the epithelial cells also include metaplasia, hyperplasia, atyphia even changes toward malignan characteristics. Nowadays, there are some research that linked endometriosis and clear cell ovarian cancer which is known with endometriosis-associated ovarian carcinoma (EAOC) it is reported that there?s a mutation that activated tumor suppressor gene (ARID1A), so protein BAF250a is not expressed in Clear Cell Carcinoma (CCC) in the ovarium.
Materials and Methods: Immunohistochemistry staining of ARID1A were done in 20 samples of non-atypical endometriosis, 20 samples of atypical endometriosis, 20 samples of CCC in the ovarium from the year 2012 until march 2015. From the group that experienced CCC we get 9 cases of EAOC. After that, we see if there?s any difference in the percentage of ARID1A expression in non-atypical endometrosis, atypical endometriosis, CCC in the ovarium and endometriosis with CCC( EAOC).
Results: In non-atypical endometriosis, atypical and CCC cases groups there are significant differences on the percentage of ARID1A expression (Kruskal-Walis test p=0,0035). Post Hoc analysis were done using Mann-Whitney test and there are significant differences on ARID1A expression between non-atypical and atypical endometriosis with CCC (p=0,001 and p=0,0015). In non-atypical endometriosis, atypical and EAOC groups there are significant differences on the percentage of ARID1A expression (Kruskal-Walis test p=0,011). Post Hoc analysis were done using Mann-Whitney test and there are significant differences on ARID1A expression between non-atypical and atypical endometriosis with EAOC (p=0,005 and p=0,008).
Conclusion: Expression of ARID1A in non atypical and atypical endometriosis are significantly higher compared to ovarian CCC and EAOC. So, we can say that ARID1A may be used as a marker for malignancy transformation in endometriosis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Widya Lestari
"ABSTRAK
Latar belakang: Enhancer of Zeste homolog 2 (EZH2) merupakan kelompok protein grup polycomb yang berperan penting dalam regulasi epigenetik dan berkaitan erat dengan tumorigenesis. EZH2 ekspresinya meningkat pada kanker payudara. Peningkatan ekspresi EZH2 dapat memprediksi peningkatan risiko keganasan. Columnar cell lesion (CCL) merupakan lesi proliferatif, sering ditemukan seiring dengan meningkatnya deteksi dini kanker payudara dengan mammografi. Lesi ini terbagi atas columnar cell change (CCC), columnar cell hyperplasia (CCH), flat epithelial atypia (FEA). CCL menjadi penting setelah dikaitkan dengan risiko menjadi karsinoma payudara, serta hubungannya dengan lesi jinak dan lesi ganas payudara lainnya. Penanda prediktif CCL dibutuhkan untuk memilah CCL yang berpotensi menjadi ganas, sehingga dapat digunakan untuk deteksi dini kanker payudara kelak. Bahan dan cara: Penelitian ini menggunakan metode potong lintang, deskriptif dan analitik. Sampel terdiri atas masing-masing 25 kasus CCL tanpa karsinoma dan CCL dengan karsinoma. Dilakukan pulasan EZH2 secara imunohistokimia dan penilaian dilakukan menggunakan H score dengan modifikasi oleh dua pengamat secara independen. Hasil: Hasil penilaian dua pengamat menyimpulkan nilai tidak ada perbedaan bermakna antar pengamat (p 0,655). Median H score EZH2 pada CCL tanpa karsinoma lebih tinggi secara bermakna (p 0,002) dibandingkan EZH2 dengan karsinoma, dinyatakan tinggi bila H score ≥ 100,16 (dengan sensitivitas 40,00). Kecenderungan sebaran median H score EZH2 didapatkan lebih tinggi pada FEA dengan nilai H score 119,03, diikuti CCH sebesar 103,63 dan CCC sebesar 100,07. Median H score EZH2 pada FEA tanpa karsinoma lebih tinggi (218,26) daripada CCL dengan karsinoma (101,53). Kesimpulan: Ekspresi EZH2 pada CCL tanpa karsinoma lebih tinggi dibandingkan CCL dengan karsinoma, terdapat kecenderungan ekspresi EZH2 yang lebih tinggi pada FEA dibandingkan CCH dan CCC pada semua kasus dan masing-masing kedua kelompok. Ekspresi EZH2 pada FEA tanpa karsinoma lebih tinggi dibandingkan FEA dengan karsinoma. EZH2 diduga berperan dalam karsinogenesis CCL yaitu terutama pada tahap transformasi.

ABSTRACT
Background: Enhancer of Zeste homolog 2 (EZH2) is a group of polycomb which has an important role in epigenetic regulation and is related to tumorigenesis. The expression of EZH2 is increasing in breast cancer. Overexpression of EZH2 can predict the risk of malignant. Columnar cell lesion (CCL) is a proliferatif lesion, and it is increasingly found with the increasing breast screening by mammography. This lesion divided consisted of columnar cell change (CCC), columnar cell hyperplasia (CCH), flat epithelial atypia (FEA). CCL become important related to the risk for carcinoma, and the relation with others benign lesion and maligna lesion. The predictive sign of CCL needed to assess CCL transformation become malignancy. Methods: This was cross sectional study. The sampling consisted of 25 CCL cases without carcinoma and 25 CCL cases with carcinoma. EZH2 immunostainning was assesed using H score by two independent observers. Result: The H score between two observers showed high concordance (p 0,655). Median EZH2 H score in CCL without carcinoma is significantly higher (p 0,002) than CCL with carcinoma, is high if H score ≥ 100,16 (with sensitivity 40,00). Inclination distribution of median H score EZH2 resulted higher in FEA with H score 119,03, followed by CCH 103,63 and CCC 100,07. Median EZH2 H score in FEA without carcinoma (218,26) higher than CCL with carcinoma (101,53). Conclusion: The expression of EZH2 in CCL without carcinoma is higher than CCL with carcinoma, and it shows higher tendency of EZH2 expression in FEA compared by CCH and CCC in all cases and in each group. The expression of EZH2 in FEA without carcinoma is higher than FEA with carcinoma. Hence EZH2 is predicted has a role in malignant transformation and the carcinogenesis of CCL."
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adhitya Rahman Dwitomo
"ABSTRAK
Kebutuhan akan listrik di zaman modern ini tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Gedung Pusat Administrasi Rektorat Universitas Indonesia yang diresmikan pada tahun 1987 merupakan gedung yang diperuntukkan untuk ruang kantor, ruang rapat, yang didalamnya terdapat berbagai peralatan listrik, seperti komputer, AC, lampu, dan lain sebagainya. Mengingat sudah diresmikan sejak 30 tahun yang lalu sehingga dirasa sangat perlu untuk dilakukan audit kualitas daya listrik gedung ini untuk mengetahui kondisi panel dan juga kondisi kualitas daya listrik gedung Pusat Administrasi Universitas serta memberikan suatu rekomendasi agar kualitas daya listrik sesuai dengan standar yang diizinkan. Hasil pemantauan menunjukkan bahwa kondisi panel harus mengalami perbaikan, pergantian, dan juga perawatan. Hasil pengukuran menunjukkan beberapa parameter kualitas daya memenuhi standar seperti tegangan pada rentang 366.49-403.04 V, frekuensi pada rentang 49,7 ndash;50,4 Hz, dan temperatur panel memiliki selisih suhu 0-10 C sedangkan beberapa tidak memenuhi standar seperti harmonik dimana IHDi orde 3 bernilai diatas 4 dan faktor daya kurang dari 0,85 sehingga perlu dilakukan pemasangan single-tuned pasif filter.

ABSTRACT
The need for electricity in modern times is inseparable from human life. The University of Indonesia Administration Building Rectorate which was inaugurated in 1987 is a building dedicated to office space, meeting rooms, in which there are many electrical appliances, such as computers, air conditioners, lights, and so forth. Given that it was inaugurated since 30 years ago so it is necessary to audit the electrical power of the building and the condition of the electrical power of the University Administration Center building and provide a recommendation that the quality Of electric power in accordance with the options allowed. Monitoring results indicate that the panel condition must undergo repair, replacement, and maintenance. The measurement results show that some power quality parameters meet such as voltages in the 366.49 403.04 V range, frequencies range from 49.7 to 50.4 Hz, and panel temperatures have a temperature difference of 0 10 C whereas some do not meet the standards As harmonics where IHDi 3rd order is above 4 and power factor is less than 0.85 so it is necessary to install a passive single tuned filter."
2017
S68285
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinta Chaira Maulanisa
"Kanker payudara merupakan kanker paling umum pada wanita di seluruh dunia
dengan insiden lebih dari dua juta orang setiap tahunnya. Kanker payudara
stadium lanjut lokal adalah jenis kanker payudara invasif yang terbatas pada
payudara regional dan kelenjar getah bening. Salah satu terapi adalah kemoterapi
neoadjuvan (KN) yang efikasinya dapat dievaluasi secara respons patologis
dengan Miller Payne. Penting untuk mengidentifikasi biomarker sebagai prediktor
respons patologis setelah KN. Limfosit CD8+ diperiksa sebagai prediktor
keberhasilan KN lanjut lokal. Dengan menggunakan metode cross-sectional,
penelitian ini dilakukan di laboratorium patologi anatomi dan divisi bedah
onkologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo antara bulan Januari-Juni 2022.
Subjek penelitian ini adalah pasien kanker payudara stadium lanjut lokal yang
menjalani operasi pengangkatan payudara dengan terapi KN dari bulan September
2015- Februari 2022. Subjek penelitian ini didominasi luminal B, grade 2, ER+
dan kemoterapi berbasis antrasiklin. Ekspresi limfosit CD8+ tinggi dan tidak ada
hubungan dengan faktor klinikopatologi. Sebagian besar pasien memberikan
respon patologis positif terhadap kemoterapi dan terdapat hubungan yang
bermakna antara ekspresi limfosit T CD8+ dengan respon patologis Miller-Payne.
Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai ekspresi limfosit CD8+ sebagai faktor
prediktif dalam respon kemoterapi neoadjuvan.

Breast cancer is the most common cancer in women worldwide with an incidence
of more than two million people annually. Locally advanced breast cancer is a
type of invasive breast cancer limited to the regional breast and lymph nodes. One
of the treatments is neoadjuvant chemotherapy (NC) whose efficacy can be
evaluated by the Miller Payne method. It is important to identify biomarkers to
predict pathological responses after NC. CD8+ lymphocyte was examined as a
predictor of advanced local NC successfulness. Using cross-sectional method, this
research was done in the laboratory of anatomical pathology and division
surgical oncology RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo between January-June 2022.
The subjects were locally advanced breast cancer patients who received
neoadjuvant breast removal surgery from September 2016- February 2022. 35 out
of 40 subjects had clinical stage T4 mostly NST, luminal B, grade 2, ER+ and
anthracycline-based chemotherapy. The expression of CD8+ lymphocytes was
high and there was no association with clinicopathological factors. Most of the
patients respond positively to chemotherapy and there is a significant relationship
between the expression of CD8+ T lymphocytes with Miller Payne pathological
response. Further research on CD8+ lymphocyte expression
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Fadilah Supari
"ABSTRAK
Angka kesakitan dan angka kematian penyakit kardiovaskuler (PKV) di Indonesia meningkat pesat dalam dua puluh tahun terakhir ini, sebagaimana terlihat dalam survei kesehatan rumah tangga dari tahun 1972 sarnpai 1992. Tingginya angka kematian di masyarakat yang disebabkan oleh karena PJK sangat sulit diketahui secara pasti. Angka kesakitan PJK meskipun belum diketahui secara pasti, namun dapat diduga dari beberapa peneiitian yang dilakukan di masyarakat. Penelitian tersebut antara lain di dilakukan oleh Boedhi Darmojo dkk. (1990). Hasil penelitiannya mengungkapkan ditemukan 2,7% kelainan gambar EKG (Elektro. Kardiogram) yang sesuai dengan gambaran infark miokard lama pada populasi yang dipilih secara acak dari 2073 responden di Jakarta. Insiden PJK di rumah sakit, Hanafiah (1993) mencatat pada tahun 1988-1992 di RSJHK (Rumah Sakit Jantung Harapan Kita), terdapat 72%-89% kasus PJK, dimana separuhnya adalah penderita infark miokard akut (IMA).
Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, upaya pencegahan merupakan pilihan yang tepat untuk mengantisipasi meningkatnya angka kesakitan maupun angka kematian PJK, dimasa mendatang.
Upaya pencegahan yang dilakukan di Indonesia masih terbatas dalam mengantisipasi terjadinya aterosklerosis dan kejadian PJK yaitu dengan anjuran anjuran yang konvensional, seperti stop merokok, menurunkan kolesterol dan sebagainya. Aterosklerosis telah diketahui merupakan proses yang dipengaruhi oleh banyak sekali faktor risiko, sehingga masih terdapat peiuang untuk rnendapatkan serangan 1MA.
Prognosis penderita IMA dipengaruhi oleh Iuasnya jaringan nekrosis yang terjadi. Semakin lugs jaringan nekrosis semakin tinggi angka kematiannya dan semakin jelek kualitas hidupnya.
Strategi pitihan untuk menurunkan angka kematian dan komplikasi PJK adalah dengan membatasi Iuasnya jaringan nekrosis pada kejadian IMA. Upaya ini dapat disimak dalam perkembangan pengobatan 1MA akhir-akhir ini, yaitu dengan berkembangnya cara revaskularisasi pada IMA, yang meliputi trombolisis, PTCA ('percutaneus transluminal coronary angioplasty'), maupun bedah pintas koroner ('coronary artery bypass graft'}.
Pada perkembangan berikutnya diketahui bahwa ternyata cara revaskularisasi tidak sepenuhnya memperbaiki jaringan yang iskemi, namun terdapat kemungkinan terjadinya jaringan nekrosis oleh karena reperfusi itu sendiri (Braunwald,1985) Fenomena tersebut kemudian disebut sebagai fenomena injuri reperfusi. Fenomena injuri reperfusi secara klinis dapat berupa sebagai: aritmia reperfusi, 'myocardial stunning', maupun injuri reperfusi yang fetal. Ketiga kejadian tersebut berdampak pada mortalitas, serta kualitas hidup penderita pasca IMA.
Fenomena injuri reperfusi miokard secara klinis dapat terjadi antara lain pada kejadian IMA yang mengalami lisis spontan, IMA dengan trombolisis, IMA dengan tindakan PTCA maupun dengan bedah pintas koroner. Suatu hipotesis mengatakan bahwa pada fenomena injuri reperfusi terjadi gangguan fungsi miokard sampai"
1996
D380
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>