Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 68 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Atikah Ruslianti
"Spider Boys, written by Ming Cher, sets in colonial Singapore and shows a conflict between generations and a life of sub cultural group with the growth and development of the main characters, Yeow and Kwang, from schoolboys to teenagers. It touches the colonial and post-colonial history of Singapore. Cher examines the purpose of sub cultural group and its spider game in social and historical context.
In Spider Boys one is made aware of the conflict generated by the transition from childhood to young adult and by being caught between the sub cultural group's life of street kids in its relation with their parents culture as well as the dominant culture of the British government. Being the member of the Spider Boys is only the beginning of their life as street kids subculture.
Spider Boys shows pessimism and identity crisis undergo by a group of young Chinese immigrant in Singapore. They have such a sub cultural life within the community of adult Chinese immigrant. This sub cultural group constructs its own identities, among others through language and their way of interaction. These identities are taken as an adaptation to some of their parents' culture.
Not only the in heritage culture of their parents was adopted; some of them are also resisted. They select this parent?s culture in such a way that gives them the most convenience and confidence in their group.
Meanwhile, they also adopt the dominant culture of the British government to give a way for their sub cultural style. On the other hand, they resist the political culture of the British government insisting (Standard) English usage at school. As a result, some of them are incapable in communicating Standard English. Their resistance gives a way to the emergence of new variant of English, known as Singlish. The uniqueness of Singlish shows the combination of both dominant culture and that of their parents' culture. Their English does not pay any attention to the rule of Standard English. This absence of rule in their English, both in dialogue and in narration, enrich the atmosphere of the street kids life. As a group's identity, Singlish becomes their symbol of identification."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T11834
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amrizal
"PENDAHULUAN
Dekade 1970-an merupakan dekade yang sangat penting bagi sejarah perkembangan teater modern Indonesia. Ada fenomena menarik yang pada tradisi teater Indonesia sebelumnya tidak tampak. Akhmad (1993) mengatakan bahwa pertumbuhan teater modern dilanjutkan dengan pembaruan yang melepaskan diri dari konvensi-konvensi dan bentuk teater yang sudah ada, dan kemudian dilanjutkan dengan bentuk teater "eksperimental? dengan idiom-idiom teatrikal artistik yang "baru".
Fenomena yang terjadi pada teater, juga kita temukan pada karya drama. Drama yang ditulis oleh Arilin atau Putu Wijaya bukan lagi sebuah karya sastra yang enak dibaca dan sudah cukup dipahami hanya dengan membacanya. Beda dengan membaca karya drama lama, seperti Bebasari Roestam Effendi (1921), Sayang Ada Orang Lain Utuy T. Sontani (1954), atau Barabah Motinggo Boesje (1961). Drama tersebut masih bisa dikaji, sebelum, bahkan tanpa dicoba di atas pentas. Karya-karya drama mereka sudah merupakan karya seni yang jadi yaitu satu genre sastra yang sama kedudukannya dengan genre sastra yang lain. Sementara drama yang ditulis pada dekade 1970-an belum merupakan karya sastra yang jadi, dia hanya satu unsur dari sebuah pementasan teater, maka pemahaman baru akan lengkap apabila sudah menonton pementasan dari drama tersebut. Kalaupun belum menonton pementasannya, seseorang untuk bisa memahaminya hanya punya kernampuan untuk mengimajinasikan bagaimana kemungkinan-kemungkinan pementasannya. Drama mereka tidak memiliki teks samping yang cukup untuk menjelaskan karakter dan latar drama mereka.
Wisran Hadi (selanjutnya disingkat WH) yang karyanya menjadi objek penelitian ini, telah menunjukkan bahwa dia juga layak dianggap sebagai salah seorang pelopor pembaruan teater dan drama Indonesia yang perlu diperhitungkan. WH adalah seorang seniman teaterldrama Indonesia yang berasal dari Sumatera Barat. Dia dengan grup teatemya Bumi Teater Padang sering mementaskan teater di dalam maupun di luar negeri. Sebagai penulis drama dia juga seorang yang produktif. Puluhan drama sudah lahir dari tangannya, baik bersifat nasional maupun yang bersifat kedaerahan atau berwama lokal. Beberapa dramanya dinyatakan sebagai pemenang sayembara penulisan naskah drama yang diadakan oleh Dewan Kesenian Jakarta (DKI)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
T825
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridwan Effendi
"Rahman Arge merupakan seniman terkemuka di Ujungpandang serta telah mempunyai nama di tingkat Nasional. Dalam perjalanan panjang karir kesenimanannya, 1950-an hingga 1990-an, ia sudah menghasilkan sejumlah besar puisi, cerpen, esai, kritik seni, dan drama. Arge juga dikenal sebagai sutradara dan aktor teater yang handal, pendiri Teater Makassar (TM), dan pemain film. Di samping itu, ia pernah memimpin Dewan Kesenian Makassar (DAM), Badan Koordinasi Kesenian Nasional Indonesia (BKKNI) Sulawesi Selatan, Persatuan Artis Film Indonesia (Parfi) Cabang Sulsel, dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Sulsel selama beberapa periode.
Pada awal Orde Baru Rahman Arge menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Selatan dan sejak itu terus-menerus tercatat sebagai anggota lembaga tersebut. Terakhir ia bahkan berhasil menjadi anggota DPR/MPR-RI mewakili Golongan Karya (Golkar) Sulawesi Selatan. Kini selain bertugas di Komisi I DPR-RI, Arge juga menduduki jabatan Wakil Ketua Pengurus Besar Parfi dan Anggota Dewan Kehormatan PWI Pusat.
Untuk pencapaian prestasinya di bidang drama, pada tahun 1977 Pemerintah RI memberikan "Hadiah Seni" kepada Arge. Sementara itu, Pemerintah Jepang mengundangnya meninjau kehidupan perfilman di Jepang pada tahun 1979 setelah ia menulis banyak kritik atas film-film Jepang. Adapun dalam bidang perfilman, Arge pernah menerima penghargaan sebagai "Aktor Harapan Terbaik I" (FFI 1978) dan "Aktor Pembantu Pria Terbaik" (FFI 1991).
Sedikitnya ada 12 naskah drama yang telah ditulisnya dari paruh akhir tahun 1950-an hingga saat ini. Banyak di antaranya yang, disutradarai maupun dimainkannya sendiri bersama Teater Makassar. Lewat kelompok teater itu ia pun beberapa kali mementaskan naskah-naskah drama penulis Indonesia kenamaan maupun naskah-naskah terjemahan. Dapat dikatakan Teater Makassar dan Rahman Arge sukar dipisahkan satu sama lain. Kelompok itu tidak hanya memperkenalkan lebih luas karya-karya drama Arge serta memantapkan keberadaan drama modern di Ujungpandang, tetapi juga mengukuhkan kehadiran Arge di percaturan sastra-drama/teater Nasional melalui forum semacam "Temu Teater" yang rutin diadakan oleh Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) sejak awal Orde Baru hingga paruh akhir tahun 1980-an.
Pada "Temu Teater Enam Kota" di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, tahun 1978, Teater Makassar menampilkan karya Arge berjudul "I Tolok Daeng Magassing" (ITDM). Tidak seperti pada beberapa temu teater sebelumnya, pementasan drama itu disutradarai oleh Aspar Paturusi. Kehadiran Aspar di forum tersebut menandai suatu regenerasi di Teater Makassar pada akhir tahun 1970-an itu. Sepeninggal Arge, Aspar kemudian tampil memimpin Teater Makassar dan menulis serta menyutradarai sejumlah pementasan kelompok tersebut. Dua di antara drama yang ditulis dan disutradarai Aspar ditampilkan di forum Temu Teater DKJ, yaitu "Samindara" (1982) dan "Perahu Nuh II" (1985).
Meskipun sejak Temu Teater 1976 Arge lewat drama "Opa" telah terlihat membawa pembaharuan, namun dengan drama ITDM ia menunjukkan puncak pencapaian karya sastra-drama/teaternya. Dalam salah satu tulisannya, Ikranagara (1993) menilai drama yang bertolak dari cerita rakyat Makassar itu sebagai drama yang menegaskan keeenderungan "post-modern Indonesia" yang antara lain berciri eksperimental dan pengolahan khazanah seni daerah/tradisional."
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fivi Anjarini
"Kajian terhadap kumpulan cerpen Bobo nomor 1-20 difokuskan pada cerpen yang menjadi judul kumpulan dengan menggunakan pendapat Sudjiman, Sarumpaet, Faw dan Beikin, Huck, Norton, serta, Hurlock. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tema dan amanat, kesesuaiannya dengan perkembangan anak, dan perbandingan antar cerpen. Dan dua puluh cerpen yang dianalisis didapati sebelas tema, yaitu kesadaran diri, petualangan, prasangka buruk, takhayul, kenakalan, kasih sayang, tanggung jawab, persahabatan, kejujuran, ketakutan, dan kecerdikan. Kesebelas tema tersebut sesuai untuk anak-anak usia pertengahan. Tema-tema tersebut merupakan tema populer atau mencerminkan sifat anak-anak usia pertengahan seperti pendapat para ahli. Namun, ada empat cerpen yang penggambaran karakter tokohnya tidak wajar dan tidak jelas. Dalam 20 KGB, amanat implisit berjumlah 427 buah (96,17%) dan eksplisit 17 buah (3,83%). Bari 20 cerpen yang diteliti, 19 cerpen beramanat implisit. Amanat eksplisit cocok untuk anak pertengahan tahap awal karena mereka belum mahir menyimpulkan amanat. Amanat implisit cocok untuk anak usia pertengahan tahap akhir karena mereka sudah mulai dapat menyimpulkan amanat. Selain, amanat, cerpen Bobo juga mengandung informasi tentang dunia kesehatan dan fauna. Dari segi tema, cerpen judul kumpulan ternyata tidak seluruhnya mewakili tema cerpen-cerpen di dalamnya. Dari dua puluh cerpen hanya delapan cerpen saja yang temanya mewakili cerpen-cerpen di dalamnya. Dan segi amanat, baik cerpen judul kumpulan, maupun cerpen di dalamnya kerap menyampaikan amanat secara implisit."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S10993
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nugroho Budi M.
"Pengevaluasian terhadap novel anak-anak pemeroleh Hadiah Buku Utama, Keluarga Bahagia, telah dilakukan. Tujuannya adalah untuk memeriksa, apakah Keluarga Bahagia merupakan bacaan anak-anak yang baik (baca: baik dan disukai). Untuk mendapatkan jawabannya, penulis melakukan evaluasi terhadap unsur-unsur struktur karya, secara intrinsik (alur, tema, latar, penokohan), serta gaya dan perwajahan buku. Hasilnya menunjukkan bahwa Keluarga Bahagia dari segi struktur dan gayanya memiliki potensi untuk menjadi bacaan anak-anak yang baik, tetapi kelemahan pada segi ilustrasinya menjadikan novel itu memiliki cacat."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1991
S11148
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Galuh Chandrakirana
"Joko Pinurbo adalah salah satu penyair yang mencuat pada dasawarsa ini. Hal ini disebabkan oleh kemampuannya dalam membuat sajak-sajak yang berbeda dari pernyair-penyair sebelumnya. Perbedaan sajak-sajaknya adalah keterampilannya menggunakan sistem tanda yang berbeda dari sistem tanda penyair sebelumnya. Dalam sajaknya tanda satu dengan yang lainnya saling bertumpang-tindih dan topang-menopang sehingga menciptakan pemahaman yang utuh untuk menjelaskan gagasan utama. Penelitian ini mengambil empat sajak sebagai data yaitu sajak trilogi Celana, Tubuh Pinjaman, Pacar kecilku, dan Telepon Genggam. Tanda-tanda yang digunakan olehnya dalam empat sajak tersebut adalah simbol, kontras, ambiguitas, humor, dan pemertahanan rima"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S10984
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haidar Faisal
"Kerja perfilman merupakan kerja tim, bukan kerja perorangan, termasuk di dalamnya penggarapan pemindahan latar dari novel ke film. Karena proses transformasi itu melalui dua tahap, yakni dari novel ke skenario dan kemudian dari skenario ke film, maka pemindahan latar bukan hanya menjadi tanggung jawab Sutradara dan Art Director, melainkan juga penulis skenario, tim teknik, bagian laboratorium, penata suara, penata musik, dan seluruh tim artistik yang rnempersiapkan kostum, desain selling, property, dan detail perlengkapan lainnya. Kasus pemindahan latar novel Serpihan Mutiara Retak karya Nina Pane Budianto ke dalam film dengan judul yang sama oleh sutradara Wim Umboh dan penulis skenario Satmowi Atmowiloto memperlihatkan penggarapan yang tidak baik jika dibandingkan dengan pemindahan latar dan novel Saat-Saat karya Arswendo Atmowiloto ke dalam film yang berjudul Saat-Saat Kau Berbaring di Dadaku yang disutradarai Jun Sapto Hadi dan penulis skenario Arswendo Atmowiloto.
Kegagalan penggarapan latar dalam film Serpihan Mutiara Retak dikarenakan pekerja film lebih berkonsentrasi pada pengadeganan peristiwa, dan bukan pada latar yang menyelimuti peristiwa tersebut. Sebaliknya, Saat-Saat Kau Berbaring di Dadaku justru menempatkan latar sebagai salah satu unsur terpentmg dalam proses produksinya. Ini terlihat dari keseriusannya memberi peran cahaya, pewamaan, dan penataan kostum. Dan perbandingan kedua novel dan film di atas, dapat diketahui bahwa penggarapan latar yang baik pada film akan muncul karena dorongan novel itu sendiri. Dalam arti, keherhasilannya sangat ditentukan olch bagaimana penulis novel menggarap latarnya. Selain itu, tugas penting yang harus dilakukan penata artistik dalam pemindahan latar novel ke film adalah menganalisis waktu cerita (fiksi) dan waktu peristiwa (Takla). Analisis rersebut sangat membantu dalam penggarapan selling, khususnya dalam pemilihan perangkat fisik yang akan digunakan dalam pembuatan film."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S10957
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Junita
"Puisi anak adalah puisi yang ditulis untuk anak dengan bahasa lugas dan mudah dipahami anak. Pemahaman anak akan puisi, masih terbatas pada hal-hal yang akrab dengan dunia mereka yaitu permainan dan pendidikan. Pemahaman anak akan puisi belum konkret di pikiran mereka, untuk itu orang dewasa perlu memperkenalkan puisi berikut unsur-unsurnya. Dengan pengetahuan yang cukup akan pentingnya puisi yang diperoleh dari sekolah maupun dari lingkungan sekitarnya, anak dapat mengungkapkan perasaannya ataupun pengetahuannya akan hal-haI yang ia temui dan amati. Selain itu, dengan menulis puisi kepekaan anak terasah tidak hanya melalui bahasa tetapi juga melalui hal-hal yang berada di luar lingkungannya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan unsur-unsur apa yang membangun puisi anak kelas VI SD. Melalui deskripsi tersebut dapat diperoleh gambaran mengenai ciri puisi anak yang diteliti. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa unsur yang umumnya digunakan anak dalam menulis sajak adalah unsur citraan dan bunyi. Selain itu, dapat diketahui pula bahwa puisi anak adalah puisi yang disampaikan anak secara lugas dengan pilihan kata denotative. Hal-hal yang disampaikan pun akrab dengan dunia mereka, yaitu dunia anak."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S11289
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Kusumawati
"Penelitian ini bertujuan hendak menemukan ciri-ciri tokoh dan penokohan dalam bacaan anak bertema petualangan tersebut. Pengumpulan data dilakukan dalam beberapa tahap. Pertama, penulis mengunjungi Perpustakaan Anak dan Remaja Balai Pustaka untuk mendata bacaan anak berjenis fiksi realitas. Kedua, setelah melihat dan membaca secara keseluruhan, penulis memperoleh sepuluh buah bacaan anak bertema petualangan. Ketiga, penulis mengidentifikasi dan menganalisis tokoh dan penokohan. Hasilnya menunjukkan bahwa karakter tokoh utama dalam bacaan-bacaan bertema petualangan tersebut memiliki beberapa persamaan. Semuanya mempunyai sifat berani, sedangkan sifat-sifat lainnya: tabah, pandai, rajin, cerdik, teliti, cermat, dan gigih, dimiliki secara bervariasi.
Secara keseluruhan sifat berani berjumlah dua puluh lima dari dua puluh lima tokofi utama; sifat teliti berjumlah dua puluh empat; sifat cermat berjumlah dua puluh; sifat cerdik berjumlah delapan belas; sifat gigih berjumlah. enam belas; sifat tabah berjumlah lima belas: sifat pandai dan rajin masing-masing berjumlah empat belas. Semua bacaan anak bertema petualangan tersebut menggunakan gabungan cara analitik dan cara dramatik dalam menyajikan watak tokoh utama. Namun, porsi cara dramatik lebih banyak. Penyajian tokoh secara jujur terdapat pada delapan bacaan, yaitu MBCK, MSP, BPK, BATT, MP, MHKP, PAK, dan PSK. Dalam dua bacaan lainnya: 1 K dan HD tidak terdapat penyajian secara jujur"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S11193
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oktaviani
"Analisis perkembangan watak tokoh Waskito dalam novel PDH ini bertujuan menjelaskan perkembangan watak tokoh Waskito. Untuk mencapai tujuan ini penulis berusaha menguraikan dan menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan watak tokoh waskito yang membuatnya bertingkah laku seperti yang diperlihatkan di dalam novel PDH.
Dalam penelitian di atas, penulis mempergunakan pendekatan intrinsik dan ekstrinsik. Teori yang penulis gunakan selain teori dari bidang ilmu sastra juga teori dari bidang ilmu psikologi perkembangan anak sebagai ilmu bantu. Hasil analisis menunjukkan bahwa perkembangan watak tokoh waskito banyak dipengaruhi situasi lingkungan keluarga tempat Waskito tinggal dan lingkunagan sekolah tempat Waskito belajar."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1992
S11226
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>