Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 55 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Winarso S. Tjokrosudirdjo
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi karyawan terhadap hasil pengembangan organisasi dengan kinerja karyawan. Tujuan tersebut sejalan dengan konsep pengembangan organisasi dari Luthans (1992), untuk mengukur tingkat keberhasilan pengembangan organisasi berlandaskan pada 4 dimensi pengembangan organisasi, yaitu : (1) struktur organisasi, (2) sistem penghargaan dan kepuasan kerja, (3) perilaku pimpinan, dan (4) karakteristik pekerjaan.
Keberhasilan pengembangan organisasi tidak terlepas dari indikator mengenai peningkatan kinerja karyawan. Oleh karena itu sangat rnenarik melakukan penelitian untuk melihat pengaruh hasil pengembangan organisasi terhadap kinerja karyawan, khususnya ditinjau dari : (1) aspek sifat, (2) aspek perilaku dan (3) aspek manajerial.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode non eksperimen, dimana variabel yang diukur sudah melekat dalam diri para responden .Penelitian melibatkan responden yang berasal dari 2 bidang kerja, yaitu bidang kerja operasional dan bidang kerja pendukung. Adapun kuesioner penelitian terdiri dari : kuesioner persepsi hasil pengembangan organisasi dan kuesioner kinerja karyawan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa antara keempat dimensi persepsi terhadap hasil pengembangan organisasi dengan ketiga aspek kinerja karyawan tidak memiliki hubungan yang signifikan pada tingkat signifikansi E 0 ,05. Namun apabila dilihat secara satu persatu, dimensi sistem penghargaan dan kepuasan kerja dan dimensi perilaku pimpinan mempunyai hubungan yang signifikan dengan ketiga aspek kinerja karyawan.
Dalam analisis tambahan untuk mempertajam analisis utama penelitian, yaitu dalam bentuk analisis perbedaan khususnya berdasarkan bidang kerja, terdapat perbedaan yang signifikan pada dimensi hasil pengembangan organisasi yaitu : dimensi struktur organisasi, dimensi perilaku pimpinan, dan dimensi karakteristik pekerjaan, sedangkan pada aspek kinerja karyawan perbedaan yang signifikan ada pada : aspek sifat, aspek perilaku dan aspek manajerial.
Saran yang diajukan untuk penelitian selanjutnya adalah : (1) sampel penelitian supaya lebih luas, (2) variabel-variabel penelitian perlu ditambah untuk mempertajam fokus penelitian, (3) kontrol terhadap penyebaran angket secara teknis perlu diperbaiki, (4) kedua alat ukur penelitian perlu dimodifikasi berdasarkan ciri-ciri sampel penelitian. Adapun saran untuk institusi secara aplikatif adalah : (1) memberi bobot yang berbeda pada implementasi pengembangan organisasi sesuai kebutuhan pada masing-masing bidang kerja, (2) periu dirancang alat ukur kinerja karyawan yang disesuaikan dengan kekhasan masing-masing bidang kerja, (3) perlu memperhatikan persepsi terhadap hasil pengembangan organisasi dalam proses seleksi dan promosi calon manajer pada masing-masing bidang kerja, (4) kedua alat ukur penelitian dapat dimanfaatkan untuk memperoleh informasi dalam proses pengambilan keputusan di masa mendatang.
Daftar Pustaka : 88 Judul (1959 - 2002)"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T12425
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Mustika Ayu
"Penyusunan model kompetensi mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Cooper (2000) dan Sparrow (1994). Cooper (2000) mengusulkan menentukan model kompetensi melalui asumsi, by law, industri, organisasi, kelompok kerja, dan background information. Sedangkan Sparrow (1994) mengemukakan metode komponen dalam menentukan kompetensi yang terdiri dari pemahaman terhadap bodies of knowledge, skill, attitudes and values, traits, motivasi, self image, dan social roles. Berdasarkan pendapat dua ahli tersebut, penulis menyusun general dan specific competencies yang dibutuhkan oleh calon MT, juga indikator perilaku dan level-nya.
Sedangkan upaya merancang program pelatihan wawancara panel dilakukan dengan mengacu pada pendapat yang dikemukakan oleh Statt (2000). Menurutnya, ada lima tahap yang harus dilakukan untuk merancang program pelatihan yang terdiri dari TNA (Training Need Analysis), menentukan tujuan, menentukan isi, menentukan metode, dan kemudian melakukan efektivitas pelatihan. Kelima tahap ini dilakukan oleh penulis secara berurut karena tahap kedua tidak dapat dilaksanakan jika tahap pcrtama tidak dilakukan, demikian seterusnya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T17354
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vera Ersi
"Penggunaan tes psikologi dalam seleksi tenaga kerja sangat signifikan oleh karena tes psikologi dapat mengevaluasi KSAOs seseorang untuk disesuaikan dengan tuntutan pekerjaan sehingga pada akhirnya didapat orang yang sesuai dengan tuntutan pekerjaan (person job fit). Namun penggunaan tes psikologi dalam seleksi tidak mudah mengingat jumlah orang yang diseleksi tidak sedikit, dapat berjumlah puluhan hingga ribuan orang. Ditambah lagi dengan prinsip penggunaan tes psikologi yaitu harus diberikan oleh qualffied examiner (Anastasi & Urbina, 1997) atau psikolog (HIMPSI, 2003). Hal ini menyebabkan perusahaan yang tidak memiliki tenaga psikolog menggunakan jasa Lembaga Konsultasi Psikologi untuk menyelenggarakan tes psikologi dalam seleksi karyawannya. Namun dalam penyelenggaraannya, masih memiliki kekurangan yang dapat membahayakan validitas dan realibilitas hasil tes. Hal ini terjadi karena tidak adanya persiapan dalam administrasi tes sehingga tes tidak terstandardisir. Padahal administrasi tes merupakan prinsip dasar dalam pemberian tes psikologi (Kaplan & Saccuzzo, 1989; Aiken, 2000). Setelah dilakukan wawancara, hal tersebut terjadi karena tidak adanya prosedur kerja koordinator seleksi tes masal untuk tenaga kerja. Sehingga dalam penulisan Tugas Akhir ini diusulkan rancangan prosedur kerja koordinator seleksi tes masal untuk tenaga kerja.
Prosedur kerja koordinator seleksi tes masal untuk tenaga kerja meliputi empat tahap, yaitu membuat rencana kerja, menyusun bahan briefing para tester, pengawas tes, dan korektor, melakukan briefing, dan merancang pengumpulan data dan laporan hasil pelaksanaan.
Agar mendapatkan hasil tes yang valid dan reliabel maka koordinator harus mematuhi prinsip dasar tes psikologis dan hal ini dapat ditolong dengan adanya prosedur kerja baginya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T16816
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puteri Nastasya
"PJA merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang jasa, khususnya industri rekreasi. Sebagai bidang usaha yang bergerak di bidang jasa, PJA menekankan akan pentingnya customer service. Customer service merupakan usaha dari PJA untuk mempertahankan dan meningkatkan pelanggan demi kelangsungan hidup perusahaan. Namun demikian, pada kenyataannya tidak semua karyawan dari PJA memiliki keterampilan customer service yang memadai, terlebih lagi para front liner yang dalam menjalankan fungsinya senantiasa berhadapan dengan pelanggan secara langsung. Hal tersebut menjadi permasalahan dalam perusahaan, kemudian dilakukan analisa pemecahan permasalahan yang dihadapi. Setelah dianalisa maka diajukanlah suatu rancangan program pelatihan customer service bagi ,front liner di PJA, sebagai pemecahan masalahnya.
Setelah dilakukan identifikasi kebutuhan pelatihan dan menetapkan sasaran pelatihan, sebagai langkah awal dalam penyusunan suatu rancangan program pelatihan customer service, maka disusun rancangan program pelatihan customer service. Di dalam rancangan yang diajukan mencakup: pelatih pelatihan, metode pelatihan, alat bantu pelatihan, materi pelatihan, durasi pelaksanaan pelatihan, tempat pelaksanaan pelatihan, biaya pelatihan, dan evaluasi pelatihan, serta saran dalam pelaksanaan pelatihan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T17884
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rumeser, Henry David Efraim
"Tugas Akhir dengan judul Rancangan Program Pelatihan Appreciative Inquiry Bagi Karyawan PT AD dibuat berdasarkan masalah yang sedang dihadapi oleh suatu perusahaan distribusi yang pernah berjaya pada tahun 200 sampai akhir 2003, kemudian mulai mengalami kerugian yang tidak berhenti sampai tahun 2005 berakhir.
Pemilik PT AD menggantikan COO dengan yang baru pada tengah tahun 2005. Saat itu mulailah rnasa transisi yang penuh dengan badai yang mengguncang perusahaan yang terutama menimpa sebagian besar karyawan, Jumlah karyawan dari 1721 menjadi 950 orang hanya dalam waktu enam bulan. Hal ini mengakibatkan suasana kerja yang menjadi resah dan kurang kondusif, Kinerja karyawan menurun ditambah dengan penarikan diri dari prinsipalprinsipal besar. Pemilik melakukan cost efficiency tetapi pada saat yang sama merekrut karyawan baru untuk tingkat GM dan Asisten GM. Pimpinan baru ini membawa serta beberapa karyawan baru yang makin menimbulkan gejolak diantara karyawan. Karyawan takut berbuat salah dan bila terjadi kesalahan akan sating menyalahkan. Situasi yang tidak nyaman ini ingin diatasi oleh pemilik perusahaan. Dari situasi itu dapat disimpulkan terjadi suasana yang tidak kondusif sehingga kinerja organisasi menurun.
Dengan memperhatikan uraian mengenai masalah tersebut di alas, maka penulis merekomendasikan rancangan program PeIatihan Appreciative Inquiry yang pada dasamya membantu karyawan untuk memiliki cara mengubah paradigma berpikirnya mengenai pekerjaannya saat ini dari yang bersifat negatif menjadi positif. Dengan itu diharapkan situasi menjadi lebih kondusif sehingga dapat meningkatkan kinerja karyawan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18090
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Rosdiana Safyanti
"Dalam era globalisasi, diperlukan dukungan sumber daya manusia yang handal agar suatu perusahaan dapat menghadapi persaingan yang meningkat (Damanhuri, 2003). Agar dapat bersaing perusahaan harus memiliki karyawankaryawan yang berkualitas. Salah satu cara memperoleh karyawan yang berkualitas adalah melalui seleksi. Demikian halnya bagi rumah sakit, sebagai penyedia layanan kesehatan, rumah sakit harus meningkatkan mutu pelayanannya agar dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pasien. Salah satu pemberi layanan dalam rumah sakit adalah tenaga keperawatan. Tenaga keperawatan merupakan tenaga kerja yang paling besar jumlahnya dalam rumah sakit. Selain itu, perawat pelaksana memberikan perawatan bagi pasien setiap hari secara berkesinambungan (Departemen Kesehatan, 1999). Sehingga dapat dikatakan bahwa pelayanan perawatan sangat berperan dalam menentukan kepuasan pasien atas pelayanan yang diberikan rumah sakit. Namun, sangat disayangkan, di rumah sakit C banyak pasien yang mengeluh mengenai pelayanan perawatan yang mereka terima.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memilih perawat yang memiliki kualitas pelayanan yang memuaskan adalah melalui seleksi. Dalam seleksi diperlukan prediktor yang memiliki nilai peramalan yang baik. Menurut Spencer dan Spencer (1993); Boultier, dkk (2003); Shermon (2005) kompetensi merupakan prediktor yang balk dalam meramalkan kinerja seseorang. OLeh karena itu perlu disusun model kompetensi bagi perawat pelaksana, dengan menggunakan teori Loma (1998). Model kompetensi ini akan digunakan sebagai acuan dalam menyusun pedoman wawancara berbasis kompetensi, dengan menggunakan teori Berman (1999).
Untuk pengaplikasiannya, disarankan agar pewawancara memahami model kompetensi yang disusun, berlatih dalam melaksanakan wawancara berbasis kompetensi, melakukan validasi model kompetensi yang diusulkan, melakukan revisi model kompetensi secara berkala sesuai dengan perubahan eksternal maupun internal di Rumah Sakit C, dan menggunakan tes psikologi dalam seleksi agar dapat memperoleh infonnasi yang lebih lengkap mengenai kandidat."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T17419
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuyun Yustina Yonita
"PT. Dutapaima Nusantara (PT. DN) adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri agrobisnis khususnya perkebunan kelapa sawit dan perigolahan menjadi minyak. Secara resmi berdiri di Indonesia pada tahun 1987. Dalam menggeluti bisnis ini. PT.DN harus berjuang untuk tetap eksis agar dapat bersaing dengan raja-raja bisnis yang mengincar industri kelapa sawit. Dari hasil diskusi dengan manajer SDM dikemukakan bahwa PT.DN belum memiliki penilaian kinerja yang mampu mengukur kinerja karyawannya dengan baik. Dalam pelaksanaannya subyektifitas atasan sangat berpengaruh. Atasan cenderung hanya melihat hasil atau output yang dihasilkan karyawan. Bila output karyawan buruk maka kinerjanya juga dianggap buruk. Sebaliknya bila output karyawan baik maka kinerjanya dianggap baik. Siapa yang dianggap memiliki kedekatan dengan atasan mempunyai peluang untuk mendapatkan penilaian yang baik. Akibatnya hasil penilaian kinerja dipersepsikan negatif oleh karyawan kerena tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Untuk itulah, PT.DN merasa perlu untuk melakukan peningkatan terhadap kinerja karyawannya melalui sistem penilaian kinerja yang lebih efektif. Untuk menjawab permasalahan yang ada penulis mencoba mengajukan rancangan penilaian kinerja 360' feedback untuk PT.DN. Dalam penilaian 360' Feedback ini yang akan menjadi penilai tidak hanya atasan tetapi beberapa sumber penilai diantaranya atasan, rekan kerja karyawan itu sendiri, dan konsumen.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T17891
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dela Dwinanda
"Dalam rangka downsizing, perusahaan mengadakan program pensiun dini. Yang diharapkan dari program pensiun dini yaitu mengeluarkan pegawai senior yang sudah tidak produktif lagi dalam bekerja. Namun harapan perusahaan tidak tercapai. Pada penelitian sebelumnya Mein (2000) dan Beehr (1995) mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan salah satu prediktor pegawai mengambil pensiun dini. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh kepuasan kerja serta faset-fasetnya terhadap intensi mengambil pensiun dini.
Pada kepuasan kerja menggunakan sembilan faset dari Spector (1997) yaitu gaji, promosi, supervisi, tunjangan tambahan, penghargaan non materi, prosedur operasional, rekan kerja, tipe pekerjaan dan komunikasi. Sedangkan pada intensi terbentuk melalui tiga determinan yaitu attitude, subjective norm dan perceived behaviour control dari Ajzen (2005). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan tipe penelitian non eksperimental. Pengumpulan data menggunakan kuesioner yang terdiri dari dua alat ukur yaitu kepuasan kerja dan intensi mengambil pensiun dini. Partisipan penelitian ini adalah 138 orang pegawai Bank XYZ dengan jabatan manager.
Melalui pengolahan data metode statistik dengan simple regression prosedur enter diperoleh nilai signifikan sebesar 0.183. Artinya, kepuasan kerja tidak berpengaruh secara signifikan terhadap intensi mengambil pensiun dini. Hasilnya kepuasan kerja yang tinggi memiliki intensi yang rendah, sedangkan kepuasan kerja yang rendah juga memiliki intensi yang rendah. Selanjutnya melalui multiple regression prosedur stepwise diperoleh signifikan sebesar 0.028 dengan prediktor faset promosi. Artinya, faset promosi berpengaruh secara signifikan terhadap intensi mengambil pensiun dini, dan faset kepuasan kerja lainnya tidak berpengaruh secara signifikan terhadap intensi mengambil pensiun dini. Saran untuk penelitian selalanjutnya, sebaiknya menambahkan jumlah partisipan dengan sejumlah perusahaan.

To downsize its personnel, the company has introduced an early retirement program. This program has been introduced in the hope that unproductive senior employees can be reduced. But the hope has not been fulfilled. In the previous study, Mein (2000) and Beehr (1995) postulated that job satisfaction is the one predictor that drove employees to retire early. This study is conducted to observe the influence of ? also the facets - job satisfaction on the intention of early retirement.
In the light of job satisfaction, 9 facets (Spector (1997)) are used ? pay, promotion, supervision, fringe benefit, contingent rewards, operation procedures, coworker, nature of work, and communication. Intention is formed through 3 determinants, namely attitude, subjective norm and perceived behavior control, Ajzen (2005). This study is conducted with a non experimental quantitative approach. Data collection is conducted through a questionnaire employing 2 parameters, job satisfaction and the intention to early retirement. The respondents are 138 XYZ managers.
The statistical method, used simple regression method with enter procedure specifically, is used to process the data obtained. The value of 0.183 is obtained from the method. The value means that job satisfaction is not impact to the intention to retire early. It can be concluded that high job satisfaction results in low intention to retire early and low job satisfaction results in low intention to retire early. The multiple regression with stepwise procedure results in the value of 0.028, with the facet predictor promotion used. It can be concluded that this facet significantly impact the intention and the other facet of job satisfaction insignificantly impact the intention. It is suggested that there be more respondents and companies in the future study.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
658.314 22 DWI p
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tjut Rifameutia
Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1984
S2132
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patricia Rini Harmianti
"Dalam semua organisasi, setiap anggotanya akan berinteraksi dan tergantung satu sama lain pada saat melakukan pekerjaan. Saling ketergantungan ini dapat menciptakan suatu kerja sama di antara mereka dan kerja sama itu menjadi merupakan faktor penting yang dapat melandasi koordinasi antar anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Di dalam organisasi, kerja sama tidak selalu tercipta dalam semua situasi kerja, sebaliknya justru konfliklah yang sering mewarnai kehidupan organisasi. lvancevich dan Matteson (1990) menyatakan bahwa situasi saling ketergantungan dapat menyebabkan dua hal yang bertolak belakang yaitu kerja sama atau konflik. Konflik ini dapat terjadi bila sedikitnya terdapat dua partisipan, baik individuai atau kelompok, yang memiliki tujuan atau prioritas yang berbeda.
Konflik dapat dialami oleh siapa saja dalam posisi apa saja, namun konfiik akan Iebih sering dihadapi oleh manajer karena posisi manajer di dalam organisasi yang terletak di posisi tengah (middle line) di antara manajer puncak dan karyawan operasional (Robbins,1989). Hal tersebut membuat manajer berinteraksi dengan banyak orang, yaitu dengan atasan, dengan rekan kerja yang setingkat atau dengan bawahannnya. Dalam interaksi tersebut, konflik dapat terjadi. Konflik harus diwaspadai oleh manajer karena kehadirannya dapat berkembang menjadi parah dan sulit terpecahkan karena terdapat kontes "menang-kalah". Akibat yang dihasilkan konflik dapat pula mengganggu kerja sama yang telah ada sebelumnya dan dapat mengakibatkan ketegangan individu. Secara Iebih luas konflik dapat pula menyebabkan motivasi kerja partisipan menurun sehingga dapat menghambat unjuk kerjanya atau kelompok (Wexley & Yuki, 1984).
Karena dalam perkembangannya konflik dapat berkembang menjadi merugikan maka gaya penanganan konflik yang tepat mutlak harus ditampilkan manajer. Thomas (dalam Sekaran 1989) menyatakan terdapat lima gaya penanganan konflik yang biasa di tampilkan manajer. Menurut Robbins (1989) tidak ada satu gaya penanganan konflik yang tepat untuk semua situasi. Namun pendapat itu berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Kilmann & Thomas (dalam Robbins & Hunsaker, 1996) yang menyatakan bahwa walaupun variasi gaya penanganan konflik dapat ditampilkan oleh manajer sesuai konflik yang dihadapinya, setiap manajer memiliki kecenderungan untuk manampilkan satu gaya penanganan konflik. Gaya ini merupakan gaya konflik dasar yang ada pada diri manajer dan merupakan gaya penanganan konflik yang sering diandalkan manajer.
Dari kelima gaya penanganan konflik yang ada terdapat gaya penanganan konflik secara kolaborasi yang menurut Benfari (1991) merupakan solusi menang-menang, sedangkan menurut Wexley & Thomas (1984) merupakan teknik pemecahan masalah yang integratif. Berdasarkan hal tersebut kolaborasi merupakan gaya penanganan konflik yang paling efektif karena akar masalah atau konflik yang dihadapi dapat diselesaikan dengan cara damai dan dapat memuaskan berbagai pihak. Dalam hal ini peneliti ingin meneliti mengenai sikap manajer terhadap gaya kolaborasi dengan pertimbangan bahwa dengan mengetahui sikap tersebut peneliti dapat mengetahui kecenderungan manajer untuk menampilkan perilaku kolaboratif daiam menghadapi situasi konflik.
Untuk mengetahui penyebab internal yang dapat mempengaruhi konflik maka peneiiti mencoba untuk meiihatnya dari sudut pandang teori motivasi, karena motivasi dianggap dapat menjelaskan semua perilaku yang disadari manusia (Newstrom & Davis, 1993). Sedangkan teori motivasi yang akan dilihat hubungannya denga gaya penanganan konflik secara kolaborasi adalah teori motif sosial yang dikemukakan oleh McClelland, yaitu motif berprestasi (achievement motive), motif afiliasi (affiliation motive), dan motif kekuasaan (power motive). Sementara itu Robbins (1989) menyatakan bahwa ketiga motif itu terdapat daiam diri individu dengan derajat yang berbeda-beda. Dengan demikian setiap motif dapat memberikan sumbangan secara berbeda terhadap gaya penanganan konflik secara kolaborasi. Berdasarkan hal tersebut peneliti ingin melihat (a) apakah motif berprestasi, motif afiliasi dan motif kekuasaan secara bersama-sama memberikan sumbangan yang bermakna terhadap gaya penanganan konflik secara kolaborasi yang dimiliki manajer (b) motif mana sajakah yang memberikan sumbangan yang paiing bemakna terhadap gaya penanganan konfiik secara kolaborasi.
Penelitian ini merupakan suatu penelitian korelasional dengan teknik pengambilan data lapangan dan tanpa memberikan manipulasi kepada responden penelitian, yang dilakukan pada 125 kepala bagian di PT. X yang berlokasi di darah Tangerang. Daiam penelitian ini ada dua instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data. Instrumen pertama untuk mengukur motif sosial yang mengukur kedekatan seseorang dengan ciri-ciri orang yang memiliki motif tertentu secara teoritis (skala motif sosial) dan instrumen yang kedua untuk mengukur sikap terhadap gaya penanganan konflik secara kolaborasi (skala gaya penanganan konflik secara kolaborasi).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada subjek peneiitian ini, motif berpresfasi, motif afiliasi dan motif kekuasaan secara bersama-sama ternyata tidak memberikan sumbangan yang bermakna terhadap gaya penanganan konflik secara kolaborasi karena secara jelas ditunjukkan bahwa hanya motif berprestasi yang memberikan sumbangan yang bermakna terhadap gaya kolaborasi. Selain itu jika dilihat hubungan masing-masing motif terhadap gaya penanganan konflik secara kolaborasi dengan teknik koreiasi parsial diperoleh hasil bahwa motif berprestasi memberikan sumbangan yang bermakna terhadap gaya penanganan konflik secara koiaborasi dan kedua motif yang Iain, motif afiliasi dan motif kekuasaan tidak memberikan sumbangan yang bermakna terhadap gaya penanganan konflik secara kolaborasi. Penelitian ini juga mengungkapkan adanya perbedaan yang signifikan antara gaya penanganan konflik secara kolaborasi yang dimiliki responden yang berlatar belakang SMA, Akademi dan perguruan tinggi.
Untuk penelitian lebih Ianjut peneliti menyarankan agar pengukuran variabel gaya penanganan konflik juga dilakukan pada gaya kompetisi, kompromi, menghindar dan akomodasi agar dapat diperoleh gambaran yang menyeluruh gaya penanganan konflik yang ada pada diri manajer. Selain itu untuk mempertajam hasil penelitian, subjek peneiitian juga dapat diambil dari kalangan manajer lini pertama dan manajer puncak sehingga dapat diketahui perbedaan yang ditampilkan ketiga golongan manajer dalam menghadapi konflik Sedangkan untuk alat yang digunakan daiam penelitian ini sebaiknya dilakukan pengukuran construct validity agar lebih yakin bahwa alat ukur tersebut memang mengukur suatu konstruk variabel yang hendak diukur."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2736
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>