Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Daniel Boentoro Hadiwidjaja
Abstrak :
ABSTRAK
Mekanisme pertahanan tubuh diperankan oleh empat sistem besar, setelah melewati perlindungan kulit dan selaput lendir. Keempat sistem itu ialah sistem fagositosis, kamplemen, humoral dan seluler. Perlindungan kulit dan selaput lendir dengan gerak cilia yang aktip, bersama beberapa faktor, merupakan pertahanan nonspesifik. Peranan sistem humoral dan seluler edalah pertahanan yang spesifik. Sedangkan sistem fagositosis dan kamplemen merupakan pertahanan yang nonspesifik, yang mempunyai hubungan dengan pertahanan spesifik.

Tujuan akhir dari mekanisme pertahanan ini, adalah melindungi tubuh dari organisme penyebab infeksi atau penyakit. organisme tersebut dapat berupa virus,bakteri,jamur,protozoa atau Benda lainnya. Kekurangan pada jumlah maupun fungsi, salah satu atau lebih dari ke 4 sistem pertahanan tersebut menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi, atau infeksi berulang pada penderita. Keadaan itu, disebut "defisiensi imun".

Defisiensi imun primer terdapat pada satu diantara 2.500 penduduk umum, sedangkan pada penderita yang dirawat di rumah sakit, didapatkan prevalensi kurang lebih 1% . Dua pertiga dari penderita defisiensi imun berusia dibawah 15 tahun, 80% daripadanya adalah pria.

Defisiensi imun dapat terjadi sekunder, karena keganasan, malnutrisi, pemakaian chat sitostatik, penyakit metabolik, bermacam macam keadaan patolcgik dan infeksi sendiri dengan penyebab bermacarn macam. Sebagian besar penduduk dunia sedang dilanda penyakit infeksi,infestasi parasit dan malnutrisi. Diperkirakan prevalensi defisiensi imun sekunder beberapa kali lebih banyak dari yang primer. Kemajuan pengetahuan tentang defisiensi imun primer memungkinkan diterapkannya pola diagnostik yang sama pada defisiensi imun sekunder.

Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis defisiensi imun, pada ummnya canggih dan tidak dapat dilakukan di semua rumah sakit. Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan penyaring yang dapat dikerjakan di semua rumah sakit dan dapat dilakukan oleh seorang dengan latihan yang minimal, serta efektif dari segi keamanan dan biaya. Pemeriksaan penyaring yang dianjurkan, dapat menyaring kemungkinan diagnosis 75-98% kasus defisiensi imun.

Diabetes melitus adalah penyakit yang menyerang 1% dari penduduk dunia (6). Beberapa penelitian di Indonesia menunjukkan angka prevalensi sebesar 1.53-2.30%. Penyakit ini merupakan salah satu dari 20 penyakit terbesar, yang dirawat di bangsal penyakit dalam RSQ4. Salah satu tujuan pengontrolan penyakit ini adalah mencegah penyulit. Penyulit tersebut akan menjadi beban bagi penderita sendiri maupun petugas kesehatan yang menanganinya. Salah satu penyulit yang menambah beratnya penyakit dan paling banyak menyebabkan kematian penderita adalah infeksi. Infeksi merupakan salah satu faktor terjadi nya gangren diabetis pada kaki, yang memerlukan biaya yang tinggi dan waktu perawatan yang lama.

Hasil penelitian dari Daydade dkk, menyatakan bahwa fungsi fagositosis granulosit menurun pada diabetes tidak terkontrol, dan fungsi itu akan menbaik bila penyakit dapat dikontrol. "Pusat Diabetes Joslin" menganjurkan kriteria dan tujuan jangka pendek serta jangka panjang untuk pengontrolan penyakit diabetes. Salah satu diantaranya adalah mencegah penurunan fungsi fagositosis.
1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iskandar Hardjadinata
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1986
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lillah
Abstrak :
ABSTRAK
Pada waktu sekarang VDRL dan TPHA telah direkomendasi oleh WHO sebagai pemeriksaan penyaring penyakit sifilis dan FTA ? Abs sebagai tes konfirmasi.

Dengan tujuan untuk mendapatkan prevalensi VDRL reaktif, maka dilakukan pemeriksaan VDRL terhadap 2531 sampel yang berasal dari kelompok risiko tinggi. Kelompok WTS, pramuria dari kelab malam dan panti pijat, serta waria sejumlah 1973 sampel, penghuni lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan 509 sampel, serta panti asuhan yang merawat penderita ketergantungan obat 49 sampel.

Persentase VDRL positif terbesar ditemukan pada waria. Terlihat kecenderungan peningkatan VDRL positif pada kelompok WTS. Pada penghuni lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan VDRL positif cukup tinggi. Dari penghuni panti asuhan tidak ditemukan hasil reaktif
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paul Zakaria DaGomez
Abstrak :
ABSTRAK
Prevalensi rinitis alergi dan asma alergi (RA3) Cukup tingi. Dermatophogoldes pteronysstnus (DP) dan dog dander (DD) sering menimbulkan alergi. Alergi sering dihubungkan dengan peningkamn kadar IgE dan adanya IgE spesifik. Penderita alergi yang diimunoterapi hiposensitisasi dan secara klinis membaik, terjadi penurunan kadar IgE dan peningkatan kadar 1gG4. IgG4 dikenal sebagai blocking antibody yang menghambat reaksi alergi. Dugaan bahwa IgG4 juga berperan sebagai IgE menimbulkan alergi masih kontroversial.

Tujuan peneiitian ini untuk mengetahui pola reaksi IgG penderita RA3 terhadap DP clan DD dengan alergennya serta kemungkinan ada fraksi antigen(f-Ag) DP dan DD yang sama BMnya dan sama antigenisitasnya. Untuk ini ada tiga kelompok serum yaitu I, senim penderita RA3 dengnn skin prick test,(SPT)+ terhadnp DP dan DD serta mempunyai aktivitas IgE anti-DP (lgmbp) dan Ig; ami-DD (1gE¢DD); II, mm RA; dengan SPT- terhadap DP dan DD serta tanpa IgEotDP dan IgEa.DD; III, serum orang sehat tanpn riwayat alergi.
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Purwanti
Abstrak :
Tujuan Pemeriksaan: Melakukan analisis nilai DNA EBV dalam serum penderita KNF Stadium Awal (I/II) dan Stadium Lanjut (III/IV). Material dan Metode: Sebanyak 83 serum darah penderita kanker nasofaring (ICNF) bClj8IliS undWerenzia1e¢ diambil sebelum pcmberian tempi. Sampel dibagi menjadi 2 group berdasarkan sistem TNM (UICC) dan didapatkan: 25 sampel berasal dari sennn pendcrita KNF stadium awal (I/ll) dan 58 dari penderita stadium Ianjut (III/IV). Mcnggtmakan real time pobwmerase chain reaction (PCR) dilakukan pengukuran kadar DNA EBV dengan LMP2 sebagai gen target. Perbedaan kadar DNA EBV ditentukan menggunakan analisa dcskriptif menggunakan test non parametrik antara penderita KNF stadium awal dan stadium lanjut dan terhadap status T,N dan M. Hasil: Pengukuran kadar senun DNA EBV pada penderita KNF stadium awa! (I/Il) sebelum memulai pengobatan, menunjukkan sebanyak I7 dari 25 sampei (66.7%) tidak terdeieksi adanya copy DNA EBV dan 8 sampe] (33.3%) terdeteksi. Pada penderita KNF stadium lanjut (Ill/IV), 37 dari 58 sampel (63.I5%) terdeteksi adanya copy DNA EBV dan 21 sampel (36.84%) tidak terdeteksi. Kadar DNA EBV pada penderim KNF stadium lanjut menunjukkan hasil yang lcbih tinggi dibandingkan dengan hasil penderita KNF stadium awal (median 24.8 copy/ml vs 0 copy/ml), dengan nilai cut off pada 7.15 copy/ml (sensitititas 60.3% dan spcsifisitas 72.0%). Kadar DNA EBV yang lcbih tinggi terdapai pula pada hasil pengukuran serum DNA EBV antara penderita KNF dengan status T3-T4, N2-N3 dan Ml dibandingkan dengan penderita KNF dengan status Tl-'I`2, N0-Nl dan M0. Kesimpulan: Pengukuran kadar serum DNA EBV merupakan cam yang potensial untuk membedakan antara pcnderita IONIF stadium awatl (l/ll) dan Qadium lanjut (III/IV) dengan perkiraaan nilai cut off pads 7.15 copy/ml. Termasuk pula untuk membedakan antara status T,N dan M. Pcngukumn kadar DNA EBV dapat menyempurnakan penggunaan sistem TNM pada tingkst molekuler. ......To analyze the difference of pretreatment serum EBV DNA concentration between early stage (l/II) and advance stage (Ill/IV) nasopharyngeal carcinoma (NPC) patient. Methodes: Eighty-three (83) pretreatment serum of undifferentiated with all stages of NPC were studied and devided into two groups: 25 samples cattle from early stage (I/II) NPCand 58samplesB~omadvancestage(IIl/IV)NPCasbyUlCCTNM staging system. LMP2 was used as target gene and the concentration were quantified by real-time polymerase chain reactant assay. EBV DNA concentration of the two groups were measured and the difference were accessed, including the T,N,M status with non parametric test. Result: Pretreatment EBV DNA serum concentration from early stage (I/ll) NPC patients showed: I7 of 25 sampels (66.7%) were undetectable for copy of EBV DNA, and 8 sampels (33.3%) were detectable. Pretreatment EBV DNA from advance stage NPC showed: 37 of 58 patiens (63.l5%) were detectable for copy of EBV DNA and 21 patients were not. Pretreatment EBV DNA serum consentration ti-om advance stage NPC showed higher senzm concentration than early stage (median 24.8 copylml vs 0 copy/ml), on cuz of point prediction at 7.15 copy/ml. Higher concentration as well, were found among those patients whose had T3-T4, N2-N3 and Ml stages compared with Tl-T2, N0-Ni and M0 stages NPC. Conclusion: EBV DNA semm concentration was found potential to differentiate between early and advance stage NPC, on out ojfpoinr prediction at 7.l5 copy/ml, as well as to differentiate T,N and M stages. EBV DNA measurement was good to improve UICC TNM staging system in clinical practice based, on molecular level.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
T32046
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Manuhutu, Ernst Johannis
1999
D1521
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Delta Fermikuri Akbar
Abstrak :
Leukemia mieloblastik akut (LMA) merupakan kelainan sel punca hematopoetik yang dikarakterisasi oleh ekspansi progenitor mieloid yang tidak terdiferensiasi. Mutasi NPM1 ekson 12 merupakan perubahan genetik yang paling sering diketahui pada pasien LMA dengan kariotipe normal. Saat ini belum ada penelitian tentang mutasi ekson 12 gen NPM1 tipe A pada populasi Indonesia, sehingga belum ada data dan laporan mengenai mutasi ekson 12 gen NPM1 tipe A pada populasi orang Indonesia. Penelitian ini memiliki tujuan umum yaitu mengetahui karakteristik mutasi ekson 12 gen NPM1 pada pasien LMA dewasa di RSCM dan RSKD dan tujuan khusus yaitu mengetahui frekuensi kejadian mutasi tipe A pada ekson 12 gen NPM1 dan mengetahui benar atau tidaknya bahwa mutasi tersebut ditemukan pada pasien LMA dewasa di RSCM dan RSKD dengan kariotipe normal. Penelitian bersifat deskriptif dengan desain potong lintang. Sampel diperiksa dengan teknik ASO-RT-PCR dan hasil negatif dilanjutkan dengan seminested-ASO-RT-PCR. Hasil penelitian memperlihatkan 8 sampel (24,24%) dari total 33 sampel terdeteksi positif mengalami mutasi tipe A dan mutasi tersebut lebih banyak ditemukan pada pasien LMA dewasa di RSCM dan RSKD dengan kariotipe abnormal. Saran dari penelitian ini yaitu perlu dilakukan studi dengan jumlah sampel lebih banyak dan perlu dilakukan sequencing untuk mengetahui tipe mutasi lain dari ekson 12 gen NPM1. ...... Acute Myeloid Leukemia (AML) is a hematopoietic stem cell disorders characterized by expansion of myeloid progenitors that are not differentiated. Exon 12 NPM1 mutations are the most frequent genetic alterations detected in AML patients with normal karyotype. Currently there is no study on type A exon 12 NPM1 gene mutation in Indonesian population. The general objective of this study was to determine the characteristic of exon 12 NPM1 gene mutation in adult AML patients at RSCM and RSKD. While the specific objectives were to determine the frequency of type A exon 12 NPM1 gene mutation and to observe if this mutation was found on adult AML patients with normal karyotype. This research was designed as a cross sectional descriptive study. Samples were examined for type A mutation in exon 12 NPM1 gene using ASO-RT-PCR technique followed by seminested-ASO-RT-PCR for samples showing negative result. From this study, we found that 8 samples (24.24%) from a total of 33 samples were positively detected for type A mutation. In addition, we also found that this mutation was more frequent in adult AML patients with abnormal karyotype. Further study with larger number of samples and analysis by DNA sequencing is needed to better characterize this type A mutation and to find other type of mutation in exon 12 NPM1 gene respectively.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adityawati Ganggaiswari
Abstrak :
Latar belakang : Beberapa data dari luar negri menunjukkan kanker kolorektal predominan terjadi pada populasi usia yang lebih tua (lebih dari 60 tahun). Kanker kolorektal yang terjadi pada usia lebih muda (kurang dari 40 tahun) hanya berkisar antara 3-6%. Dari penelitian terdahulu dilaporkan bahwa kanker kolorektal pada pasien usia muda cenderung memiliki gambaran perilaku tumor yang agresif dengan prognosis buruk. Pada beberapa penelitian, progresivitas dan prognosis yang buruk pada kanker kolorektal, dikaitkan dengan peristiwa angiogenesis. VEGF merupakan salah satu sitokin poten yang terlibat dalam proses angiogenesis seh.ingga tingginya kadar ekspresi VEGF berhubungan dengan progresivitas penyakit yang 1ebih tinggi dan prognosis yang burnk. Cancer-associated stroma mengalami perubahan-perubahan dinamis yang menyerupai reaksi penyembuhan luka, disebut sebagai reaksi desmoplastik. Reaksi ini didukung terutama oleh aktivasi "myofibroblas;'. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa myofibroblas mempuuyai peran untuk roemfasilitasi tumorigenesis dan progresi beberapa karsinoma, dan dikenal sebagai suatu petanda penting yang potensial untuk diagnosis, pengobatan dan prognosis kanker. Hasil : Pada penelitian ini terlihat ekspreSi VEGFA tidak berbeda, namun terdapat perbedaan yang bennakna pada reaksi desmoplastik usia muda dibanndingkan pada usia tua. Nampak pula hubungan yang sejaJan antara ekspresi VEGF-A positif kuat dengan reaksi desmoplastik yang keras pada kanker kolorektal usia muda. Hal ini menyokong hepotesa kedua dan ketiga dari penelitian ini. Kesimpulan : Progresivitas penyakit yang lebih tinggi dan prognosis yang buruk pada pasien kanker kolorektal usia muda kemungkinan disebabkan oleh faktor-faktor lain selain VEGF, yang masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
T32365
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library