Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eveline Marceliana Liman
"Ruang lingkup dan metodologi : Keberhasilan perawatan endodontik sangat dipengaruhi oleh tindakan preparasi saluran akar, terutama pada daerah 113 apeks. Preparasi saluran akar pada daerah ini merupakan tahap yang paling sulit dan lama yang dapat menyebabkan stress dokter gigi. Hal ini disebabkan oleh faktor anatomi dan morfologi sistim saluran akar yang sangat kompleks, keterbatasan kemampuan alat serta kemampuan operator. Sampai saat ini jarum endodontik tipe File K manual masih dianggap yang terbaik namun masih terdapat keterbatasan dalam hal membersihkan dan kecepatan preparasi saluran akar. Kehadiran henpis Canal Leader (CL) yang menggerakkan jarum endodontik secara helicoidal dan diikuti dengan sistim irigasi merupakan hal yang menjanjikan. Untuk membuktikannya secara SEM dilakukan penelitian yang memperlihatkan perbedaan kemampuan antara CL dan File K manual dalam membersihkan saluran akar. Evaluasi kebersihan difokuskan pada daerah 2 mm dari apeks.
Hasil dan kesimpulan : Hasil preparasi saluran akar dengan CL lebih bersih dibandingkan File K manual, meskipun secara statistik tidak berbeda bermakna (chi-square p value = 0,065; P > 0,05). Waktu instrumentasi CL lebih cepat dari manual walaupun secara statistik tidak berbeda bermakna (t-test, p value = 0,794; P > 0,05).
"
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Nursasongko
"ABSTRAK
Akhir-akhir ini telah dikembangkan bahan tumpatan
'high-copper" amalgam untuk meningkatkan mutu amalgam
konvensional. High-copper amalgam mempunyai nilai 'creep'
lebih rendah, kekuatan kompresif lebih tinggi, dan lebih
tahan terhadap korosi. Namun pola kebocoran mikro pada tepi
tumpatan 'high-copper' amalgam ini menurut beberapa peneliti
tidak berbeda dengan amalgam konvensional. Kebocoran mikro
pada tepi tumpatan amalgam terjadi akibat adanya perubahan
dimensi bahan tumpatan amalgam didalam kavitas gigi selama
mengeraS. Salah satu usaha untuk mencegah kebocoran mikro
ini adalah dengan pemberian pernis pada dinding kavitas.
Untuk mengetahui peran pernis dalam mencegah kebocoran mikro
pada tepi tumpatan 'high-copper' amalgam, dilakukan
penelitian terhadap 160 gigi tetap manusia yang ditumpat
dengan 'high-copper' amalgam dengan pernis dan tanpa pernis.
Kebocoran dinilai dengan menggunakan zat warna biru metilen
setelah 24 jam dan 7 hari. Dari hasil penelitian terlihat
bahwa kebocoran mikro pada tepi tumpatan 'high-copper'
amalgam tanpa lapisan pernis ternyata lebih besar
dibandingkan dengan tumpatan 'high-copper'. amalgam dengan
pernis, baik pada dinding kavitas maupun pada permukaan
tumpatannya. Karenanya, lapisan pernis pada tumpatan 'high-
copper' amalgam dapat dinilai cukup efektif dalam mencegah
kebocoran mikro pada tepi tumpatan.

"
1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daru Indrawati I.S.
"ABSTRAK
Penelitian pada 30 sediaan resin komposit mikrofil yang dicelupkan ke dalam teh dengan tujuan untuk mengetahui perubahan warna yang ditimbulkan. Pengaruh perlekatan teh dilihat pada permukaan resin komposit yang memakai matriks strip plastik tanpa pemolesan dan dengan pemolesan. Tiga puluh sediaan dengan ukuran 6 x 6 mm dan tebal 2 mm dibagi menjadi 3 kelompok, tidak dipoles, langsung dipoles, dan dipoles setelah 24 jam masing-masing 10 buah. Lima sediaan dari tiap-tiap kelompok direndam dengan larutan teh dan air selama 5 menit setiap hari dalam jangka waktu 7, 14, dan 28 hari. Pemeriksaan perubahan warna permukaan resin komposit dilakukan dengan TLC Scanner.
Hasil penelitian dengan tes anova menunjukkan ada perbedaan perubahan warna namun tidak bermakna setelah perendaman teh selama 7, 14, dan 28 hari baik pada sediaan tidak dipoles, yang langsung dipoles, maupun yang dipoles setelah 24 jam (P > 0.05). Secara tes t memperlihatkan perubahan warna yang bermakna pada kelompok yang direndam teh dibandingkan dengan kelompok kontrol (P < 0.05)."
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
C. Rini Suprapti
"ABSTRAK
Kista rahang sering dijumpai pada Poliklinik Bedah Mulut Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Dari penelitian terdahulu diperoleh data bahwa jenis kista yang paling sering ditemukan yaitu kelompok Kista Odontogenik. Oleh karena data lengkap kista Odontogenik belum ada pada bagian / Poliklinik Bedah Mulut Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, maka penulis merasa tertarik untuk meneliti frekuensi dan distribusi Kista Odontogenik pada pasien yang datang ke Poliklinik Bedah Mulut Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo mulai bulan Januari 1987 sampai dengan Desember 1988.
Tanda-tanda fisik dan gejala kista dapat dikenal secara klinik namun tergantung pada keadaan kista. Pada stadium awal biasanya tidak menimbulkan keluhan pada pasien. Kista yang masih dalam ukuran kecil sering ditemukan secara kebetulan misalnya pada waktu dilakukan pemeriksaan radiografik. Pada stadium lanjut pasien akan merasakan adanya benjolan bahkan sampai terjadi deformitas muka. Gejala radang dapat timbul bilamana kista mengalami infeksi. (1,2)
Kista Odontogenik adalah kista yang timbul dari epitel yang diperlukan pada waktu pembentukan gigi. (1,3,4,5) Menurut Killey, Kista Odontogenik dibedakan dalam 3 tipe yaitu Kista Periodontal, Dentigerous, dan Primordial. (5)
Kista Periodontal merupakan salah satu kelompok Kista Odontogenik yang paling sering ditemukan, dan dapat terjadi pada bagian apikal, sisi akar, atau pada lokasi bila gigi penyebabnya telah diekstraksi. (1,2,4,5)
Kista Dentigerous terjadi pada sekitar mahkota gigi yang tidak erupsi. Kista ini terbentuk setelah mahkota gigi mengalami kalsifikasi. Ditinjau dari hubungannya dengan gigi dapat dibedakan: tipe Perikoronal, Lateral, dan Sirkumferensial. Kista Primordial terjadi karena adanya perubahan kistik pada bagian dalam dental lamina sebelum terbentuk jaringan keras gigi. Kista ini dapat terjadi dimana saja pada rahang, namun lokasi tersering yaitu pada rahang bawah daerah Posterior. (1,435,6,7) Kista ini juga disebut Odontogenic Keratocyst.
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan klinik, radiografik, pemeriksaan punksi aspirasi cairan kista, pengamatan selama operasi pengangkatan kista. dan pemeriksaan histopatologik. Tindakan terapi umumnya dilakukan enukleasi, tetapi dapat pula dilakukan marsupialisasi, atau kombinasi antara marsupialisasi dan enukleasi pada tahap selanjutnya.
"
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwi Werdiningsih DM
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan sealing dua macam sealer, dengan liquid eugenol dan sealer tanpa eugenol sebagai perekat gutta-percha pada penutupan saluran akar. Enam puluh delapan saluran akar lures dari gigi-gigi yang baru dicabut, dipreparasi secara konvensional sampai 1 mm dari apeks dengan file no. 60. Foramen apikal ditembus dengan file no.25 untuk mendapatkan keseragaman diameter. Tiga puluh akar gigi diisi gutta-percha dengan sealer AH-26 (tanpa eugenol), dan 30 lainnya dengan gutta-percha dengan sealer proco-sol (mengandung eugenol). Empat saluran akar diisi dengan gutta-percha saja sebagai kontrol positif, 4 saluran akar lain dibiarkan kosong dengan apeks yang ditutup sticky wax sebagai kontrol negatif. Kebocoran pengisian saluran akar diukur dengan dye penetration tinta Petikan hitam, dengan interval waktu rendaman 1 dan 15 hari setelah pengerasan sealer 48 jam. Evaluasi dilakukan dengan Stereo mikroskop untuk melihat kebocoran vertikal dan horisontal. Hasil penelitian dengan tes Anova menunjukkan kemampuan sealing Proco-Sol lebih rapat secara bermakna. Waktu rendaman 1 dan 15 hari ternyata tidak mempengaruhi besar kemampuan sealing. Kesimpulan yang dapat ditarik pada penelitian ini ialah bahwa Proco-Sol memberikan kwalitas penutupan lebih rapat dibanding sealer AH-26."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghardini Ow
"ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah guna mengetahui kebocoran antara tumpatan resin komposit lama dan baru dengan merek dan jenis yang sama maupun berbeda. Penelitian dilakukan secara invitro pada 68 lempeng komposit yang dibagi menjadi 2 kelompok yang terdiri atas'10 Hybrid dan 20 Mikrofil. Satu kelompok direndam dalam air selama satu hari, yang lainnya direndam selama tujuh hari. Kemudian dibuat 3 kelompok terdiri atas kombinasi resin komposit Hybrid-Hybrid, Hybrid-Mikrofil, Mikrofil-Mikrofil. Dan semua lempengan ini direndam dalam metylen biru 2% selama satu hari. Untuk mengukur penetrasi zat warna digunakan mikroskop stereo merek Nikon.
Data kebocoran dianalisa dengan ANOVA 2 arah dan t test.
Diperoleh hasil bahwa pada perendaman satu hari dan tujuh hari, kebocoran antara komposit lama dan baru yang merek dan jenisnya sama lebih kecil daripada resin komposit yang merek dan jenisnya berlainan.
"
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, C.M.T
"ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang gejala klinik akibat odontektomi gigi M3 bawah impaksi, dengan menggunakan alat pahat dan bor terhadap 36 pasien.
Penelitian tersebut dibagi dalam dua kelompok sama besar. Reaksi jaringan seoara klinik akibat odontektomi tersebut dievaluasi pada hari pertama, ketiga dan ketujuh. Gejala klinik yang dievaluasi dikelompokkan dalam :
- Sembuh, tanpa gejala
- Ringan; dengan satu gejala, masing»masing gejala dianggap setara
- Sedang; dengan dua gelaja '
- Barat; dengan tiga atau lebih gejala.
Analisa data dilakukan secara Chi-kwadrat dan Kolmogorov~Smirnov dalam dua tahap, yaitu:
1. Tes Chi-kwadrat pada kelompok pahat dan bor ditinjau dari segi umur, seks, letak gigi (kanan/kiri), Penyebaran akar dan lamanya operasi, menunjukkan bahwa kedua kelompok tersebut homogen,
2. Tas Kolmogorov-Smirnov pada kelompok pahat dan bor ditinjau dari gejala kliniknya, meliputi sembuh tanpa gejala, ringan, sedang dan berat menunjukkan basil sebagai berikutr Setiap kategori tersebut pada setiap hari pemeriksaan menunjukkan bahwa peralihan dari keadaan yang berat sampai sembuh tanpa gejala pada kelompok pahat lebih oepat dibandingkan kelompok bor. `
Dari hasil analisa dapat disimpulkan bahwa meskipun pemakaian pahat tampak lebih menakutkan, namun gejala klinik yang diakibatkannya lebih ringan dibandingkan kelompok bor, yaitu pada: pembengkakan pada hari ketiga, rasa nyeri pada hari kesatu dan ketiga, dan trismus pada hari kesatu.
Pembengkakan adalah akibat paling dominan baik pada penggunaan pahat maupun bor. Pembengkakan disertai rasa nyeri dan trismus tampaknya tinggi pada pemakaian bor.
Terdapat keoenderungan pada pasien untuk menolak operasi odontektomi menggunakan pahat karena faktor psikik.
"
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pangerapan, Elizabeth
"ABSTRAK
Restorasi amalgam sampai sekarang masih digunakan oleh
dokter gigi. untuk memperbaiki struktur gigi belakang yang
rusak atau hilang karena cara kerjanya mudah, kebaikan sifat
fisiknya dan harganya relatif murah.
Masalah yang sering terjadi pada restorasi amalgam
adalah terjadinya kanes sekunder akibat kebocoran mikro
maupun akibat pecahnya bagian tepi restorasi. Salah satu
usaha untuk mengatasi masalah tersebut adalah menggunakan
bahan bonding resin adhesif untuk mengikat amalgam dan
jaringan gigi secara kimiawi dan mekanik. Tehnik ini disebut
sebagai restorasi bonded amalgam.
Telah dilakukan penelitian secara in vitro mengenai
perbedaan kekuatan ikat resin adhesif pada restorasi
amalgam tembaga rendah dan restorasi bonded amalgan
tinggi. Penelitian ini dilakukan secara laboratorik
buah gigi premolar/molar permanen manusia. Bahan yang
digunakan adalah resin adhesif Panavia-Ex, amalgam tembaga
rendah dan amalgam tembaga tĂ­nggi yang mempunyai type
partikel yang sama, yakni ?lathe-cut?. Kekuatan ikat ?shear?
dan kekuatan ikat kompresi diuji dengan alat ui Instron dan
ciihitung dalam MPa.
Dari hasil uji kekuatan ikat shear dan kekuatan ikat
kompresi ternyata kekuatan ikat restorasi bonded amalgam
tembaga rendah lebih besar daripada amalgam tembaga tinggi.
Dengan pengkajian secara statistik menggunakan ANOVA TWO
WAYS, memberikan perbedaari yang bermakna. Ini menunjukkan
bahwa resin acihesif lebih kuat terikat pada amalgam tembaga
rendah danipada amalgam tembaga tinggi dan penggunaan resin
adhesif dapat rnenambah kekuatan tepi restorasi amalgam.
"
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tut Wuri Andajani
"Latar belakang :
Ameloblastoma adalah tumor sejati dari jaringan sejenis organ email, tumbuh intermitten dan dapat mengadakan invasi lokal. Secara histopatologik bersifat jinak, sering kambuh sehingga tumor ini disebut bersifat locally malignant dan umumnya tidak bernetastasis. Ada 2 tipe yaitu pleksiform dan folikular yang secara klinik sama dan secara mikroskopik tidak berpengaruh pada perangai biologik tumor. Berbeda dengan basalioma yang secara histopatologik ganas. Lesi odontogenik lain yaitu odontogenik keratosis yang mempunyai sifat agresifitas yang tinggi sehingga daya kambuhannya juga tinggi.
Untuk mengetahui agresifitas ameloblastoma dapat digunakan pewarnaan yang dapat mengetahui daya proliferasi sel yaitu dengan Ki-67 yang dapat digunakan untuk memperkirakan perkembangan jaringan normal, reaksi jaringan dan jaringan neopiastik Sedangkan untuk mengetahui ekspresi protein yang berhubuiagan dengan keganasan digunakan pewarnaan p53.
Bahan dan cara kerja :
47 kasus ameloblastoma terdiri dari 30 kasus pleksiform dan 17 kasus folikular. Masing-masing kasus dibuat 2 buah sediaan yang masing-masing diwaniai dengan Ki-67 dan p53. Kemudian setiap sediaan dilakukan penghitungan terhadap sel yang terwarnai coklat 1 kecoklatan diantara 1000 sel yang ada dan dilakukan 2 kali dalam waktu yang berbeda & Nilai yang didapat digunakan sebagai data yang perhitungan statistiknya mengg nalcan statistik non-parametrik Krsiral-~Yallis.
Hasil :
Indeks proliferasi Ki-67 berkisar 7 - 99 untuk ameloblastoma tipe pleksiform dengan nilai rata-rata 39,23. Sedangkan tipe folikular 8 - 77 dengan nilai rata-rata 33,59_ Dengan perhitungan statistik tidak berbeda bermakna ( p>0,05)_ Dengan p53 hanya 12 dari 47 kasus yang positif dengan nilai rata-rata 3,16 untuk tipe pleksiformn, sedangkan untuk tipe folikular hanya positif 2 kasus dengan nilai 0,71. Dengan statistik diperoleh hasil tidak berbeda bermakna (p>0.05). Sebagian besar kasus terletak pada rahang bawah, clan lebih sering mengenai penderita laki-laki. Ditemukan 6 kasus kambuhan, 5 mengenai penderita perempuan berumur 23 -- 35 tahun. Dari 6 kasus tersebut, 5 kasus ditemukan pads ameloblastoma tipe pleksifonn.
Kesimpulan :
- Nilai ekspresi Ki-67 dan protein p53 pada ameloblastoma tipe pleksiform cenderung lebih tinggi dibandingkan tipe folikular, sungguhpun secara statistik tidak berbeda makna.
- Nilai Ki-67 pada ameloblastoma bila dibandingkan dengan kista odontogenik lainnya mempunyai sifat kambuhan dan agresifitas mirip Odontogenic keratocyst.
- Positifitas protein p53m pads ameloblastoma tidak menunjukkan bahwa ameloblastoma ini termasuk tumor ganas.
- Berdasarkan penelitian ini belurn dapat untuk prediksi perjalanan tumor."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
T618
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widurini Djohari
"BASTRAK
Kerusakan gigi molar satu rahang atas frekuensinya Cukup tinggi dan sering disertai kelainan pulpa. Perawatan saluran akar pada gigi ini memerlukan keterampilan yang ditunjang oleh pengetahuan anatomi dan morfologi a.l. panjang gigi, bentuk penampang saluran akar, jumlah akar, jumlah saluran akar, dan letak orifis. Dalam perawatannya sering dijumpai kesulitan menentukan letak apeks, karena pedoman ukuran yang ada berdasarkan ukuran gigi orang Amerika atau Eropa. Belum ada pedoman yang berdasarkan ukuran gigi orang Indonesia.
Dari sampel 50 gigi molar satu atas yang dicabut dari klinik gigi di Jakarta, diukur panjang gigi dari masing-masing apeks akar Palatal, Mesio Bukal, Disto Pukal ke bidang oklusal dengan mikrometer. Dihitung jumlah akar, jumlah saluran akar, dan dicatat bentuk penampang saluran akar 5 mm dari apeks, dan konfigurasi letak oriifis.
Dari hasil pengukuran diperoleh panjang gigi rata-rata dari apeks akar palatal 19,47 mm, dari apeks akar mesio bukal 19,14 mm dari apeks akar disto bukal 18,41 mm. Dari hasil pengamatan, semua gigi mempunyai tiga akar, dan diperoleh lebih banyak gigi dengan tiga saluran akar (98 %). Dari gambaran konfigurasi letak orifis diperoleh bentuk "7" (60 %),lebih banyak dibanding bentuk "Y" (16 %) dan bentuk "T" (18 7.). Dari pengamatan bentuk penampang saluran akar, terbanyak diperoleh bentuk bulat pada akar disto bukal (82 7.), dan bentuk Blips pada akar palatal (36 %). Selain itu diperoleh pula bentuk ginjal pada akar disto bukal (4%), dan bentuk pipih pada akar mesio bukal (14 %).
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library