Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Niko Falatehan
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang : Gangguan fonetik seringkali dialami oleh pasien yang baru memakai gigi tiruan lepas, namun dalam praktek sehari-hari fungsi fonetik seringkali terabaikan oleh dokter gigi. Salah satu penyebab terjadinya gangguan fonetik adalah karena palatum tertutup oleh basis gigi tiruan, sehingga fungsi palatum sebagai salah satu alat bicara terganggu terutama pada pengucapan konsonan linguo-palatal.

Untuk mengevaluasi gangguan fonetik biasanya digunakan palatogram, yaitu gambaran yang terbentuk pada daerah palatum yang berkontak dengan lidah saat berlangsungnya suatu aktifitas spesifik, biasanya saat aktifitas berbicara.

Tujuan : untuk mendapatkan metode baru dalam memprediksi adaptasi pemakai gigi tiruan penuh rahang atas berdasarkan palatogram konsonan linguo-palatal Bahasa Indonesia. Diharapkan pasien mampu mengucapkan konsonan linguo-palatal, khususnya huruf ‘s’ dan 'z’.

Bahan dan Cara : Subjek penelitian adalah 40 orang pemakai gigi tiruan penuh (GTP) yang terdiri dari 20 laki-laki dan 20 perempuan, dengan rentang usia antara 30-80 tahun. Dibuat palatogram pada gigi tiruan penuh rahang atas (GTP RA), dengan cara subjek diinstruksikan untuk mengucapkan bunyi desis ‘s’ dan ‘z setelah bagian palatal GTP RA dioleskan pressure indicator paste. Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan desain potong lintang. Penelitian ini dianalisis dengan analisis univariat, bivariat (uji T tidak berpasangan) dan multivariat (uji repeated ANOVA).

Hasil : Pemakai GTP RA membutuhkan waktu 10-14 hari untuk mampu beradaptasi terhadap pengucapan konsonan linguo-palatal S – Z. Nilai mean subjek saat pengucapan huruf ‘s’ dan ‘z’ yang dapat dilakukan dengan baik dan jelas adalah 920,63 dan 987,31, dengan deviasi standar 92,28 dan 107,61.

Kesimpulan : Didapatkan metode baru untuk menilai adaptasi pemakai GTP rahang atas, berdasarkan palatogram konsonan linguo-palatal Bahasa Indonesia.
ABSTRACT
Introduction : Phonetic interference often occurs on a new removable denture wearer, but phonetic is usually ignored by dentist in daily practice. The removable denture base that covers palate is one of the phonetic interference causes. Denture base interfere the palate to function, as one of the speech instrument, especially in pronouncing linguo-palatal consonant.

Phonetic interference can be evaluated by a palatogram. Palatogram is a graphic representation of the palate area that contacts by the tongue during a specified activity, usually speech.

Aim : to obtain a new method in predicting the adaptation of upper complete denture wearer based on the palatogram of Indonesian linguo-palatal consonant, in order to be able to pronounce linguo-palatal consonant, especially ‘s’ and ‘z’.

Material and method : There are 40 participants on this study, consists of 20 males and 20 females, by an age range between 30-80 years old. The subject was asked to and palatogram record was taken on upper complete denture by instructing the subject to pronounce ‘s’ and ‘z’, after some PIP is put on palatal plate. This study is an analytic observational with cross sectional design. This study was anaylzed with univariat, bivariat (Unpaired T-test), and multivariat analysis (Repeated ANOVA test).

Result : Upper denture wearer need 10-14 days to adapt with ‘s’ and ‘z’ consonant. The subject’s means in phonetic ‘s’ and ‘z’ are 920,63 and 987,31, with standard deviation are 92,28 and 107,61.

Conclusion : a new method in evaluating the adaptation of upper complete denture wearer was obtained based on the palatogram of Indonesian linguopalatal consonant.
2013
T33185
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syahrial
Abstrak :
Latar belakang: Tingkat pengetahuan kesehatan gigi mulut dan status gigi tiruan merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas hidup lansia. Namun, belum ada alat ukur tingkat pengetahuan kesehatan gigi mulut di Indonesia. Tujuan: Mendapatkan alat ukur tingkat pengetahuan kesehatan gigi mulut, menganalisis hubungan tingkat pengetahuan kesehatan gigi mulut dan status gigi tiruan terhadap kualitas hidup lansia. Metode: Cross-sectional pada 101 lansia. Pencatatan data dan pemeriksaan intraoral. Wawancara pengisian kuesioner tingkat pengetahuan kesehatan gigi mulut dan kualitas hidup lansia. Hasil: Uji validitas dan reliabilitas menunjukkan hasil yang baik. Jenis kelamin (p=0.000), tingkat ekonomi (p=0.004), letak geografis (p=0.000), dan OHI-S (p=0.013) memiliki hubungan bermakna terhadap tingkat pengetahuan kesehatan gigi mulut. Tingkat ekonomi (p=0.006) dan OHI-S (p=0.001) memiliki hubungan bermakna terhadap kualitas hidup. Hanya 24 subyek yang menggunakan gigi tiruan. Kesimpulan: Diperoleh alat ukur tingkat pengetahuan kesehatan gigi mulut yang valid dan reliabel. Di pedesaan tingkat pengetahuan kesehatan gigi mulut dan permintaan gigi tiruan yang rendah dibandingkan dengan di perkotaan. Faktor yang paling mempengaruhi kualitas hidup lansia adalah OHI-S dan tingkat ekonomi. ...... Background: The level of knowledge of oral health and dental denture status is a factor that affects the quality of life of the elderly. However, there is no measuring instrument level of knowledge of oral health that have been estabelished in Indonesia. Objective: Obtaining measuring instruments of oral health knowledge, analyzing the correlation between oral health knowledge, denture status on quality of life of the elderly. Methods: Cross-sectional study in 101 elderly. Data recording and intraoral examination. Interview questionnaire for oral health knowledge and quality of life of the elderly. Results: Validity and reliability showed good results. Gender (p=0.000), economic level (p=0.004), geographic factor (p= 0.000), and OHI-S (p=0.013) statistically siqnificant to the level of knowledge of oral health. Economic level (p=0.006) and OHI-S (p=0.001) statistically significant to quality of life. Only 24 subjects wear denture. Conclusion: Obtained level measuring instruments dental oral health knowledge valid and reliable. In rural areas have a level of knowledge of oral and dental health of denture demand lower than in urban areas. The factors that most affect the quality of life of the elderly is OHI-S and economic levels.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Antonius Sutanto Budiman
Abstrak :
[ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan jenis kelamin terhadap penentuan jarak bidang labial gigi anterior ke papila insisiva pada ras Deutero Melayu. Penelitian potong lintang ini menggunakan model rahang atas dari 105 mahasiswa (53 orang laki-laki dan 52 orang perempuan) FKG UI ras Deutero Melayu. Pada model tersebut difoto dan dilakukan 6 macam pengukuran (IMP, IP, IIC,ICP, CP, ICA) pada hasil foto. Hasil 6 macam pengukuran (IMP, IP, IIC, ICP, CP, ICA) dapat diterapkan pada ras Deutero Melayu. Terdapat hubungan jenis kelamin pada pengukuran IIC,CP, ICA.
ABSTRACT
The aim of this study was to analize the relationship between gender and papilla incisive as a guide to arrangement of anterior maxillary teeth based on Deutero Melayu race. A cross-sectional study using maxillary stones casts from 105 dental students (53 male and 52 female) in Faculty of Dentistry Universitas Indonesia. A standardized photograph was made for 6 measurements (IMP, IP, IIC, ICP, CP, ICA). The evaluation of 6 measurements can be used as a guide in arrangement of anterior maxillary teeth based on Deutero Melayu. There is significant gender difference in IIC, ICP, and CP measurements, The aim of this study was to analize the relationship between gender and papilla incisive as a guide to arrangement of anterior maxillary teeth based on Deutero Melayu race. A cross-sectional study using maxillary stones casts from 105 dental students (53 male and 52 female) in Faculty of Dentistry Universitas Indonesia. A standardized photograph was made for 6 measurements (IMP, IP, IIC, ICP, CP, ICA). The evaluation of 6 measurements can be used as a guide in arrangement of anterior maxillary teeth based on Deutero Melayu. There is significant gender difference in IIC, ICP, and CP measurements]
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Farida Nurlitasari
Abstrak :
Latar belakang: Kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu faktor untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Salah satu masalah kesehatan gigi dan mulut yang sering ditemukan pada lansia adalah kehilangan gigi. Pembuatan gigi tiruan diharapkan dapat memperbaiki keadaan kehilangan gigi, baik dari segi fungsi, estetik, psikologis dan sosial. Kebutuhan gigi tiruan tidak sama dengan permintaan gigi tiruan. Alat ukur kuesioner kebutuhan subjektif dan permintaan gigi tiruan diharapkan dapat mengukur kebutuhan subjektif dan permintaan gigi tiruan pada lansia.Faktor lokal dan sosiodemografi dapat mempengaruhi proses perubahan kebutuhan menjadi permintaan. Tujuan: Tujuan penelitian ini untuk menganalisis faktor yang berperan terhadap permintaan gigi tiruan pada lanjut usia. Metode: Subjek penelitian terdiri dari 100 orang lansia yang berusia 60 tahun keatas. Subjek diminta menjawab kuesioner kebutuhan dan permintaan gigi tiruan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Kemudian dilakukan pemeriksaan rongga mulut untuk memeriksa kehilangan gigi dan penggunaan gigi tiruan. Pada tahap pertama dilakukan uji validitas dan reabilitas kuesioner kebutuhan dan permintaan gigi tiruan, tahap kedua dilakukan uji potong lintang. Hasil: Uji validitas dan reabilitas alat ukur ini menunjukkan hasil yang baik, sehingga dapat digunakan sebagai alat ukur kebutuhan subjektif gigi tiruan dan permintaan gigi tiruan. Analisis data menggunakan uji Chi Square dan regresi logistik menunjukkan bahwa kebutuhan subjektif dan biaya perawatan mempunyai hubungan yang bermakna dengan permintaan gigi tiruan (p<0,05). Biaya perawatan merupakan faktor yang paling berperan terhadap permintaan gigi tiruan (OR = 3,55). Kesimpulan: Alat ukur kebutuhan subjektif dan permintaan gigi tiruan valid dan reliabel. Faktor yang paling menghambat permintaan gigi tiruan adalah biaya perawatan. ...... Background: Oral health of the elderly is a part of optimal quality of life. Tooth loss is a common oral health problem in elderly. The objective of tooth replacement is the rehabilitation of function, esthetics, psychological and social. Need does not always lead to demand of the treatment. Perceived need and demand for denture questionnaire tools was expected to estimate perceived need and demand of denture in elderly. The process between need and demand closely related to local factors and socio demographic factors. Objective: To analysis factor influenced the demand of the dentures in elderly. Method: A survey was performed to 100 elderly. The subject was questioned with the perceived need and demand questionnaire tools and factors which influenced demand of the denture. Oral and dental examination was performed to examined tooth loss and denture worn. The survey was analysis in two steps, the first step was to investigated the validity and reliability of the questionnaire tools and the second step was a crosssectional design. Result: The reliability and validity had good result. Analysis used Chi Square and logistic regression showed perceived need and cost were significantly associated with demand of the denture (p<0,5). Cost had the strongest association with the demand of the denture (OR=3,55). Conclusion: The questionnaire tools is valid and reliable to measure the perceived need and demand of the denture in elderly. Cost had the highest impact as a barrier on the demand of the denture.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
T31597
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
William
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang : Gigi tiruan penuh yang estetis dipengaruhi oleh pemilihan gigi anterior. Selain itu, susunan gigi anterior merupakan faktor yang menciptakan efek estetis. Terdapat berbagai tipe penyusunan gigi anterior. Teori dentogenik menjabarkan tipe maskulin untuk pria, tipe feminin untuk wanita, dan tipe “denture”. Akan tetapi tidak ada aturan baku yang menyatakan konsep mana yang paling estetis. Persepsi setiap orang terhadap estetik berbeda-beda. Saat proses pembuatan gigi tiruan, dokter gigi dan pasien dapat memiliki persepsi yang berbeda terhadap estetik yang dihasilkan gigi tiruan yang akan dibuat. Setidaknya, efek estetik gigi tiruan dapat menghasilkan penampilan mirip dengan gigi asli dan sesuai dengan wajah pemakainya. Adanya susunan gigi anterior yang bermacam-macam dan persepsi setiap individu yang dapat berbeda, maka penentuan estetik dalam pembuatan gigi tiruan merupakan suatu tantangan. Tujuan : untuk menganalisis persepsi orang awam dan dokter gigi terhadap susunan gigi anterior gigi tiruan penuh. Bahan dan Cara : Subjek penelitian terdiri dari 37 orang awam dan 37 orang dokter gigi. Pasien terdiri dari 1 orang pria dan 1 orang wanita. Masing-masing pasien dibuatkan gigi tiruan malam dengan 3 susunan gigi anterior yang berbeda. Dibuat foto pasien yang sedang memakai gigi tiruan malam tersebut saat tersenyum lebar, sehingga didapat 3 foto untuk masing-masing pasien. Subjek penelitian diminta untuk menjawab kuesioner berdasarkan foto-foto pasien yang diamatinya. Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik observasional cross sectional. Penelitian ini dianalisis dengan uji tes Kappa. Hasil : Terdapat persamaan persepsi antara orang awam dan dokter gigi. Pada foto pasien pria, orang awam dan dokter gigi memilih susunan gigi anterior tipe maskulin, demikian pula pilihan pada foto pasien wanita. Kesimpulan : Tipe maskulin merupakan tipe susunan gigi anterior yang dipilih untuk pasien pria dan wanita berdasarkan persepsi orang awam dan dokter gigi.
ABSTRACT
Introduction : Complete denture is aesthetically influenced by the selection of anterior teeth. In addition, the arrangement of the anterior teeth are factors that create aesthetic effects. There are various types of anterior tooth arrangement. Dentogenic theory described masculin type for male and feminin type for female, beside those, there are denture type. There is no rule that states what type is the most aesthetic. Aesthetic perception of each person will vary. In making the denture, the dentist and the patient may have a different perception. At least, the esthetic effect of the dentures provides an appearance similar to natural teeth and acceptable with the wearer's face. There are many arrangement of the anterior teeth and the perception of each individual that can be different. The determination of the aesthetic in the fabrication of complete denture facing a challenge. Aim : to analyze perception of dentists and patients about the anterior teeth arrangement of complete denture. Material and method : Subjects were 37 patients and 37 dentists. Models consisted of 1 male and 1 female. Three different anterior teeth arrangement of wax trial denture was made for each patient. Photograph was made to the patient with each wax trial denture while they in a big smile, so 3 pictures were made for each patient. Subjects were asked to answer the questionnaire based on the photographs observeation. This was cross sectional analytic study and analized by Kappa test Result : There is a similarity perception among patients and dentists. In the photograph of male model, patients and dentists choose anterior tooth arrangement of masculine types, as well as the photograph of female patients. Conclusion : The masculine type of anterior teeth arrangement were selected for male and female patients based on patients and dentists perceptions.
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendrik
Abstrak :
ABSTRACT
Penentuan lebar enam gigi anterior rahang atas cukup menyulitkan, terutama bila tidak terdapat catatan pra ekstraksi. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menemukan rumus untuk membantu memprediksi lebar enam gigi anterior rahang atas dengan pengukuran fasial tertentu diantaranya : jarak interalar, jarak intercanthal, dan jarak intercommissural, dan untuk menentukan korelasi antara lebar enam gigi anterior rahang atas dengan pengukuran fasial yang dilakukan. Penelitian ini dilakukan di RSKGM UI dengan jumlah subjek sebanyak 60 orang terdiri dari 36 wanita dan 24 laki laki. (Persetujuan etik FKG UI, Jakarta, 26 Maret 2013 Nomor: 19/Ethical Clearance/FKG UI/III/2013). Tiap subjek dilakukan pengukuran jarak interalar, jarak intercanthal, jarak intercommissural dan lebar enam gigi anterior rahang atas dengan menjumlahkan lebar masing masing gigi anterior rahang atas. Korelasi koefisien Pearson dan Spearman digunakan untuk menentukan korelasi antar variabel dan hasilnya menunjukkan adanya korelasi signifikan antara lebar enam gigi anterior rahang atas dengan jarak interalar, jarak intercommissural, dan jenis kelamin. Dari hasil analisis multivariat dapat diperoleh suatu rumus untuk memprediksi lebar enam gigi anterior rahang atas yaitu 38,27 + 2,011 x (jenis kelamin )+ 0.167 x ( jarak intercomissural), dengan memasukkan angka 1 untuk jenis kelamin perempuan dan angka dua untuk jenis kelamin laki laki. Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa pengukuran fasial terurama jarak intercommissural dan jenis kelamin dapat digunakan untuk memprediksi lebar enam gigi anterior rahang atas.
ABSTRACT
It is difficult to determine the width of six maxillary anterior teeth especially when pre-extraction record are not available. Therefore, this clinical study was carried out to determine a formula to predict the width of six maxillary anterior teeth using certain facial measurements which included interalar, intercanthal, and intercommissural width, and to determine the correlation between width of six maxillary anterior teeth with other facial measurements. This clinical study was performed in RSKGM UI with total subject of 60 people consist of 36 female and 24 male. (Ethical approval from Faculty of Dentistry University Indonesia on march 26th 2013, No: 19/Ethical Clearance/FKG UI/III/2013). Each subject was measured for interalar, intercanthal, intercommissural width and the width of six maxillary anterior teeth was determined by adding mesiodistal width of each maxilary anterior teeth. Pearson and Spearman correlation coefficient was used to determine the correlation between all variables and shows significant correlation between width of six maxillary anterior teeth and interalar width, intercomissuralwidth , and sex. Based on the result from multivariate analysis, a formula can be determine to predict the width of six maxillary anterior teeth which is 38,27 + 2,011 x (sex) + 0,167 x (intercommissural width), with no 1 as data input for female and no 2 as data input for male subject. Based on the outcome results, it can be concluded that facial measurements, especially intercommissural width and sex, can be used to predict width of six maxillary anterior teeth.
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dony
Abstrak :
Latar belakang: Sleep bruxism merupakan aktifitas parafungsi yang berhubungan dengan keadaan tidur. Salah satu penyebabnya adalah stres (?home stress? dan ?pengaruh home stress terhadap pekerjaan?) pada lingkungan kerja dengan tanggung jawab dan resiko tinggi seperti profesi aircrew pada lingkungan penerbangan. Namun penelitian mengenai stres dan sleep bruxism pada aircrew di Indonesia belum pernah dilakukan. Tujuan: Menganalisis hubungan antara stres dengan sleep bruxism pada aircrew. Metode: Subjek terdiri dari 214 aircrew maskapai penerbangan nasional Indonesia. Subjek melakukan pengisian 2 kuesioner yaitu modifikasi Sloan and Cooper?s questionnaire dan kuesioner sleep bruxism. Penelitian ini melalui 2 tahap yaitu pada tahap pertama dilakukan uji validasi dan reliabilitas modifikasi Sloan and Cooper?s questionnaire, kemudian tahap kedua dilakukan uji potong lintang. Hasil: Uji Mann-Whitney menunjukkan tidak terdapat hubungan bermakna antara ?home stress? dan umur dengan sleep bruxism (p > 0.05). Uji t tidak berpasangan menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara ?pengaruh home stress terhadap pekerjaan? dengan sleep bruxism (p < 0.05). Uji Chi-Square tidak menunjukkan hubungan bermakna antara jenis kelamin dan jabatan dengan sleep bruxism (p>0.05). Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara ?home stress? dan sleep bruxism, namun terdapat hubungan yang bermakna antara ?pengaruh home stress terhadap pekerjaan? dan sleep bruxism pada aircrew. ...... Background: Sleep bruxism is parafunctional activities that related to sleep condition. One of the etiology is stress (?home stress? and ?effect home stress at work?) at working environment with high risk and responsibility such as aircrew in aviation. However research about stress and sleep bruxism among aircrew inIndonesia has not yet been done. Objective: To analyze the relationship between stress and sleep bruxism among aircrew. Methods: 214 subjects are aircrew at national Indonesia airline. Subjects were ask to fill 2 questionnaires i.e. modification of Sloan and Cooper?s questionnaire and sleep bruxism questionnaire. This study was analyzed in 2 steps, the first was to test the validity and reliability of modification Sloan and Cooper's questionnaire, and the second step was cross-sectional design. Result: Mann-Whitney test showed that there was no significantly difference between ?home stress? and age with sleep bruxism (p > 0.05). Unpaired-t test showed that there was significantly difference between ?effect home stress at work? with sleep bruxism (p < 0.05). Chi-Square test showed that there was no significantly difference between gender and job position with sleep bruxism (p> 0.05). Conclusion: There was no correlation found between ?home stress? and sleep bruxism, however a correlation found between ?effect home stress at work? with sleep bruxism among aircrew.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library