Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 36 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Thera Widyastuti
Abstrak :
ABSTRAK Lev Nikolaevic Tolstoy adalah salah seorang sastrawan besar Rusia pada abad ke-19_ Karya-karyanya sudah banyak yang diterbitkan, dua diantaranya adalah novel Krietserova Sonata dan D'yavol. Kedua novel tersebut dipilih karena dianggap mempunyai keterkaitan antara novel yang satu dengan yang lainnya. Kedua novel tersebut menceritakan bagaimana kehidupan kaum bangsawan di Rusia pada abad ke-19, terutama bagaimana sikap pria bangsawan dalam memperlakukan wanita dan hal tersebut diangakat sebagai permasalahan di dalam tesis ini. Tesis ini menganalisis kedua novel tersebut dengan pendekatan intrinsik dan ekstrinsik melalui tokoh dan penokohan yang ada di dalam kedua novel tersebut. Tokoh Poznishev (Kreitserova Sonata) dan Yevgeny lrtenev (D'yavol) adalah tokoh utama di kedua novel tersebut, sedangkan Liza (Kreitserova Sonata)dan Liza Anneskaya (D'yavol) adalah tokoh bawahan, di samping itu juga terdapat beberapa tokoh lain. Kehidupan kaum bangsawan di Rusia sangat menarik untuk dibahas karena mereka mempunyai aturan-aturan dan norma-norma tersendiri yang pada akhirnya membentengi kehidupan sosial mereka. Latar sosial dan budaya bangsa Rusia turut mewarnai tokoh dan penokohan di dalam kedua novel tersebut. Segi kehidupan kaum wanita di Rusia pada abad ke-19 pada umumnya yang tercermin di dalam kedua novel karya Tolstoy tersebut. Tesis ini terdiri dari lima bab, yaitu Pendahuluan, Latar Belakang Perkembangan Sosial Budaya Bangsa Rusia dan Kaitannya Dengan Kehidupan Kaum Wanita di Rusia pada abad ke-1 9, Lev Nikolaevic Tolstoy dan Wanita, dan Analisis Permasalahan serta Kesimpulan.
Lev Nikolaevic Tolstoy was the most populer Russian writer in the 19th century. There were so many his works which have already published; two of them were Kreitserova Sonata and D'yavol. Those novels were selected to analysis because both novels had same theme. They told how the Russian aristocracy's life style and how the Russian aristocracy treated the women in 19th century and all of that were created as a problem in this thesis. To analyse these novels, this thesis are using two approaches, intrinsik and ekstrinsik especially through character and characterization. Poznishev (Kreitserova Sonata) and Yevgeny Irtenev (D'yavol) are the superior characters, and also Liza (Kreitserova Sonata) and Liza Anneskaya (D'yavol) is inferior characters, and still there are many interesting characters. Aristocracy' life style is very interesting to analyze because they had their own rules which has surround their living and also the aristocracy's social background had already attracted to observed, especially the women in Russia in 19th century which were reflected in both Tolstoy's novel. This thesis have 5 chapter, such as Introduction, Social Background of Russia in 1 9th century which have related with Women in Russia, Lev Tolstoy and women, Analyzed the problem, and Conclusion.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasnini Hasra
Abstrak :
Karya sastra feminis selalu mengangkat permasalahan kaum wanita dalam konteks budaya patriarki. Pada umumnya digambarkan hubungan antara kaum wanita dan laki-laki dalam masyarakat sangat tidak setara, karena posisi kaum wanita lebih termarjinalkan. Ketimpangan jender ini serinimenimbulkan konflik yang tidak bisa tidak harus disikapi dengan memandang posisi kedua belah pihak. Permasalahan itu pula yang diangkat dalam kedua novel Tony Morrison berjudul Sala dan Tar Baby, yang memfokuskan pada masalah ketimpangan jender di kalangan masyarakat kulit hitam. Pengarang menggambarkan bahwa posisi laki-laki dan perempuan dalam konteks masyarakat kulit hitam yang patriarki memiliki hubungan yang tidak setara, dan salah satu penyebabnya adalah konstruksi sosial masyarakat yang turut meligitimasi nilai-nilai dan budaya patriarki tersebut. Penulis juga menggambarkan bagaimana tokoh wanita menyikapi ketimpangan tersebut melalui dua aspek yang berbeda, yakni penerimaan dan penolakan. Pada akhirnya terlihat bahwa kedua sikap tersebut menimbulkan implikasi yang juga berbeda terhadap para tokoh wanita di kedua novel, sehingga posisi yang termarjinalkan dan permasalahan akibat ketimpangan jender tersebut bisa diperbaiki. Secara keseluruhan, penulis menyiratkan beberapa aspek yang harus dilakukan kaum wanita agar bisa mengatasi permasalahan tersebut dan tidak terlalu terinternaiisasi oleh konsep-konsep patriarki, diantaranya melalui faktor pendidikan, dan upaya peningkatan kemampuan dan wawasan.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T10860
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistini Dwi Putranti
Abstrak :
Tesis ini membahas dua drama yaitu A Doll House karya Henrik Ibsen yang diterjemahkan oleh Rolf Fjelde dan Slam the Door Softly karya Clare Boothe Luce yang disebutkan oleh Luce sebagai penulisan Wang babak ketiga drama Ibsen. Keinginan Luce untuk menulis Mang tersebut merupakan motivasi utama bagi penulis untuk melihat perbedaan apa yang ingin dibuat oleh Luce terhadap drama Ibsen dan mengapa Luce menuliskannya seperti itu. Fokus utama tesis ini adalah menganalisis kedua tokoh utama drama tersebut dalam bersikap terhadap konstruksi jender yang sudah dilekatkan oleh masyarakat pada masing-masing jamannya. Analisis dilakukan dengan menggunakan kajian jender dan teori Feminis yang akan mempertajam hasil analisisnya. Kedua tokoh tersebut dibahas dari peran mereka sebagai seorang ibu rumah tangga yang bertanggungjawab di dalam wilayah domestik dan tidak diberi kesempatan untuk berkiprah di wilayah publik, serta peran mereka sebagai secondary sex. Sebagai secondary sex di sini adalah peran mereka sebagai seorang istri yang tidak didengar dan dianggap penting oleh suami pada khususnya dan masyarakat secara luas yang menganut sistem patriarki. Dengan melihat simbol-simbol, norma-norma dan nilai-nilai masyarakat pada jaman masing-masing, kedua drama tersebut dapat dibahas dengan teliti dan menghasilkan analisis yang cermat yang diharapkan berguna bagi segenap pembaca.
This thesis discusses two dramas: A Doll House by Henrik Ibsen, in this case translated by Rolf Fjelde, and Slam the Door Softly by Clare Boothe Luce. Luce mentioned that her drama was actually a reconstruction of Ibsen's third part of A Doll House. Luce's reasons to reconstruct Ibsen's play are the key factors which motivate the writer to examine the differences as well as the similarities of these two dramas. Why did Luce want to rewrite Ibsen's play? What differences did. she want to make? What similarities did she want to keep? Those are questions that the writer wants to find the answers. The main focus of the drama is analyzing the two main characters in both plays in their reaction to gender construction. They are examined through their roles as a mother who is responsible in the domestic area. They are not given opportunities to take part in public sphere. They are also examined through their role as a wife as secondary sex. They are said secondary sex because they are not considered as an important partner by their husband. They are not heard, their opinions are not important and they are marginalized and subordinated in every way by their husband. By considering all symbols, norms and values held by the society in both dramas, the writer discusses these two dramas thoroughly and closely and hopefully it will be beneficial for all the readers.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T11341
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kurnia Idawati
Abstrak :
ABSTRAK Equal Rights Amendment (ERA) diajukan pada tahun 1970 oleh dan untuk kepentingan kaum wanita, sebagai suatu upaya untuk memperoleh jaminan persamaan hak di bawah hukum bagi pria dan wanita, tanpa perbedaan secara seksual. Tetapi ERA pada akhirnya digagalkan oleh kaum wanita itu sendiri. Berangkat dari kenyataan penelitian ini mengupas adanya konflik kepentingan di kalangan wanita, terutama dari kelas menengahnya. Perbedaan kepentingan itu bermula dan adanya ambivalensi mereka terhadap peran-peran mereka dalam masyarakat. Ambivalensi didefinisikan sebagai keadaan sosial yang di dalamnya seseorang menghadapi harapan-harapan normatif yang saling berlawanan dalam hal sikap-sikap, keyakinan-keyakinan, dan perilaku. Ambivalensi itu muncul lebih dikarenakan adanya ambivalensi struktural dalam masyarakat dan dualisme perubahan-perubahan sosial. Masyarakat kini menghargai peran-peran wanita dalam wilayah publik (nondomestik) dan perubahan-perubahan sosial itu sendiri memberi tekanan sekaligus peluang yang luas bagi kaum wanita untuk bekerja di luar rumah. Namun di sisi lain, perubahan-perubahan itu tidak memberi jalan keluar bagi kaum wanita dari beban yang dihadapi di wilayah domestik. Sementara itu masyarakat cenderung masih menekankan bahwa wanita adalah penanggung jawab utama pengurusan rumah tangga dan pengasuhan anak-anak. Kontradiksi-kontradiksi ini menimbulkan dilema dan ambivalensi psikologis dalam individu-individu dan dalam beberapa derajat, konflik sosial antara kelompok-kelompok sosial yang berlawanan. Dalam upaya penyesuaian diri dalam struktur sosial yang ambivalen itu, ada kelompok wanita di satu sisi, menentang pemikiran-pemikiran dan pola-pola lama tentang peran-peran wanita. Dengan kata lain, mereka menuntut suatu perubahan sosial yang menyangkut status wanita. Kelompok wanita yang lain merespon dengan menegaskan kembali susunan tradisional dari hubungan gender. posisi-posisi yang saling bertentangan dengan tajam ini membentuk dua garis politik yang berlawanan. Dalamkonteks ERA, kelompok yang menghendaki perubahan sosial mendukung ERA, sebaliknya kelompok yang menginginkan status quo menentang ERA. Melalui metode penelitian berupa kajian kepustakaan dengan pendekatan kualitatif dan teknik deskriptif interpretatif, penelitian ini hendak menjawab tesis bahwa ambivalensi wanita kelas menengah Amerika memiliki dampak terhadap ratifikasi ERA pada tahun 1972-1952. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ambivalensi wanita adalah mata rantai awal dari serangkaian mata rantai-mata ranlai berikutnya --yang merupakan implikasi dari mata rantai awal--di antarnnya polarisasi ideologi dan dikotomi kepentingan, yang menjadi penyebab kegagalan ratifikasi ERA. Dengan kata lain, ambivalensi wanita kelas menengah memiliki dampak dan pengaruh, melalui berbagai manifestasinya, terhadap kegagalan ratifikasi ERA.
ABSTRACT Equal Rights Amendment (ERA) was proposed in 1970 by women and for women's concerns, as an effort to gain the equal rights under the law between the sexes. However, the ERA was eventually defeated by the women. Seeing that. fact, the research was carried out to study the conflict of interests especially among the middle class women. The different interests here emerged from their ambivalence toward their appropriate roles in the society. Ambivalence was defined as a social state in which a person faced contradictory normative expectations of attitudes, beliefs, and behavior. This ambivalence was mostly caused by the structural ambivalence in the society and the dualism of social changes, The society now approved women's roles in public spheres, and the social changes themselves gave pressures and, at the same time, wide opportunities to the women to work out of the homes. But, on the other side, those changes did not provide any solutions for them from the burdens they faced in the domestic sphere. Meanwhile, the society kept thinking that women were primarily responsible for the cares of children and households. These contradictions caused a dilemma and psychological ambivalence to the women, and to some extent, a social conflict between social groups, In order to adjust themselves in the ambivalent social structure, a group of women, on the one side, challenged old ideas and patterns of women's roles. In other words, they fought for a social change concerning women's status. The other group of women responded by reaffirming traditional arrangement of gender relationship. These sharply contrasting positions thus farmed two opposite lines along political constituencies. In the context of EFTA, the group who favored a social change, was likely to support the ERA, while the other group who wanted a status quo, tended to oppose it. By using a method of book research with qualitative approach and descriptive-interpretative technique, this research was to answer the thesis that. the middle class women's ambivalence had the impact to the ERA's ratification in 1972-1982. The result of the research showed that the women's ambivalence was a primary chain of linked chains - which were of the impacts of the primary chain - such as the ideological polarization and the dichotomy of interests, that made the ERA fail. In other words, the middle class women's ambivalence had the impact and influence, through its various manifestations, to the failure of the ERA's ratification.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Melly Kosasih
Abstrak :
ABSTRAK Tesis ini berjudul "Pergeseran nilai yang dialami oleh generasi muda Amerika Serikat yang terlibat dalam Perang Dunia I, seperti tercermin dalam novel-novel karya John Dos Passos, E.E. Cummings dan Ernest Hemingway." Adapun novel-novel yang dimaksud adalah One Man's Initiation: 1917 dan Three Soldiers karya John Dos Passos, The Enormous Room karya E.E. Cummings, dan The Sun Also Rises dan A Farewell to Arms karya Ernest Hemingway. Ketiga pengarang ini termasuk ke dalam periode yang sama dalam Kesusasteraan Amerika, yaitu periode setelah Perang Dunia I atau yang dikenal dengan Periode 1920-an (The Twenties). Ketiganya mempunyai pengalaman yang sama ikut terlibat dalam Perang Dunia I sebagai anggota unit ambulans Amerika di Eropa. Setelah upaya damai yang dilakukan oleh Amerika terhadap tindakan Jerman gagal, Amerika akhirnya masuk ke dalam ajang Perang Dunia I terhitung tanggal 6 April 1917. Slogan perang Presiden Wilson pada saat itu adalah bahwa dunia harus dibuat aman bagi demokrasi (Smith, 1985: 518). Kemenangan pihak Jerman akan mengancam demokrasi di seluruh dunia. Kongres memberlakukan Selective Service Acts untuk membentuk bala bantuan bagi Eropa. Tiga juta wajib militer dan dua juta sukarelawan merupakan kekuatan Amerika di Eropa. Di medan perang, para pemuda Amerika tiba-tiba dihadapkan pada keadaan yang jauh berbeda dari bayangan mereka: mereka mengalami ketakutan yang demikian besar dan tidak dapat mengerti akan tujuan dari operasi yang mereka lakukan. Idealisme perang hilang, dan patriotisme memudar dengan dilakukannya desersi. Demikian pula setelah perang usai, mereka menunjukkan perilaku yang kontras dengan nilai budaya tradisional Amerika. Mereka banyak yang tinggal di Paris, menjalani hidup berkelompok. Pesimisme melanda mereka. Pandangan mereka tentang perang dan negara mereka pun jauh berbeda dari generasi yang mendahului mereka. Masalah pergeseran nilai ini merupakan salah satu fenomena yang menonjol pada jamannya dan sangat menarik untuk dikaji. Mengapa generasi muda Amerika yang terlibat dalam Perang Dunia I mengalami pergeseran nilai? Situasi dan kondisi seperti apakah yang mendasari terjadinya pergeseran nilai tersebut? Dari latar belakang masalah yang diuraikan diatas, dapat disimpulkan-bahwa yang menjadi pokok masalah dalam penulisan ini adalah dampak keterlibatan generasi muda Amerika dalam Perang Dunia I terhadap pelestarian nilai tradisional Amerika. Nilai tradisional yang akan dibahas di sini adalah nilai yang berhubungan dengan peperangan. Adapun nilai yang dimaksud adalah idealisme perang, patriotisme, dan optimisme. Karena pergeseran nilai ditunjukkan oleh adanya perubahan sikap terhadap perang dan nilai-nilai terkait, dalam menganalisis data saya akan membahas sikap masing-masing tokoh dalam menghadapi situasi, kejadian dan masalah yang menyangkut peperangan, serta menelaah faktor yang menyebabkan timbulnya sikap tersebut dalam diri mereka.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titik Minarti
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sikap teks terhadap stigma komunisme yang kemudian digunakan untuk mengungkapkaa ideologi pengarang tersirat dalam novel Jalan Menikung dan I Married A Communist. Kemudian hasil penelitian tersebut dibandingkan. Guna mengungkapkan sikap teks dalam kedua novel tersebut, penelitian ini secara ekslusif menggunakan pendekatan New Criticism dengan melihat unsur-unsur intrinsik karya-karya sastra, yaita tokoh, nada, sudut pandang dan alur. Dalam Jalan Menikung, sikap teks terhadap masalah stigma komunisme mengungkapkan bahwa pengarang tersirat dalam mencari jalan keluar dipengaruhi oleh kebudayaan Jawa, kapitalisme, globalisme. Sedangkan dalam I Married A Communist, sikap teks mengungkapkan bahwa ideologi pengarang tersirat dipengaruhi oleh kapitalisme dan pandangan filsafat Timur.
The objective of this research is to analyze how the stigma of communism is perceived in Jalan Menikung and I Married A Communist, revealing the ideologies of the implied authors in both texts. New Criticism is exclusively used to discuss character, tone, point of view and plot, which bear on the interpretation of the text. This thesis concludes that in exposing the problem arising from the stigma of communism, the implied author of Jalan Menikung influenced by Javanese culture, capitalism and globalize. Whereas in I Married A Communist, the ideology of implied author is capitalism.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2005
T15365
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Arsyianti Arsyad
Abstrak :
ABSTRAK Tesis ini menunjukkan bahwa kira-kira dari tahun 1800 sampai tahun 1900 dengan rnenerapkan nilai-nilai budaya Amerika, wanita frontier (daerah perbatasan) memberi sumbangan kepada ekonomi keluarga dan Iingkungannya. Pada wakti itu. pemerintah merasa perlu memperluas daerahnya ke arah barat, mengingat terus meningkatnya jumlah pendatang baru ke Dunia Baru itu. Westward Movement atau Gerakan ke Barat ini akan memberi kesempatan kepada warga Amerika untuk memiliki lahan seluas mereka inginkan, karena kawasan yang membentang sampai ke Samudra Pasifik hanya dihuni suku Indian dan binatang buas. Perbatasan di antara daerah yang sudah dihuni dan yang belum dihuni disebut frontier. Penghuni frontier disebut pioneer atau perintis. Mereka harus menjalani hidup yang sangat sulit disebabkan medan yang sering tidak bersahabat, iklim dan cuaca yang sering merugikan, serta ancaman serangan suku Indian. Khususnya wanita frontier memikul beban tugas yang arnat berat. Di samping pekerjaan rumah tangga biasa, seperti memasak, mencuci, membersihkan, dan sebagainya, dia juga mengurus trenak sapi dan unggas, bercocok tanam sayuran di pekarangan, dan mencari bahan bakar kayu dan gambut. Kecuali itu dia juga menjadi guru anak-anaknya yang masih kecil, yang belum mampu berjalan jauh ke sekolah di kota kecil terdekat. Dia juga merawat anggota keluarga yang sakit, mengawetkan makanan untuk musim salju, serta membuat lilin, mentega dan keju sendiri. Tidak jarang wanita frontier membantu suaminya di ladang atau turut menghalau atau menangkis serangan-serangan suku Indian. Untuk menambah pendapatan keluarga dan menyumbang ekonomi lingkungannya, wanita frontier sering menjual produk rumah tangganya, seperti telur, susu, mentega, keju, sayuran dan daging yang sudah diawetkan, di kota kecil terdekat. Tidak jarang dia menjual hasil jahitan dan rajutannya seperti taplak meja, sprei, atau selimut. Sebagai wanita frontier dia tidak mungkin melakukan semua pekerjaan di atlas tanpa menerapkan nilai-nilai budaya Amerika. Beberapa di antara nilai-nilai yang diterapkan wanita frontier adalah keraa keras, individualisme, dan self-reliance atau mengandalkan kemampuan diri sendiri.
ABSTRACT This thesis attempts to show that approximately between 1800 and 1900 American frontier women made contributions to the economies of the family and environment, while applying American cultural values, such as hard work, individualism, and self-reliance. Because the increase of new immigrants in America, the government launched the Westward Movement to find new land for the population. The border between the populated and new territory is called frontier. Farmers and their families who lived on the frontier owned large lands, but they had a difficult and hard life. They had to work their lands by themselves, because they lived far from their neighbors and their neighbors were also too busy with their farms. These pioneers had to work very hard and had to protect themselves from wild animals and Indian attacks. Especially the wives must work very hard. They had to do the household work, such as cooking, washing, cleaning, and sewing. They also had to teach their small children, who could not walk to the distant schools. Wives also had to nurse sick family. They also looked after their cows and chickens, and vegetable garden. Wives often helped their husbands in the fields and had to collect wood and peet as fuels for cooking and to keep warm in the winter. Beside performing the above work, wives usually sell products in the nearest small city. For instance she sold eggs, milk, home made butter and cheese, sewn or knitted ware, such as tablecloths and blankets. The frontier women carried out all the above work by applying American norms, such as hard work, individualism. and self-reliance. ;This thesis attempts to show that approximately between 1800 and 1900 American frontier women made contributions to the economies of the family and environment, while applying American cultural values, such as hard work, individualism, and self-reliance. Because the increase of new immigrants in America, the government launched the Westward Movement to find new land for the population. The border between the populated and new territory is called frontier. Farmers and their families who lived on the frontier owned large lands, but they had a difficult and hard life. They had to work their lands by themselves, because they lived far from their neighbors and their neighbors were also too busy with their farms. These pioneers had to work very hard and had to protect themselves from wild animals and Indian attacks. Especially the wives must work very hard. They had to do the household work, such as cooking, washing, cleaning, and sewing. They also had to teach their small children, who could not walk to the distant schools. Wives also had to nurse sick family. They also looked after their cows and chickens, and vegetable garden. Wives often helped their husbands in the fields and had to collect wood and peet as fuels for cooking and to keep warm in the winter. Beside performing the above work, wives usually sell products in the nearest small city. For instance she sold eggs, milk, home made butter and cheese, sewn or knitted ware, such as tablecloths and blankets. The frontier women carried out all the above work by applying American norms, such as hard work, individualism. and self-reliance.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T16843
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kiki Rinaldi
Abstrak :
Masalah penelitian ini adalah semangat kebebasan Charlie Parker sebagai inspirasi dalam pembangkangan budaya beatniks terhadap kelas menengah Amerika dalam rentang tahun 1944-1967. Landasan teori tesis ini mengacu kepada beberapa sumber kepustakaan. Tulisan-tulisan dan penelitian terdahulu mencakup subjek-subjek yang meliputi kelas menengah Amerika di dasawarsa-dasawarsa pasca Perang Dunia II, pembangkangan beatniks terhadap kelas menengah Amerika, dan kehidupan beserta karya musik Charlie Parker. Metode penelitian yang dipilih adalah metode penelitian kwalitatif berdasarkan kajian kepustakaan. Data yang diperoleh Bari beragam sumber kepustakaan tersebut disusun untuk kemudian dianalisis dalam rangka pembuktian hipotesis. Hasil dari penelitian ini adalah membuktikan hipotesis penelitian bahwa semangat kebebasan Charlie Parker merupakan inspirasi dalam pembangkangan budaya beatniks terhadap kelas menengah Amerika. Inspirasi yang diperoleh beatniks dari Charlie Parker berada dalam satu rangkaian counterculture yang menghubungkan kelompok-kelompok avant-garde di wilayah-wilayah bohemia di Amerika Serikat.
The research problem is Charlie Parker's spirit of freedom as inspiration in beatniks counterculture against America's middle-class in 1944-1967. The theoretical basis of this thesis refer to some literature or previous research. These writings and research include subjects such as the America's middle-class in postwar America, the beatniks rebellion towards the middle class, and the life and works of Charlie Parker. The method of research selected is qualitative research based on previous literature and research. The data collected from various sources are compiled and arranged to be analyzed in the course of proving research hypothesis. The result of this research is a proven hypothesis that Charlie Parker's spirit of freedom was an inspiration in beatniks counterculture against America's middle-class. The inspiration lies in one strand of countercultures that connect avant-garde groups in America's bohemia.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15092
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rusdi
Abstrak :
Tesis ini berisikan penelitian mengenai nilai-nilai Amerika yang terdapat dalain cerita Elm Forrest Gump. Dalam tulisan ini, masalah penelitiannya adalah pemahaman mengenai nilai-nilai masyarakat Amerika, yang meliputi nilai-nilai kerja keras atau bekerja, demokrasi, kebebasan individu, kesetaraan kesempatan dan patriotisme, yang terdapat dalam cerita film Forrest Gump. Tujuan penelitian ini adalah untuk menunjukkan bahwa cerita film Forrest Gump mengandung nilai-nilai Amerika, yaitu kerja keras atau bekerja, demokrasi, kebebasan individu, kesetaraan kesempatan dan patriotisme. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1) Cerita film Forrest Gump mengandung nilai-nilai Amerika, seperti nilai demokrasi, kebebasan individu, kesetaraan kesempatan, kerja keras dan nilai patriotisme. 2) NilaiĀ¬-nilai ini adalah nilai-nilai nyata yang juga ada dalam kehidupan rakyat Amerika. 3) Untuk memahami nilai-nilai Amerika dalam film Forrest Gump, dapat lebih mudah dilakukan dengan memahami fakta-fakta yang ada dalam kehidupan rakyat Amerika dari dulu hingga sekarang.
This is a study about American values in the narrative of the Forrest Gump film. The study is to understand American values in the Forrest Gump film. The objective of this research is to show that there are American values, such as hard working, democracy, individual freedom, equality of opportunity, and patriotism in the narrative of the Forrest Gump film. The conclusion of this study are : 1) The narrative of the Forrest Gump film contains American values, such as hard working, democracy, individual freedom, equality of opportunity and patriotism. 2) These values can be found in real American life. 3) To understand the American values in the narrative of Forrest Gump one can study the facts of American life in the past and in the present time.
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T20227
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Agustina
Abstrak :
Skripsi ini merupakan telaah sastra bandingan atas dua novel, yakni novel pendek Sri Sumarah karya pengarang Indonesia Umar Kayam, dan The Scarlet Letter karya novelis Amerika abad ke-19, Nathaniel Hawthorne. Dalam telaah ini dibandingkan topik pernyataan eksistensi diri dua tokoh utama yang ada dalam kedua karya tersebut, yakni Sri Sumarah dan Hester Prynne. Kedua tokoh tersebut oleh para pengarangnya sama-sama ditampilkan sebagai sosok individu yang mengalami konflik nilai. Antara nilai-nilai individu yang mereka pegang di satu sisi, dengan nilai-nilai berlaku dalam masyarakat mereka. Konflik nilai yang dihadapi oleh kedua tokoh ini mempunyai dua segi. Pertama, konflik mereka dengan masyarakat (outer conflict), dan kedua konflik mereka dengan diri sendiri (inner conflict). Berbeda dengan tokoh rekaan Hawthorne, Hester Prynne, yang mengalami konflik dengan masyarakat yang statis (masyarakat yang mempertahankan nilai-nilai tradisional, yaitu nilai-nilai puritanisme), maka tokoh Sri Sumarah justru hares berhadapan dengan situasi masyarakat aura yang sedang mengalami masa transisi menuju ke alam modern. Di sisi lain, masuknya berbagai paham yang menantang identitas kejawaan sang tokoh utama turut mempertajam konflik yang dialaminya. Sikap dan tindakan yang diambil kedua tokoh ini, serta bagaimana hal-hal tersebut ditampilkan oleh pengarang, menjadi titik tolak pembahasan dalam skripsi ini. Di dalam telaah didapatkan bahwa tokoh Hester Prynne ternyata mempunyai tendensi untuk menentang status-quo yang telah sedemikian melembaga dan didukung oleh gereja sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam masyarakat. Sementara Sri adalah tipe perempuan penjaga gawang tradisi. Pertarungan tradisi versus modernisasi menjadi konflik penting dalam diri Sri Sumarah. Dalam menyelesaikan konflik yang dihadapi, kedua tokoh mengambil cara berbeda. Jika Hester mencoba membalikkan opini masyarakat terhadapnya melalui kerja keras yang bertujuan untuk mengangkat derajat kaum lemah, terutama buruh dan kaum wanita, maka Sri baru berada pada tahap mencoba mengerti situasi yang berkembang dalam masyarakatnya sambil berusaha mencapai hal yang terbaik bagi diri dan keluarganya. Usaha aktualisasi yang dilakukan Hester Prynne dalam rangka penyelesaian konflik membuat dirinya berhasil melampaui batas-batas kepentingan pribadi dan keluarganya untuk memperjuangkan kepentingan yang lebih besar lagi (baca: masyarakat), sementara Sri Sumarah masih berkutat pada masalah-masalah domestik. Tapi, meskipun berbeda dalam lingkupnya, terdapat kesamaan antara kedua tokoh tersebut, yaitu kemauan untuk bekerja keras dalam usaha meraih yang terbaik. Dalam kasus Hester kemauan tersebut didukung oleh pandangan puritanisme yang memang menghargai kerja keras, kesukarelaan, kesederhanaan, dan ketaatan dalam beribadah. Sementara keinginan kuat Sri untuk hidup dengan rencana-rencana dan harapan yang dibuatnya, serta tidak menyerah begitu saja kepada nasib, adalah faktor-faktor yang mendorong usaha kerasnya menghadapi situasi yang dinilainya tidak menguntungkan.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1991
S13999
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>