Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mawardi
"Biomassa alga hijau Spirogyra subsalsa telah digunakan untuk biosorpsi ion-ion Pb2+, Cu2+, Cd2+, Zn2+, Cr3+ dan Cr6+ dalam larutan. Kapasitas serapan biomassa sangat dipengaruhi oleh pH larutan dan penyerapan maksimum untuk masing-masing ion diatas terjadi ada pH 4.0, kecuali umtuk ion Cr6+ pada pH 2,0. Persamaan isoterm Langmuir digunakan untuk memplot data yang diperoleh. Kapaasitas serapan maksimum biomassa untuk Pb2+(9,04 mg), Cu2+ (6,03 mg), Cd2+ (3,56 mg). Zn2+ (2,9l mg), Cr3+ (1,86mg) ma Cr6+ (1,51 mg) per gram biomass kering. Proses biosorpsi masing-masing kation Pb2+, Cu2+, Cd2+, Zn2+ berlangsung relatif cepat dimana sekitar 87,5%; 99%; 94,7% dan 97,2% dari jumlah total logam terserap terjadi dalam selang waktu sekitar 5 menit. Sedangkan Cr3+ dan Cr6+ terserap sekitar 37,4% dan 21,9% selama selang waktu I0 menit.
Data penelitian dari sistem kation biner memperlihatkan bahwa keberadaan kation kedua mengakibatkan turunnya kapasitas serapan biomassa terhadap kation pertama. Pada sistem campuran biner Pb2+-Cu2+ and Pb2+-Ca2+ keberadaan kation Cu2+ sebagai ion kedua lebih efektif menurunkan kapasitas serapan Pb2+ (18,7%) dari keberadaan kation Ca2+ terhadap Pb2+ (8,1%). Pengaaruh yang juga terlihat pada sistem campuran biner Cu2+-Pb2+ dm Cu2+-Cd3+ (masing-masing 14,4% dan 7,7%). Data ini berimplikasi bahwa penyerapan kation Pb2+ dan Cu2+ (keduanya asam intermediate) oleh biomassa Spirogyra subsalsa lebih mudah terjadi dari penyerapan ion Cd2+ dan Ca2+. Fakta ini juga memperlihatan adanya pusat aktif yang sama yang berperan dalam proses biosorpsi kation logam berat. Biosorpsi melibatkan mekanisme pertukaran ion antara ion Iawan yang termuat dalam biomassa dan ion logam berat atau proton yang berasal dari eluen.
Analisa biomassa alga dengan FTIR memperlihatkan terdapat nya gugus fungsi karboksil, amino, amida, karbonil dan hidroksil, yang merupakan pusat aktif yang herperan penting dalam mengikat ion Iogam. Perlakuan biomassa alga hijau S. sub dengan reagen pemodifikasi gugus karboksil, karbonil dan amina, secara umum, menyebabkan turunnya kapasitas serapan biomassa, sedangkan immobilisasi sel biomassa dengan natrium silikat meningkatkan kapasitas serapan biomassa. Proses biosorpsi ion logam oleh biomassa terimobilisasi berlangsung cepat, dimana labi dari 50% dari penyerapan total terjadi pada laju alir eluen 2,5 mL/menit. Biomassa alga hijau S. subsalsa yang telah memuat ion logam dapat diregenasi dengan asam nitrat 0,5 M, dengan perolehan kembali Iebih dari 89%.
The green algae Spirogyra subsalsa biomassa was used for the biosorption of Pb2+, Cu2+, Cd2+, Zn2+, Cr3+ dan Cr6+ ions. The biosorption capacity of biomass depended strongly on pH and the maximum adsorption cations was observed at pH 4.0, except for Cr6+ at pH 2.0. The Langmuir adsorption isotherms were used to lit the experimental data. The maximum biosorption capacities of green algae s. subsalsa biomass for Pb2+(9,04 mg), Cu2+ (6,03 mg), Cd2+ (3,56 mg). Zn2+ (2,9l mg), Cr3+ (1,86mg) ma Cr6+ (1,51 mg) per gram dry biomass in 30 minute contact time. The biosorption process of Pb2+, Cu2+, Cd2+, Zn2+ cations was a rapid process, wherein 87,5%; 99%; 94,7% dan 97,2% of the final uptake value occur within the first 5 min of the contact time, receptively, while Cr3+ and Cr6+ cations, 37,4% and 21,9% uptake occurred within the first ten minutes of exposure. It has been found that metals biosorption by green algae S. subsalsa biomass is selective and, in some cases, competitive. The experimental data of each binary cations system demonstrated that the presence of the secondary metal ion in the system resulted in a decrease in the sorption capacity of the primery metal.
For Pb2+-Cu2+ and Pb2+-Ca2+ binary mixture, the presence of Cu2+ as secondary ions more effectively decrease; the sorption capacity of Pb2+ (18,7%) then the effect of Ca2+ to Pb2+ (8,1%); Similar effect was also obsered for the binary mixture Cu2+-Pb2+ dm Cu2+-Cd3+ (14,4% and 7,7% respectively). This potentially implied that the sorption of Pb2+ and Cu2+ (both intermediate acid) by Spyrogyra subsalsa biomassa was more favorable than the sorption of the Cd2+ dan Ca2+ ions. Also, this implied that there existed the same pooled binding site for the sorption of all of these heavy metal cations.
The mechanism involved in biosorption resulted ion exhange between cation metals, as counters ions was loaded in the biomass and heavy metals ions or proton taken up from eluen. FTIR analysis of algal biomass showed the presence of carboxyl, amino, amide, carbonyl and hydroxyl groups, which were responsible for biosorption of metal ions. Treating of Spirogyra subsalsa biomass by chemical modification of carboxyl, carbonyl and amine groups, that is, generally, cause reduced the total biosorption capacity of biomass. Generally, immobilization biomass by sodium silicate increased the total biosorption capacity of biomass. The biosorption process of metal ions by immobilized biomass was a rapid process, wherein more than 50% of the final uptake value occur at rate flow 2,5 mL/minute. The algae S. subsalsa biomass could be regenerated using 0,5 M HNO3, up to 89% recovery.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2008
D1247
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Slamet
"ABSTRAK
Salah satu aplikasi yung cukup potensial dari fenomena fotokatalisis adalah untuk mcngkonversi karbon padu senynwa anorganik seperti CO2 menjadi senyawa-senyawa organik yang lebih berguna. Selain diperolehnya produk senyawa organik yang dapat digunakan untuk keperluan tertentu, transformasi CO2 tersebut dalam kurun waktu tertentu dapat mengurangi laju emisi CO2 di atmosfer, yang akhir-akhir ini menjadi isu lingkungan global karena dipercaya dapat memberikan kontribusi yung signifikan terhadap timbulnya efek rumah kaca (green house effect). Efisiensi reduksi CO2 sangat tergantung pada fotokatalis yang digunakan. Beberapa peneliti telah membuktikan bahwa CO2 dapat direduksi secara fotokatalitik dalam uap air atau larutan dengan TiO2, akan tetapi efisiensinya masih sangal rendah. Studi ini difokuskan pada pengembangan fotokatalis yang efektif untuk proses reduksi CO3 menjadi metanol.
Fotokatalis TiO2 serbuk dengan berbagai komposlsi kristal anatase dan rutile dibuat dengan cara menghidrolisis TiCl2, yang dilanjutkan dengan kalsinasi pana berbagai temperatur. Modifikasi kalalis TiO2 film dilakukan dengan menambahkan polyethilene glycol atau sillika, menggunakan metodesol-gel dan dip-coating.
Fotokatalis tembaga-titania dibuat dengan metode impregnasi-termodifikasi menggunakan TiO2 Degussa P25 dan larutan tembaga nitrat, serta metode pencampuran fisik menggunakun serbuk TiO2 Degussa P25, CuO, Cu2O, dan Cu. Katalis-katalis yang telah dibuat kemudian dikarakterisasi dengan XRD, DRS, SEM/EDX/Mapping, ASS, dan BET. Uji kinerja katalis yang dilakukan meliputi uji aktivitas fasa cair dan gas, uji kinetika. dan uji mekanisme reaksi dengan metode in-situ FTIR.
Hasil penelitian membuktikan bahwa dengan bantuan fotokatalis titania dan tembaga-titania, karbon dioksida dapat direduksi oleh air baik dalam sislem cair-padat maupun gas-padat, menghasilkan produk utama metanol. Metana, etanol, propanol dan aseton adalah senyawa-senyawa lain yang juga terbentuk, meskipun dalam jumlah yang relaif lebih sedikit. Aktivitas reduksi fotokatalisis CO2 pada larutan l M KHCO3 paling optimal diamati terjadi ketika keasaman larutan diatur pada pH 4. Katalis TiO2 serbuk dengan komposisi kristal anatase yg tinggi, ukuran kristal kecil, dan luas permukaan besar, mempunyai efisiensi fotoreduksi CO2 yang tinggi. Penambahan dopan PEG atau SiO2 sampai pada tingkat loading tertentu dapat meningkatkan porositas fotokatalis TiO2 film, sehingga kinerjanya menjadi lébih baik.
Katalis tembaga TiO3 dcngan loading tertentu menunjukkan kinerja fotokatalisis yang sangat efisien untuk reduksi CO3, balk pada sistem cair-padat maupun gas-padat.
Hasil investigasi menunjukkan bahwa Cu"O adalah spesi dopan yang paling signifikan dalam meningkatkan kinerjia TiO3 pada reduksi CO2 menjadi metanol. Loading optimal yang diperoleh pada katalis CuO/TiO3 hasil impregnasi adalah 3% berat Cu, sedangkan pada katalis yang dibuat dengan pencampuran fisik adalah 5% berat untuk dopan Cu2O dan l% berat untuk dopan CuO.
Peningkatan efisiensi reduksi CO2 menjadi metanol yang signifikan oleh dopan tembaga (terutama dalam bentuk metal oksida) pada fotokatalis TiO2 diduga karena adanya peran ganda yang sinergis dari dopan tembaga tersebut, yaitu sebagai electron trapper pada proses fotokatalisis dan sebagai intl aktif pada proses katalisis. Sebagai electron trapper, dopan tembaga secara efeklif dapat menghambat laju rekombinasi pasan gan elektron-hole sehingga secara signifikan dapat meningkatkan efisiensi reduksi CO2. Sebagai inti aktif pada proses katalisis, dopan tembaga diperkirakan dapat meningkatkan selektivitas produk metanol, dengan mekamisme melalui pembentukam intermediate format dan metoksida.
Uji kinetika yang dilakukan pada rentang temperatur 43 - 100 derajat C menunjukkam bahwa dopan CuO dapat meningkatkan laju reaksi, sehingga secara signifikan dapat meningkatkan photoefficiency dari katlalis TiO2. Nilai energi aktivasi teramati (Ea) yang diperoleh untuk katalis 3%CuO/TiO2 adalah sebesar +12 kJ/mol, yang mengindikasikan bahwa desorpsi produk adalah merupakan tahap penentu laju reaksi pada pembentukan metanol dari CO2 dan H2O dengan katalis 3%CuO/TiO2
"
2004
D1237
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Atiek Soemiati
"Garcinia picrrorhiza Miq. dan Garcinia dulcis Kurz termasuk famili Cluciaceae banyak tumbuh di daerah Asia tenggara termasuk Indonesia. Dari beberapa hasil penelitian diketahui, bahwa famili Guttiferae merupakan sumber senyawa xanton, isoprenilbenzophenon, flavonoid, depsidon dan anthron, beberapa di antaranya mempunyai aktivitas biologi seperti antibakteri, antifungi, antioksidan, anti-HIV, dan sitotoksik. Berdasarkan hal tersebut di atas, telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mempelajari lebih lanjut tentang keanekaragaman struktur metabolit sekunder yang dihasilkan oleh beberapa species dari familia Guttiferae dan mengungkapkan aktivitas biologi senyawa tersebut.
Pada penelitian ini telah diselidiki senyawa bioaktif kulit batang G. picrrorhiza Miq.dan buah G. dulcis Kun. Bahan tanaman diperoleh dari sekitar Bogor. Selanjutnya masing-masing bahan diekstraksi dengan pelarut n- heksana dan diklorometan. Ekstrak yang diperoleh difraksinasi dengan tehnik kromatografi dan pemurnian. Senyawa yang murni kemudian ditentukan strukturnya dengan metoda spektroskopi UV, IR, 'H-NMR, 13C-NMR, HMQC, HMBC dan COSY. Aktivitas biologi senyawa-senyawa yang diperoleh ditetapkan dengan uji antioksidan terhadap radikal DPPH dan uji sitotositas terhadap sel kanker L1210.
Dari isolasi G.dulcis Kurz telah ditemukan 3 senyawa caged poliprenilasi xanton, yaitu senyawa (1) desoksimorellin, senyawa (2) asam morellat dan senyawa (3) morellin; hasil uji sitotoksisitas terhadap sel kanker L1210 berturut- turut menunjukkan IC50 = 25,56 μg/mL, 20,82 μg/mL dan 26,67 μg/mL dan uji antioksidan terhadap radikal bebas berturut-turut IC50 = 22,42 μg/mL; 30,91 μg/ 1249,93 μg/mL. Dari hasil isolasi ekstrak n-heksana kulit batang G. picrrorhiza Miq., ditemukan senyawa baru garcinopicrobenzofenon, senyawa (4) uji toksisitas terhadap sel kanker L1210 menunjukkan IC50 = 53,05 μg/mL dan uji antioksidan terhadap radikal bebas DPPH menunjukkan IC50 = 27,67 μg/mL. Ditemukan senyawa (5) asam lanosta 3-oxo-7, 24-dien-27-oat, ditemukan senyawa (6) asam Ianosta 3β-hidroksi-7,24-dien-oat, dan senyawa (9) asam 3- hidroksi-isonikotinat. Dari isolasi eksrak n-heksana akar G. picrrorhiza ditemukan senyawa baru (8) garcinopicrobenzofenonon, uji toksisitas terhadap sel kanker murine L1210 menunjukkan IC50 sebesar 40,37 μg/mL, ujiaktivitas antioksidan rnenunjukkan IC50 sebesar 83,88 μg/mL dan senyawa (7) (23E)- eupha-7-oxo-8,23-dien-27-oat.

Garcinia dulcis Kurz and Garcinia picrrorhiza Miq. (Cluciaccac) is group of plants grown in Indonesian tropical forest which has been reported to be rich in chemicals substances. Extensive phytochemical screening have shown that Garcinia species are rich in a variety of oxygenated and prenylated xanthone. Some of these exhibit a wide range of biological and pharmacological activities as cytotoxic, antimicrobial, antifungal, antioxidant, antimalarial, and HIV-1 protease inhibitory activitis. Based on these data, this research work aims to further study the structur molecule variety of their secondary metabolite especially their bioactive constituens.
In this research work, the bioactive constituens of G. dulcis Kurz and G. picrrorhiza Miq. was collected from sorounding Bogor, have been evaluated. The selected plant materials were the bark and roots of G. picrrorhiza Miq and fruits of G. dulcis Kurz. Extraction, fractionation and bioactive compound isolation- purification were conducted using various organic solvents and chromatographic techniques. The isolated compounds were ilucidated based on their physical and spectral data, such UV, IR, 'H- and 13C-NMR, MS, HMBC, HMQC and COSY. The biological activity evaluations, namely, in vitro cytotoxicity using murine L1210 cell line, and antioxidant activity under DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl) Radical Scavenging Activity Methode.
Chromatographic separation of the n-hexane extract of dried G. dulcis fruits furnished three prenylated pyranoxanthonoids, identified as desoxymorelline (1), morellic acid (2), and morellin (3). The isolated compounds found exhibit cytotoxicity against L1210 cancer cell line. The lC50 values were 26,6; 20,8, and 25,5 μg/mL, respectively. Under DPPH Radical Scavenging Activity Methode the compounds to exhibit antioxidant activity. The lC50 value for desoxymorelline, morellic acid and morellin ici, 22,42 μg/mL. ;30,91 μg/mL and 1249,93 μg/mL. Chromatographic separation on the n-hexane extract from bark of G. picrrorhiza Miq. furnish new compounds garcinopicrobenzophenon (4) to exhibit cytotoxicity against L1210 cell line, with the IC50 value 53,05 μg/mL and antioxidant activity with IC50 value 27,67 μg/mL and known lanosta-3-oxo-7,24-dien-27oic acid (5); lanosta 3β-hydroxy-7,24-dien-oic-acid (6), and 3-hydroxy-isonicotinic acid (9). Chromatographic separation of the dichloromethane extract from roots of G. picrorrhiza furnish new compound garcinopicrobenzophenonon (8) to exhibit cytotoxicity against L1210 eell line. The IC50 value was 40,37 μg/mL, and antioxidant activity 83,88 μg/mL; and (23E}-eupha-7oxo-8,23-dien-27oic (7)
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2004
D1218
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Nugraha Ardiwinata
"ABSTRAK
Hingga saat ini penggunaan pestisida di lahan pertanian masih cukup tinggi antara Iain yang tertinggi adaiah jenis insektisida disusul kemudian oleh fungisida dan herbisida. Jenis insektisida yang umum digunakan adalah golongan karbamat, fosfat organik dan piretroid. Salah satu golongan karbamat adalah karbofuran yang umum digunakan di Iahan pertanaman padi untuk mengendalikan organisme pengganggu seperti wereng coklat dan penggerek batang. Karbofuran merupakan senyawa yang sangat toksik, namun mudah terhidroIisis. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu diketahui bahwa residu insektisida karbofuran selain ditemukan di tanah sawah, tetapi juga ditemukan di air persawasan dan di dalam jaringan ikan. Hal ini akan menyebabkan antara Iain masuknya residu karbofuran ke aliran air (sungai)
dan selanjutnya akan dikonsumsi oleh hewan ternak maupun manusia.
Apabila residu insektisida ini terkonsumsi oleh manusia akan dapat mempengaruhi sistem endokrin (EDs - Endocrine -Disrupteds) yang berperan dalam proses sintesis, sekresi dan reproduksi.
Beberapa, hasil penelitian menunjukkan adanya residu karbofuran di tanah_ beras dan air. Sudarmadji et al. (1986) melaporkan bahwa aplikasi insektisida karbofuran dengan dosis anjuran dapat meninggalkan residu di tanah dengan kisaran konsenirasi 0,42-0,53 ppm. Selanjutnya hasil penelitian Samudra et al. (1989) melaporkan bahwa aplikasi karbofuran sebanyak 3 kali dengan dosis 0,60 kg/ha dapat meninggalkan residu di tanah dengan kisaran konsentrasi 0,0062-0,0216 ppm. Residu karbofuran tersebut hanya ditemukan pada saat tanaman berumur 29 hst (hari setelah tanam)
dan tidak terdeteksi lagi pada saat panen padi. Hasil survey di sentra produksi padi di Jawa Barat dan Jawa Timur menunjukkan adanya residu insektisida karbofuran ditemukan di dalam tanah Sawah dengan kisaran konsentrasi 0,0008-0,0563 ppm (Ardiwinafa et al., 1999; Harsanti et al., 1999). Ardiwinata et aL (1996) melaporkan penemuan residu karbofuran di dalam beras yang berasal dad beberapa pasar di DKI Jakarta. Konsentrasi residu yang ditemukan berkisar 0,06 - 0,16 ppm. Batas maksimum residu karbofuran di dalam beras sebesar 0,20 ppm. Varca dan Tejada (1998)
melaporkan bahwa residu insektisida yang umum ditemukan pada jaringan tubuh ikan Nile tilapia (Oreochmmis niloticus) adalah residu insektisida karbofuran dengan konsentrasi 10,0-17,0 ppb. LC50 karbofuran pada ikan sebesar 0,17 ppm (kategori C = LC50 < 0,5 ppm; termasuk sangat toksik).
Teknologi penanggulangan residu insektisida di lingkungan terutama di lahan pertanian sampai saat ini belum ada. Penelitian ini sangat diperlukan untuk mendukung pembanguan pertanian yang berkeianjutan dan ramah lingkungan. Teknologi dalam mengendalikan dampak negatif tersebut beraneka ragam, mulai dari insinerasi, pemadatan sampai ke penyimpanan (containment) dan bioremediasi (Wisjnuprapto, 1996). Penggunaan karbon aktif akan memberi harapan baik untuk mengatasi pencemaran di tanah oleh pencemar organik atau anorganik. Karbon aktif dapat menyerap karbofuran di dalam air minum sebanyak 99,9% dari konsentrasi mula-mula sebesar 2250 mglL (Cunningham et al., 1995).
Bahan baku karbon aktif yang umum digunakan adalah tempurung kelapa. Tempurung kelapa banyak dijumpai dan mudah didapat di pasar tradisional. Sebagian besar tempurung kelapa biasanya dibuang begitu saja dan sebagian lagi digunakan untuk arang pembakar. Bahan baku Iainnya yang potensial adalah sekam padi. Sekam padi merupakan bagian terluar dari butir padi yang kaya zat arang, adalah hasil sampingan yang terbesar dari proses penggilingan padi. Dalam proses penggilingan, akan dihasiikan sekam padi sebanyak 18-35% (Houston, 1972). Menurut Tangenjaya (1991) bahwa persentase sekam dari gabah bervariasi, tergantung varietas, berkisar antara 16,3-26,0%.. Di Indonesia, terdapat usaha penggilingan padi sekitar 60.000 unit, sekitar 700 unit di antaranya memiliki kapasitas sedang dan besar (Setyono et al., 2000). Dengan produksi beras sebesar 29 juta ton/tahun diperkilakan akan dihasilkan lebih dari 11,5 juta ton sekam/tahun.
Hampir semua sekam yang terdapat di negara-negara ASEAN, dibakar atau terbuang begiiu aja. Kandungan seluiosa dan hemiselulosa yang mencapai 40% mémbuat ?kam berpotensi menjadi bahan baku I-carbon aktif. Di Indonesia, sekam padi umumnya digunakan untuk alas kandang pada peternakan ayam.
Karbon aktif dihasiikan melalui proses pirolisis dan bahan-bahan yang mengandung karbon, seperti tempurung kelapa dan sekam padi yang diikuti dengan tahap pengaktifan dari karbon yang dihasi|kan. Aktivasi adalah suatu proses menghilangkan ter yang masih tertinggal pada pori karbon aktif dengan penambahan suatu bahan pelarut kimia dan pemanasan pada suhu 800-1000°C, sehingga luas permukaan pon menjadi Iebih besar (Manocha, 2003 dan Darmstadt, 2004).
Pemilihan bahan pengerap residu insektisida dilakukan terhadap 15 jenis bahan yang diduga memiliki kemampuan erap yang tinggi. Bahan tersebut adalah karbon tampurung kelapa, karbon aktif tempurung kelapa, arang kayu (sate), karbon aktif kayu, karbon aktif bambu, ampas teh, karbon sekam padi, karbon aktif sekam padi, pupuk organik (kotoran hewan), kompos (tanaman), abu gosok, bokashi (campuran pupuk organik dan kompos), Fly ash, zeolit dan bentonit. Semua bahan tersebut diuji kemampuan daya erap terhadap Iod (lmamkhasani et af., 1994).
Karakterisasi karbon aktif tempurung kelapa dan sekam padi meliputi:
(a) penentuan luas permukaan, (b) penentuan bobot jenis, (c) penentuan bilangan iod, (d) kadar air, () pH (f) penentuan kadar zat mudah menguap, (g) kadar abu dan (h) penentuan kadar karbon terikat (lmamkhasani et al., 1994; Kadirvelu et al., 2000).
Dalam penelitian ini digunakan dua jenis tanah sawah, Inseptisol berasal dari daerah Karawang {pH 5-6, liat sedang 1:1 (60-70%)} dan Ultisol berasai dari daerah Jasinga {pH 4-5, Iiat rendah (<30-40%)}_ Karakterisasi
tanah meliputi pengukuran sifat fisik dan kimia tanah yaitu: tekstur tanah, pH tanah, bahan organik tanah, kandungan fosfor & kalium, nilai tukar kation (Ca, Mg, K, Na, KTK-kapasitas tukar kation dan KB-kejenuhan basa), pengukuran AI3+ dan H+(Hitsuda, 1987).
Kandungan heteroatom seperti oksigen, hidrogen, klor, sulfur, karbonil, hidroksil fenoiat, anhidrida, Iakton dan iaktal pada permukaan karbon aktif diidentiiikasi dengan alat FTIR Bio-Rad FTS 3000 spectrometer Excalibur series, pada kisaran panjang gelombang 4000-400 cm-1 dan resolusi 2 cm-1.
Bubuk kalium bromida digunakan sebagai matriks sampel dan bahan referensi (rasio sampel dan KBr adalah 5 : 100). Spektrum senyawa referensi didapat dari campuran sampel dengan bubuk KBr. Semua sampel sebelumnya dikeringkan terlebih dahulu pada suhu 110°C dengan vakum hingga didapat bobot tetap (Robert et al., 2000).
Penetapan kapasitas dan daya erap (sorpsi) karbon aktif terhadap insektisida karbofuran di dalam tanah dilakukan di Iaboratorium dengan empat belas kombinasi tanah dan dosis karbon aktif Kapasitas dan daya erap dan karbon aktif ditetapkan dengan model persamaan isoterm Langmuir (Evangeiou, 1998).
Untuk mengetahui pengaruh penggunaan karbon aktif terhadap tingkat kandungan residu karbofuran di tanah, air dan tanaman padi dilakukan penelitian di rumah. kaca dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 3 (tiga) faktor. Faktor pertama adalah jenis tanah (lnseptisol-Karawang/af dan Uitisoi-Jasinga/ag), faktor kedua adalah jenis karbon aktif (karbon aktif iempurung kelapa-KATKlb¢ dan karbon aktif sekam padi-KASPlb2) , dan faktor ketiga adalah dosis karbon aktif (0 ppmlcf, 250 ppm/cg; 500 ppm/cg; 1000 ppmlc4). Varietas padi yang digunakan adalah IR 64- Ukuran pot adalah tin i 40 cm, dan alas 30 Tiap poi diisi 10 kg contoh tanah kering udara dengan ukuran butir tanah yang Iewat saringan 2 mm. Pengamatan dilakukan pada seiang waktu 0, 5, 25, 45, 65, 85, 100 dan 140 hari inkubasi. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 4 kali. Untuk mengetahui perbedaan nyata antara perlakuan digunakan ANOVA (Anaiysis of Variance). Kalkulasi ANOVA menggunakan prosedur GLM (general linear model) dan SAS (Statistical Analysis System) versi 8.0 (SAS Institute, 1991).
Ungkat ketelitian dan kesalahan secara statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah pada P S 0,05 (Wade et al., 1998).
Anaiisis residu karbofuran menggunakan metode baku dari Komisi Pestisida (1997) dengan menggunakan aiat kromatografi gas Shimadzu GC-
4CM-PFE yang dilengkapi detektor Electron Capture Detector (ECD) dengan kondisi alat sebagai berikut: isi kolom DC 200 5%. CW (AW), 60-80 mesh, diameter dalam kolom 0,3 cm dan panjang 150 cm, suhu injektor dan detektor 230°C, suhu kolom 220°C, Iaju gas nitrogen 40 mllmenit, sensitivitas 102 MQ, kisaran 4 x 0,01 V, pulsa 1,25. Waktu retensi karbofuran dan 3-
hidroksi karbofuran dengan kondisi tersebut adalah 4,5 menit dan 7,7 menit_
Pada uji fortifikasi, nilai recovery karbofuran dengan metode di atas berkisar antara 92-98%. Batas deteksi minimal alat dengan kondisi tersebut adalah 0,001 ppm.
lsolat bakten diambil dari contoh tanah percobaan di rumah kaca yang terdiri tanah Karawang dan Jasinga pada setiap interval waktu pengamatan.
Masing-masing isolat diinokulasikan ke dalam 5-mL media cairan hara dan dibiakkan dengan cara diinkubasi selama 2 hari aerasi pada suhu 28°C.
Beberapa koloni yang terbentuk pada plate dihitung jumlahnya dengan metode ?most probable numbers? (MPN). Selanjutnya dilakukan identitikasi strain bakteri dengan metode ?Bergey's Manual of Detemzinative Bactenology, 8"? ed.? (Chaudhry dan Ali, 1988).
Koloni bakteri dari step sebelumnya yang muncul dalam piringan agar pada tanah tanpa perlakuan karbofuran kemudian dites kemampuan mendegradasi karbofuran. Kemampuan biakan bakten mendegradasi karbofuran diuji dalam media mineral [MgS04.7H2O O,2; KZHPO4 O,1, CaSO4 o,o4, FeSO4.7H2O 0,002 g liter" dalam air deslilasi; pH e,21. Apabila insektisida yang clitemukan kurang dan 50% dari konsentrasi awal, berarti tabung mengandung organisms pendegradasi insektisida (Chaudhiy dan Ali, 1988; lvlohapatra dan Awasthi, 1997).
Dari hasil penelitian diketahui bahwa berdasarkan kritena mutu karbon aktif menurut SNI(1995) terutama uji daya erap (sorpsi) terhadap iod, karbon aktif tempurung kelapa (KATK) memiliki daya erap yang tinggi melebihi kritena SNl minimal sebesar 750 mg/g. Sedangkan daya erap iodin dan karbon aktif Sekam padi (KASP) lebih nendah dari kriteria SNI.
Berdasarkan penetapan kapasitas erap isoterm Langmuir, diketahui bahwa interaksi KATK dengan desis 250 ppm dengan tanah, baik dengan tanah lnseptisol Karawang (IKM) maupun tanah Ultisol Jasinga (UK250), memiliki kapasitas erap tefhadap karbofuran tertinggi, yaitu masing-masing sebesar 135,1351 dan 769,2308 pg/g.
Penambahan karbon aktif ke dalam tanah berpengaruh nyata terhadap peningkatan karakteristik tanah seperti nllai pH, kandungan bahan organik dan kapasitas tukar kation serta peningkatan aktivilas mikroba tanah.
Dengan penambahan karbon aktif di tanah, menyebabkan perubahan pH tanah yang semula asam menjadi netral. Gugus kimia permukaan karbon aktif seperti karbonil, asam karboksilat, lakton, fenol dan eter sangat berpengaruh terhadap perubahan pH tanah.
Kondisi pH netral tanah merupakan kondisi yang balk bagi bakteri Pseudomonas sp untuk mendegradasi karbofuran menjadi metabolit (3-OH karbofuran), NHZCH3 dan C02. Bakteri Pseudomonas sp lebih menyukai tinggal dalam pori-pori karbon aktif, karena di dalam pori-pori terdapat sumber hara dan hasil peruraian karbofuran yaitu NHZCH3 dan CO2, yang digunakan sebagai sumber energi bagi mikroba, sehingga populasi dan aktifitas mikroba di tanah menjadi meningkat.
Dengan adanya peningkatan populasi bakteri dan peningkatan karakteristik tanah, maka konsentrasi residu karbofuran di tanah, tanaman padi (beras) dan air mengalami penurunan hingga di bawah batas maksimum residu (BMR), sehingga tidak membahayakan bagi mahluk hidup namun masih tetap toksik terhadap organisme pengganggu tanaman. Dengan demikian, KATK mempunyai prospek kedepan sebagai bahan pengendali residu kanbofuran di tanah.

Abstract
Up to the date, the use of pesticide in agricultural field is still high; the highest are among other insecticide followed by fungicide and herbicide. The commonly use type of insecticides are carbamate, organic phosphate and pyretroid. One of carbamate type is carbofuran that commonly use at paddy field to control pests such as brown planthopper and stemborer Carbofuran is a very toxic substance, however easily hydrolyzed. According to the previous research it is found that besides found in paddy field soil, carbofuran insecticide residue is also found in paddy field water and in fish tissue. This will cause among other the entering of carbofuran residue into water flow (river) and further will be consumed by cattle including human. When consumed by humanthis insecticide may effect the endocrine system (Eds - Endocrine Drsrupteds) that plays role in synthesis, secretion and reproduction.
Some research findings indicated the existence of carbofurane residue in soil, rice and water. Sudarmadji et al (1986) reported that the application of carbofuran insecticide with recomended dosage might leave residue in soil with concentration range of 0.42-0.53 ppm. Further, the result of research Samudra et at (1989) reported that 3 times application of carbofuran with dosage. of 0.60 kg/ha might leave residue in soil with concentration range of 0.0062-0.0216 ppm. Such carbofuran residue will only be found when the vegetation reached 29 days after planting and will not be detected when harvesting time. The survey in paddy production central in West Java and East Java indicated the existence of carbofuran residue in paddy field soil with concentration range of 0.06-0.16 ppm. The maximum limit of carbofuran residue in rice is 0.20 ppm. Varca and Tejada (1998) reported that insecticide residue that commonly found in body tissue of Nile tilapia fish (Oreochmmis nilotrcus) is carbofuran insecticide residue with concentration of 10.0-17.0 ppb. LC50 Carbofuran in fish of 0.17 ppm (Category C = LC50 < 0.5 ppm; is very toxic).
The technology for insecticide residue control in mainly agricultural environment has not yet been found until now. This research is urgently needed to support the development of continuous agriculture and environmental friendly. There are various kind of technology in controlling such negative impact, as from incineration, filling up to containment and bio-remediation (Wisjnuprapto, 1996). The use of active carbon will give good expectation to encounter soil pollution by organic or inorganic pollutants. Active carbon is able to absorb 99-9% carbofurane in drinking water from formerly 2250 mg/L (Cunningham et al., 1995).
The commonly use active carbon raw material is coconut shell. Coconut shell is easily available and can be found at traditional market. Most of coconut shells are just disposed and partly used as charcoal. Another potential raw material is paddy skin. Paddy skin is the outer part of paddy seed that rich of carbon, is the highest side production from paddy mills process. ln milling process, about 18-35% of rice husk will be produced (Houston, 1972). According to Tangenjaya (1991), the percentage of rice husk from unhulled paddy is vary, including the variety, ranges between 16.3 - 26_0%. There are about 60.000 paddy mills in Indonesia, 700 units of them are of medium and large capacities (Setyono et.aI., 2000). With rice production of 29 million tons/year it estimated will produce more than 11.5 tons of rice husk/year. Almost all of rice husk in ASEAN countries are just bumed or disposed. Cellulose and hemycellulose contain that amounting to 40% makes rice husk is potential as the raw material of active carbon. ln Indonesia, rice husk is generally used for bedding at chicken breeding.
Carbon active is produced through pyrolisys process from the materials that containing carbon, such as coconut shell and rice husk followed by activating phase of the carbon being produced. Activation is a process to eliminate tar that still -remain on active carbon pores by adding a chemical solution and healing at 800-1000°C, so that the surface of pores becomes wider (Manocha, 2003 and Darmstadt, 2004).
The selection of insecticide residue -absorption was made to 15 types of material that deemed have high absorb ability. The said materials are coconut shell, active carbon of coconut shell, wood charcoal (sate), wood active carbon, bamboo -active carbon, tea residue, rice husk carbon, active carbon of rice husk, organic fertilizer (animal wastes), kompos (vegetation), scouring sands, bokashi (mixture of organic fertilizer and kompos), fly ash, zeotyte and bentonyte. All of the materials are tested for their sorption ability against iod (imamkhasani etal., 1994).
The characteristics of active carbon from coconut shell and rice husk including: (a) the determination of surface area, (b) the determination of specific weight, (c) the determination of iod number, (d) water content, (e), pH (f) detemination of easily evaporated substance content, (g) ash content and (h) the determination of bonded carbon content (lmamkhasani et al., 1994; Kadirvetu et aI.,2000).
This research used two types of paddy field soil, lnceptisol from Karawang area (pH 5-6, medium clay (60-70%) and Ultisol from Jasinga area (pH 4-5, low clay (<30-40%). Soil characteristics covering of: the measurement of Soil physical and chemical characters are soil texture, pH, organic matter, phosphor and potassium contents, cation exchange value (Ca, Mg, K, Na, CEC-Cation exchange capacity and BS-base saturation), measurement ofAl°* and H* (Hitsuda, 1987).
Heteroatomic contents such as oxygen, hydrogen, chlor, sulfur, carbonyl, hydroxyl phenolate, anhydride, lactone and lactal on active carbon surface are identified by means of FT IR Bio-Rad FTS 3000 spectrometer Excalibur series, in wave length range 4000-400 cm" and resolution 2 cm".
Potassium bromide powder was used as sample matrix and reference material (sample ratio and KBr was 5: 100). The spectrum of reference compound is obtained from mixing the sample with KBr powder. All samples are pre dried at 110°C by vacuum so that fixed weight is obtained (Robert et al., 2000).
The determination of capacity and sorption ability of active carbon against carbofuran insecticide in soil was conducted at laboratory with fourteen soil combination and carbon active dosages. The capacity and sorption ability of active carbon were defined by means of isotherm equation model Langmuir (Evangelou, 1998).
To find out the impact of active carbon application to the rate of carbofuran residue content in soil, water and paddy, a green house research was conducted by using complete random design (RAL) factorial with three factors. The first factor is type of soil (inseptisol- Karawang/a1 and ultisol-Jasinga/a2), the second factor is active wrbon coconut shell active carbon-KATK/b1 and rice husk active carbon-KASP/b2), and the third factor is active carbon dosage ( 0 ppm/c1, 250 ppm/c2; 500 ppm/c3; 1000 ppm/c4). Paddy variety being used is IR 64. Pot dimension is 40 cm height and 30 cm bed. Each pot was filled with 10 kgs of air dried soil sample with the size of soil granule that passed the strainer of 2 mm, Observation was made within 0, 5, 25, 45, 65, 85. 100 and 140 incubation day, Each treatment is repeated for four times. ANOVA (Analysis of Variance) was used to rind out the actual difference between the treatments. ANOVA calculation was made by using GLM (General Linear Model) procedure from SAS -(Statistical Analysis System) version 8.0 (SAS Institute, 1991). The Statistical accurateness and error being used in this research was at P 5 0-05 (Wade et al., 1998).
The analysis of carbofuran residue was conducted by using standard method from Pesticide Committee (1997) by using gas Chromatography Shimadzu GC-4CM-PFE equipped with Electron Capture Detector (ECD) with the following device condition; DC-200 column content 5%, CW (AW), 60-80 mesh, column inner diameter 0.3 cm and length 150 cm, injector and detector temperature 230°C, column temperature 220°, nitrogen gas rate was 40 mi/minute, sensitivity 102) MQ, range 4 x 0.01 v, pulse 1.25. carbofurane and 3-OH carbofuran retention times under the above conditions was 4.5 minutes and 7.7 minutes. During fortification test, carbofuran recovery value with the above method ranges between 92-98%. Minimum detection limit with the above condition was 0.001 ppm.
Bacterial isolate was taken from experimental soil sample at green house that consisting of Inceptisol Karawang and Ultisol Jasinga soils at every observation time interval. Each isolate was inoculated into 5-mL nutrient liquid medium and breed through incubation for 2 days of aeration at temperature 28°C. Some colonies that formed on plate are counted by ?most probable numbers? (MPN) method. Further, bacterial strain is identified by "Bergey?s Manual of Determination Bacteriology, 8?? ed.? Method (Chaudhry and Ali, 1988).
Bacterial colony from previous step that occurred on gel plate in soil without carbofuran treatment is then test for carbofuran degradation ability. The bacterial ability to degrade carbofuran is tested in mineral media [MgSO4.7H2O 0.2); K2HPO 0.1, CaSO4, FeSO4.7H2O 0.002 g liter-1 in distilled water pH 6.2]. If the insecticide found is less then 50% from initial concentration, it means the tube containing insecticide degrading organism (Chaudhry and Ali, 1988; Mohapatra and Awasthi, 1997).
According to quality criterion of active carbon (SNI, 1995) mainly sorption test on iod, the coconut shell active carbon (KATK) has high sorption ability larger that SN! criterion minimum of 750 mg/g. while the sorption ability of iodin from active carbon of rice husk (KASP) is lower than SNI criterion.
Based on the determination of Langmuir isotherm sorption capacity, it is found that KATK interaction with 250 ppm dosage with soil, either with Inceptisol Karawang soil (IKM) or Ultisol Jasinga soil (UK250), has the highest carbofuran sorption capacity, namely respectively 135.1351 pg/g and 769.2308 ug/g.
The addition of active carbon into soil has an actual impact on the increase of soil characteristics such pH value, organic material content and cation exchange capacity as well as the increase of soil microbe activity. With the increase active carbon in soil, soil pH will altered from formerly acid to become neutral. The chemical properties of active carbon surface such as carbonyl, carboxylate acid, Iactone, phenol, and either are greatly influencing the alteration of soil pH.
The condition of soil neutral pH is a good condition for Pseudomonas sp bacteria to degrade carbofuran into metabolite (3-OH carbofuran), NHZCH3 and CO2. Pseudomonas sp bacteria prefers to stay in active carbon pores, because there is nutrient source in the pores from the result of carbofuran dispersion namely NH2CH3 and C02 that used as energy source for microbe, so that the population and activity of microbe in 'soil increased.
With the of bacteria population and soil characteristic improvement, the concentration of carbofuran residue in soil, paddy (rice) and water is decreased up to less than maximum residue limit (MRL), that will not endanger life creature however still toxic to plant pest organism. In so doing, KATK has a future prospect as the control agent for carbofuran residue in soil."
2004
D1238
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Mabe
"Telah dilakukan preparasi, kajian dan pengatnatan struktur mikro sampel magnet hibrid SmCO5 - Nd12Fe82B6 setelah melalui proses preparasi teknik metalurgi serbuk. Material hibrid yang dibuat berturut-turut memiliki komposisi stoikiometri yaitu paduan serbuk (Sm,Pr)Co5 (at.%) dan paduan ingot Nd12Fe82B6 (at.%). Unsur Dy disubsitusi kedalam Nd-Fe-B sehingga terbentuk paduan fasa Nd12-xDyx, Fe82B6 (at.%) dengan x = 0, 1, 2, 3, 6 dan 9. Selanjutnya, paduan ingot tersebut diproses mil sehingga dihasilkan serbuk halus (Nd,Dy)-Fe-B dengan ukuran partikel 20-40 pm. Kedua serbuk (Sm-Co dan Nd-Fe-B) dicampur dengan perbandingan berat (80+y);(20-y) (wt%} dengan y = 0, 5, 10 dan 15 dan sebagian campuran tersebut dimil dengan waktu yang bervariasi. Serbuk material tersebut dipadatkan melalui pemadaian satu arab dalam cetakan berbentuk silinder sehingga menghasilkan padatan muda. Sampel yang sangat padat dihasilkan setelah menjalani siklus perlakuan panas.
Telah dihasilkan struktur mikro material hibrid yang terdiri dari fasa hibrid (Pr,Nd,Sm,Dy)2(Fe,Co)14B, (Pr,Nd,Sm,Dy)Co5 setelah tahapan sinter pada temperatur 1150 °C dan anil pada temperatur 850 °C selama 5½ jam dan diikuti pendinginan cepat kedalam air. Juga telah diamati bahwa ?fasa bingkai? mempunyai tipe 1-5 dan 2-14-1 disamping fasa utama 2-14-1 dan 1-5 dalam material hibrid seperti ditunjukkan oleh SEM-EDS, XRF dan XRD. Struktur mikro tersebut sepertinya berpenampilan ?unik? karena berbeda dengan struktur mikro material magnet konvensional yang berbasiskan Nd-Fe-B atau Sm-Co. Studi dengan SQUID juga dilakukan untuk mengevaluasi sifat magnetik meskipun histerisis loop yang dihasilkan hanya terdapat pada kwadran pertama. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa hibridisasi dua fasa magnetik permanen yang berbeda telah memberikan informasi baru yaitu telah dihasilkannya struktur mikro yang ?unik? walaupun fasa-fasa magnetik 1-5 dan 2-14-1 masih tetap dipertahankan sebagai fasa-fasa utama dalam material material hibrid.

The preparation, investigation and observation of microstructure of the SmCo5 - Nd12Fe82B6 hybride magnetics sample which after preparation processing by powder metallurgy technique have been done. Hybride materials were made of stoichiometry (Sm,Pr)Co5 (at%) and Nd12Fe82B6 (at.%) compositions respectively in form of powders and lumps. The element of Dy was substituted into Nd-Fe-B to produces Nd12-x Dyx, Fe82B6 (at%) alloys with x = 0, 1, 2, 3, 6 and 9. The alloys were further ball milled to produce fine powders of (Nd,Dy)-Fe-B in the size range of 20-40 μm. Both kinds of powders (Sm-Co and Nd-Fe-B base) were then mixed with ratio (80+y):(20-y) in weight for y = 0, 5, 10 and 15 and successively milled with various milling times. The powder materials were compacted in a silindrieal die and pressed in one direction leads to green compacts. Fully dense compacting samples were obtained after the application of designed heat treatments.
It was found that microstructure for hybrid materials consisted of (Pr,Nd,Sm;Dy)2(Fe,Co)14B, (Pr,Nd,Sm,Dy)Co5 obtained after a sintering step at temperature 1150 °C and annealed ata temperature of 850 °C for 5½ hours and followed by quenching into water. It was also observed that a ?frame phase? of 1-5 and 2-14-1 types in addition to the main phase of 2-14-1 and l-5 in hybride materials as shown by SEM-EDS, XRF and XRD. This kind of microstructure is assumed unique because different with conventional microstructure of sintered Nd-Fe-B or Sm-Co based materials. The study also employed SQUID to evaluate the magnetic properties despite only first quadrant of the hysteresis loop which available. The conclusion of the current study is that hybridization of two different hard magnetic phases have given new information in that it has produced ?unique? microstructures while the magnetic phases of 1-5 and 2-14-1 still remain as tl1e main phases in hybride materials."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
D1225
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Hartati
"Tumbuhan obat dari genus Garcinia, termasuk familia Guttiferae telah banyak dikenal mengandung senyawa metabolit skunder seperti xanton, bitlavonoid dan benzofenon. Banyak senyawa yang ditemukan memiliki bioaktivitas yang potensial sebagai antibakteri, antimalaria dan bersifat sitotoksik terhadap beberapa se] kanker. Kurang lebih 50 spesies Garcinia tumbuh cli Indonesia termasuk Garcinia tetrandra Pierre, Garcinia eugeniaejblia Wall dan Garcinia maingayi Hook. Penelitian ini bertujuan mengungkapkan kandungan senyawa kimia dari ekstrak n-heksana dan aseton kulit batang pohon tiga tanaman tersebut di atas serta uji aktivitas biologi, yang meliputi uji awal toksisitas terhadap udangfirtemia salina Leach dan uji sitotoksisitas terhadap sel leukemia murin P388 serta qii antibakteri terhaclap Baccil us subtilis ATCC 6633, Exrherichia cali ATCC 25922,,S!aphyIococcus aureus ATCC 6538 dan Psedomonas auregenase DSM 43286. Isolasi dilakukan dengan tehnik kombinasi lcromatografi. Penentuan Slrulftur molekul dilakukan dengan menganalisis data-Clataspaktrunl UV-Vis, infra merah, massa, resonansi magnet inti ?H dan '3 C sam dan dua dimensi. Beberapa senyawa dinalisis dengan difraksi sinar-X. Dari basil isolasi ditemukan I l seuyawa termasuk 2 senyawa bam, meliputi beberapa senyawa turunan xanton, xanton dimer, isopltnilbenzofenon dan flavanol. Dari G. Ietrandra telah diisolasi dan diidentifikasi stigmasterol, cudmksanton, lupeol dan, xanton baru yang dinamai tetrandraksanton atau [l,3-dihidroksi .2?, 2?-dirneiil pimno (5?, 6?, 5, 6)]- xanton. Dari G. eugeniaefolia-telah diisolasi dan diidentiikasi stigmasterol dansexiyawa baru yang dinamai eugeniaefenon rnerupakan turunan benzofenon yangmengandung gugus isoprenil dan dimetil siklobutan. Dari G. maingayi telah diisolasi dan diidentlfikasi stigmasteml, camb0ginol, isoksantochymol, griffipaviksanton dan 5, 7, 2', 5?-3tetrahidrokSi flavan-3-ol. Dari hasil uji bioaktivitas, gtiflipaviksanton, carnboginol dan eugeniaefenon dinyatakan sangat aktif/toksik terhadap larva udimg (Anemia Salina Leach) yang memiliki alctivitas dengan LC50 masing-masing 1,06 x io* ; 1,69 dan 3,24 ,ug/mL, sedangkan senyawa isoksantochymol, cudraksanton dan lupeol dinyatakan tidal: aktii Dari hasil uji terhadap sel murin P3 88, senyawa isoksanthochymol dan grifiipaviksanton dinyatakan sangat aktif dalam menghambat pertumbuhannya, dengan IC50 1,47 dan 0,42 ,ug/ml.. Senyawa eugeniaefenon memiliki aktivitas sedang dengan IC50 2,5 ,ug/mL, sedangkan senyawa camboginol dan 5, 7, 2?, 5?- tetrahidroksi flavan-301 tidak aktif yang menunjukkan aktivitas dengan IC50 > 4 pg/rnL . Dari hasil uji antibakteri, senyawa camboginol dan eugeniaefenon memiliki aktivitas hambatan pertumbuhan mikroba pada lconsentrasi 10.000 ppm terhadap mikroba B. subtilis ATCC 6633, E. colli ATCC 25922, .SZ aureus ATCC 6538, P.auregenase DSM 43286 bertmut-turut 16, 13, 15 dan 14 mm: 13, 16, 13 dan 15 mm. Pada konsetrasi yang sama tetrasiklin menunjukkan aktivitas hambatan pertumbuhan mikroba rata-rata 30 mm.

The medicinal plants in the genera of Garcinia belong to Guttiferae family have been known to be rich on secondary metabolites, such as xanthones, bitlavonoids and benzophenones. Some of wmpounds havetbeen reported as unique novel chemicals and having potential for various bioactivities as antibacterial, airimaia-ia, and eymmxie against cancer cells About so ? Garcinia species -growing in Indonesia include Gm'einrh?tetrandra Pierre, Garcinia eugeniawlia Wall. and Garcinia maingyi Hook. This research is conducted to isolate the chemical constituents of n~hexane and acetone extracts
of stem barks and their biological activity evaluation, namely preliminary evaluation using brine shrimp lethality test against Artemia saline Leach, cytotoxic against P388 cultured murine cells and antimicrobial activity against
Baccilus subtilis ATCC 6633, Escherichia coli ATCC 25922, Staphylococcus aureus ATCC 6538" and Psedomonas auregenase DSM 43286. Isolation of the compounds was conducted through combined various chromatographic techniques. Structure elucidation ofthe isolates Wasperfonned by analysing their spectroscopic data, namely: UV-4Vis, inlia red, mass, one- and two-
dimension NMR The structures of -some of the isolates were also clarified by their X-ray diffraction dam. From this research, among ll isolates, 2 isolates were novel compoimds. The isolates were triterpepnegxantlione- derivatives,
xanthone dimers, isoprenylbenophenones, andtlavanol. From the stem bark of G. tetrandra stigrn asterol, cudraksantone, Iupeol and a new xanthone namely tetrandraxanthone or [l,3-dihydroxy-2?,2?;dimethyl pyrano-(5?,6?,5?,6)]-
xanthone have been isolated and identified. The work on G. eugeniaefolia, led to the isolation stigmasterol and a novel compound, eugcniaephenone, a benzophenone having isoprenyl groups and dimethyl cyclobutane. From G. maingayi. stigmasterol, camboginol, isoxanthochymol, griflipavixanthone and 5,7,2?,5?-tetrahydroxy ilavan-3-ol have been isolated and identified. From bioactivity test, griffipavixanthone, eugeniaephenone and carnboginol were strong cytotoxic to brine shrimp (Artemia salina Leach) lethality test results showing LC? 1,06 xlO'2 ; 1,69 and 3,24 pg/mL respectively. Meanwhile, the isoxantochymol, cudraxanthone and Iupeol were not active. From cytotoxicity against murine P-3 88 cultured cells test, showed that griffipavixanthone and isoxanthochymol ,were strong cytotoxic, judged by their IC50 values of 0.42 and 1.47 /xg/mL, respectively. Eugeniaephenon were also moderate cytotoxic having IC5Q 2.5 pg/mL. Meanwhile camboginol and 5,7,2?,5?~tetrahydroxy tlavan-3-ol were inactive, represented by its IC50 values more than 4 ,ug/mL. On evaluated for,their antibacterial activity. Camboginol and eugeniaephenone showed the highest antibacterial activity, having 'microbial growth inhibition against B. subtillis ATCC 6633, E. coli ATCC 25922, .SI aureus ATCC 6538, and P. auregenase DSM 43286. The inhibition diameter using concentration of 10,000 ppm, camhoginol and eugeniaefenone showed 16, l3, 15 and 14 mm; ind 13, 16, 13, and 15 mm, respectively. Tetracycline s9lution_was used as the positive control concentration of 10,000 ppm, showed diameter inhibition of 30 mm."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
D1233
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Berna Elya
"Garcinia rigida dan Garcinia benthami termasuk famjlia Guttiferae yang terdapat di Indonesia. Beberapa spesies dari genus Garcinia mengandung senyawa bioaktif yang potensial dan digunakan sebagai obat tradisional. Penelitian ini bertujuan mengisolasi dan menentukan Struktur senyawa kimia dari daun tanaman Garcinia rigida dan kulit batang Garcinia benthami serta uji aktivitas biologi, yang meliputi uji awal toksisitas terhadap udang Artemisia Salina Leach dan uji aktivitas antibakteri terhadap staphylococcus aureus dan Samonella typhosa dan senyawa-senyawa yang diperoleh. Isolasi senyawa dilakukan dengan menggunakan tehnik kromatografi kolom dan penentuan struktur molekulnya dengan menggunakan data spektroskopi: massa (MS), inframerah UV, resonansi magnetik inti proton ('H-NMR), resonansi magnetik inti karbon (13C-NMR) dan data spektroskopi NMR-2D, meliputi COSY, HMQC, ROESY dan HMBC. Pada penelitian ini ditemukan lima senyawa baru turunan xanton dan enam senyawa triterpenoid yang telah diketahui dari daun tanaman garcinia rigida.
Lima senyawa xanton baru tersebut adalah 1,5,6-trimetoksi-6',6'-dimetilpirano-(2',3':3,4)-xanton (GRI,-I = sahlaxanton) , 6-hidroksi-1,2,5,8-tetrametoksi-6',6' dimetilpirano-(2',3';3,4)-xanton (GRI,-2 = salmaxanton), l-metoksi-5,6-metilendioksi-6',6'-dimetilpirano-(2',3?:3,4)-xanton (HR-5 = musa-xanton), 1-hidroksi-5,6,8-utrimetoksi 6',6'-dimerilpirano-(2',3':3,4)-xanton (HR-7 = asmaxanton) dan isomer dari salmaxanton yaitu l-hidroksi-2,5,6,8-tetrametoksi~6?,6?-dimetilpirano-(2',3':3,4)-xanton (HR-8). Enam senyawa triterpenoid adalah lanosta-8,25-dien-313-ol (HR-1), Eiedelin (HR-2), lupeol (HR-3), stigmasterol (HR-4c), 3B-hidroksi-20(29)-en-lupan-30-al (HR-4d) dan 3B-hidroksi-20(29)-en-Iupan-30-ol (HR-6a).
Dari kulit batang tanaman Garcinia benthami didapatkan tiga senyawa baru turunan benzofenon dan satu senyawa flavonoid serta empat senyawa tritelpenoid. Tiga senyawa bam tersebut adalah 2'-metoksi-4',6',3,5-tetrahidroksibenzofenon (GbA-5 = ismailbenzofenon), 2',6'-dimetoksi-4',3,5-nillidroksibenzofenon (GbA~6 = hilmibeuzofenon) dan 3?,5',6-trihidroksi-2,4-dimetoksi-6'(3-metilbut-2-enil) benzofenon (GbA-4' = salimbenzo-fenon). Satu Senyawa flavonoid, yaitu epikatekin (GbA-7) dan empat senyawa triterpenoid yaitu friedelin(GBH-3), asam-3B-hidroksi-Ianosta-9(11), 24-dien-26-oat (GbH-4), stigmasterol (GbA-2) dan asam-olean-5,12-dien-3B-ol-28-oat(GbA-4).
Pada uji pendahuluan terhadap larva udang Artemia salina leach memperlihatkan bahwa senyawa-senyawa GRL-1, GRL-2, HR-5, HR-7 dan HR-8 memperlihatkan adanya hambatan pertumbuhan bakteri pada konsentrasi 100, 50 dan 25 ppm, sedangkan senyawa GbA-5, GbA-6 dan GbA-4' menghambat pertumbuhan bakteri pada konsentrasi 100 dan 50 ppm, tetapi tidak terhadap kuman salmonella typhosa."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2004
D1248
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiah Rachmatiah
"Penelitian ini dilakukan untuk menyelidiki kandungan alkaloida dari kulit batang Actinodaphne pruinosa Nees, A. sphaerocarpa (Bl) Nees dan daun Cryptocarya ferrea BI serta uji bioaktivitas terhadap Plasmodium falciparum, Artemia salina Leach dan sel murine P-388. Alkaloida diekstraksi menggunakan metode asam basa. lsolasi alkaloida dilakukan dengan cara kromatograti kolom menggunakan silika gel sebagai fasa diam dan campuran diklorometana dan metanol sebagai larutan pengelusi. Struktur molekul dari alkaloida yang diisolasi ditentukan dengan menggunakan data spektroskopi UV, FTIR, ?H NMR, 13C NMR dan MS. Lima alkaloida baru; (+)-(R)-N-(2- hidroksipropil)-lindcarpin (pruinosin A), (+)-(S)-N-(2-hidroksipropil)-lindcarpin (pruinosin B), (+)-(R)-N-(2-hidroksipropil)-laurolitsin (pruinosin C), (+)-(S)-N-(2-hidroksipropil)-Iaurolitsin (pruinosin D) dan (-)-N?-desmetil-grisabin, berhasil diisolasi dari kulit batang A. pruinosa bersama dengan tujuh alkaloida yang sudah dikenal, Iindcarpln, N-metillindcarpin, Iaurolitsin, boldin, (+)-thaligrisin, (-)-dauricin, (-)-0,0-dimetil-grisabin. Laurotetanin, N-metillaurotetanin, isoboldin, actinodaphnin, N-metilactinodaphnin, corydin dan norcorydin diisolasi dari kulit batang A. sphaerocarpa serta dua alkaloida Iainnya nordicentrin dan dicentrinon diisolasi dari daun Cryptocalya ferrea. Ekstrak alkaloida dari kulit batang A. pruinosa dan A. sphaerocarpa aktif terhadap larva udang Artemia salina dengan nilai LC50 berturut-turut 106,5 μg/ml. dan 126.7 μg/mL. Ekstrak alkaloida kulit batang A. pruinosa dan sényawa hasil isolasinya; pruinosin A, aktif terhadap sel murine P-388 dengan IC50 berturut- turut 5.1 dan 3,9 μg/mL, sedangkan ekstrak alkaloida A. shaerocarpa, pruinosin B, C, D, dan lindcarpin serta (-)-0,0-dimetil-grisabin tidak aktif dengan IC50 berturut-turut 34,2, 24,0, 38,0, 52,0, 18,0, dan 10,0 μg/ mL. Aktivitas terhadap P. falciparum dijumpai pada ekstrak alkaloida A. shaerocafpa dengan nilai |650 2,5 x 10° |1gImL. namun ekstrak alkaloida A. pruinosa tidak memperlihatkan aktivitas tarhadap P. falciparum.

This work was carried out to investigate alkaloid constituents from the stem bark of Actinodaphne pruinosa Nees, A. sphaerocarpa (BI) Nees , the leaves of Cryptocarya fenea Bl, and their bioactivities against Plasmodium falciparum, Artemia salina Leach and murine cells P-388. The alkaloids were extracted by acid-base methods and isolated by column chromatography on silica gel and eluted with a mixture of CH2Cl2-methanol as a solvent system. The structure of alkaloids were established using spectroscopy data: UV, FTlR, 1H NMR, 13C NMR and MS. Five new alkaloids, (+)-(R)-N-(2-hydroxypropyl)-lindcarpine (pruinosine A), (+)-(S)-N-(2-hydroxypropyI)-Iindcarpine (pruinosine B), (+)-(R)-N-(2-hydroxypropyl)-laurolitsine (pruinosine C), (+)-(S)-N-(2-hydroxypropyl)-laurolitsine (pruinosine D) and (-)-N?-desmethyl-grisabine were isolated from the stem bark of A. pruinosa together with seven known alkaloids, lindcarpine, N-methyllindcarpine, laurolitsine, boldine, (+)-thaligrisine, (-)-dauricine, and (-)-0,0-dimethyl-grisabine. Seven known alkaloids, laurotetanine, N-metillaurotetanine, isoboldine, actinodaphnine, N-methylactinodaphnine, corydine and norcorydine, were isolated from the stem bark of A. sphaenocarpa (Bl) Nees, and two another known alkaloids, nordicentrine and dicentrinone, were isolated from Cryptocarya ferrea. The crude alkaloid extract of A. pruinosa and A. sphaerocarpa were active against Artemia salina with LCM 106.5 and 126.7 pg/mL respectively. The crude alkalcid extract of A. pruinosa and pniinosine A were active against murine cells P-388 with lC50 5.1 and 3.9 pg/mL respectively. The crude alkalold extract of A. sphaemcarpa, pruinosine B, C, D, lindcarpine, and (-)-0,0-dimethyl-grisabine are inactive against murine cells P-388 with lC5° 34.2, 24.0, 38.0, 52.0, 16.0, and 10.0 μg/mL respectively. The activity against P. faiciparum was showed by the crude alkaloid extract of A. sphaerocarpa with IC50 2.5 x 10-5 μg/mL, but no effect was showed by crude alkaloid extract of A. pruinosa."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
D1219
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Pratiwi Pudjiastuti
"ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian pada tumbuhan tingkat rendah Iumut hati P. sandei Dozy dan tumbuhan
tinggi famili Lauraceae yaitu Beilschmiedia brevipes Ridl., B. glauca Lee dan Cryptocazya. kurzii
Hk.f. Ekstraksi P. sandei Dozy dilakukan dengan cara maserasi dengan pelarut berturut-turut n-
heksana, klorofom dan melanol, sedangkan ekstraksi pada tumbuhan tingkat tinggi famili
Lauraoeae menggunakan ekstraksi asam basa untuk memperoleh alkaloid total. isolasi P. sandei
Dozy dilakukan dengan kromatograti kolom menggunakan fasa diam silika gel, Sephadex LH-20
dan Cosmosil RP-75 serta eluen n-heksana-etilasetat, n-heksana-aseton dan kloroform-metanol,
sedangkan isolasi alkaloid digunakan fasa diam silika gel dan eluen diklorometana-metanol.
Penentuan struktur molekul dilakukan dengan UV, FTIR, 1H-NMR, 13C-NMR, NMR-2D, ESI-MS,
FAB-MS, GC-MS dan HR-MS. Dari hasil tumbuhan tingkat rendah P. sandei Dozy diperoleh 6
senyawa yaitu 2 seskuiterpen, spathulenol (A-1) dan 10-oksodaucan-5,8-dien-11-asetat (A-3) yang
merupakan senyawa baru, 2 macam sterol yaitu stigmasterol (A-2) dan silosterol (A-4), turunan
gliseroi 1',2'-[(3~etoksi)-heksa vinill gliserol (A-5) juga merupakan senyawa baru dan etil p-metoksi
sinamat (A-6), sedangkan dari tumhuhan tinggi famili Lauraceae diperoleh 7 alkaloid
bensilisokuinolin dari B. bravipes Ridl., yaltu 7-O,4'-O-dimetilooclaurin (B-1), papaveraldin (B-2),
velucriptin (B-3), papaverine (B-4) adalah bahan alam baru, amepavin (B-5), 4-metilpapaveraldin
(B-6) merupakan senyawa baru dan noramepavin (B-7). Enam alkaloid aporfin yaitu
norisoturberin (C-1), norisocoridin (C-2), N-metilhemagin (C-3), isocoridin (C-4), hemagin (C-6),
catalpivolin (C-7) dm 1 oksoaporin, 7-oksohemagin (C-5) 'dari B. glauca Lee dan 4 alkaloid
oksoaportin, O-metilmoschatolin (D-1), subseilin (D-2), aiherolin (D-3), dioentrinon (D-4) dan
sinamida (D-5) dar! C. Rum? Hk.f. UE aktivitas sitotoksik alkaloid disentxinon pada se! KB
menunjukkan harga LCm 9,03 ppm, sedangkan pada konsentrasf 10 ppm disentrinon dapat
menginduksi apoptosis sebesar 46,30%, dan menyebabkan nekrosis 20,28%. Disentrinon
menginduksi apoptosis jauh lebih tinggi dmanding dengan aportin aiau oksoeporfin Iain, tetapi
sedikit Iebih rendah daripada vinkristin sebagai kontrol positif.

Abstract
The research of the isolation and structure determination of the chemical constituents of the
liveiwort of Plagiochila sandei Dozy and Lauraceae, namely Beilschimedia brevrpes Ridl.,
Beilschmiedia giauca Lee and Cryptocarya kurzii Hk.f. have been performed . The extraction of P.
sandei was carried out using n-hexane, CHCI3 and MeOH, subsequently, while for the Lauraceae
the acid base extraction was periomied to get the crude alkaloid extracts. P.sandei Dozy was
purified by column chromatography using silica gel, Sephadex LH-20 dan Cosmosil RP-75 as
stationary phase and n-hexane-ethyl-acetate, n-hexane-acetone and chloroform-methanol as
mobile phase, respectively. The crude alkaloids mixture was subjected to column chromatography
over silica get and dichloromethane - methanol as mobile phase. The molecular structure ofthe
compounds were determined by spectroscopic methods, such as UV, FTIR, 1H-NMR, 13C-NMR,
NMR-2D, ESI-MS, FAB-MS, GC-MS and HR-MS. From the liverwort P. sandei Dozy, 6 compounds
as chemical constituents of were obtained: 2 sesquiterpenes, spathulenol (A-1) and 10
oxodaucane-5,8-dlene-11-acetate (A-3) as a new compound, 2 sterols: stigmasterol (A-2) and
sitosterol (A-4), 1',2?-dimethyl-[(3~ethoxy)-hexavinyl] glycerol. a new compound of a derivative of
glycerol (A-5) and ediyl p-melhoxy cinnnamate (A-6). Nineteen alkaloids were isolated from
Lauraoeae, 7 benzylisoquinoiinei from B.brevipes Ridl.: 7-O,4'-O-dimethylcoclaurine (B-1),
papaveraldine (B-2), veluoryptine (B-3), papaverinol (B-4) as new natural product compound,
armepavine (35). 4-methyipapaveraldine (B-6) as new compound and noramrepavine (B-7). Six
aporphine alkaloids were obtained: norisoturberine (C-1), norisocorydine (C-2), N-
methylhemagine(C-3), isocorydine (C-4). hemagine (C-6), catalpivoline (C-7) and one
oxoaporphine called 7-oxohemagine (C-5). Four oxoaporphine alkaloids were isolated from B.
glauca Lee: 0#methyimoschatoline (D-1), subsessiline (D-2), atheroline (D-3), dicentrinone (D-4)
and a 'proto' alkaloid cinamide (D-5) from C. kurzii Hk.f. The cytotoxic activity test of the aporphine
and oxoaporphine alkaloids to the KB cell line showed that dicentrinone - an oxoaporphine had
LC50 9,03 ppm, while at 10 ppm, dicentlinone induced apoptosis 46.30% and 20,28% necrosis.
This activity was much higher than aporphines and other oxoaporphlnes, but it was slightly lower
than vincristine as positive control."
2006
D1231
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>