Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
616.994 DET (2)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dyan Novitalia
Abstrak :
Studi ini mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian amputasi mayor pada pasien Acute Limb Ischemia (ALI) klasifikasi Rutherford IIb dan seberapa besar pengaruhnya. Penelitian ini berdesain kuantitatif dengan desain kohort retrospektif terhadap semua pasien RSCM pada tahun 2014-2019 dengan diagnosis ALI Rutherford IIb. Data demografi dan faktor risiko, dianalisa untuk mendapatkan korelasinya dengan tindakan amputasi mayor. Pada penelitian ini,  insiden amputasi mayor pada total subjek adalah 39,2%. Rata-rata subjek berusia 60 tahun, dengan insiden komorbiditas diabetes mellitus 32,4%, gangguan ginjal kronik 19,6%, hipertensi 41,2%, dan penyakit jantung koroner 39,2%. Hasil analisis menunjukkan hipertensi meningkatkan risiko amputasi mayor 27,4 kali, riwayat penyakit jantung koroner meningkatkan risiko 10,7 kali, dan diabetes mellitus meningkatkan risiko 9,8 kali, semua secara signifikan. Merokok ditemukan sebagai faktor risiko tidak langsung terhadap kejadian amputasi mayor. Kata kunci: Acute limb ischemia, Amputasi mayor, Rutherford IIb
This study identifies the factors associated with major amputation in patients with Acute Limb Ischemia (ALI) Rutherford Stage IIb and how much they affect it. This is a quantitative study with retrospective cohort design for all patients with ALI in Rutherford IIb stage in 2014-2019. Demographics and risk factors were all analyzed in order to find the correlation with the incidence of major amputation. In this study, the incident of major amputation on the overall subject was 39.2%. The mean age for the subjects was 60 years old, and the comorbidity incidence of diabetes is 32.4%, chronic kidney disease is 19.6%, hypertension is 41.2%, and coronary heart disease is 39.2%. The result of the analysis shows that hypertension increases the risk of major amputation in patients with ALI in Rutherford IIb stage by 27.4 times, while coronary heart disease does by 10.7 times and diabetes does by 9.8 times, all statistically significant. Smoking is also found as an indirect risk factor to the incident of major amputation. Key words: Acute limb ischemia, Major amputation, Rutherford IIb
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Dwi Mulia
Abstrak :
ABSTRAK
Keterlambatan pengobatan kanker payudara merupakan masalah serius yang dapat memengaruhi kesintasan hidup seseorang. Terutama mereka yang berobat di rumah sakit rujukan, kemungkinan besar telah mengalami keterlambatan berulang. Sehinggu tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi keterlambatan pengobatan kanker payudara tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan desain cross sectional dengan sampel dari rumah sakit rujukan nasional pada tahun 2013 - 2016. Pengobatan dikatakan terlambat jika membutuhkan waktu lebih dari tiga bulan untuk mendapatkan pengobatan sejak pertama kali datang ke rumah sakit. Penelitian ini menggunakan analsisi cox regresi dengan tingkat kemaknaan 0,005. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa faktor yang paling memengaruhi keterlambatan pengobatan pada pasien yang pernah mendapatkan pengobatan adalah tempat tinggal PR 1,593 95 CI 1,031 ndash; 2,462 . Kemudian faktor yang memengaruhi keterlambatan pada pasien baru adalah tingkat pendidikan PR 1,743 95 CI 1,025 ndash; 2,997 dan riwayat pengobatan alternative PR 2,741 95 CI 1,419 ndash; 5,296.
ABSTRACT
Delayed treatment of breast cancer is a serious problem that can worsen the survival period. Then, there is patients already experiencing repeated delays. The purpose of this study is to find out what factors influences the delay of treatment. The study was done with cross sectional design taken from 564 samples of patient breast cancer in Cipto Mangunkusumo General Hospital between 2013 and 2016. Data collected based on register hospital. Time of delay treatment that measured the time from the first came to hospital to the first treatment in hospital. Delay was defined when there was more than 3 months from come to hospital to first treatment. The study based on cox regression was used with p value
2017
T47992
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benjamin Ngatio
Abstrak :
Pendahuluan: Revaskularisasi segera jaringan yang telah iskemia, tidak selalu membuahkan hasil yang diharapkan. Berbagai reaksi yang timbul dari pembentukan reactive oxygen species dan aktivasi sistem komplemen menyebabkan cedera iskemia reperfusi. Ischemia preconditioning PRC dan hipotermia diduga dapat mengurangi efek dari cedera iskemia reperfusi. Metode: Penelitian eksperimental ini adalah lanjutan dari penelitian sebelumnya, di mana dilakukan uji statistika terhadap kelompok kontrol dan tiga kelompok perlakuan, yaitu cedera reperfusi IRI, ischemia preconditioning PRC, dan hipotermia. Data kelompok kontrol dan IRI diambil dari penelitian sebelumnya. Kelompok PRC dan hipotermia masing-masing menggunakan enam hewan coba Oryctolagus cuniculus. Pada kelompok PRC dilakukan ligasi arteri femoralis komunis kanan selama dua menit, dilepaskan tiga menit sebanyak dua siklus. Pada kelompok hipotermia dilakukan pembungkusan ekstremitas bawah kanan dengan es. Kemudian kedua kelompok dilanjutkan dengan dilakukan pengikatan arteri femoralis komunis kanan selama empat jam, dan kemudian ikatan dilepaskan selama delapan jam. Kemudian dilakukan laparotomi, dan diambil organ gaster. Bagian antrum diambil untuk pemeriksaan histopatologi dan biokimia. Pemeriksaan biokimia dilakukan menggunakan malondialdehid MDA. Hasil: Uji hipotesis dari perbedaan histopatologi dan biokimia secara keseluruhan bermakna secara statistik. Derajat kerusakan secara histopatologi pada kelompok ischemia preconditioning lebih rendah dengan signifikan dibandingkan kelompok IRI; namun secara biokimiawi, lebih tinggi namun tidak signifikan. Derajat kerusakan secara histopatologi pada kelompok hipotermia lebih rendah namun tidak signifikan dibandingkan dengan kelompok IRI; namun secara biokimiawi, lebih tinggi dengan signifikan dibandingkan dengan kelompok IRI. Bila membandingkan PRC dan hipotermia, secara histopatologi, PRC lebih rendah dengan signifikan. Secara biokimia, rerata PRC lebih rendah namun tidak signifikan. Kesimpulan: Ischemia preconditioning memiliki efek protektif terhadap dampak destruktif yang yang dihasilkan oleh ischemia reperfusion injury terhadap organ jauh. terhadap organ jauh. Hipotermi juga memiliki efek protektif, namun tidak sebaik ischemia preconditioning. ...... Background: Immediate revascularization of ischemic tissue, does not always produce the expected results. Various reactions that arise from the formation of reactive oxygen species and the activation of the complement system cause ischemia reperfusion injury. Ischemia preconditioning PRC and hypothermia are thought to reduce the effects of ischemic reperfusion injury. Methods: This experimental study was performed on the control group and three treatment groups, namely reperfusion injury IRI, ischemia preconditioning PRC, and hypothermia. Two experimental animals were used in control group and six experimental animals were used in IRI, PRC and hypothermia groups. In IRI group, right common femoral artery was ligated for four hours, and released for eight hours. In the PRC group, ligation of right common femoral artery was performed for two minutes and released for three minutes in two cycles. In the hypothermia group, right lower extremity was wrapped with ice. Subsequently, in the two groups, the right common femoral artery was ligated and released like IRI group. Then, laparotomy was performed and the stomach was taken. The antrum part is acquired for histopathology and biochemistry assay. Biochemical examination was performed using malondialdehyde MDA. Results: The hypothesis test of histopathologic and biochemical differences in general was statistically significant. The degree of histopathological damage and MDA in IRI group was significantly higher than control group. The degree of histopathological damage in the PRC group was significantly lower than in the IRI group but biochemically, higher but not significant. The degree of histopathologic damage in the hypothermia group was lower, but not significant, compared to the IRI group but biochemically, significantly higher than the IRI group. When comparing PRC and hypothermia, histopathologically, PRC is significantly lower. Biochemically, the mean PRC is lower but not significant. Conclusion: Ischemia preconditioning has a protective effect on the destructive impact of ischemia reperfusion injury in distant organs. Hypothermia also has a protective effect, but is not as good as ischemia preconditioning.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Megawati
Abstrak :
ABSTRAK
Nama : MegawatiProgram Studi : EpidemiologiJudul : Kesintasan Pasien Kanker Payudara Berdasarkan Keterlambatan Pengobatandi Rumah Sakit Umum Cipto MangunkusumoPembimbing : Prof. Dr. dr. Bambang Sutrisna, MHSc Epidemiology AbstrakKanker payudara masih mendominasi penyakit kanker pada wanita di duniatermasuk di Indonesia. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo sebagai rumah sakitrujukan nasional dengan jumlah kasus terus meningkat setiap tahunnya.Sebagian besar kasus ditemukan pada stadium lanjut dan mengalamiketerlambatan pengobatan lebih dari 60 hari setelah didiagnosis. Keterlambatanpengobatan diduga berpengaruh terhadap kesintasan pasien kanker payudara.Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk menilai hubungan keterlambatanpengobatan dengan kesintasan pasien kanker payudara di RSCM. Desain studipenelitian adalah kohort retrospektif dengan mengamati 584 pasien yangmemenuhi kriteria inklusi. Pengamatan dilakukan mulai dari 1 Januari 2011sampai Desember 2017. Data dianalisis secara univariat, bivariat dengan ujilogrank, dan multivariat dengan cox regresi. Hasil penelitian menunjukkan dari584 pasien yang dianalisis ditemukan besarnya risiko terjadinya kematiansebesar 1,27 kali lebih cepat pada pasien yang mengalami keterlambatanpengobatan lebih dari 60 hari dibandingkan dengan pasien yang mendapatkanpengobatan kurang dari 60 hari HR=1,27; 95 CI;0,99 ndash; 1,64 setelah dikontrolstadium klinis, status pernikahan, dan status hormon reseptor estrogen.Perbedaan kesintasan antara pasien yang terlambat lebih dari 60 hari setelahdidiagnosis adalah sebesar 7 pada tahun kelima. Berdasarkan penelitian inidapat disimpulkan bahwa keterlambatan pengobatan lebih dari 60 hari setelahdidiagnosis mempengaruhi kesintasan pasien kanker payudara sehinggapentingnya edukasi kepada pasien dan keluarga untuk tidak menundapengobatan setelah didiagnosis.Kata kunci: keterlambatan pengobatan; kesintasan; kanker payudara
ABSTRACT
Name MegawatiStudy Program EpidemiologiTitle Survival of Breast Cancer based on Delay treatment at CiptoMangunkusumo HospitalCounsellor Prof. Dr. dr. Bambang Sutrisna, MHSc Epidemiology Breast cancer still dominates cancer in women in the world including inIndonesia. Cipto Mangunkusumo Hospital as a national referral hospitalwith the number of cases continues to increase every year. Most of the caseswere found at an advanced stage and experienced treatment delays morethan 60 days after diagnosis. Treatment delays are thought to affect thesurvival of breast cancer patients. Therefore, this study was conducted toassess the relationship of delayed treatment with survival of breast cancerpatients at RSCM. The study design was a retrospective cohort by observing584 patients who met the inclusion criteria. Observations were done from 1January 2011 to December 2017. Data were analyzed univariat, bivariatewith logrank test, and multivariate with cox regression. The results of thestudy showed that the 584 patients analyzed found that the risk of death was1.27 times faster in patients who experienced treatment delay more than 60days compared with patients who received treatment less than 60 days HR 1.27 95 CI 0,99 1.92 after controlled marital status, hormonereceptor estrogen, and clinical stage. The difference in survival betweentheir patients who were late more than 60 days after the diagnosis was 7 in the fifth year. Based on this research, it can be concluded that the delayof treatment influences survival of breast cancer patients so that theimportance of education to the patient and family to immediately performtreatment after diagnosis.Keywords Delay treatment Survival Breast Cancer
2018
T49998
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Wisnu Pamungkas
Abstrak :
Pendahuluan: Iskemia tungkai kritis (ITK) merupakan penyakit vaskular yang memiliki risiko mortalitas dan amputasi yang tinggi. Insidens dari penyakit arteri perifer (PAP) khususnya ITK di Amerika mencapai 500-1000 kasus per 1 juta orang setiap tahunnya. Intervensi endovaskular (EVI) merupakan salah satu metode terapi ITK yang menjadi pilihan utama karena secara signifikan menurunkan risiko amputasi dan meningkatkan limb salvage. Penatalaksanaan menggunakan EVI terbagi menjadi balloon angioplasty dan stent angioplasty. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas dari metode EVI dalam pemyembuhan luka akibat ITK. Metode: Dilakukan studi cross sectional dengan 90 subjek ITK yang menjalani intervensi endovaskular berupa balloon angioplasty dan stent angioplasty di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo dari Januari 2013 hingga Juli 2017. Lama penyembuhan luka diantara kedua metode dianalisis menggunakan uji T tidak berpasangan dengan nilai p<0,05 dianggap bermakna secara statistik. Data yang diambil berupa metode EVI, lama penyembuhan luka, dan data karakteristik subjek (usia, riwayat amputasi, IMT, riwayat merokok, DM, lokasi pembuluh darah, dan profil darah). Hasil: Persebaran data lama perawatan pada kelompok balloon angioplasty dan stent angioplasty menunjukan hasil yang normal dengan rerata 84,8 ± 2,423 hari dan 59,93 ± 2,423 hari dengan perbedaan rerata 25 hari. Perbedaan rerata antara kedua faktor bermakna secara statistik (p<0,05). Kejadian amputasi pada kelompok balloon angioplasty dan stent angioplasty adalah 22 dan 16 kejadian dengan perbedaan yang tidak bermakna secara statistik (p<0,05). Kesimpulan: Metode stent angioplasty lebih baik dibandingkan metode balloon angioplasty dalam hal lama penyembuhan luka pada pasien ITK. ......Introduction: Critical limb ischemia (CLI) is a vascular disease that has a significant amputation and mortality risk with diabetes mellitus, the most significant risk factor in CLI, is very common among Indonesian. Endovascular intervention (EVI) is preferred in treating CLI because it is non invasive and effective. Balloon angioplasty and stent angioplasty are the most common method of EVI in Indonesia. This study aims to compare the effectiveness of balloon angioplasty and stent angioplasty on wound healing in CLI. Method: A cross sectional study enrolled 90 subjects of CLI who underwent endovascular intervention using balloon angioplasty and stent angioplasty from January 2013 to July 2017 in dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital, Jakarta. The wound healing period between balloon angioplasty and stent angioplasty were analyzed using unpaired T-test with p<0,05 considered as statistically significant. Data of intervention method, wound healing period, and subjects characteristic data (age, amputation, BMI, smoking habit, DM, occlusion site, and blood profile) were obtained. Result: The wound healing period in balloon angioplasty and stent angioplasty distributed normally. Mean value of wound healing period in balloon angioplasty and stent angioplasty is 84,8 ± 2,423 and 59,93 ± 2,423 days with mean difference of 25 days. The difference of wound healing period in both group is statically significant (p<0,05). The amputation event in balloon angioplasty and stent angioplasty is 22 and 16 event with no difference statistically. Conclusion: Stent angioplasty is better method than balloon angioplasty for wound healing in patients with CLI.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58836
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adrian Salim
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Berbagai registrasi kanker menunjukkan proporsi pasien kanker payudara usia muda yang lebih tinggi di negara Asia. Tingginya proporsi kanker payudara usia muda perlu mendapat perhatian khusus karena populasi pasien ini membutuhkan pendekatan klinis yang berbeda terkait perangai biologis yang lebih ganas, prognosis yang lebih buruk, serta terkait dampak psikososial yang lebih besar untuk wanita usia muda. Penelitian ini bertujuan mencari karakteristik payudara usia muda di Indonesia serta hubungannya dengan kesintasan.Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan studi analisis kesintasan dengan sampel penelitian pasien usia muda dengan diagnosis kanker payudara yang telah dibuktikan secara histopatologis sejak Januari 2008-Agustus 2015 dan menjalani terapi operasi dan/atau kemoterapi dan/atau radiasi di RSCM. Data didapatkan dari penelusuran rekam medis serta wawancara pasien.Hasil Penelitian: Didapatkan bahwa 35 pasien kanker payudara di RSCM berusia
ABSTRACT
Background: Various cancer registrations and reports had confirmed the higher proportion of young women with breast cancer in Asian countries. This mandates special attention for clinician since this group of patients need different management approach, especially regarding the more aggressive biological behaviour, worse prognosis and the escalating psychosocial burden that young women endures. We conducted a study to describe the clinicopathological characteristics of young age breast cancer in Indonesia and its relation with overall survival. Methods: This is a survival analysis study using samples all young age women with histologically-proven cancer diagnosis that underwent treatment surgery and/or chemotherapy and/or radiation therapy since January 2008-August 2015. Data were collected from both medical records and interview. Results: Young age women comprises 35 of total breast cancer patients, with the majority of cases were in the locally advanced stage, histologic type NST, grade 2, no lymphovascular invasion, positive hormone receptors, negative HER2 status, high Ki-67 and Luminal B subtype. The 5-year overall survival rates were 64 ; variables that showed statistically significant corelation was tumor size, nodal status, metastatic status and clinical stage. Histologic type NST, grade 2, positive lymphovascular invasion, high Ki-67 and positive HER2 were related to survival, but this corelation was not statistically significant. Conclusion: The 5-year overall survival rates of young age breast cancer at RSCM was 64 , much lower that reported figures from literatures and other countries rsquo; reports. Clinical stage was the only variable with statistically significant corelation. Luminal B subtype was observed the most, but the worst survival was found in the HER2 subtype group.
2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Frengky Bermana
Abstrak :
Latar Belakang: Kebocoran anastomosis merupakan komplikasi pada pembedahan kolorektal. Banyak faktor yang memngaruhi kejadian kebocoran anastomosis namun studi terbaru peran mikrobiota menjadi salah satu pencetus kebocoran anastomosis. Kasus kebocoran anastomosis berkisar 3-18 % yang meningkat seiring berbagai faktor yang dimiliki oleh pasien. Disbiosis mikrobiota selanjutnya dapat memicu gangguan penyembuhan dan merusak kolagen pada lumen usus. Diperlukan penelitian prospektif untuk dapat menilai karakteristik kebocoran anastomosis. Metode: Dilakukan pengambilan sampel pascaanastomosis lalu dilakukan kultur jaringan. Lendir mukosa dipisahkan dari lumen untuk mendapatkan gambaran mikrobiota pada lumen. Kejadian kebocoran diikuti 5 hari pascaanastomosis dan dinilai faktor-faktor yang memengaruhi kejadian kebocoran anastomosis. Data ditampilkan dalam bentuk deskriptif tabel dan persentase. Hasil: Terdapat satu kasus kebocoran anastomosis pada operasi lower anterior resection, usia 65 tahun, ASA III dengan komorbid hipertensi tingkat II. Didapat bakteri Escherichia coli terbanyak ditemukan selain Proteus spp dan Klebsiella spp. Bakteri ini merupakan bakteri komensal saluran cerna dan belum diketahui patogenitasnya serta hubungan dengan pemberian antibiotik preoperasi. Kesimpulan: Belum diketahuinya strain patogen pada temuan hasil kultur. Karakteristik subjek memiliki jarak anastomosis ke anal <10 cm, ASA III, usia >65 tahun dan memiliki komorbid tidak signifikan memiliki hubungan kejadian kebocoran anastomosis. ......Background: Anastomotic leak is a complication of colorectal surgery. Many factors influence the incidence of anastomotic leakage, but recent studies on the role of the microbiota are one of the triggers for anastomotic leakage. Anastomotic leak cases range from 3-18% which increases with various factors possessed by the patient. Microbiota dysbiosis can then trigger healing disorders and damage collagen in the intestinal lumen. Prospective studies are needed to assess the characteristics of anastomotic leak. Methods: Post-anastomosis samples were taken and then tissue culture was performed. Mucous mucus is separated from the lumen to obtain an image of the microbiota in the lumen. The incidence of leakage was followed 5 days post-anastomosis and assessed the factors that influence the incidence of anastomotic leak. The data is displayed in the form of descriptive tables and percentages. Results: There was one case of anastomotic leak during lower anterior resection surgery, age 65 years, ASA III with comorbid grade II hypertension. The most Escherichia coli bacteria were found besides Proteus spp and Klebsiella spp. These bacteria are commensal bacteria of the gastrointestinal tract and the pathogenicity and relationship with preoperative antibiotics are not known. Conclusion: There is no known pathogenic strain in the culture findings. Characteristics of the subject had an anastomotic distance to the anal <10 cm, ASA III, age> 65 years and had no significant comorbid association with the incidence of anastomotic leak.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Novi Kurnia
Abstrak :
Latar belakang: Malnutrisi rumah sakit (MRS) adalah penurunan berat badan selama perawatan di rumah sakit. MRS diketahui memperpanjang lama rawat, meningkatkan morbitas dan mortalitas, namun faktor-faktor yang berasosiasi dengan terjadinya MRS pada pasien bedah anak, masih belum diketahui. Metode penelitian: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui angka kejadian MRS pada pasien bedah anak, dan mengetahui faktor-faktor yang berasosiasi dengan terjadinya MRS. Dilakukan pengamatan terhadap 50 pasien bedah anak yang dirawat di ruang rawat BCh RSUPN dr. Cipto Mangukusumo Jakarta selama Juli-Desember 2015. Data usia, jenis penyakit, status gizi awal, jenis perawatan, lama puasa, lama operasi, lama rawat, dan jenis operasi dicatat. Dilakukan analisis untuk mencari asosiasi antara variabel-variabel tersebut dengan MRS. Hasil penelitian: Didapatkan angka kejadian MRS sebesar 40%. Dari variabel kategorik (usia, jenis perawatan, jenis diagnosis, status gizi awal dan jenis operasi) hanya jenis operasi yang berasosiasi dengan MRS (p = 0,013). Sedangkan antara variabel numerik (lama puasa, lama operasi, lama rawat) hanya lama rawat pascaoperasi yang berasosiasi dengan MRS (p = 0,009). Kesimpulan: Dapat disimpulkan bahwa beban tindakan operatif berasosiasi dengan angka kejadian MRS, MRS berasosiasi dengan peningkatan masa rawat pascapembedahan.
Background: Hospital malnutrition is defined as weight loss during hospitalization. Hospital malnutrition is known to increase length of stay, mortality and morbidity, however the factors associated with the development of hospital malnutrition, especially in pediatric surgery patient population, has not been clearly recognized. Method: This study was done to evaluate the occurence of hospital malnutrition in pediatric surgery population and to identify the factors associated with hospital malnutrition. Primary data was gathered from 50 pediatric surgery patients hospitalized in BCh ward of Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital (CMNGH) within July-December 2015. Data on age, diagnoses, nutrition status at admission, whether any procedure was done during hospital stay, fasting duration, operation duration, length of stay and classification of surgical procedure done were compiled. Analysis was done to identify the association between these variables and hospital malnutrition. Result: The occurence of hospital malnutrition among pediatric surgery population in 2015 was 40%. Among the categorical variables (age, diagnoses, nutrition status at admission, whether any procedure was done during hospital stay, classification of surgical procedure) only the classification of surgical procedure was found to be significantly associated with hospital malnutrition (p = 0,013). Meanwhile, among the numerical variables (fasting duration, operation duration, length of stay) only postoperative length of stay was associated with hospital malnutrition (p = 0,009). Conclusion: It can be inferred that the burden of surgery is associated with hospital malnutrition, and in turn hospital malnutrition is associated with increased postoperative length of stay.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2   >>