Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 71 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurfadilah
Abstrak :
Resiliensi bukanlah suatu hal yang bersifat magis (Masten, 2006) dan dapat dipelajari serta dikembangkan oleh setiap orang, meliputi tingkah laku, pikiran, dan tindakan (APA, 2004). Dalam penelitian ini, resiliensi didefinisikan sebagai proses dinamis individu dalam mengembangkan kemampuan diri untuk renghadapi, mengatasi, memperkuat, dan mentransformasikan pengalaman-pengalaman yang dialami pada situasi sulit menuju pencapaian adaptasi yang positif. Situasi sulit yang dimaksud tidak terbatas pada kesulitan yang luar biasa saja, seperti trauma akibat tindak kejahatan atau bencana alam, tetapi juga mencakup kesulitan yang ditemui ketika menghadapi tekanan dan tuntutan hid up sehari - hari. Individu dikatakan memiliki adaptasi yang positif jika dapat memenuhi harapan sosial yang dikaitkan dengan tahapan tugas perkembangan. Resiliensi akan lebih mudah untuk ditingkatkan jika dilihat sebagai fondasi dari pertumbuhan dan perkembangan (Grotberg, 2003). Fondasi resiliensi ini membentuk suatu paradigma yang mencakup tiga sumber resiliensi ketika individu menghadapi situasi sulit (Grotberg, 1999b), yaitu AKU PUNYA (I have), AKU ADALAH (I am), fondasi inisiatif dan AKU MAMPU (I can). Tiga komponen sumber resiliensi tersebut dapat membantu individu untuk menjadi resilien (dalam Grotberg, 1999b). Resiliensi pada anak berhubungan dengan sumber-sumber faktor pelindung dan peningkatan kesehatan yang mencakup kesempatan yang dimiliki oleh individu, hubungan kekerabatan keluarga yang erat, dan kesempatan individu dan orangtua dalam mendapatkan dukungan dari lingkungan niasyarakat (Mash, 2005). Shonkoff dan Meisels (2000) mengatakan bahwa resiliensi pada anak tidak dapat dipaksakan begitu saja meskipun orangtua sudah memberikan pola asuh yang baik. Masten (2005) berpendapat bahwa resiliensi dapat ditingkatkan melalui suatu program intervensi. Program intervensi yang dilakukan dalam penelitian ini dapat mengarahkan subyek menuju pencapaian adaptasi yang positif dengan segala faktor resiko dan pelindung yang dimilikinya. Program intervensi tersebut berupa pelatihan keterampilan sosial. Penelitian ini merupakan action research dengan pendekatan kualitatif, yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran proses subyek dalam mengidentifikasi sumber-sumber resiliensi yang dimiliki subyek. Penelitian ini menggunakan satu orang subyek yang dipilih berdasarkan kesesuaian teori atau konstruk operasional, yakni yang memilki lima faktor resiko dan lima faktor pelindung. Subyek merupakan klien Klinik Bimbingan Anak Fakultas Psikologi UI yang berusia 8 tahun dan sekarang sedang duduk di kelas 3 SD. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui wawancara mendalam, observasi langsung, dan dokumen tertulis. Adapun tahapan persiapan penelitiannya meliputi persiapan program intervensi dan alat ukur. Sebelum pelatihan, peneliti membina rapport dan menjalin rasa percaya dengan subyek dalam dua kali pertemuan. Selanjutnya, pelatihan dilaksanakan dalam lima kali pertemuan. Hasil pelatihan menunjukkan bahwa subyek dapat dilatih untuk mengidentifikasi mengidentifikasi sumber-sumber resiliensi yang dimilikinya. Hal tersebut dapat dicapai melalui proses membentuk rasa percaya, mengidentifikasi perasaan da-i pikiran, gambaran situasi sulit, dan kemudian subyek bare dapat mengidentifikasi sumber-sumber resiliensi yang dimilikinya. Hasil penelitian tersebut disampaikan kepada ibu subyek sehingga kaiak ibu dapat membantu subyek untuk menggunakan sumber-sumber resiliensi yang dimilikinya. Dalam pertemuan tersebut peneliti memberikan saran praktis dan melakukan diskusi bersama ibu.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18099
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Irena Tjiunata
Abstrak :
Fokus dari pelatihan ini adalah untuk meningkatkan kuantitas perilaku menyelesaikan tugas, termasuk di dalamnya, menurunkan durasi perilaku tidak mengerjakan tugas. Penerapan metode ccrita sosial dan metodc contingency contract (dilcngkapi prompt) menghasilkan peningkatan kuantitas pada perilaku menyelcsaikan tugas, serta penurunan durasi perilaku tidak mengerjakan tugas. Akan tetapi, kualitas dari perubahan pcirlaku belum menunjukkan perbaikan. Hal tcrscbut disebabkan karena komik oerita sosial yang digunakan dalam intervensi belum secara detil menggambarkan perilaku yang diharapkan muncul. Selain itu, pemberian fading yang terlalu cepat juga menyebabkan konsistensi perubahan perilaku belum terlihat. Dari hasil obsewasi, diketahui juga bahwa pembahan perilaku tersebut, secara tidak langsung, dipengaruhi juga oleh faktor lingkungan seperti kehadiran guru dan situasi kelas. Akan tetapi, karena singkatnya sesi intervensi dan pemilihan waktu intervensi yang berdekatan dengan jadwal uiangan umum, konsistensi pelubahan perilaku belum terlihat. Oleh karena itu, beberapa saran yang dapat diberikan antara lain: 1) gambar berikut penjelasan pada komik cerita sosial sebaiknya dibuat lebih detil; 2) pemberian prompt dan fading sebaiknya lebih diperhatikan lagi; 3) sesi intervensi dibuat lebih banyak dengan jangka waktu yang lebih panjang; 4) perlu diperhalikan pemilihan waktu intervensi agar tidak berdekatan dengan jadwal ulangan umum; 5) kerjasama antara guru dan teman-tcman di kelas untuk menciptakan suasana kelas yang kondusif agar pelaksanaan intervensi lebih efektif. ......The focus of this training is to increasing the quantitiy of on-task behavior. including, decreasing the duration of off-task behavior. Result of this intervention, using social story method and contingency contract method (also using prompt method), indicated that the quantitiy of on-task behavior is increasing and the duration of ofiltask behavior is decreasing. However, the quality of the alteration of behavior has not improved yet. This is because the comic social story in this intervention has not describe the behavior that is expected, The prompts which have been faded too quickly also make the consistency ofthe behavior’s alteration has not been observed. The environments, such as teacher’s present and class-rooms’s situation, also influence the alteration of behavior. Unfortunately, because the length ofthe session and the time of intervention wich is too short and too close to the end of school year, the consistency of the behavior’s alteration has not been appeared yet. Therefore, several suggestions should be provided to improve the future study: 1) picture in the comic social story should be made more detail; 2) the use of prompt and fading should be more improved; 3) the session of intervention should be madc in great quantities and in more length duration; 4) the intervention should be held in the middle of school year; 5) the cooperation of teacher and tiiends is needed to make the more supporting classroom environment.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
T34118
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indri Kristianti
Abstrak :
ABSTRAK
Memasuki dunia pekerjaan merupakan tugas terpenting dalam tahap perkembangan di tahapan dewasa muda. Bekeija menjadi guru adalah salah satu jenis pekeijaan yang mungkin ditekuni oleh seseorang. Guru pemula merupakan guru yang masih berada di tahun-tahun awal profesi mengajar. Tahun-tahun awal mengajar merupakan tahun yang penuh perjuangan bagi guru pemula. Di Indonesia, guru pemula hampir bisa dipastikan masih berstatus honorer dan belum menjadi pegawai negeri sipil. Status honorer pada guru pemula menyebabkan guru pemula tidak mendapatkan gaji seperti rekan lain yang telah menjadi pegawai negeri sipil. Sebagai guru honorer, guru pemula tidak bisa memastikan kapan dapat diangkat menjadi pegawai negeri sipil. Guru honorer juga memiliki kemungkinan untuk diberhentikan secara sepihak oleh sekolah apabila mereka sudah tidak diperlukan lagi. Oleh sebab itu maka seorang guru pemula perlu untuk resilien. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran resiliensi pada guru pemula. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Partisipan dalam penelitian ini adalah dua orang guru yang masih berada di tahun-tahun awal mengajar. Data diambil melalui wawancara, observasi dan percakapan melalui fasilitas chatting di internet. Dari penelitian ditemukan bahwa karakteristik resiliensi pada kedua partisipan telah berkembang dengan baik. Adanya dukungan dari keluarga dan komunitas dapat menurunkan pengaruh negatif dari faktor-faktor risiko yang salah satunya berupa status honorer pada guru pemula.
ABSTRACT
Entering the world of work is the most important task in young adulthood developmental stage. Teaching profession is one of the occupation engaged by young adulthood. Beginning teachers were teachers who still in their early teaching profession (under five years teaching experience). The early years in teaching profession were full of struggles for beginning teachers. In Indonesia, most beginning teachers are in honorarium status and not civil servants yet. Honorarium status result in teachers not gained their rights fully as their civil servant counterparts were. As honorarium, they could not predict when they will be promoted to become civil servant teachers. When necessary, there might still chances that they will be fired by the school. Considering those problems, teachers need to be resilient. This study aim was to gain insight on resiliency in beginning teacher. Qualitative method was used in this study. The participants in this study were two beginning teachers. The data were obtained through interviews, observations, and chatting via internet messenger. The study suggest that the participants has develop good resiliency characteristic. Having support fforn family and communities as protective factors was proven to reduce negative impacts of risk factors, namely honorarium status.
2010
S3595
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mila Rachmawati
Abstrak :
ABSTRAK
Salah satu bentuk hubungan sosial dalam kehidupan manusia adalah hubungan intim lawan jenis atau hubungan romantis. Menurut Erikson (1963 dalam Birch & Malim, 1994), membangun hubungan intim merupakan suatu kebutuhan sekaligus sebagai salah satu tugas perkembangan yang spesifik bagi individu dewasa muda. Proses membentuk dan membangun hubungan intim ini dapat berlangsung melalui apa yang biasa kita sebut sebagai hubungan pacaran. Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Jones, Hansson, dan Smith (1980 dalam Peplau & Perlman, 1982) menunjukkan hasil bahwa mahasiswa.yang belum pernah mempunyai pacar memiliki tingkat kesepian yang lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa yang pernah memiliki pacar. Kesepian pada seseorang juga sering dikaitkan dengan munculnya perasaan-perasaan tidak berarti, tidak kompeten atau tidak dicintai (Peplau & Perlman, 1982). Perasaan-perasaan seperti ini mengindikasikan adanya karakteristik harga diri yang rendah. Menurut Peplau & Perlman (1982), kaitan antara kesepian dengan harga diri rendah memang merupakan salah satu penemuan yang konsisten dalam lingkup penelitian tentang kesepian Teori dan penelitian di atas mengindikasikan bahwa individu yang hingga masa dewasa mudanya belum pernah mempunyai pacar akan menunjukkan karakteristik orang dengan tingkat kesepian tinggi dan harga diri rendah. Akan tetapi berdasarkan penelitian dengan pendekatan kualitatif yang dilakukan oleh Ramayani (2001) terhadap lima orang subyek, didapatkan fakta tentang karakteristik yang cukup beragam dan tidak konsisten dengan dugaan sebelumnya. Bertolak dari hal ini maka penulis hendak menguji dan mengetahui apakah status pacaran pada individu dewasa muda benar-benar akan membedakan secara signifikan tingkat kesepian dan harga diri, ketika dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab masalah-masalah penelitian. Masalah-masalah penelitian terbagi ke dalam masalah utama dan masalah tambahan. Masalah utama penelitian adalah pertama, apakah status pacaran akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perbedaan tingkat kesepian mahasiswa/i subyek penelitian ? Kedua, apakah status pacaran akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perbedaan tingkat harga diri mahasiswa/i subyek penelitian ? Ketiga, apakah terdapat hubungan yang signifikan antara harga diri dan kesepian pada mahasiswa/i subyek penelitian ? Sedangkan masalah tambahan dalam penelitian ini yaitu manakah dari variabel-variabel data kontrol yang ikut berperan terhadap skor kesepian dan harga diri subyek penelitian ? Tinjauan kepustakaan yang dijadikan sebagai landasan kerangka berpikir dalam melaksanakan penelitian ini di antaranya akan membahas mengenai teori-teori tentang dewasa muda dan tugas-tugas perkembangannya, pengertian pacaran, fungsi dan arti penting pacaran, implikasi keadaan belum pernah berpacaran bagi individu, serta teori-teori mengenai kesepian dan harga diri. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif. Data akan diolah dengan teknik statistik one-way anova, korelasi Pearson product-moment, independent sample t-test, dan multivariate anova. Penelitian ini melibatkan partisipasi dari 382 mahasiswa/i yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya, berusia 18-26 tahun, dan didapatkan dengan teknik Occidental / incidental sampling. Hasil-hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Status pacaran tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perbedaan tingkat kesepian pada mahasiswa/i subyek penelitian. 2. Status pacaran tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perbedaan tingkat harga diri pada mahasiswa/i subyek penelitian. 3. Terdapat hubungan yang signifikan antara variabel kesepian dan variabel harga diri, di mana arah korelasinya adalah negatif. Hal ini berarti bahwa skor kesepian berbanding terbalik dengan skor harga diri. 4. Variabel jenis kelamin terbukti membedakan secara signifikan tingkat kesepian pada mahasiswa/i subyek penelitian. Penelitian-penelitian lanjutan mengenai topik serupa disarankan untuk menggunakan teknik pengambilan sampel yang lebih baik, misalnya random sampling, agar diperoleh hasil penelitian yang dapat lebih digeneralisasikan kepada populasi; melakukan penelitian untuk rentang usia dan latar belakang subyek yang lebih bervariasi; melakukan pengukuran kesepian dan harga diri pada domain yang lebih spesifik; serta menyertakan pertanyaan kepada subyek tentang ada/tidaknya figur-figur yang bisa menjadi sumber kedekatan emosional atau sumber kepuasan lain bagi subyek.
2003
S3257
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noviyanti
Abstrak :
ABSTRAK
Manusia sebagai mahluk sosial memiliki kebutuhan untuk mencari dan mempertahankan hubungan dengan orang lain, misalnya dengan keluarga, saudara, teman, pasangan, dan sebagainya. Salah satu kebutuhan tersebut adalah kelekatan (attachment). Sebagai proses yang penting dalam kehidupan manusia, kelekatan tidak hanya mendorong berkembangnya kemampuan siirvival pada masa bayi, tetapi juga mendorong perkembangan yang adaptif sepanjang rentang kehidupan. Kelekatan yang terbentuk pada masa bayi mempengaruhi perkembangan kompetensi sosial dan emosional manusia pada perkembangan selanjutnya karena kelekatan tidak hilang begitu saja ketika individu mencapai usia dewasa. Kelekatan menjadi sangat penting ketika manusia dewasa karena pada masa inilah manusia harus memenuhi salah satu tugas perkembangannya yaitu menjalin hubungan yang intim dengan orang lain. Kelekatan juga membentuk perbedaan individual yang terlihat dalam tingkah lakunya ketika berhubungan dengan figur kelekatan atau dalam hubungan interpersonalnya. Yang menjadi perbedaan individual ini adalah gaya kelekatan yang memiliki tiga tipe yaitu gaya kelekatan secure, avoidant, dan arvcious/ambivalent. Penelitian ini ingin melihat pengaruh gaya kelekatan orang dewasa terhadap tingkat kesepian pada individu dewasa muda yang tidak memiliki pasangan. Tugas perkembangan individu dewasa muda adalah harus mampu mengurangi kesepian yang dialaminya karena pada tahap perkembangan inilah ditemukan adanya tingkat kesepian yang tinggi. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Peneliti menggunakan kuesioner sebagai alat ukur, yang terdiri dari adaptasi Adult Attachment Scale Hazan & Shaver (1987) dan R-UCLA Loneliness Scale. Subyek dalam penelitian ini adalah individu dewasa muda yang saat ini tidak memiliki pasangan dan dipilih dengan menggunakan metode incidental sampling. Kriteria subyek adalah berpendidikan minimal SMU, telah menyelesaikan pendidikannya dan telah bekeija. Hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut: pertama, ditemui adanya pengaruh yang signifikan gaya kelekatan orang dewasa terhadap tingkat kesepian pada dewasa muda yang tidak memiliki pasangan. Kedua, gaya kelekatan secara signifikan mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap tingkat kesepian pada dewasa muda yang tidak memiliki pasangan. Subyek dengan gaya kelekatan arvcious/ambivalent memiliki tingkat kesepian yang lebih tinggi dibanding subyek dengan gaya kelekatan secure dan a\>oidant. Ketiga, proporsi penyebaran subyek berdasarkan gaya kelekatannya sesuai dengan proporsi yang diperoleh pada penelitian-penelitian sebelumnya, yaitu persentase terbesar dari seluruh subyek penelitian adalah subyek yang tergolong secure, diikuti oleh subyek yang tergolong avoidant dan persentase terkecil adalah subyek yang tergolong gaya kelekatan arvcious/ambivalent.
2003
S3291
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauza Qurrotu Aini
Abstrak :
Emosi sebagai salah satu faktor yang menentukan perilaku manusia sudah banyak diketahui dari pengalaman sehari-hari, misalnya dengan bergembira maka segala sesuatu yang dikerjakan akan baik hasilnya, dalam kesedihan maka pekerjaan menjadi kacau (Amold dalam Markam, 1992). Namun apabila seorang remaja akhir mempunyai kecerdasan pada dimensi emosionalnya, maka ia akan mampu mengendalikan reaksi atau perilakunya (Epstein dalam Achir, 1988). Menurut Goleman (1995) kecerdasan emosi yang baik akan mengontrol agresivitas remaja. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai kecerdasan emosi dan agresivitas pada remaja akhir, hubungan antara kecerdasan emosi dengan agresivitas, pengaruh dari dimensi-dimensi kecerdasan emosi terhadap agresivitas, serta perbedaan kecerdasan emosi dan agresivitas pada remaja akhir laki-laki dan perempuan. Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan kuantitatif dengan tehnik incidental sampling, jumlah subyek 92 orang siswa-siswi SMA yang berada pada tahapan perkembangan remaja akhir. Alat ukur yang digunakan adalah Emotional Intelligence Inventory (Eli) dan Aggnession Questionnaire (AQ). Pengujian validitas alat ukur dilakukan dengan expert judgement dap Pearson Product-Moment Correlation, sedangkan uji reliabilitas dilakukan dengan Coefficient Alpha dengan indeks reliabilitas Eli sebesar .9191 dan AQ sebesar .8333. Hasil penelitian secara umum ada hubungan negatif antara kecerdasan emosi dengan agresivitas pada remaja akhir, artinya semakin tinggi kecerdasan emosi pada remaja akhir maka agresivitasnya akan semakin rendah, serta ditemukan adanya pengaruh dimensi-dimensi kecerdasan emosi terhadap agresivitas. Namun hanya dimensi empati (empathy), kesadaran diri (self awareness) dan kontrol diri (self controf) yang mempunyai pengaruh terbesar dalam mengontrol atau mengurangi agresivitas, dengan kata lain peningkatan pada dimensi empati, kesadaran diri dan kontrol diri, sangat berpengaruh dalam mengontrol agresivitas. Sedangkan dimensi motivasi diri dan keterampilan sosial mempunyai pengaruh kecil terhadap agresivitas. Dari analisa tambahan, ada perbedaan kecerdasan emosi dan agresivitas pada remaja laki-laki dengan perempuan. Saran yang diajukan perlu adanya suatu program pelatihan untuk siswasiswi yang berusaha mengembangkan keterampilan-keterampilan emosi, disesuaikan dengan situasi sekolah, rumah dan masyarakat.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3449
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Herlina Magdalena
Abstrak :
Penelitian ini berfokus pada pemahaman mengenai gambaran resiliensi yang remaja yang memiliki adik penyandang autis. Mengingat dampak dari faktor risiko pada remaja yang memiliki adik penyandang autis ini dapat berbeda-beda, maka dibutuhkan penelitian yang dapat menggali subyektifitas penghayatan, variasi serta kedalaman resiliensi yang dimiliki oleh partisipan. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif.

Proses pengambilan data dilakukan dengan metode open ended interview dan metode observasi. Wawancara sendiri akan dilakukan pada tiga partisipan yang memenuhi syarat partisipan pada penelitan ini.

Dari analisis data didapatkan bahwa: 1) Perasaan malu, perhatian orang tua yang berkurang, keterlibatan pengasuhan, kesulitan bergaul, serta tuntutan untuk berakademis adalah dampak yang dialami oleh ketiga partisipan. 2) Partisipan kedua dan ketiga justru menganggap keluarga adalah tekanan. Pada partisipan ketiga, keluarga merupakan faktor protektif. 3)Dimensi regulasi emosi pada ketiga partisipan belum berkembang dengan baik. Sedangkan dimensi empati, efikasi diri dan optimis belum berkembang secara optimal pada partisipan pertama dan ketiga. Sedangkan pada partisipan kedua dapat dilihat bahwa hampir semua dimensi telah berkembang dengan baik.
The study focused on understanding about resiliency in adolescence who have brother with autism. Considering the impact of risk factor happened differently to each participants, this study conducted qualitative method so that researcher can explore the subjectivity, variety, and depth of resiliency each participant.

The information is acquired using open-ended interview and observation methods. The interview is conducted to three adolescence who have brother with Autism.

The study shows theree results : 1) humility, decreasing in parent attention, involving in nurturing, difficulting socializing and high demand for academic achievement are effect of brother with autism in three participants, 2) family are pressure to second and third participants. But are protectif factor to third participant, 3) regulation emotion are still not well developed on each participant. Emphaty, self efficacy, and optimism are not well developed on first and three participants and there is no dimension have already develop in first participant.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tanjung, Sulfina
Abstrak :
Elkind (Papalia, Olds & Feldman 2004) mengemukakan istilah "hurried child" untuk anak-anak yang hidup dengan banyaknya tekanan di zamzm modem ini, mereka oenderung dinmtut untuk lehih oepat dewasa dari usia mereka sebenamya. Adapun bentuk tekanan yang dihadapi berupa situasi stres seperti peroeraian, kemiskinan, penyakit dan lain-lain. Akibat dari tckanan yang dihadapi, fcnomena bunuh diri semakin sering kita jumpai tenltamadi kalangan anak dan remaja. Melihat begitu kompleksnya tekanan hidup, cara pcncegaharmya pun harus dilakukan secara bertahap. Pencegahan primer dalam aspek psiko-edukatifamat penting karena merupakan sarana meletakkan dasar-dasar perkembangan kognitii Salah satu peneegahan primer Psiko-edukatif yang dapat dilakukan adalah mengembangkan kemampuan resiliensi yang dimiliki. Resiliensi ini mengacu pada proses dinamis individu dalam mengcmbangkan kemampuan diri untuk menghadapi, mengatasi, memperkuat dan mentransfonnasi pengalaman-pengalaman yang dialarni pada situasi suiit menuju pencapaian adaptasi yang poswf (Grotberg, 1999). Penelitian ini mcnggunakau satu orang subyek yang dipilih berdasarkan karakteristik subyek yang berisiko cukup tinggi. Sebelum mengikuti pelatihan ini, subyek terlcbih dahulu telah mengikuti pemeriksaan. Dari hasil pemeriksaan, ditemul-can subyek memiliki sejumlah faktor risiko yaitu : meninggalnya salah sam orangma, penyakit yang diderita orangmaniumlah orang dewasa yang terlalu sedikit nmtuk mengawasi perilaku anak dan kurangnya dukungan dari keluarga besar. ......Elkind (Papalia, Olds & Feldman 2004), called ?huuried child? because of pressures of modem life such as : divorce, poverty, illness are forcing them to grow up too soon. Consequence of high presurcs result in high suicide incidence. Based on complexity ofpressurcs, prevention should made. Primary prevention such as Psycho-education very important to put cognitive developmental foundations. One of psycho-education primary prevention is developing resiliency capacity Resiliency is individual dynamic process to develop capacity for facing, overcome, strengthened by, and even be transformed by experiences of adversity to reach positive adaptation. This research use one subject which has high risk characteristic. Before a subject participate, she followed series of examination. Based on the examination, subject has some risk factors such as : death of parents, illness of parents, few adults to monitor children behaviors, less support tram extended family.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
T34065
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8   >>