Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 76 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yulhasri
Abstrak :
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian : Talasemia adalah penyakit kelainan darah herediter yang disebabkan oleh gangguan sintesis rantai globin-β. Penyakit ini diturunkan secara otosom resesif dan dicirikan antara lain oleh adanya anemia hemolitik akibat destruksi dini sel darah merah pada sumsum tulang dan pada peredaran darah perifer. Penyakit talasemia-βsampai saat ini masih menjadi masalah medik dan sosial. Hal ini disebabkan belum ditemukannya pengobatan yang efektif dan masih diperlukannya transfusi darah yang berkelanjutan. Dari penelitian terdahulu telah diketahui bahwa pada talasemia-β terjadi gangguan susunan dan fungsi membran yang disebabkan oleh adanya radikal bebas dalam jumlah yang lebih besar dari pada biasanya. Asetilkolinesterase (AchE) diketahui merupakan petanda untuk integritas membran. Mengingat bahwa pada membran SDM Talasemia-β terjadi perubahan susunan dan fungsi membran maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui sejauhmana perubahan tersebut mempengaruhi aktivitas AchE. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan aktivitas AchE pada SDM Talasemia-β dan SDM Normal serta untuk melihat kemampuan vitamin E dalam menahan beban oksidatif yang disebabkan oleh penambahan t-BHP pada SDM Normal dan Talasemia-β. Penentuan aktivitas dilakukan pada suspensi SDM 10 % dari 20 sampel SDM Normal dan 20 sampel SDM Talasemia-β yang diberi beban oksidatif dengan atau tanpa pemberian antioksidan. Khusus pada SDM Talasemia-β dilakukan pengukuran aktivitas AchE setelah pemberian antioksidan. Aktivitas enzim ditentukan dengan metode Beutler, yaitu dengan mengukur warna yang terbentuk antara substrat asetiltiokolin dengan asam 5-5 ditiobisnitrobenzoat (DTNB) secara spektrofotometri. Sebelum pengukuran aktivitas AchE dilakukan pengukuran kadar Hb, kadar protein dan jumlah eritrosit. Hasil dan kesimpulan : Kadar Hb SDM Talasemia- β(2,23 ±0,38 g/dL) lebih rendah dibandingkan SDM Normal (2,84 ± 0,31 g/dL). Kadar protein SDM Talasemia-β (5,41 ± 1,12 g/dL) lebih rendah (p <0,05) dibandingkan SDM Normal (6,92 ± 0,71 g 1 dL). Jumlah eritrosit Talasemia-β (1,003 ±0,045/mLx106) tidak terlalu berbeda (P> 0,05) daripada SDM Normal (1,004±0,1261mLx106). SDM Normal yang diberi beban oksidatif (SDMN2) mempunyai nilai aktivitas AchE/g Hb, aktivitas spesifik AchE dan aktivitas AchE/jumlah eritrosit yang lebih rendah dibandingkan SDM Normal yang hanya diberi KRP (SDMN1). Pemberian t-BHP pada SDM Normal menurunkan aktivitas AchE, baik yang dinyatakan per g Hb, per g protein maupun per jumlah eritrosit. Pemberian vitamin E pada SDM Talasemia-β dapat memperbaiki aktivitas AchE yang dinyatakan per g Hb, per g protein maupun per jumlah eritrosit. Pemberian vitamin E pada SDM Talasemia-β yang diberi beban oksidatif dapat mengurangi penurunan aktivitas AchE per g Hb, per g protein maupun per jumlah eritrosit.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
T10344
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marhaen Hardjo
Abstrak :
Ruang lingkup dan cara penelitian: Telah dilakukan studi in vivo pengaruh pemberian tomat (Solarium iycopersicum Mill.) pada tikus yang diracuni dengan karbon tetraklorida (CCI4) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek perlindungan tomat, yang banyak mengandung likopen, terhadap kerusakan hati akibat pembentukan radikal bebas pada pemberian karbon tetrakiorida (CCI4), Penelitian ini menggunakan 28 ekor tikus jantan, strain Sprague Cawley (Rattus norvegicus), berumur kurang lebih 3 bulan dengan berat badan 180-200 gram, yang dibagi secara acak dalam 4 kelompok yang masing-masing terdiri dari 7 ekor. Kelompok I, mendapat diet standar dan bahan pengemulsi (pelvis Gummi arabici ,minyak kelapa, dan akuades), berlaku sebagai kelompok kontrol normal. Kelompok II, mendapat diet standar, dan diberikan emulsi tomat dengan dosis 35,19 mg/kg berat badan selama 8 hari berturut-turut. Kelompok III, mendapat diet standar, bahan pengemulsi, dan pada hari kedelapan diberikan dosis tunggal CCI4 sebesar 0,55 mglg berat badan. Kelompok IV, mendapat diet standar dan emulsi tomat dengan dosis 35,19 mg/kg berat badan dan pada hari kedelapan 2 jam setelah pemberian tomat diberikan dosis tunggal CCI4 sebesar 0,55 mg/g berat badan. Pemberian bahan pengemulsi, emulsi tomat dan CCI4 dilakukan melalui sonde lambung. Dua hari setelah itu tikus dimatikan, dilakukan pembedahan untuk mengambil hati dan darah. Kemudian dilakukan pemeriksaan senyawa dikarbonil, malondialdehid (MDA), dalam hati dan plasma, serta penilaian kerusakan histologis hati. Data yang diperoleh diolah secara statistik dengan menggunakan perangkat lunak SPSS for Window 11.0. Hasil dan kesimpulan: Ditemukan peningkatan yang bermakna kandungan MDA hati, senyawa dikarbonil hati, dan derajat kerusakan hati pada kelompok III dibandingkan dengan kelompok kontrol normal. Terjadi penurunan yang bermakna kadar MDA plasma dan senyawa dikarbonil plasma pada kelompok III dibandingkan dengan kelompok kontrol normal. Dan pada kelompok IV, baik kandungan MDA hati, senyawa dikarbonil hati dan derajat kerusakan hati, maupun kadar MDA plasma dan senyawa dikarbonil plasma, dapat dipertahankan mendekati nilai normal. Disimpulkan bahwa tomat yang mengandung banyak likopen dapat melindungi hati dari kerusakan akibat serangan radikal bebas pada keracunan CCI4.
An experimental study, in vivo, was investigated in rats. This study was conducted to investigate the ability of tomato to prevent liver cells damage by free radicals formed in CCI4 intoxication. Twenty eight male rats, strain Sprague Dawley, approximately three month old, weight 180-200 g, were divided randomly in four groups. The first group, served as a normal control group, received no treatment. The second group received tomato emulsion in a dose equivalent to 35,19 mg/kg body weight for 8 days. The third group was intoxicated with a single dose 0,55 mg CCl41g body weight. The rats of the fourth group, received tomato emulsion in a dose equivalent to 35,19 mg/kg body weight for 8 days consecutively, and after two hours they are intoxicated with a single dose 0,55 mg CC141g body weight. Forty eight hours after the administration of CCI4, the rats were sacrificed. Malondialdehyde (MDA) and dicarbonyls compounds, formed in the presence of free radicals in CCI4 intoxication, were determined in liver homogenates and plasma serum. Further more, the livers were taken for histological examination. This study showed that CCI4 intoxication significantly increased the MDA and dicarbonyls level in the liver. In contrast, those level significantly decreased in the plasma. Further, CCI4 intoxication caused significantly increased liver cells damage. Administration of tomato emulsion significantly decreased the MDA and dicarbonyls level in the liver and prevent significantly increased level of liver cells damage, however, the MDA and dicarbonyls level significantly increased in the plasma This study suggested that tomato contain high lycopene (80-90% from carotenoids in tomato fruit) could reduce free radicals formation caused by CC14 intoxication and prevent occurrence of liver cells damage.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T 12472
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurmasari Sartono
Abstrak :
Ruang lingkup dan Cara penelitian : Salah satu penyebab gangguan pernapasan adalah asap rokok. Asap rokok yang berasal dari ujung rokok yang terbakar (sidestream) juga mengandung bahan toksik dan karsinogenik yang sama seperti asap rokok utama (mainstream), sehingga efek pada perokok pasif hampir sama dengan efek yang timbul pada perokok aktif. Bahan berbahaya yang terdapat dalam rokok. Seperti CO, NO, Hydrogen Cyanida dapat menyebabkan kerusakan jaringan saluran napas yaitu menebalnya lapisan mukosa, hilang atau rusaknya silia dan kelainan integritas epitel. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah asap rokok yang dipajankan pada tikus secara pasif dapat mempengaruhi tinggi epitel bronkiolus dan kandungan GSH pada jaringan paru. Sebagai model perokok pasif digunakan 10 ekor tikus yang dipajankan asap rokok 5 batang/20 menit setiap hari selama 12 minggu dan selama pengasapan 10 ekor tikus kontrol dikeluarkan, Kemudian diambil jaringan bronkiolus tikus untuk dibuat sediaan histologi dengan pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE) yang selanjutnya diamati dibawah mikroskop cahaya untuk mengukur tinggi epitel bronkiolus. Penentuan kandungan GSH dilakukan dengan cara memeriksa homogenat paru dengan metode Ellman setelah direaksikan dengan DTNB (Asam DitiobisNitroBenzoat). Perhitungan statistik tinggi epitel bronkiolus dan kandungan GSH dilakukan dengan Uji distribusi dengan Kolmogorov Smirnov (KS) dan kemaknaan dengan uji t. Hasil dan Kesimpulan : Tinggi epitel bronkiolus pada hewan perlakuan lebih rendah bermakna dibandingkan dengan hewan kontrol (p= 0,004 ) , sedangkan kandungan GSH jaringan paru lebih tinggi bermakna dibandingkan kandungan GSH paru tikus kontrol (p--0,OO). Terjadinya penurunan tinggi epitel bronkiolus disebabkan karena adanya peningkatan pembentukan radikal bebas yang dapat merusak makromolekul di dalam sel epitel bronkiolus. Sedangkan peningkatan kandungan GS1-1 pada jaringan paru diduga disebabkan oleh mekanisme kompensasi jaringan paru dalam menanggulangi jumlah Radikal Babas yang terbentuk.
Background and method of investigation: One etiology of the respiratory disease is cigarette smoking. The smoke from the tip of burning cigarette, the side stream smoke , contain the toxic and carscinogenic agents as the main stream smoke. Hence, the effect of the passive smoking is almost the same as the active smoking. The substances such as CO,NO and hydrogen cyanide in cigarette's smoke can induced the respiroatory tissue damage such as thickening of epithelial mucosa, loss cilia and impairment of ephithelial integrity. The aim of this study was to analyze the effect of passive cigarette kretek smoking on the epithelial height of bronchioles an GSH content of lung tissue. This study was carried on 20 swiss Webster rats which divided into 2 groups. The fisns group was control group the second group were exposured to cigarette kretek smoke, 5 cigarette 20 minutes per day. After i 2 weeks treatment the rats were sacrified. Histological slides were made from bronchiole epithelium and stained with Haemotoxiline-Eosine ( HE) and using light microscope the height of the bronchioles, epithelium were measured. The GSH content of lung tissue was measured with Ellman Method, The result of the study the study were analyzed statistically. Result and Conclusion: The height of bronchiols epithelium of the treatmaent group were decreased significantly compared to the control group. The GSH content lung tissue of the treatment group were significantly higher compared to the control group. It was concluded thet passive cigarette smoking will increased the free radicals which caused the macromolecules damage of the bronchioles epithelium and with the consequences increased of endogen antioxidant level such as GSH.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T17680
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lisa Kurnia Widiasmoko
Abstrak :
Induksi hipoksia, yaitu rendahnya tingkat O2 dalam tubuh kita, telah diketahui akan memicu produksi ROS reactive oxygen species . ROS dalam jumlah yang berlebih akan membahayakan tubuh kita. ROS akan dilawan oleh antioksidan, baik yang enzimatik maupun non-enzimatik. Paru-paru adalah organ yang berfungsi untuk ventilasi, dimana O2 masuk dan CO2 keluar. Oleh karena itu, paru-paru menjadi organ yang sensitif terhadap penurunan kadar O2, yang disebut dengan hipoksia. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas katalase, salah satu antioksidan enzimatik, setelah keadaan hipoksia, khususnya: hipoksia hipobarik intermiten. Hipoksia intermitent dibuktikan dari percobaan klinis sebelumnya, merupakan suatu langkah preventif untuk melindungi terhadap kerusakan akibat hipoksia seperti yang dilakukan pada bilik pelatihan pilot. Metode: Sampel paru didapatkan dari tikus Sprague-Dawley jantan, berumur 2 bulan, dengan berat kira-kira 200 gram, dibagi dalam 5 kelompok yaitu normoksia dan kelompok yang sebelumnya telah dipaparkan pada kondisi hipoksia hipobarik, dan hipoksia hipobarik intermitent 1,2, dan 3 kali dengan masing-masing interval 7 hari. Aktivitas katalase dari homogenat paru-paru diukur menggunakan teknik spektrofotometri. Data diuji normalitasnya dengan Shapiro-Wilk. Hasil: Aktivitas spesifik katalase ternyata tidak menunjukkan perbedaan signifikan diantara kelompok-kelompok perlakuan p>0.05. Kesimpulan: Paparan hipoksia hipobarik intermitent tidak terbukti dapat mengubah aktivitas katalase sebagai respon adaptasi pada paru-paru tikus.
Introduction Induction of hypoxia, low level of O2 in our body, was known to trigger ROS Reactive Oxygen Species production. Excessive ROS is harmful and is counteracted by antioxidant, the enzymatic and non enzymatic. Lung is an organ functions for ventilation, where O2 comes in and CO2 goes out, hence is a sensitive organ to hypoxia. This research was conducted to see the activity of catalase, enzymatic antioxidant, after hypoxia, to be specific intermittent hypobaric hypoxia. Intermittent hypoxia was proven from the clinical trial that it would be a protection from the damaging effect of hypoxia such as done in pilot training chamber. Methods: Lung samples were obtained from male Sprague Dawley rats 2 months old, around 200 grams, divided into 5 groups normoxia and the previous groups that was exposed to hypobaric hypoxia and intermittent hypobaric hypoxia 1, 2, and 3 times with 7 days interval for each. Catalase was measured from lung's homogenate by spectrophotometry technique. Data normality was tested using Shapiro Wilk test. Results: Specific activity of catalase is insignificantly different between all groups p 0.05. Conclusion: Exposure of intermittent hypobaric hypoxia was not proved to change the activity of catalase as an adaptation response in rat's lung tissue. Key words catalase hypobaric hypoxia intermittent lung.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhila Dea Safira
Abstrak :
Testis adalah organ yang sangat rentan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh stress oksidatif karena secara terus-menerus melakukan replikasi secara ekstrim seperti spermatogenesis dan steroidogenesis walaupun dengan vaskularisasi yang terbatas. Keadaan hipoksia sudah terbukti dapat merusak testis dari berbagai aspek, yaitu mengurangi jumlah produksi sperma, merusak struktur, serta menurunkan kemampuannya dalam beradaptasi menghadapi stress oksidatif. Banyak orang yang terpaksa hidup dalam keadaan terpapar pada hipoksia, seperti atlet dan orang-orang yang tinggal di dataran tinggi. Percobaan ini dilakukan dengan cara melihat absorbans dari homogenat testis tikus yang telah diberikan H2O2 dan melihat regresinya setelah 30 detik dan 2 menit 30 detik yang menggambarkan dekomposisi dari H2O2 oleh enzim katalase yang terdapat pada homogenat jaringan tersebut. Dari hasil percobaan ini, tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikaan antara perlakuan hipoksia hipobarik yang intermiten terhadap aktifitas spesifik katalase (p=0.456). Keadaan testis yang rentan terhadap stress oksidatif membuatnya mempunyai berbagai macam mekanisme untuk mengeliminasi ROS. Bermacam macam antioksidan yang bekerja dalam organ tersebut bisa menjadi salah satu alasan mengapa perubahan aktifitas spesifik katalase tidak begitu signifikan karena perannya sudah terbantu oleh antioksidan lain. Selain itu, testis merupakan organ yang heterogen sehingga bagian testis yang menjadi tempat pengambilan sampel berpengaruh terhadap hasil. Sampai saat ini, belum terdapat bukti yang menjelaskan bahwa aktifitas spesifik katalase dapat dipengaruhi oleh paparan terhadap hipoksia hipobarik intermiten. Hasil yang lebih representatif bias didapatkan dengan melakukan pengukuran antioksidan lain dengan melibatkan seluruh jaringan testes dengan sampel yang lebih banyak. ...... A testes is an organ that is vulnerable with the damage done by the oxidative stress because it performs replication constantly, which are spermatogenesis and steroidogenesis, in spite of its limited vascularization. The state of hypoxia has been proven to have destructive effect to testes various aspects. Starts from reducing sperm production, destruct the structures, and decrease its ability to adapt against oxidative stress. Many people were forced to live within hypoxia exposure, such as athletes or people that live in high altitude. This experiment is done by measuring absorbance of testes homogenate of rat that has been given H2O2 and see the regression at 30 seconds and 2 minutes 30 seconds that represent decomposition of H2O2 by catalase contained in homogenate. From this experiment, no significant relation exists between treatment hypoxia hypobaric being intermittent on specific activity catalase can be found (p = 0.456). Testes are accommodated by sorts of mechanisms to eliminate ROS because of its susceptibility to ROS. Various kinds of antioxidant who works in the organ can be one reason why specific activity catalase does not change significantly, because its role has been supported by other antioxidant. Besides, testes are heterogeneous organs so that the part of the testes that become the place of the sample collection may give impact on the results. Until this moment, there is no evidence that explains that specific activity catalase can be influenced by exposure to hypobaric hypoxia intermittent yet. Measuring other antioxidant along with the ROS by involving the whole testes as the tissue sample instead of taking some parts of it can be done to obtain more representative result.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Ismala Dewi
Depok: Universitas Indonesia, 2011
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ani Retno Prijanti
Abstrak :
ABSTRAK Ruang lingkup dan cara penelitian: Telah dilakukan penelitian induksi kanker hati tikus dengan aflatoksin B1. Penelitian ini ingin melihat apakah asam sialat meningkat lebih dini dari AFP pada induksi kanker hati tersebut. 50 ekor tikus perlakuan diinduksi dengan intubasi lambung 42 x 20 ug aflatoksin B1 Sebagai kontrol, 50 ekor tikus diintubasi dengan sejumlah sama akuades. Pengamatan dilakukan dengan mengambil plasma dan jaringan hati setiap bulan selama 10 bulan pemeliharaan. Pada contoh uji dilakukan pengukuran kadar asam sialat, deteksi AFP plasma dan pengamatan histopatologis jaringan hati. Pengukuran kadar asam sialat dilakukan dengan cara spektrofotometri, sedangkan deteksi AFP dengan cara ELISA. Pengukuran AFP dengan teknik ELISA memerlukan antigen AFP dan antibodi anti AFP tikus, yang ternyata tidak tersedia dipasaran. Antibodi anti AFP dibuat dengan imunisasi kelinci menggunakan protein amnion. Setelah imunisasi ke 3 titer antibodi sebesar 1280, setelah imunisasi ke 5 sebesar 2560. Purifikasi antibodi dilakukan dengan kolom imunoafinitas AminoLink. Purifikasi AFP dari amnion dilakukan dengan kolom afinitas Cibacron Blue. Uji statistik yang dipakai untuk analisis hasil adalah analisis Marian dua arah, dengan batas kemaknaan p<0,05. Hasil dan kesimpulan: Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar asam sialat plasma kelompok tikus perlakuan berbeda bermakna dengan kelompok kontrol sejak bulan pertama (p<0,05). Deteksi AFP menunjukkan peningkatan AFP pada kelompok tikus perlakuan dan tidak pada kelompok tikus kontrol sejak bulan pertama (p<0,05). Pengamatan histopatologis menunjukkan adanya perubahan yang dapat menuju kearah keganasan. Dengan demikian hasil pengamatan petanda tumor pada tikus yang diinduksi kanker hati menunjukkan bahwa baik kadar AFP maupun asam sialat meningkat pada waktu dini, satu bulan setelah induksi dengan aflatoksin B1 .
ABSTRACT Determination of The Earliness of Rat Plasma α-Fetoprotein (AFP) and Sialic Acid Levels as Tumor Markers in the Process of Liver Carcinogenesis Induction By Aflatoxin B1 (AFB1) Scope and method of study: An experimental study of aflatoxin B1 induced liver carcinogenesis has been done. The aim oh this study was to prove the increase of plasma sialic acid level is earlier than the AFP level in liver carcinogenesis. Fifty rats that were treated with daily intubations of 20 gg for a period of 42 days. Fifty control rats were intubated with equal volumes of aquadest. Observation of the plasma and liver tissues were done every month, including measurement of plasma AFP, sialic acid level, and histopatology of the liver tissue. Sialic acid level was done by spectrophotometric technique, and ELISA technique was used for the detection of plasma AFP. The ELISA technique for rat AFP needs rat AFP antigen and antibody anti rat AFP which were not available from chemical suppliers. The antibody anti rat AFP was developed by immunization of rabbits with rat amniotic protein. After the 3rd immunization, rabbit antibody anti rat amniotic titter was 1280, and after the 5th immunization 2560. Antibody purification was done by immunoaffinity chromatography column (AminoLink). Purification of the rat AFP from amniotic fluid was done by affinity chromatography column (Cibacron Blue). The result were analyzed by Analysis of varians, with p<0,05. Results and conclusions: The results showed that the plasma sialic acid level of rats treated with aflatoxin B1 were significantly different from that of the control rats, p<0,05. Besides, plasma AFP was detected in the treated rats, but not in the control rats, from the first month. The histopathologic observation of the treated rat livers showed that there were changes that could lead to neoplastic livers. Both plasma and sialic acid levels were seen early, starting from the first month after induction of carcinogen by aflatoxin B1.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Kristina
Abstrak :
Buah merah (Pandanus Conoideus Lam) telah lama digunakan sebagai bahan makanan dan tanaman herbal oleh masyarakat Papua, Irian Jaya. Minyak buah merah (MBM) telah diteliti mengandung 0-karoten dan a-tokoferol dalam kadar yang tinggi. 0-karoten dan a-tokoferol adalah antioksidan yang berpotensial meredam radikal babas. Pernyataan dari beberapa penderita yang telah mengkonsumsi MBM menyatakan, MBM dapat menyembuhkan berbagai penyakit seperti, sirosis hati, stroke kanker dan HIV/AIDS. Telah dilakukan penelitian mengenai efek hepatoprotektif MBM terhadap kerusakan hati tikus akibat pemberian CCI4. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis efek pemberian MBM terhadap kerusakan hati tikus akibat pemberian CCI4. Penelitian ini menggunakan 24 ekor tikus galur Sprague-Dawley, berumur ± 3 bulan dengan berat badan 150-200 gram, yang dibagi secara acak menjadi 4 kelompok. Kelompok perlakuan I (ICPI) adalah kelompok kontroi, kelompok perlakuan II (KP2) adalah kelompok mendapat MBM, kelompok perlakuan I1I (KP3) adalah kelompok yang diberi CCI4 dan kelompok perlakuan IV (KP4) adalah kelompok yang mendapat MBM sebelum pemberian CCl4.Sebagai parameter kerusakan hati dilakukan pengukuran aktivitas GPT plasma. Untuk mengetahui keadaan stres oksidatif dilakukan pengukuran kadar MDA, GSH dan senyawa dikarbonil pada plasma dan jaringan hati. Data yang diperoleh diolah secara statistik. Aktivitas enzim GPT plasma pada KP3 adalah 155,87 U/L lebih tinggi dibandingkan pada KP1 adalah 22,28 till, KP2 adalah 24,78 UIL, dan KP4 adalah 48,39 UWL. Uji ANOVA terhadap aktivitas enzim GPT plasma pada KP3 berbeda bermakna terhadap KM, , KP2 dan KP4 (p<0,05), sedangkan KP 1 dibandingkan terhadap KP2 tidak berbeda bermakna (p>0,05). Kadar MDA, GSH dan senyawa dikarbonil pada plasma dan jaringan hati pada KP3 berbeda bermakna terhadap KP 1, KP2 dan KP4 (p<0,05), sedangkan KP 1 dibandingkan terhadap KP2 tidak berbeda bermakna (p>0,05). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa MBM selama pemberian 8 hari dapat mencegah dan melindungi hati dari metabalit CCI4.
The red fruit (Pandanus conoideus. Lam) has been used for a long time ago as a daily food and remedies herbal by Papuan, Irian Jaya. The red fruit oil contain a large amount l carotene and a-tocopherol. It was known that 13 carotene and cx-tocopheroI are antioxidant, have capacity to neutralize free radical. Red fruit oil has been proved it can prevent and reduce many diseases such as cirrhosis liver, cancer, stroke and HIV/AIDS. This experiment was performed to study the hepatoprotective effect of red fruit oil on carbon tetrachloride-induced liver damage in rats. Twenty four male rats Sprague-Dawley strain, approximately three months old, weighing 150 - 200 grams were divided randomly into four groups. The first group (KPI) was control, the second group (KP2) received red fruit oil, the third group (KP3) were induced by CCI4 and the fourth group (KP4) received red fruit oil before CC14 treatment. As parameter for liver damage, the activity of plasma GPT was measured. Malondialdehyde (MDA), glutathione (GSH) and dicarbonyl level of plasma and liver tissue were measured as parameter of oxidative stress. All From result research had been achieved, examined by statistically. Result : The activity of GPT plasma in KP3 was 155.87 U/L, was significantly higher compared to the KPI, KP2 and KP4 which were 22.28 UIL ; 24.78 UIL ; 49.39 UIL respectively (p<0.05). But there was no significantly difference between KPI and KP2 (p>0.05). The plasma and liver tissue concentration of MDA, GSH and dicarbonyl substance of KP3 were different significantly compared to KPI, KP2 and KP4 (p<0,05) and there was no difference between KPI and KP2 (p>0.05). It is concluded that red fruit oil given for eight days concccutively can prevent and protect the liver tissue from CCI4 toxicity.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T 17671
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novrida
Abstrak :
Tomat merupakan salah satu sayuran yang telah diketahui banyak mengandung antioksidan terutama likopen. Berdasarkan kepustakaan diketahui likopen merupakan antioksidan yang sangat potensial dalam meredam radikal bebas dan mengurang resiko kanker. Telah dilakukan penelitian tentang hambatan karsinogenesis dengan emulsi tomat pada tikus yang di induksi N-2-Fluorenilasetamida (FAA). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek emulsi tomat dalam menghambat karsinogenesis yang diinduksi dengan FAA. Penelitian ini menggunakan 50 ekor tikus galur Wistar, berumur kurang lebih 3 bulan dengan berat badan berkisar 180 - 200 gram, yang dibagi secara acak dalam lima kelompok. Kelompok pertama (KK1), merupakan kelompok tikus yang hanya diberi aquades saja, kelompok kedua (KK2) diberi bahan pengemulsi terdiri dari pulvis gum arabic (PGA), minyak kelapa dan aquades, kelompok ketiga (KK3) diberi emulsi tomat, kelompok keempat (KPI) diberi FAA dengan dosis 40 ug/mL/hari. Kelompok kelima (KP2) diberi emulsi tomat dan FAA. Pemberian bahan perlakuan dilakukan melalui sonde lambung. Pengamatan terhadap plasma dilakukan setelah 2, 4, 6 dan 5 minggu perlakuan, sedangkan terhadap jaringan hati setelah 4 dan 8 minggu perlakuan. Sebagai parameter karsinogenesis dilakukan pengukuran kadar asam sialat plasma dan hati. Untuk mengetahui keadaan stres oksidatif dilakukan pengamatan terhadap kerusakan akibat radikal bebas serta senyawa antioksidan endogen seperti MDA, senyawa dikarbonil dan GSH plasma dan hati. Data yang diperoleh diolah secara statistik dengan menggunakan uji ANOVA.

Pada KP1 ditemukan peningkatan bermakna kadar asam sialat plasma pada minggu ke-4, peningkatan kadar MDA plasma dan hati pada minggu ke-2, peningkatan kadar senyawa dikarbonil plasma dan jaringan hati pada minggu ke-4 dan penurunau kadar GSH plasma pada minggu ke-4. Pada KP2 ditemukan kadar asam sialat, kadar MDA, kadar senyawa dikarbonil yang tidak berbeda bermakna dibandingkan dengan semua kelompok kontrol baik dalam plasma maupun pada jaringan hati. Terdapat korelasi antara peningkatan kadar asam sialat plasma dengan peningkatan kadar MDA dan senyawa dikarbonil serta dengan penurunan kadar GSH plasma. Hal ini menunjukkan bahwa stres oksidatif dapat memicu terjadinya karsinogenesis. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa emulsi tomat dapat menghambat karsinogenesis melalui penghambatan stres oksidatif.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16230
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asri Werdha Sari
Abstrak :
Tujuan: menganalisis ekspresi protein sitoglobin (Cygb) pada hati tikus yang mengalami stres oksidatif akibat induksi CC4 dan yang diberi perlindungan dengan antioksidao N-asetil sistein (NAC). Hasil: stres oksidatif pada hati tikus yang diinduksi CC4 ditunjukkan oleb menurunnya aktivitas spesifik kstalase dan meningkatnya kadat senyawa dikarbonil. Titer Cygb menurun pada kelompok yang diberi CCl4. Tidak ada perbedaan betmalma antara titer Cygb pada tikus yang dilindungl NAC sebelum atau sesuadah CCl4. Kesimpulan: Titer Cygb menurun pada induksi CCl4 setelah dua hari dan mendukung hipotesis bahwa Cygb berperan mencegah stres oksidatif. Penurunan titer Cygb setara dengan kerusakan oksidatif. ......Aim: to analyze the expression of Cygb in rat liver under oxidative stress induced by carbon tetrochloride (CCI4) and protected by antioxidant N-acetyl cystein. Result: oxidate stress induced by CCI4 in rat liver decreases specific octivlty of catalase and increases the content of dicarbonyl. Titer of Cygb is decreased in groups induced by CCI4,. There is no significant difference in rats with NAC before and qfler CCI4. Conclusion: Titer of Cygb is decreased qfler 2 days oxidative stress and support the hypothesis that GYgb is play role against oxidative stress. The decrease of Cygb titer is equal with oxidative damage.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
T31973
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8   >>