Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ilsiana Jatiputra
"Penelitian ini mengenai kualitas hidup pria pasca-Infark Miokard Akut (IMA) pada tiga tahap kesembuhan, yaitu tahap kesembuhan 1-2 minggu, 3-4 bulan dan 12-13 bulan pasca-IMA, ditinjau dari psikologi kesehatan. Tujuan penelitian ialah 1) mendeskripsikan kualitas hidup dan kebiasaan hidup pasca-IMA pada setiap tahap kesembuhan, bila dibandingkan dengan pra-IMA; 2) membandingkan kualitas hidup dan kebiasaan hidup pasca-IMA antara berbagai tahap kesembuhan; dan 3) mengidentifikasi variabel-variabel yang berpengaruh terhadap kualitas hidup pasca-IMA.
Kualitas hidup pasca-IMA menunjukkan sejauh mana kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dan berintegrasi kembali ke kehidupan normal, meliputi kemampuan untuk melaksanakan fungsi sehari-hari (fisik, psikologis, dan sosial) setelah menderita IMA. Dimensi kualitas hidup yang diukur ada enam, yaitu dimensi psikologis (kecemasan, kemarahan, depresi), fungsional (aktivitas hidup sehari-hari), peran sosial (bekerja), keintiman (hubungan seks), kepuasan umum, dan fisik.
Variabel yang diteliti pengaruhnya terhadap kualitas hidup pasca-IMA adalah tahap kesembuhan, strategi mengatasi-stres (konfrontatif, menghindar) yang dipilih dalam upaya mengatasi stres yang berkaitan dengan IMA dan berbagai masalah yang ditimbulkan IMA, dukungan sosial (kuantitatif, kualitatif, istri) yang dapat berfungsi sebagai penahan stres, pendidikan, usia, dan jenis pekerjaan. Juga diteliti pengubahan kebiasaan hidup sebagai salah satu respons yang dilakukan dalam upaya mengatasi stres yang berdampak terhadap hasil proses kesembuhan.
Sampel penelitian adalah 100 pria, berusia 30-68 tahun, terdiri dari tiga kelompok, yaitu 35 orang yang mendapat IMA pertama 1-2 minggu sebelumnya, 34 orang yang mendapat IMA 3-4 bulan sebelumnya, dan 31 orang yang mendapat IMA 12-13 bulan sebelumnya, tidak mendapat CABG atau PTCA, yang berasal dari RS Jantung Harapan Kita, RSCM, dan RS Saint Carolus. Desain penelitian adalah non-experimental, between-groups, time-design, bersifat cross-sectional.
Instrumen yang digunakan adalah wawancara terstruktur dan lima self report inventories, yang sebagian besar dimodifikasi dan diterjemahkan dari Belanda. Wawancara terstruktur dipakai untuk mendapatkan data demografis, dimensi fisik, fungsional, bekerja, hubungan seks, kepuasan umum, dan kebiasaan hidup. Self report inventories dipakai untuk mengukur kemarahan, kecemasan, depresi, strategi mengatasi-stres, dan dukungan sosial.
Hasil yang diperoleh dengan menggunakan MANOVA, ANOVA, Chi-square, dan uji t adalah sebagai berikut: Dari enam dimensi kualitas hidup pasca-IMA yang diteliti, subjek mengalami penurunan dalam empat dimensi, yaitu peran sosial, keintiman, fungsional, dan fisik. Kepuasan umum cukup tinggi, sedangkan pada dimensi psikologis terdapat perubahan pada menurunnya kemarahan pada tahap 1-2 minggu pasca-IMA dan meningkatnya depresi pada tahap 12-13 bulan pasca-IMA. Kecemasan pada semua tahap kesembuhan tidak berbeda dengan pra-IMA.. Kualitas hidup pasca-IMA tidak berbeda antara berbagai tahap kesembuhan pasca-IMA.
Selain tahap kesembuhan, yang berpengaruh terhadap dimensi psikologis kualitas hidup pasca-IMA adalah pendidikan, merokok pasca-IMA, dan strategi mengatasi-stres. Semakin rendah pendidikan, semakin tinggi kecemasan dan depresi pasca-IMA. Pada yang merokok pasca-IMA terdapat depresi yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan yang tidak merokok pasca-IMA. Semakin banyak subjek menghindar dalam upaya mengatasi-stres, semakin rendah kecemasan. Walaupun strategi menghindar ini untuk jangka pendek dapat menurunkan stres, namun bila dilakukan terus menerus untuk jangka waktu panjang dapat lebih memperburuk keadaan, karena masalah yang sebenarnya tidak terpecahkan. Di lain pihak, strategi konfrontatif yang ditujukan terhadap sumber stres ternyata tidak berhasil menurunkan stres. Semakin banyak subjek berusaha mengatasi masalah secara konfrontatif, semakin tinggi kecemasan dan depresi yang dirasakan. Kegalauan ini, bila berlangsung dalam waktu yang lama akan berdampak negatif terhadap kesembuhan. Saran untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam upaya mengatasi-stres secara konfrontatif adalah pemberian bimbingan cara-cara penanggulangan stres.
Dukungan sosial yang dapat menurunkan stres adalah dukungan sosial kuantitatif, khususnya pada tahap 1-2 minggu pasca-IMA semasa penderita merasa sangat tidak berdaya dan sangat tergantung, dan pada tahap 12-13 bulan pasca-IMA semasa orang lain telah mulai terbiasa dengan penderita dan kurang banyak memberikan dukungan sosial lagi. Pada tahap 3-4 bulan pasca-IMA, dukungan sosial kuantitatif yang lebih tinggi menimbulkan kecemasan yang lebih tinggi. Dukungan sosial kualitatif dan dukungan sosial istri tidak mempunyai efek terhadap dimensi psikologis. Berdasarkan hasil ini disimpulkan bahwa di lingkungan budaya Indonesia, hanya istri saja tidak cukup untuk menurunkan stres, tetapi seluruh keluarga besar harus turut memberikan dukungan sampai jauh setelah IMA berlalu, namun dalam memberikan dukungan sosial agar disesuaikan dengan keperluan penderita, khususnya pada bulan-bulan pertama pada masa awal penyesuaian diri terhadap IMA.
Penurunan dalam dimensi peran sosial (bekerja) dipengaruhi oleh pendidikan, tidak oleh usia dan jenis pekerjaan. Ternyata semakin rendah pendidikan, semakin besar penurunan jumlah jam kerja dari pra-IMA ke pasca-IMA. Pengubahan kebiasaan hidup pasca-IMA yang dipersepsikan sebagai penyebab utama serangan jantung subjek, seperti merokok dan diet yang diperkirakan dapat menurunkan tekanan darah tinggi cukup bermakna.
Kesimpulan umum dari penelitian ini adalah cukup banyak masalah yang dihadapi pada masa pasca-IMA masalah-masalah dalam bekerja, hubungan seks, fisik, depresi -yang bila dapat dikurangi dan diatasi akan dapat meningkatkan kualitas hidup pasca-IMA.
Rehabilitasi yang disarankan untuk meningkatkan kualitas hidup pasca-IMA di samping rehabilitasi fisik adalah rehabilitasi psikologis dan sosial melalui konseling atau pun gabungan pendidikan kesehatan dan program penanggulangan stres."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1993
D156
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angela R. Sutanto-Pekerti
"Penelitian ini berusaha menjawab masalah kendala membaca bahan berbahasa Inggris sebagai bahasa kedua (L2) pada para sarjana Indonesia yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama (L1). Kendala membaca diteliti melalui efektivitas-efisiensi atau EE baca yang diukur dalam dua komponen membaca yang utama yaitu: kecepatan dan pemahaman membaca. EE baca dipahami dalam kaitannya dengan kecakapan membaca dan kemahiran bahasa. Alih keterampilan lintas bahasa dalam membaca yang terkait dalam masalah penelitian ini ditinjau dari dampak pelatihan membaca efektif-efisien (BEE) dalam bahasa Indonesia terhadap kecakapan membaca dalam bahasa Inggris.
Kaitan antara kecakapan membaca, kemahiran bahasa dan EE baca dicoba dijelaskan dengan landasan teori pemerolehan bahasa, kemampuan komunikatif dan teori-teori psikologi membaca yang kognitif. Dari berbagai kajian mengenai kemampuan bahasa sebagai kemampuan komunikatif disimpulkan bahwa kecakapan membaca berbeda dengan kemahiran bahasa. Ternyata juga bahwa antara kecakapan membaca dan kemahiran bahasa ada kaitan yang simbiotik. Haluan pembelajaran yang kognitif mempertahankan faktor bawaan yang khas manusia pada bahasa dalam sistem kesanggupan intelektual yang luas dan menempatkan unsur-unsur pokok bahasa dalam ranah belajar. Membaca dijelaskan sebagai pelaksanaan beberapa proses membaca yang ditentukan oleh keefisienan distribusi sumber daya olah yang terbatas. Penggunaan sumber daya olah secara efisien untuk proses mental yang kompleks seperti membaca dapat dilaksanakan bila sejumlah komponen membaca bekerja sama secara otomatis. Kerja sama komponen membaca secara otomatis dapat diciptakan dengan pengulangan melalui pelatihan dan peningkatan kesadaran metakognitif akan strategi membaca yang efektif dan efisien.
Pemahaman teoretis ini membuahkan perkiraan berikut: EE baca dalam L1 dan EE baca L2 dapat ditingkatkan dengan memberikan pelatihan BEE dalam L1. Perkiraan ini secara rinci dirumuskan dalam 10 hipotesis. Kesepuluh hipotesis ini kemudian diuji secara empirik dengan rancangan kuasi-eksperimental dengan kelompok kontrol-eksperimental yang diberi prates dan pascates. Kelompok percontoh penelitian terdiri atas 113 sarjana dari berbagai disiplin ilmu. Pelatihan BEE diberikan sebagai perlakuan dalam eksperimen. Pelatihan BEE ini dilaksanakan di Institut Pendidikan dan Pembinaan Manajemen, di Jakarta, selama delapan minggu.
Hasil eksperimen menunjukkan bahwa: (a) pelatihan BEE dalam bahasa Indonesia meningkatkan EE baca dalam bahan berbahasa Indonesia dan EE baca bahan berbahasa Inggris; (b) peningkatan EE baca tidak disertai peningkatan kemahiran bahasa; hal ini menunjukkan bahwa kecakapan membaca memang berbeda dengan kemahiran bahasa; (c) meningkatnya EE baca bahan berbahasa Indonesia dan EE baca bahan berbahasa Inggris disertai dengan peningkatan kesadaran metakognitif mengenai strategi BEE bahan berbahasa Indonesia dan strategi baca bahan berbahasa Inggris.
Hasil penelitian ini membawa kesimpulan berikut: Pertama, kendala membaca bahan berbahasa Inggris sebagai L2 bagi sarjana Indonesia yang mempunyai kemahiran L2 yang terbatas dapat diatasi dengan pelatihan BEE dalam bahasa Indonesia sebagai L1. Kedua, kendala membaca bahan berbahasa Inggris pada orang yang mempunyai kemahiran bahasa Inggris yang terbatas antara lain berkaitan dengan terbatasnya kecakapan membaca dalam Ll. Oleh karena itu pelatihan yang semata-mata meningkatkan kecakapan membaca L1 dapat meningkatkan EE baca L1 maupun EE baca L2. Ketiga, pelatihan kesadaran metakognitif mengenai penggunaan strategi BEE dalam bahan berbahasa Indonesia ternyata berhasil mempolakan kegiatan membaca yang interaktif yang secara seimbang menggunakan strategi baca global dan strategi baca rinci sesuai dengan tujuan membaca. Perubahan yang terjadi lebih nyata pada kegiatan membaca bahan berbahasa Inggris daripada pada kegiatan membaca bahan berbahasa Indonesia. Kecakapan BEE ternyata menambah kepercayaan diri pembaca dalam menghadapi bahan berbahasa Indonesia dan Inggris. Keempat, penelitian ini memberikan data yang mendukung pemikiran kognitif dalam psikologi membaca.
Kesimpulan yang dikemukakan di atas menunjukkan beberapa implikasi. Pertama, penguasaan BEE memberi akses yang lebih besar pada kumpulan pengetahuan dan informasi yang terhimpun dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Kedua, jadi penguasaan kecakapan BEE dalam bahasa Indonesia akan mendukung proses pembelajaran bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
Mengingat pentingnya penguasaan kecakapan BEE terhadap pengembangan diri dan ilmu pengetahuan antara lain disarankan: a) kecakapan BEE diajarkan sedini mungkin pada anak di dalam jenjang pendidikan prasekolah, sekolah, maupun pada orang dewasa di luar sekolah; b) agar penelitian tentang proses-proses psikologis dalam membaca lebih didalami dengan pendekatan yang kognitif.

This research attempts to address the problem of reading English as a second language (L2) in Indonesian graduates whose first language (L1) are bahasa Indonesia. The reading problems were assessed through their reading effectiveness and efficiency, which was measured in the two important components of reading: speed and comprehension. The transfer of reading ability across languages involved in the research problem was investigated through the effect of training effective and efficient reading in Indonesian as L1 on reading English as L2.
Relationships among reading ability, language proficiency, and reading effectiveness and efficiency are explained according to the language acquisition theory, communicative competence and the cognitive theories of reading. Numerous studies about language competence suggest that as a communicative competence language proficiency is different from reading ability. Research concluded that there is a symbiotic relationship between language skill and reading ability. The cognitive learning approach retains the innate species-specific factor of language as a system of broad intellectual potentialities and places the substantive aspects of language in the domain of learning. Reading is proposed as the execution of reading processes limited by the efficient operation of the limited capacity processing system. The efficient utilization of the processing resources for a complex mental process such as reading can be accomplished when a number of reading components interact automatically. The automatic interaction among those components may be achieved through training and the increased metacognitive awareness of effective and efficient reading strategies.
This theoretical understanding of reading produces the following assumption: Effectiveness and efficiency of reading in L1 and L2 may be increased by providing training in effective and efficient reading in Ll. This assumption was elaborated into ten hypotheses. These hypotheses were empirically tested with a pretest-posttest quasi-experimental design using a control and an experimental group. The experiment utilized 113 graduates of various disciplines. The experimental group received treatment in effective and efficient reading in bahasa Indonesia. The training was provided as part of a graduate management program at the Institute for Management Education and Development in Jakarta. The training consisted of 16 ninety-minute sessions over the period of eight weeks.
The results indicate that: (a). Training in effective and efficient reading in bahasa Indonesia increases reading effectiveness and efficiency in both English and Indonesian; (b) increase in reading effectiveness and efficiency is not accompanied by improvement in language proficiency, thus indicating that reading ability is distinct from language proficiency; (c) increase in reading effectiveness and efficiency in English and Indonesian is accompanied by the increase in metacognitive awareness of reading strategies for English and Indonesian texts.
The results of this study produce the following conclusions: First, problems of reading in English as L2 for Indonesian graduates with limited proficiency in English may be surmounted by providing training in effective and efficient reading in bahasa Indonesia as L1. Second, a problem of reading in English as L2 for people with limited proficiency in English is partially explained by deficiencies in reading in L1. Hence, training which improves reading ability in L1 can improve reading effectiveness and efficiency in L2. Third, training in increasing metacognitive awareness of effective and efficient reading strategies is effective in providing patterns for a balanced interactive processing of top-down and bottom-up reading strategies. In addition, effective and efficient reading also increased the subjects' confidence in reading Indonesian and English texts.
These conclusions contain the following implications: First, mastery of effective and efficient reading ability provides greater access to the body of knowledge and information written in Indonesian and English. Second, thus this mastery also enhances the learning of Indonesian and English.
Finally, it is recommended that a) more research should be done on the psychological processes of reading based on the cognitive theories of reading; b) training for effective and efficient reading should be provided as early as possible in the primary and pre-school, as well as in adult schools."
1993
D352
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Matindas, Rudolf Woodrow
"Untuk memahami perkembangan kematangan pribadi, agar kemudian dapat dipikirkan intervensi terencana untuk meningkatkan laju perkembangannya, dibutuhkan analisis mengenai keterkaitan antara berbagai dimensi kematangan pribadi. Dengan memahami hubungan satu dimensi dengan dimensi lainnya, dan dengan mempertimhangkan pengaruh faktor usia terhadap hubungan tersebut akan diperoleh berbagai kesimpulan mengenai kemungkinan merangsang laju perkembangan kematangan pribadi.
Kajian terhadap kontroversi tentang ada-tidaknya kualitas pribadi ideal, menghasilkan kesimpulan bahwa kontroversi ini bersumber pada ketidak cermatan dalam membedakan kematangan sosial (yang ditentukan oleh norma-norma lingkungan sosial maupun lingkungan budaya) dengan kematangan pribadi (yang lebih ditentukan oleh tingkat perkembangan seseoranq). Juga disimpulkan bahwa yang lebih perlu dikemhangkan dalam diri seseoranq adalah kematangan pribadinya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1993
D1257
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soekidjo Notoatmodjo
"ABSTRAK
Tujuan utama setiap pendidikan gizi adalah menuju kearah perubahan perilaku ke arah yang lebih baik (peningkatan perilaku), dalam hal ini adalah perilaku gizi (nutritional behavior). Dengan meningkatnya perilaku ibu ini, terutama perilaku pemberian makanan kepada anak balita, diharapkan dapat meningkatkan status gizi anak balita tersebut. Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Depertemen kesehatan sejak tahun 1960 an telah berusaha meningkatkan gizi masyarakat melalui Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPKG). Kegiatan utama UPKG ini adalah pendidikan gizi, yakni suatu kegiatan untuk menyediakan kondisi dan informasi, sehingga masyarakat dapat berperilaku sesuai dengan nilai-nilai kesehatan dan gizi.
Selama ini pendidikan gizi yang dilakukan dalam rangka program UPKG, pada umumnya menggunakan metode ceramah yang bersifat komunikasi satu arah (one way communication), dengan bantuan alat peraga dan demontrasi makanan bergizi. Metoda ceramah sampai saat ini masih sering digunakan meskipun mempunyai beberapa kelemahan. kelemahan-kelemahan itu antara lain : sasaran pendidikan bersifat pasif, tidak atau kurang dalam menghayati materi yang diberikan, hubungan antara pendidik dan sasaran terlalu formal, membosankan, dan sebagainya. Diihak lain, oleh para ahli pendidikan telah dikembangkan metoda yang lebih efektif, khususnya untuk pendidikan nob formal, seperti pendidikan gizi masayarakat ini. Metoda ini adalah metoda permainan (games method), dan oleh para peneliti pendidikan baik dari luar maupun dalam negeri, telah diuji. Di indonesia, metoda ini telah dicoba pada pendidikan keluarga berencana di Malang Jawa Timur. Metoda ini oleh tim percobaan disebut permainan simulasi, meskipun sebenarnya bukan permainan simulasi, melainkan hanya metoda permainan biasa; karena unsur simulasinya tidak nampak jelas.
Dari hasil percobaan tersebut telah terbukti bahwa metoda permainan ini lebih efektif dan efisien dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap masyarakat tentang keluarga berencana, dan akhirnya dapat lebih meningkatkan akseptor KB, bila dibandingkan dengan metoda yang lain. Hal ini berarti bahwa metoda tersebut lebih efektif dalam meningkatkan perilaku masyarakat dalam hal keluarga berencana."
1988
D1069
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soekidjo Notoatmodjo
"ABSTRAK
Tujuan utama setiap pendidikan gizi adalah menuju kearah perubahan perilaku ke arah yang lebih baik (peningkatan perilaku), dalam hal ini adalah perilaku gizi (nutritional behavior). Dengan meningkatnya perilaku ibu ini, terutama perilaku pemberian makanan kepada anak balita, diharapkan dapat meningkatkan status gizi anak balita tersebut. Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Depertemen kesehatan sejak tahun 1960 an telah berusaha meningkatkan gizi masyarakat melalui Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPKG). Kegiatan utama UPKG ini adalah pendidikan gizi, yakni suatu kegiatan untuk menyediakan kondisi dan informasi, sehingga masyarakat dapat berperilaku sesuai dengan nilai-nilai kesehatan dan gizi.
Selama ini pendidikan gizi yang dilakukan dalam rangka program UPKG, pada umumnya menggunakan metode ceramah yang bersifat komunikasi satu arah (one way communication), dengan bantuan alat peraga dan demontrasi makanan bergizi. Metoda ceramah sampai saat ini masih sering digunakan meskipun mempunyai beberapa kelemahan. kelemahan-kelemahan itu antara lain : sasaran pendidikan bersifat pasif, tidak atau kurang dalam menghayati materi yang diberikan, hubungan antara pendidik dan sasaran terlalu formal, membosankan, dan sebagainya. Diihak lain, oleh para ahli pendidikan telah dikembangkan metoda yang lebih efektif, khususnya untuk pendidikan nob formal, seperti pendidikan gizi masayarakat ini. Metoda ini adalah metoda permainan (games method), dan oleh para peneliti pendidikan baik dari luar maupun dalam negeri, telah diuji. Di indonesia, metoda ini telah dicoba pada pendidikan keluarga berencana di Malang Jawa Timur. Metoda ini oleh tim percobaan disebut permainan simulasi, meskipun sebenarnya bukan permainan simulasi, melainkan hanya metoda permainan biasa; karena unsur simulasinya tidak nampak jelas.
Dari hasil percobaan tersebut telah terbukti bahwa metoda permainan ini lebih efektif dan efisien dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap masyarakat tentang keluarga berencana, dan akhirnya dapat lebih meningkatkan akseptor KB, bila dibandingkan dengan metoda yang lain. Hal ini berarti bahwa metoda tersebut lebih efektif dalam meningkatkan perilaku masyarakat dalam hal keluarga berencana."
1988
D245
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library