Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hasibuan, Dina Isnanda
"Kebiasaan kurangnya perilaku membaca label pangan dapat berdampak negatif bagi konsumen, salah satu di antaranya tingginya resiko obesitas dalam jangka panjang bagi Konsumen. Ibu rumah tangga menjadi salah satu faktor penentu pengatur penyelenggaraan makanan didalam rumah tangga.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan perubahan antara pengetahuan, karakteristik, dan motivasi pada ibu rumah tangga dengan perilaku membaca komponen gizi pada label pangan pada 4 Kelurahan di Kecamatan Pancoran Mas.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional. Data yang dikumpulkan menggunakan kuesioner ada 180 responden. Sebanyak 180 orang Ibu Rumah Tangga yang sudah mendapatkan penyuluhan, rata-rata IRT yang sering membaca komponen gizi pada label pangan sebesar 53,3%, ada 43,3% tergolong kadang-kadang, dan ada 3,3% tergolong tidak pernah dalam membaca komponen gizi pada label pangan. Pada penelitian ini tidak ada hubungan bermakna terlihat dari nilai p Value ≥0,05 pada setiap variabel yaitu pengetahuan (p Value 0,178), umur (p Value 0,232), pendidikan ibu (p Value 0,645), pendidikan suami (p Value 0,255), pekerjaan suami (p Value 0,546), dan motivasi (p Value 0,147).
Saran dari kegiatan ini perlu digulirkan secara terus-menerus sebagai konsep snowballing dan menyebarluaskan informasi untuk mengurangi faktor risiko penyakit degeneratif serta adanya pendidikan dari Ibu Rumah Tangga ke orang terdekat (suami, anak,saudara) harus dilakukan penyegaran terus-menerus.

Lack of behavioral habits of reading food labels can have a negative impact for consumers, one of them a high risk of obesity in the long term for consumers. Housewife become a determining factor to regulate food preparation in household life.
Objective of this research was held to know relationship between change of knowledge, characteristics, and motivation of housewives with reading behavior nutrition components in 4 village at Pancoran Mas district.
The design of the study is a quantitative study with cross-sectional design. The data were collected using questionnaire with 180 respondents. A total of 180 people Housewife who have received counseling, the average IRT which often reads nutritional components on the food label by 53.3%, 43.3% belong there sometimes, and there are never classified 3.3% of reading nutritional components in food labels. In this study there was no significant relationship seen from the p Value ≥0.05 in each variable, namely knowledge (p Value 0.178), age (p Value 0.232), maternal education (p Value 0.645), husband's education (p Value 0.255), husband's occupation (p Value 0.546), and motivation (p Value 0.147).
Suggestions of these activities need to be rolled out continuously as the concept of snowballing and disseminate information to reduce risk factors for degenerative diseases and the presence of educational Housewife to the nearest (husband, son, brother) have done a refresher constantly.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S52774
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amy Trenggana
"ABSTRAK
Peningkatan mutu pelayanan kesehatan sudah menjadi tuntutan masyarakat dengan demikian harus dilaksanakan oleh jajaran Departemen Kesehatan. Kabupaten Sumedang telah melaksanakan otonomi daerah dan desentralisasi kebijakan di bidang kesehatan, dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dilakukan dengan berbagai upaya agar dapat memberikan pelayanan kesehatan dasar yang berkualitas yaitu pelayanan yang sesuai standar pelayanan kesehatan.
Tujuan penelitian ini adalah melakukan uji coba standar pelayanan kesehatan melalui pelatihan Standar Pelayanan Kebidanan (SPK) Antenatal bagi bidan Puskesmas, memakai desain quasi experimental. Sampel penelitian adalah 10 orang bidan Puskesmas yang diukur kepatuhannya sebanyak 100 kali pemeriksaan ibu hamil(seorang bidan diukur kepatuhannya sebanyak 10 kali). Sampel ibu hamil 100 orang ibu yang berkunjung ke Puskesmas, diukur kepuasan dan pengetahuannya dengan cara wawancara. Lokasi penelitian adalah 10 Puskesmas diwilayah Kota dan Tanjungsari. Sampel kelompok kontrol adalah bidan dan ibu hamil dengan jumlah sama dengan kelompok pelatihan yang berkunjung ke 10 Puskesmas di Wilayah Conggeang dan Tomo.
Rerata skor kepatuhan SPK petugas dan skor pengetahuan/kepuasan ibu sebelum pelatihan 'pada kedua kelompok dalam keadaan setara. Pasca pelatihan dengan uji t menunjukan bahwa pelatihan meningkatkan kepatuhan pada kelompok pelatihan dengan rerata skor beda kepatuhan sebesar 29.57 dengan p=0,0001, rerata skor beda pengetahuan 28.51 dengan p=0.0001 dan rerata skor beda kepuasan 15,7 dengan p=0001.
Uji regresi menunjukan bahwa yang berpengaruh terhadap kepatuhan petugas adalah pelatihan SPK Antenatal dan supervisi Dinas Kesehatan Kabupaten. Peningkatan pengetahuan ibu dipengaruhi selain oleh pelatihan standar pelayanan kebidanan { SPK Antenatal) kepada petugas, juga oleh tingkat pendidikan ibu. Sedang yang berpengaruh terhadap kepuasan ibu adalah pelatihan standar pelayanan kebidanan { SPK Antenatal) kepada petugas dan pengalaman hamil sebelumnya. Kcsimpulannya petugas yang mendapat pelatihan SPK Antenatal mempunyai kepatuhan lebih tinggi dibandingkan sebelum pelatihan dan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapat pelatihan. ibu hamil yang dilayani petugas yang telah mendapat pelatihan SPK Antenatal mempunyai pengetahuan dan kepuasan lebih tinggi dibandingkan ibu yang dilayani petugas yang tidak mendapat pelatihan SPK Antenatal.
Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kepatuhan SPK dengan mengembangkan pengukuran kepatuhan melalui pemantauan pelaksanan proses pemeriksaan kehamilan di Puskesmas baik bagi bidan Puskesmas maupun bidan di Desa

ABSTRACT
The Trial Test of Standar Antenatal Maternity Service in Kabupaten Sumedang The Year 2000.The improvement of quality health service has become the demand of community, so the Health Department must execute such qualify service. Kabupaten Sumedang, which status is an autonomy district now, has decentralized its health service policy and made efforts to improve the quality of health services to Fulfil the quality basic health service according to standard health service.
The objective of this study is to trial test the antenatal maternity service standar by training the Community Health (Puskesmas) midwives with quasi experimen design. The trained group consisted of 10 Puskesmas midwives in 10 Puskemas and 100 pregnant women that attended to 10 Puskesmas in Kota and Tanjungsari. The untrained control group, was compossed of midwives and pregnant women with the same and quality, with attended 10 Puskesmas in Conggeang and Tomo areas.
The pre training average scorres of midwives compliance to ante natal care standard, knowledge and satisfaction of pregnant women were similar in both group. Post training t test training indicated that the training had improved the avarage compliance score differentce of 29.57 with p = 0.0001 and the avarage satisfaction and knowledge score difference with p= 0.0001.
The regretion test indicated that the influential factors for the midwives compliance were the training and supervision. Meanwhile rather than the aspect of occupation, age and social status, the factors that influence the improvement of mother knowledge were midwives training and mother education. The factors that influence the improvement of mother satisfaction werw midwives training and the mother pregnancy experience.
Conclusion the trained midwives have higher compliance score if compared with the untrained group. Pregnant women, who were serves by trained midwives, had more knowledge and satiscfaction than the untrained group. We need more studies to know the antenatal via supervisions of pregnancy inspections which conducted by Puskesmas midwives or midwive in the village.
"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eri Rachmawati
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan status kebugaran bedasarkan status obesitas, aktivitas fisik, asupan gizi dan kebiasaan merokok pada PNS Dirjen Kesmas Kementerian Kesehatan . Penelitian ini menggunakan disain studi crosssectional dengan responden 78 orang. Data yang dikumpulkan meliputi denyut nadi, IMT, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, asupan energi, protein, lemak dan karbohidrat. Pengukuran kebugaran dengan menggunakan metode YMCA. Status obesitas diukur dengan indeks massa tubuh (IMT), aktivitas fisik menggunakan kuesioner GPAQ dan asupan gizi menggunakan food recall. Hasil penelitian ada perbedaan bermakna status kebugaran berdasarkan asupan karbohidrat. Disarankan mengkonsumsi makanan sesuai dengan kebutuhan gizi yang dianjurkan terutama protein yang pada penelitian ini terbukti berperan terhadap tubuh yang bugar.

This study aimed to determine differences in fitness status based on the status of obesity, physical activity, nutrition and smoking habits on the government employees Directorate General for Public Health, Ministry of Health. This study used a cross-sectional study design with respondents of 78 people. Data collected were pulse, BMI, physical activity, smoking habits, intake of energy, protein, fat and carbohydrates. Fitness measurements used the YMCA; obesity status was measured with body mass index(IMT); physical activity obtained with GPAQ and nutrient intake used a 24 hour food recall. There is significant difference in fitness status based on the intake of carbohydrates. It is advisable to consume food in accordance with nutritional requirements recommended especially proteins in this study proved to contribute to a fit body.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T46132
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Mutu Manikam
"ABSTRAK
NamaProgram StudiJudulPembimbing::::Ratna Mutu ManikamIlmu Kesehatan MasyarakatKonsumsi Makanan Siap Saji dan Faktor Lain PenyebabKejadian Kegemukan dan Obesitas pada Siswa di SMP Islam AlAzhar 2 Jakarta Tahun 2018Prof. Dr. dr. Kusharisupeni Djokosujono, M.ScKegemukan dan obesitas pada remaja memiliki dampak yaitu meningkatan risiko terhadap berbagaipenyakit kardiovaskular dan hipertensi. Salah satu penyebab terjadinya kegemukan dan obesitas adalahgaya hidup modern dengan pola makan yang tidak sehat seperti sering mengkonsumsi makanan siap saji.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui konsumsi makanan siap saji dan faktor lain penyebab kejadiankegemukan dan obesitas pada siswa. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dan metodepengambilan data total sampling dengan jumlah sampel 172 siswa. Pengumpulan data dilakukan denganmelakukan pengukuran antropometri, pengisian kuesioner dan recall 2x24 jam . Pengolahan dan analisisdata menggunakan uji chi square bivariat dan regresi logistik ganda model faktor risiko multivariat .Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi kegemukan dan obesitas pada siswa sebesar 40.7 . Hasiluji chi square menunjukkan bahwa ada perbedaan kejadian kegemukan dan obesitas pada siswaberdasarkan konsumsi makanan siap saji p=0.01 , jenis kelamin p=0.008 , aktivitas fisik p=0.001 ,kebiasaan sarapan p=0.01 , asupan protein p=0.006 , durasi tidur p=0.001 , dan besar uang jajan p=0.001 . Hasil uji regresi logistik ganda model faktor risiko menunjukkan bahwa konsumsi makanan siapsaji merupakan faktor risiko penyebab kejadian kegemukan dan obesitas pada siswa setelah dikontrol olehvariabel kebiasaan sarapan dan besar uang jajan. Mengubah pola makan menjadi gizi seimbang sangatpenting sebagai upaya pencegahan kegemukan dan obesitas pada remaja.Kata kunci:Kegemukan, Obesitas, Makanan Siap Saji, Remaja

ABSTRACT
NameStudy ProgramTitleCounsellor Ratna Mutu ManikamPublic Health of ScienceFast Food Consumption and Other Factors Causes Overweightand Obesity in Students at SMP Islam Al Azhar 2 JakartaProf. Dr. dr. Kusharisupeni Djokosujono, M.ScOverweight and obesity in adolescents has affects increase of cardiovascular disease and hypertension. Amodern lifestyle with an unhealthy intake is one of causes overweight and obesity. The purpose of thisstudy is to identify fast food consumption and other factors causes overweight and obesity. This study wasa cross sectional design with total sampling technique 172 sample . Data collection consist ofanthropometric measurements, filling out the questionnaire, and recall 2x24 hour . Data analysis using chisquare test bivariat and multiple logistic regression risk factor model multivariat . The prevalence ofoverweight and obesity in adolescents was 40.7 . Fast food consumption p 0.01 , gender p 0.008 ,physical activity p 0,001 , breakfast habit p 0,01 , protein intake p 0.006 , sleep duration p 0.001 ,and pocket money p 0,001 had a significant relationship with overweight and obesity. Fast foodconsumption is associated with overweight and obesity after being controlled with breakfast habit andpocket money. Consumption of food with balanced nutrition is important as an effort to prevent overweightand obesity in adolescents.Keywords Overweight, Obesity, Fast Food, Adolescents"
2018
T51042
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elisa
"Salah satu penyebab tingginya tekanan darah pada anak-anak dan remaja adalah kegemukan dan obesitas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kegemukan dan obesitas merupakan faktor risiko terjadinya tekanan darah diatas normal prehipertensi dan hipertensi pada siswa di SMP Islam Al Azhar 2 Jakarta Selatan. Disain penelitian ini adalah Cross Secsional.
Dari hasil penelitian diketahui sebanyak 36,0 siswa mengalami tekanan darah diatas normal prehipertensi dan hipertensi dan 40,7 siswa mempunyai status gizi gemuk dan obesitas IMT/ U > 1 SD. Hasil Uji Chi Square menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara kegemukan dan obesitas p value = 0,000 , aktivitas fisik p value = 0,019 , durasi tidur p value = 0,031 dan asupan energi p value =0,003 dengan tekanan darah diatas normal prehipertensi dan hipertensi.
Dari uji regresi logistik multivariabel diperoleh hasil bahwa kegemukan dan obesitas merupakan faktor risiko terjadinya tekanan darah diatas normal prehipertensi dan hipertensi p value = 0,000, OR = 4,048 dan faktor konfoundingnya adalah durasi tidur dan asupan energi.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa yamg memiliki berat badan gemuk dan obesitas mempunyai risiko mengalami tekanan darah diatas normal prehipertensi dan hipertensi 4,048 kali lebih besar dibandingkan dengan siswa yang memiliki berat badan normal dan kurus setelah dikontrol variabel durasi tidur dan asupan energi.

One of the causes of high blood pressure in children and adolescents is overweight and obesity. The purpose of this study is to determine whether overweight and obesity is a risk factor of blood pressure above normal prehypertension and hypertension among students in Al Azhar 2 Islamic Junior High School South Jakarta. The design of this study is Cross Secsional.
The result showed that 36.0 of students had blood pressure above normal prehypertension and hypertension and 40,7 had overweight and obesity IMT U 1 SD. Chi Square test showed that there were significant difference between overweight and obesity p value 0.000 , physical activity p value 0,019 , sleep duration p value 0,031 and energy intake p value 0,003 with blood pressure above normal prehypertension and hypertension.
Multivariable logistic regression test showed that overweight and obesity were risk factors of blood pressure above normal prehypertension and hypertension p value 0,000, OR 4,048 and confounding factors are sleep duration and energy intake
So it can be concluded that students who have overweight and obesity have a risk of blood pressure above normal prehypertension and hypertension 4.048 times greater than students who have normal weight and lean after controlled variable sleep duration and energy intake.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Della Rosa
"Secara fisiologis bayi lahir dengan cadangan vitamin A yang rendah. Kemampuan transfer vitamin A dari ibu hamil ke janin sangat kecil, meskipun ibu mempuyai status gizi yang baik, bayi hanya dapat mencukupi kebutuhan vitamin A kurang dari 2 minggu. Masalah kurang vitamin A pada balita secara klinis sudah bukan merupakan masalah kesehatan masyarakat. Namun hasil studi masalah gizi mikro di 10 kota tahun 2006, secara subklinis diketahui sebanyak 14,6% balita dengan serum retinol <20μg/dl mendekati batas ambang masalah kesehatan masyarakat sebesar 15%. Data Riskesdas 2010 presentase nasional anak umur 6-59 bulan yang mendapatkan kapsul vitamin A sebesar 69.8% dan untuk propinsi Banten sebesar 69.3%. Data Ibu nifas yang mendapat kapsul vitamin A saat melahirkan anak terakhir sebesar 52.2%, sementara untuk propinsi Banten sebesar 48.7%. Status serum vitamin A dalam darah dapat menggambarkan cadangan vitamin A ibu. Cadangan vitamin A pada ibu nifas menentukan kandungan vitamin A dalam ASI. Bila ibu nifas mempunyai status serum vitamin A rendah maka bayi akan berisiko menderita kekurangan vitamin A (KVA).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor determinan status serum vitamin A pada ibu nifas di Kabupaten Pandeglang (analisa data sekunder 2008) yang merupakan gambaran tidak langsung vitamin A ibu nifas yang pada akhirnya dapat memberi gambaran cadangan vitamin A dalam Air Susu Ibu (ASI). Penelitian ini dilakukan pada Mei 2012. Disain yang digunakan cross sectional dengan jumlah sampel 127 orang ibu nifas 0 hari yang diambil dengan menggunakan kekuatan uji (power of the test 1-β). Variabel yang dikumpulkan meliputi karakteristik sosial (umur, paritas, pendidikan, pekerjaan), Konsumsi Zat Gizi (asupan protein, asupan lemak, asupan vitamin A), Status Gizi (Indeks Massa Tubuh, Kadar Haemoglobin) serta Status Kesehatan (Morbiditas) terhadap Serum vitamin A ibu nifas. Karakteristik sosial diukur dengan wawancawa, konsumsi zat gizi di ukur dengan metode recall 1x24jam.
Status gizi (IMT) diukur dengan membandingkan berat badan dengan tinggi badan, kadar Hb diperiksa denga menggunakan HemoCue, Morbiditas dengan mengunakan wawancara dan pemeriksaan medis serta Serum vitamin A dengan menggunakan merode High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Analisa data yang dilakukan univariat, bivariat dan multivariate. Hasil analisa didapatkan sebesar 40,9% ibu nifas mempunyai status serum vitamin A normal. Persentase terbesar dari karakteristik sosial ibu nifas adalah : umur 20 tahun-30 tahun (59,8%), paritas lebih besar dari 2 kali (56,7%), pendidikan <9 tahun sekolah (61,4%), tidak bekerja (98,4%).
Persentase terbesar dari konsumsi makanan ibu nifas: asupan protein <80% AKG (89,0%), asupan lemak <25% total energi (54,3%), asupan vitamin A >700 RE (66,1%). Sebanyak 70,1% ibu nifas mempunyai IMT normal, 15% IMT tergolong gemuk dan 13,4% tergolong obesitas, serta 1,6% tergolong kurus. Lebih banyak ibu nifas yang tergolong tidak anemia (65,4%). Sebanyak 85.0% ibu nifas berstatus sehat. Analisis bivariat menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara karakteristik sosial, konsumsi zat gizi, status gizi, status kesehatan dengan serum vitamin A ibu nifas Analisis multivariat menunjukkan, tidak ada variabel yang menjadi faktor determinan serum vitamin A ibu nifas.

Physiologically babies born with low vitamin A reserves. The ability of vitamin A transfer from mother to fetus is very small, although the mother has a good nutritional status, the baby can only meet the need of vitamin A is less than 2 weeks. Problem of lack of vitamin A in infants is clinically not a public health problem. But the study results micronutrient problems in 10 cities in 2006, is known as subclinical 14.6% of infants with serum retinol <20μg/dl approaching the threshold of public health problems by 15%. Data Riskesdas 2010 the national percentage of children aged 6-59 months who received vitamin A capsules for 69.8% and 69.3% Banten province. Data partum mother who received vitamin A capsules in childbirth last at 52.2%, while for 48.7% of Banten province. Status of vitamin A in blood serum may reflect vitamin A reserves. Reserves of vitamin A in women postpartum to determine the content of vitamin A in breast milk. Childbirth if the mother had serum vitamin A status of low-risk the baby will suffer from vitamin A deficiency (VAD).
This study aims to determine the determinant factors of serum vitamin A status in mothers at parturition Pandeglang (secondary data analysis of 2008) which is an indirect picture of vitamin A deficiency, which in turn can provide a backup image of vitamin A in breast milk (ASI). The research was conducted in May 2012. Cross sectional design used a sample of 127 people 0 days post partum mothers are taken by using a test power (power of the test 1-β). Variables collected include social characteristics (age, parity, education, occupation), Substance Consumption Nutrition (protein intake, fat intake, intake of vitamin A), Nutritional status (body mass index, hemoglobin levels) and health status (morbidity) of serum vitamin A deficiency. Social characteristics are measured with wawancawa, nutrient consumption measured by the method of recall 1x24jam.
Nutritional status (BMI) was measured by comparing weight to height, hemoglobin concentration using the HemoCue premises inspected, Morbidity by using interviews and medical examinations and serum vitamin A by using High Performance Liquid Chromatography Metode (HPLC). Data analysis conducted univariate, bivariate and multivariate. Analysis results obtained for 40.9% of postpartum mothers had vitamin A status of normal serum. The largest percentage of the social characteristics of postpartum mothers were: age 20 years-30 years (59.8%), parity greater than 2 times (56.7%), education <9 years of school (61.4%), it does not work ( 98.4%).
The largest percentage of postpartum maternal food consumption: a protein intake <80% RDA (89.0%), fat intake <25% total energy (54.3%), vitamin A intake of> 700 RE (66.1%). A total of 70.1% of postpartum mothers had normal BMI, 15% BMI classified as obese and 13.4% classified as obese, and 1.6% classified as underweight. More mothers are not classified as puerperal anemia (65.4%). A total of 85.0% of mothers postpartum health status. Bivariate analysis showed no significant relationship between social characteristics, nutrient intake, nutritional status, health status with serum vitamin A supplementation. Multivariate analysis showed that no variable is the determinant factor of serum vitamin A supplementation."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T31501
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Masruroh
"Obesitas yang merupakan masalah kesehatan dan prevalensinya cenderung meningkat setiap tahun berdampak pada terjadinya penyakit degeneratif seperti hipertensi, diabetes mellitus dan penyakit kardiovaskular. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan status obesitas berdasarkan asupan gizi, konsumsi minuman manis, aktivitas fisik dan durasi tidur pada PNS. Populasi penelitian adalah orang dewasa yang terdaftar sebagai PNS di Ditjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes. Disain penelitian ini adalah cross sectional dengan jumlah sampel sebanyak 108 yang dipilih dengan systematic random sampling. Data dikumpulkan pada bulan Mei 2016, meliputi status obesitas, asupan gizi yang terdiri dari energi, lemak, karbohidrat dan protein, serat, kebiasaan konsumsi minuman manis aktivitas fisik dan durasi tidur. Status obesitas dinilai dari IMT yang diperoleh dari pengukuran berat badan dan tinggi badan, aktivitas fisik diperoleh dari GPAQ, durasi tidur dihitung berdasarkan kebiasaan tidur malam pada hari kerja dan hari libur yang diperoleh dari kuesioner, konsumsi minuman manis menggunakan FFQ dan asupan zat gizi menggunakan metode food recall 2x24 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 44,4 % responden mengalami obesitas. Terdapat perbedaan status obesitas berdasarkan durasi tidur. Orang yang tidur ≤6 jam/hari berpeluang mengalami obesitas 2,8 kali lebih tinggi dari yang tidur >6 jam/hari. Perbedaan tersebut bermakna pada usia <40 tahun dan pada pangkat/golongan III. Tidak ada perbedaan status obesitas berdasarkan asupan gizi, aktivitas fisik dan konsumsi minuman manis. Disarankan kepada PNS untuk mengatur pola tidur dan durasi tidur malam tidak kurang dari 6 jam sehari agar terhindar dari risiko obesitas.

Obesity that its prevalence has increased over the years, is associated with hypertension, diabetes mellitus and cardiovascular diseases. The study aimed to determine the differences between nutrition intake, dietary fiber, consumption sweetened beverages, physical activity and sleep duration among civil servants. The study population is adult who are registered as sivil servant of General of Public Health in Ministry of Health. The design of the study is cross sectional with total sample 108 selected by systematic random sampling. The study was conducted in May 2016. The data colection used instruments including antropometric measurements (obesity status), GPAQ (physical activity), a special questionairre for sleep duration, FFQ (sweetened beverages consumption) and 2x24 hour food recall (nutrition intake). The result showed 44,4% of respondents were obese. There was significant differences in obesity status based on sleep duration (p=0.022). People who slept ≤ 6 hours/day had 2.8 time higher risk of becoming obese than those who slept > 6 hours/day. The significancy only on responden with ages<40 years and level III of occupancy. This finding suggests that civil servants has to manage their sleep time and not have usual sleep duration less than or equal to 6 hours a day in order to avoid the risk of obesity.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T46121
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ihsan Oesman
"Pendahuluan: Efek hiperglikemik dan produk Advanced Glycation Endproduct (AGE) dari diabetes mellitus (DM) sering dikaitkan dengan komplikasi muskuloskeletal seperti neuropati perifer dan tendinopati Achilles pada regio pergelangan kaki. Hal ini beresiko menimbulkan efek lanjutan berupa perubahan struktur berjalan, kekakuan sendi hingga luka tukak telapak kaki. Tatalaksana tendinopati DM hingga saat ini terbatas pada pengurangan gejala lanjutan tanpa meningkatkan proses regenerasi tendon, sehingga dibutuhkan penelitian untuk menilai efek terapi dari sekretom dan eksosom SPM dalam hal perbaikan struktur tendon. Hal ini diwakili oleh penggunaan hewan coba tikus SD yang telah terinduksi menjadi tendinopati DM. Metode: Studi ini melibatkan fase studi pilot pertama, kedua, dan penelitian utama. Tikus SD diperoleh dan diberikan diet tinggi lemak (HFD) dan pemberian larutan fruktosa 55% selama delapan minggu. Diabetes diinduksi menggunakan injeksi streptozotocin (STZ) intraperitoneal berbagai dosis. Studi pilot pertama bertujuan untuk menentukan volume cairan yang dapat diinjeksikan ke area peritendon. Sementara itu, studi pilot kedua bertujuan untuk mengidentifikasi dosis STZ yang efektif. Dalam fase penelitian utama, tikus diabetes menerima injeksi lokal eksosom, sekretom, atau kombinasinya. Setelah perawatan, tikus dieutanasia, dan tendon Achilles dianalisis secara histopatologi dan imunohistokimia. Hasil dan Diskusi: Studi pilot pertama menyimpulkan bahwa 0,8 ml merupakan volume cairan optimal yang dapat diinjeksikan ke area peritendon. Sementara itu, studi pilot kedua menunjukkan bahwa setelah 8 minggu HFD, pemberian fruktosa, dan injeksi STZ, kelompok STZ 26 mg/kg memiliki kadar glukosa 220,54 ± 9,11 mg/dL, dan kelompok STZ 30mg/kg memiliki 213,88 ± 8,99 mg/dL dengan perbedaan paling signifikan dalam skor Bonar diamati di kelompok STZ 30mg/kg, hal ini menunjukkan keberhasilan induksi hewan coba. Pada penelitian utama setelah pemberian sekretom, eksosom, atau kombinasi, kadar TGF-β dan IL-6 dan skor Bonar tidak menunjukkan perbedaan signifikan antar kelompok. Analisis pasca intervensi mengungkapkan perbedaan signifikan dalam kadar IL-6 dan Col-1, dimana pada kelompok perlakuan terdapat penurunan IL-6 yang signifikan pada hari ke-14 dan peningkatan Col-1 yang signifikan pada hari ke-21 dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa kombinasi diet HFD, pemberian fruktosa, dan dosis injeksi STZ 30 mg/kg efektif menciptakan hewan model tendinopati DM. Skor Bonar yang tinggi pada kelompok STZ mengindikasikan kerusakan tendon signifikan. TGF-β dan IL-6 tidak menunjukkan perbedaan signifikan antar kelompok, namun IL-6 meningkat pada hari ke-14 dan Col-1 pada hari ke-21 pada kelompok intervensi secara signifikan, menunjukkan potensi terapi eksosom dan sekretom pada penyembuhan tendon.

Introduction: The hyperglycemic effects and Advanced Glycation Endproduct (AGE) of diabetes mellitus (DM) are often associated with musculoskeletal complications such as peripheral neuropathy and Achilles tendinopathy in the region of the legs and ankles. It is one of the risks of developing advanced negative effects such as changes in walking structure, stiffness of the joints to ulcer wounds on the the ankle. The management of DM tendinopathy to date is limited to reducing advanced symptoms without enhancing tendon regeneration process, therefore, further research is needed to assess the therapeutic effects of MSC secretomes and exosomes in terms of tendon structure improvement. It is represented by the use of SD rats induced into DM
tendinopathy.
Methods: This study involves two pilot study phases and the main research. SD mice were obtained and given a high-fat diet (HFD) and given 55% fructose solution foreight weeks. Diabetes is induced by injection of streptozotocin (STZ). The first phase of the pilot study aims to determine the volume of liquid injected into the peritendon area, and the second phase aims to identify an effective dose of STZ to induce DM. In the main study, diabetic mice received local injections of exosomes, secretomes, or a combination of them. After treatment, the rats were euthanazied, and the Achilles tendon was analysed histopathologically and immunohistochemically.
Results and Discussion: The first pilot study concluded that 0.8 ml was the optimal fluid volume that could be injected into the peritendon area. Meanwhile, the second pilot study showed that after 8 weeks of HFD, fructose administration, and injection of STZ, the STZ 26 mg/kg group had a glucose level of 220.54 ± 9.11 mg/dL, and the STZ 30 mg/kg group had 213.88 ± 8.99 mg/dL with the most significant difference in Bonar score was observed in the STZ 30mg/kg group, this indicates successful induction of experimental animals. In the main study after administering secretome, exosome, or a combination of the two, the levels of TGF-β and IL-6 and the Bonar score did not show significant differences between groups. Post-intervention analysis revealed significant differences in IL-6 and Col-1 levels, in which the treatment group there was a significant decrease in IL-6 on day 14 and a significant increase in Col-1 on day 21 compared to the control group.
Conclusion: This study shows that a combination of HFD, fructose administration, and STZ 30mg/kg are effective in creating animal model for diabetic Achilles tendinopathy. A high Bonar score in the STZ group indicates significant tendon damage. TGF-β and IL-6 did not show significant differences between the groups, but IL-6 increased on day 14 and Col-1 on day 21 in the intervention groups significantly, indicating the potential for exosome and secretome therapy on tendon healing.
Keyword: diabetic Achilles tendinopathy, Sprague Dawley rats, exosome and secretome combination, bone marrow mesenchymal stem cel
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Widodo
"Pendahuluan: Cedera saraf tepi dapat menyebabkan cacat fungsional yang parah. Denervasi yang berkepanjangan menyebabkan perubahan permanen pada organ target sekalipun dilakukan operasi dengan teknik rekonstruksi saraf bedah mikro. Oleh karena itu, banyak penelitian regeneratif telah dilakukan untuk meningkatkan luaran fungsional setelah tindakan rekonstruksi saraf pada cedera saraf tepi.
Metode: Dilakukan transeksi komplet saraf iskiadikus tungkai belakang kanan pada 20 tikus Sprague-Dawley jantan. Setiap ujung saraf dijahit ke otot terdekat untuk mencegah pertumbuhan saraf spontan. Setelah 3 minggu denervasi, dilakukan penyambungan saraf dan implantasi sel punca mesenkimal (SPM) ke neuromuscular junction (NMJ) otot gastroknemius pada kelompok perlakuan (n=10). Sepuluh tikus lainnya (kelompok kontrol) menerima plasebo (NaCL). Delapan minggu setelah penyambungan saraf, seluruh sampel dinilai luaran fungsional dengan analisis walking track dan studi neurofisiologi yang dilakukan sebelum terminasi. Berat otot basah dievaluasi kemudian dilakukan pemeriksaan histomorfometri.
Hasil dan Diskusi: Denervasi saraf iskiadikus selama tiga minggu menghasilkan model cedera saraf perifer kronis yang secara klinis mengakibatkan gangguan berjalan dan secara histologis menyebabkan degenerasi otot gastroknemius. Tidak ada perbedaan analisis walking track, compound muscle action potential (CMAP) dan berat otot basah antara kedua kelompok. Namun, penyambungan saraf yang dikombinasikan dengan implantasi SPM memberikan gambaran preservasi NMJ dan regenerasi otot yang lebih baik sebagai organ target saraf yang terbukti secara histologis dengan fragmentasi reseptor asetilkolin (AChR) yang jauh lebih rendah, jumlah dan kepadatan AChR yang lebih besar, serta diameter serat otot yang lebih besar.
Kesimpulan: Implantasi SPM di NMJ berpotensi menunda degenerasi organ target dan meningkatkan regenerasi

Introduction: Peripheral nerve injury is a devastating condition that can lead to severe functional disabilities. Despite the use of advanced microsurgical nerve reconstruction techniques, prolonged denervation causes irreversible changes in target organs. Thus, many regenerative studies have been conducted to increase functional outcomes in animal models.
Methods: Complete sciatic nerve transection was performed on the right hind limb of 20 male Sprague-Dawley rats. Each nerve end was sutured to the approximate muscle at a distance to prevent spontaneous nerve regrowth. After 3 weeks of denervation, the nerve was repaired and mesenchymal stem cells was injected directly to the gastrocnemius neuromuscular junction (NMJ) in MSCs group (n=10) and the rest of the rats (control group) received placebo (normal saline). Clinically, all sample were observed by walking track analysis and a neurophysiology study which was done before termination (8 weeks after nerve repair). Postmortem wet muscle weight was evaluated, and histological examination was performed
Result and Discussion: Three weeks sciatic nerve denervation produce the chronic peripheral nerve injury model which resulted clinically as gait disturbance and histologically as gastrocnemius muscle degeneration. There was no difference in walking track analysis, compound muscle action potential (CMAP) and muscle weight between two groups. However, the delayed nerve repair combined with stem cell implantation gives a better NMJ and muscle regeneration as the nerve target organ that proven histologically with a significantly lesser acetylcoline receptor (AChR) fragmentation, greater AChR amount and density, as well as larger muscle fiber diameter.
Conclusion: Mesenchymal stem cell direct implantation in neuromuscular junction possibly delayed the end organ degeneration and enhanced regeneration proven by a better morphometry profile in MSCs group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Widodo
"Pendahuluan: Cedera saraf tepi dapat menyebabkan cacat fungsional yang parah. Denervasi yang berkepanjangan menyebabkan perubahan permanen pada organ target sekalipun dilakukan operasi dengan teknik rekonstruksi saraf bedah mikro. Oleh karena itu, banyak penelitian regeneratif telah dilakukan untuk meningkatkan luaran fungsional setelah tindakan rekonstruksi saraf pada cedera saraf tepi.
Metode: Dilakukan transeksi komplet saraf iskiadikus tungkai belakang kanan pada 20 tikus Sprague-Dawley jantan. Setiap ujung saraf dijahit ke otot terdekat untuk mencegah pertumbuhan saraf spontan. Setelah 3 minggu denervasi, dilakukan penyambungan saraf dan implantasi sel punca mesenkimal (SPM) ke neuromuscular junction (NMJ) otot gastroknemius pada kelompok perlakuan (n=10). Sepuluh tikus lainnya (kelompok kontrol) menerima plasebo (NaCL). Delapan minggu setelah penyambungan saraf, seluruh sampel dinilai luaran fungsional dengan analisis walking track dan studi neurofisiologi yang dilakukan sebelum terminasi. Berat otot basah dievaluasi kemudian dilakukan pemeriksaan histomorfometri.
Hasil dan Diskusi: Denervasi saraf iskiadikus selama tiga minggu menghasilkan model cedera saraf perifer kronis yang secara klinis mengakibatkan gangguan berjalan dan secara histologis menyebabkan degenerasi otot gastroknemius. Tidak ada perbedaan analisis walking track, compound muscle action potential (CMAP) dan berat otot basah antara kedua kelompok. Namun, penyambungan saraf yang dikombinasikan dengan implantasi SPM memberikan gambaran preservasi NMJ dan regenerasi otot yang lebih baik sebagai organ target saraf yang terbukti secara histologis dengan fragmentasi reseptor asetilkolin (AChR) yang jauh lebih rendah, jumlah dan kepadatan AChR yang lebih besar, serta diameter serat otot yang lebih besar.
Kesimpulan: Implantasi SPM di NMJ berpotensi menunda degenerasi organ target dan meningkatkan regenerasi

Introduction: Peripheral nerve injury is a devastating condition that can lead to severe functional disabilities. Despite the use of advanced microsurgical nerve reconstruction techniques, prolonged denervation causes irreversible changes in target organs. Thus, many regenerative studies have been conducted to increase functional outcomes in animal models.
Methods: Complete sciatic nerve transection was performed on the right hind limb of 20 male Sprague-Dawley rats. Each nerve end was sutured to the approximate muscle at a distance to prevent spontaneous nerve regrowth. After 3 weeks of denervation, the nerve was repaired and mesenchymal stem cells was injected directly to the gastrocnemius neuromuscular junction (NMJ) in MSCs group (n=10) and the rest of the rats (control group) received placebo (normal saline). Clinically, all sample were observed by walking track analysis and a neurophysiology study which was done before termination (8 weeks after nerve repair). Postmortem wet muscle weight was evaluated, and histological examination was performed
Result and Discussion: Three weeks sciatic nerve denervation produce the chronic peripheral nerve injury model which resulted clinically as gait disturbance and histologically as gastrocnemius muscle degeneration. There was no difference in walking track analysis, compound muscle action potential (CMAP) and muscle weight between two groups. However, the delayed nerve repair combined with stem cell implantation gives a better NMJ and muscle regeneration as the nerve target organ that proven histologically with a significantly lesser acetylcoline receptor (AChR) fragmentation, greater AChR amount and density, as well as larger muscle fiber diameter.
Conclusion: Mesenchymal stem cell direct implantation in neuromuscular junction possibly delayed the end organ degeneration and enhanced regeneration proven by a better morphometry profile in MSCs group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library